TATALAKSAN
TATALAKSAN
A
A
UMUM
UMUM
KERACUNAN AKUT
KERACUNAN AKUT
I Gede Palgunadi
I Gede Palgunadi
SMF Penyakit Dalam RSUP NTB
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Daya racun = sifat biologi suatu bahan untuk menimbulkanDaya racun = sifat biologi suatu bahan untuk menimbulkan
keracunan pada seseorang, kerusakan jaringan.
keracunan pada seseorang, kerusakan jaringan.
Bahan yang memiliki daya racunBahan yang memiliki daya racun racun.racun.
Keracunan = efek yang ditimbulkan oleh racun.Keracunan = efek yang ditimbulkan oleh racun.
Keracunan dapat terjadi:Keracunan dapat terjadi:
–
– secara sengajasecara sengaja
–
– tidak disengajatidak disengaja
Keracunan akibat dari pengobatanKeracunan akibat dari pengobatan toksisitastoksisitas
Keracunan akibat kecelakaanKeracunan akibat kecelakaan intoksikasiintoksikasi
Seseorang Seseorang diduga diduga mengalami mengalami intoksikasi intoksikasi jikajika
menunjukkan gejala sakit atau perubahan tingkah laku
menunjukkan gejala sakit atau perubahan tingkah laku
secara mendadak pada individu yang tampak sehat
secara mendadak pada individu yang tampak sehat
sebelumnya.
sebelumnya.
MEKANISME KERJA BAHAN TOKSIK
MEKANISME KERJA BAHAN TOKSIK
Efek toksik tergantung dari sifat bahan toksik,
Efek toksik tergantung dari sifat bahan toksik,
organ sasaran & mekanisme kerja dari bahan
organ sasaran & mekanisme kerja dari bahan
toksik.
toksik.
Mekanisme kerja zat aktif:
Mekanisme kerja zat aktif:
1. fase eksposisi ( fase farmaseutika).
1. fase eksposisi ( fase farmaseutika).
2. fase farmakokinetik ( fase toksokinetik ).
2. fase farmakokinetik ( fase toksokinetik ).
3. fase farmakodinarnik ( fase toksodinamik ).
1. Fase eksposisi / fase farmaseutika
Pada fase eksposisi terjadi penguraian
senyawa toksik menjadi zat toksik (zat aktif)
yang dapat diabsorpsi.
Rute absorpsi:
– Pada kulit– Pada saluran cema
2.Fase farmakokinetik/ fase toksokinetik
Hanya sebagian kecil dari zat yang diabsorpsi dapat
mencapai reseptor pada jaringan yang sesuai.
Parameter farmakokinetik menentukan daya kerja
suatu zat efek lokal ditempat kontak & efek
sistemik.
Kadar racun pada organ sasaran dipengaruhi
absorbsi, distribusi, pengikatan dan ekskresi
kerusakan harus melewati membran sel 4
mekanisme :
– Difusi pasif lewat membran.
– Filtrasi lewat pori-pori menbran.
– Transportasi (pasif & aktif)
Ada
dua
jenis
proses
pada
fase
farmakokinetik :
1. Transportasi absorpsi, distribusi, ekskresi.
2. Biotranformasi:
– Reaksi fase I (R. penguraian) oksidasi, reduksi &
hidrolisis.
– Reaksi fase II ( R. konyugasi ) konjugasi racun
atau metabolitnya.
–
Bioaktivasi = pembentukan metabolit aktif
3. Fase farmakodinamik / toksodinamik
Interaksi antara molekul zat racun dengan
reseptor.
Mekanisme kerja
perubahan subseluler
seperti mitokhondria, lisosom, endoplasmik
retikulum dll.
Mekanisme kerja efek toksik suatu racun:
1. Interaksi dengan sistem enzirn. 2. Inhibisi pada transportasi oksigen
3. Mengganggu sintesis DNA dan RNA. 4. Reaksi hipersensitif.
EFEK TOKSIK
Efek toksik tergantung dan sifat, organ sasaran
dan mekanisme kerjanya.
Efek toksik karena interaksi biokimiawi racun atau
metabolit aktifnya dengan struktur reseptor tertentu.
Respon toksik tgt keseimbangan antara produksi
metabolik toksik dengan penghancurannya.
Konsentrasi zat aktif kadarnya tinggi didalam hati
dan ginjal, krn metabolisme di hati dan ekskresi melalui ginjal.
Spektrum klinik dari efek toksik suatu racun:
– efek lokal dan efek sisternik.
– efek reversible dan irreversible
– efek akut & kronik.
– efek alergi dan idiosinkrasi.
Efek toksik suatu racun diklasifikasikan:
– efek farmakologis
– efek patologis
– efek genotoksik
Tingkat toksik suatu racun dipengaruhi oleh dosis,
lamanya paparan, jenis kelamin, umur, status gizi, hormonal, perubahan absorpsi, distribusi, ekskresi racun,perubahan biotransformasi dan perubahan kepekaan reseptor.
A .Efek toksik terhadap hati
Peran hati detoksifikasi & bioaktivasi.
Injuri hati akibat pembentukan metabolit reaktif.
Toksisitas racun terhadap hati terjadi jika kec.
pembentukan metabolit reaktif >> kec. eliminasi.
Mekanisme:
1. Non imunologis melalui ikatan kovalen,
pembentukan "oxidative stress", disfungsi mitochondria, & mengawali apoptosis.
2. Imunologis proses hipersensitivitas / alergi
Mekanisme adaptasi hati
kemampuan
hati utk regenerasi, penurunan bioaktivasi,
peningkatan detoksifikasi, meningkatkan
regulasi dari jalur antiapoptotik/ antinekrotik,
dan
meningkatkan
pelepasan
sitokin
antiinflamasi (IL-10) oleh sel Kupffer
Manifestasi
klinis
hepatitis
akut,
perlemakan
hati,
kolestasis
(
pada
keracunan akut ), sirosis hati, hepatoseluler
karsinoma.
B. Efek toksik pada ginjal
Semua bagian nefron secara potensial dapat
dirusak oleh racun.
Kerusakan ginjal lebih sering pada tubulus
proksimal karena absorpsi dan sekresi aktif.
Proses detoksifikasi dan bioaktivasi terjadi
pada tubulus proksimal.
Manifestasi klinik kerusakan ginjal
ATN &
C. Efek toksik pada jantung
Manifestasi klinis
aritmia jantung &
kardiomiopati.
Kardiomiopati
mll akumulasi kalsium
dalam mitokhondria sehingga disintegrasi
organel dan sarkolema.
Depresi kontraktilitas otot jantung oleh
neomisin dan streptomisin.
Atrofi otot jantung, odema interstitial dan
fibrosis otot jantung akibat gangguan
sintesis asam nukleat.
D. Efek toksik pada paru
Efek lokal dan efek sistemik.
Paparan akut
fibrosis & emfisema paru
mll pecahnya membran lisosom dalam
makrofag, selanjutnya makrofag yang rusak
merangsang fibroblast membentuk jaringan
kolagen.
PRINSIP MANAGEMEN KERACUNAN AKUT
Prinsip dasar harus dilakukan secepatnya.
Target:
– Konsentrasi racun pada jaringan vital seminimal
mungkin, dekontaminasi utk mengurangi absorpsi, eliminasi utk meningkatkan biotranformasi dan
meningkatkan ekskresi.
– Meniadakan efek farmakologi dan efek toksikologi
pada efektor.
Tujuan klinik penanganan keracunan:
– Penanganan umum penanganan kedaruratan
dasar & penanganan keracunan akut secara umum.
– Penanganan spesifik penanganan khusus
Keracunan akut perlu dipertimbangkan pada individu
semula sehat tiba-tiba menunjukkan tanda keracunan, setelah:
1. paparan oleh bahan beracun
2. paparan oleh bahan yang diduga beracun
3. penurunan kesadaran yang tidak jelas penyebabnya.
Keracunan akut pendekatan diagnosis
menggunakan petunjuk klinis demam, hipotermi,
hipertensi, hipotensi, koma & kejang.
Keracunan akut ditanyakan rute paparan,
jumlah/volume racun, riwayat psikiatri, dan
pemakaian obat & dicari kelainan saraf, jantung, paru dan gastrointestinal.
Setelah stabil urinalisis, serum elektrolit, kadar zat
toksik dalam urin dan darah, analisa gas darah, faal hemostasis, foto dada dan perut.
Lima langkah "ABCDE" penanganan umum
keracunan akut.
Penanganan Dasar
– A. Air way (penanganan jalan nafas).
– B. Breathing (penanganan fungsi pemafasan).
– C. Circulation ( penanganan sirkulasi/peredaran
darah.
Penanganan umum keracunan akut
– D. Decontamination ( pembersihan ).• Utk mengurangi absorpsi lebih lanjut.
• Dekontaminasi ada dua:
– dekontaminasi permukaan
– dekontaminasi gastrointestinal (emesis,kumbah lambung dan
a. emesis
1. Mekanik : stimulasi faring
tidak
dianjurkan pada keracunan farafin, minyak
tanah dan hasil suling
2. Obat : larutan ipekak
apomorfin,larutan
garam, cupper sulfat, larutan mustard dan
berbagai deterjen.
KI emesis:
– keracunan bahan korosif
– kesadaran menurun
– keracunan obat "stimulan susunan saraf pusat"
– keracunan hidrokarbon
b. kumbah lambung
Kumbah lambung dengan pipa nasogastrik ukuran besar Dilakukan 2-4 jam setelah racun masuk saluran cerna,
tetapi pada keracunan oleh Salisilat dan obat anti depresan dapat dilakukan sampai 8 jam pasca paparan.
Tata cara:
– Posisi penderita miring
– Menggunakan 200-300 cc air hangat
– Akhir kumbah ditambahkan 30 g karbon aktif KI kumbah lambung :
– keracunan hidrokarbon
– keracunan bahan korosif
– penurunan kesadaran kecuali dengan bantuan pipa
endotrakheal.
Cara kerja karbon aktif:
– mengadakan ikatan labil & konyugasi lalu diekskresi ke
empedu.
– mencegah absorpsi dan difusi racun kedalam usus
tidak masuk sirkulasi enterohepatik.
– Mempercepat "transit time"
KI penggunaan arang aktif:
– keracunan bahan korosif
– keracunan logam berat
– keracunan striknin, sianida dengan onset cepat.
– keracunan bahan yang tidak larut dalam air.
– keracunan klorin dan iodine
– keracunan hidrokarbon
c. kumbah usus
Tindakan kumbah usus dilakukan bila racun
diperkirakan telah mencapai usus halus atau
kolon. Tindakan ini dikerjakan dengan
menggunakan 30 g natrium sulfat atau
magnesium sulfat dalam satu gelas air.
KI kumbah usus :
– penderita kejang– ileus
– keracunan bahan korosif
E. Eliminasi
Eliminasi = pembersihan racun diperkirakan telah beredar
dalam darah biotranformasi dan meningkatkan
ekskresi.
a. Meningkatkan biotranformasi:
– Beberapa bahan kimia menjadi toksik setelah mengalami
biotranformasi menghambat biotranformasi akan menurunkan toksisitas racun.
– Contoh:
• etanol menghambat perubahan methanoi menjadi asam formik. • asetaminofen didetoksifikasi oleh gluthation. Asetaminofen tidak
menyebabkan hepatotoksik sampai gluthation berkurang. Hati dapat diproteksi dengan mempertahankan konsentrasi gluthation
pemberian N-asetilsistein.
• Beberapa obat didetoksifikasi melalui konyugasi asam glukoronik
atau sulfat sebelum dieleminasi dari tubuh.
b. ekskresi melalui bilier
• peranannya belum banyak diketahui.
c. ekskresi melalui urin
• Diekskresi kedalam urin oleh filtrasi glomerulus &
sekresi tubuler aktif.
• Diuretik menurunkan reabsorpsi dengan roenurunkan
konsentrasi gradien racun dari lumen ke sel tubulus
• Ekskresi melalui urin untuk tujuan terapi keracunan
Diuresis paksa:
Indikasi = racun yg diduga dapat diekskresikan melalui
ginjal.
Tdd:Diuresis paksa netral. Diuresis paksa alkali dan Diuresis
paksa asam, Diuresis paksa setengah dan Diuresis paksa penuh.
Diuresis paksa setengah cairan 3 L selama
12jam/setengah hari, Diuresis paksa penuh cairan 6 L dalam satu hari/ 24 jam.
Tata cara:
– Diuresis paksa netral Ca glukonas IV, 3 L salin & furosemid
40 mg setiap 6 jam.
– Diuresis paksa alkali (+) sodium bikarbonat IV (25-50 mEq)
dalam 1 L salin, agar pH urin 7,3-8,5 (+) furosemid 40 mg @ 6 jam.
– Diuresis paksa asam (+) asam askorbat 0,5-1 g (
IV), @ 6 jampH urin 5.5-6.5 (+) furosemid 40 mg @ 6 jam dalam larutan salin.
– Cara lain = (+) ammonium klorida 1-2 % dalam salin. – Hati-hati pada kelainan jantung, ginjal dan paru.
d. dialisis
– Indikasi:
• Keracunan tingkat berat tidak dapat diekskresi lewat urin. • GGA
– Hanya untuk penyelamatan( lifesaving), krn:
– Fungsi HD tgt jumlah racun yang beredar dalam darah.
– Luasnya ikatan dengan protein plasma
– Kinetik eleminasi tergantung dari kecepatan disosiasi
racun dari tempat ikatannya pada jaringan.
e. hemoperfusi
– Teknik ekstrakorporel untuk menghilangkan racun
,dengan mengalirkan darah melalui column charcoal atau resin absorben.
II. Penanganan spesitik
a. Pemberian antidot
– Pemberian antidot dilakukan jika racun telah mencapai
target organ.
– Pemberian antidot merupakan tindakan penyelamatan
tetapi tidak semua racun mempunyai penawar yang spesifik.
– Antidot bekerja dengan merubah efek fisiologis dari
racun.
– Kesulitan pemberian antidot bila keracunan 1 racun.
– Lama kerja racun dan antidot adalah berbeda, karena itu
kadang dapat keracunan antidot.
– Penggunaan antibodi untuk memproduksi antidot spesifik
– Perkembangan human antimonoklonal antibodi