• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Curah Hujan - Dr. Ir. Entin Hidayah M.um.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Curah Hujan - Dr. Ir. Entin Hidayah M.um."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENGANTAR

PENGANTAR

Dalam modul ini

Dalam modul ini mahasiswa akan diberi pembekalan mengenai pengantar analisismahasiswa akan diberi pembekalan mengenai pengantar analisis hujan berupa komponen-komponen yang mempengaruhi hujan yang dimulai dengan hujan berupa komponen-komponen yang mempengaruhi hujan yang dimulai dengan istilah-istilah yang digunakan, dan tipe hujan. Selanjutnya akan mempelajari bagaimana istilah-istilah yang digunakan, dan tipe hujan. Selanjutnya akan mempelajari bagaimana mengukur hujan, menguji data hujan, mengolah data hujan sampai menjadi data hujan mengukur hujan, menguji data hujan, mengolah data hujan sampai menjadi data hujan rancangan. Untuk lebih mudah dalam pengkajiannya, maka dalam modul ini diberikan rancangan. Untuk lebih mudah dalam pengkajiannya, maka dalam modul ini diberikan contoh-contoh aplikasi dari metode-metode pengelolaan data hujan tersebut sampai contoh-contoh aplikasi dari metode-metode pengelolaan data hujan tersebut sampai menjadi data hujan

menjadi data hujan rancangarancangan.n.

Tujuan Instruksional Umum

Tujuan Instruksional Umum

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan mampu menghitung tinggi hujan Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan mampu menghitung tinggi hujan rencana sebagai dasar dalam menentukan debit banjir rencana.

rencana sebagai dasar dalam menentukan debit banjir rencana.

Tujuan Instruksional Khusus

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat memenuhi hal-hal berikut. Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat memenuhi hal-hal berikut. 1.

1. Mahasiswa memahami konsep pengukuran data Mahasiswa memahami konsep pengukuran data hujanhujan 2.

2. Mahasiswa mampu mengisi atau mengoreksi data Mahasiswa mampu mengisi atau mengoreksi data hujan yang hilanghujan yang hilang 3.

3. Mahasiswa mampu menghitung hujan rata-rata wilayah, intensitas hujan danMahasiswa mampu menghitung hujan rata-rata wilayah, intensitas hujan dan akhirnya curah hujan rencana.

(2)
(3)

BAB 1. PENDAHULUAN

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1.

1.1. Definisi dan Komponen Penting HujanDefinisi dan Komponen Penting Hujan

Definisi dari hujan adalah titik-titik air yang jatuh dari awan melalui lapisan Definisi dari hujan adalah titik-titik air yang jatuh dari awan melalui lapisan atmosfer ke permukaan bumi secara proses alam, dimana proses ini merupakan satu atmosfer ke permukaan bumi secara proses alam, dimana proses ini merupakan satu kesatuan dengan siklus hidrologi. Pada siklus hidrologi, hujan turun ke permukaan bumi kesatuan dengan siklus hidrologi. Pada siklus hidrologi, hujan turun ke permukaan bumi selalu didahului dengan adanya pembentukan awan, karena adanya penggabung

selalu didahului dengan adanya pembentukan awan, karena adanya penggabungan uap an uap airair yang ada di atmosfer melalui proses kondensasi, maka terbentuklah butir-butir air yang yang ada di atmosfer melalui proses kondensasi, maka terbentuklah butir-butir air yang bila lebih berat dari gravitasi akan jatuh berupa hujan. Selanjutnya setelah hujan jatuh ke bila lebih berat dari gravitasi akan jatuh berupa hujan. Selanjutnya setelah hujan jatuh ke bumi akan menjadi limpasan permukaan (

bumi akan menjadi limpasan permukaan (surface runoff surface runoff ), terinfiltrasi ketanah menjadi), terinfiltrasi ketanah menjadi aliran antara berupa (

aliran antara berupa (interflow, subsurface flowinterflow, subsurface flow) maupun sebagian mengalami perkolasi) maupun sebagian mengalami perkolasi yang menjadi aliran air tanah (

yang menjadi aliran air tanah (groundwater groundwater ), dan ada yang kembali ke atmosfir), dan ada yang kembali ke atmosfir dinamakan evaporasi atau

dinamakan evaporasi atau evapotranspirevapotranspirasi.asi.

Hujan merupakan komponen penting dalam proses perhitungan hujan menjadi Hujan merupakan komponen penting dalam proses perhitungan hujan menjadi aliran. Komponen-kompon

aliran. Komponen-komponen tersebut meliputi en tersebut meliputi intensitas hujan, tinggi hujan, durasi hujanintensitas hujan, tinggi hujan, durasi hujan dan distribusi hujan. Intensitas hujan adalah tinggi hujan persatuan waktu, misalnya: dan distribusi hujan. Intensitas hujan adalah tinggi hujan persatuan waktu, misalnya: mm/menit, atau mm/jam, mm/hari. Tinggi hujan adalah jumlah atau banyaknya hujan mm/menit, atau mm/jam, mm/hari. Tinggi hujan adalah jumlah atau banyaknya hujan yang dinyatakan dengan tinggi air di atas permukaan datar, dalam mm. Durasi hujan yang dinyatakan dengan tinggi air di atas permukaan datar, dalam mm. Durasi hujan adalah lamanya curah hujan dalam menit atau jam. Distribusi hujan adalah pola kejadian adalah lamanya curah hujan dalam menit atau jam. Distribusi hujan adalah pola kejadian hujan yang digambarkan oleh waktu

hujan yang digambarkan oleh waktu dan posisi kejadiannya.dan posisi kejadiannya.

1.2.

1.2. Tipe HujanTipe Hujan Tipe hujan y

Tipe hujan yang terjadi di suatiu wilayang terjadi di suatiu wilayah ah dipengaruhdipengaruhi oleh kondisi meteorologii oleh kondisi meteorologi setempat pada saat itu, dan keadaan topografinya. Sehingga secarara garis besar tipe setempat pada saat itu, dan keadaan topografinya. Sehingga secarara garis besar tipe

(4)

hujan dapat dikatagorikan menjadi tiga tipe yaitu hujan konvektif, hujan orografis dan hujan dapat dikatagorikan menjadi tiga tipe yaitu hujan konvektif, hujan orografis dan hujan frontal

hujan frontal

 Hujan konvektif 

 Hujan konvektif  terjadi akibat massa udara yang terangkat keatas oleh pemanasanterjadi akibat massa udara yang terangkat keatas oleh pemanasan lahan, atau karena udara dingin yang bergerak diatas laut atau dataran yang panas. Hujan lahan, atau karena udara dingin yang bergerak diatas laut atau dataran yang panas. Hujan ini dicirikan oleh intensitas huj

ini dicirikan oleh intensitas hujannya bervariasannya bervariasi dari rendah sampai di dari rendah sampai dengan tinggengan tinggi. i. HujanHujan ini biasanya terjadi di

ini biasanya terjadi di wilayah tropis.wilayah tropis.  Hujan orografis

 Hujan orografis terjadi oleh adanya rintangan topografi terjadi oleh adanya rintangan topografi dan ditambah oleh dan ditambah oleh adanyadanyaa dorongan udara melalui dataran tinggi atau gunung.

dorongan udara melalui dataran tinggi atau gunung. Hujan ini dicirikan oleh Hujan ini dicirikan oleh jumlah curahjumlah curah hujan tahunannya di dataran tinggi umumnya lebih tinggi dari pada di dataran rendah hujan tahunannya di dataran tinggi umumnya lebih tinggi dari pada di dataran rendah terutama pada lereng-lereng dimana angin datang. Hujan ini biasanya terjadi di daerah terutama pada lereng-lereng dimana angin datang. Hujan ini biasanya terjadi di daerah gunung.

gunung.

 Hujan frontal

 Hujan frontal terjadi karena kenaikan udara frontal ditandai oleh lerengnya yangterjadi karena kenaikan udara frontal ditandai oleh lerengnya yang landai, dimana udara panas naik keatas udara yang dingin. Hujan ini banyak terjadi di landai, dimana udara panas naik keatas udara yang dingin. Hujan ini banyak terjadi di daerah pertengahan dan jarang terjadi di daerah tropis dimana masa udara hampir daerah pertengahan dan jarang terjadi di daerah tropis dimana masa udara hampir mempunyai suhu yang seragam.

(5)

BAB 2. ALAT UKUR HUJAN

BAB 2. ALAT UKUR HUJAN

Hujan merupakan masukan utama untuk perhitungan debit. Oleh karena itu Hujan merupakan masukan utama untuk perhitungan debit. Oleh karena itu   jumlah hujan yang terjadi dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) merupakan besaran   jumlah hujan yang terjadi dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) merupakan besaran yang sangat penting dalam sistem DAS tersebut, sehingga pengukuran hujan harus yang sangat penting dalam sistem DAS tersebut, sehingga pengukuran hujan harus dilakukan secermat mungkin. Jumlah hujan yang dimaksud ters

dilakukan secermat mungkin. Jumlah hujan yang dimaksud ters ebut adalah seluruh hujanebut adalah seluruh hujan yang terjadi dalam DAS yang bersangkutan, karena hujan ini yang akan dialihragamkan yang terjadi dalam DAS yang bersangkutan, karena hujan ini yang akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai. Dengan demikian, ini berarti bahwa seluruh hujan yang terjadi menjadi aliran di sungai. Dengan demikian, ini berarti bahwa seluruh hujan yang terjadi setiap saat harus dapat diukur. Konsekuensi dari kebutuhan ini adalah bahwa di dalam setiap saat harus dapat diukur. Konsekuensi dari kebutuhan ini adalah bahwa di dalam DAS tersebut harus tersedia alat ukur yang mampu menangkap semua jenis air hujan DAS tersebut harus tersedia alat ukur yang mampu menangkap semua jenis air hujan yang jatuh.

yang jatuh.

Bermacam-macam jenis alat ukur hujan yang ada, tetapi pada dasarnya hanya Bermacam-macam jenis alat ukur hujan yang ada, tetapi pada dasarnya hanya terdiri atas 2 jenis saja yaitu alat ukur hujan manual dan alat ukur hujan otomatis. Pada terdiri atas 2 jenis saja yaitu alat ukur hujan manual dan alat ukur hujan otomatis. Pada dasarnya alat ukur hujan baik manual maupun otomatik, terdiri dari tiga komponen, yaitu dasarnya alat ukur hujan baik manual maupun otomatik, terdiri dari tiga komponen, yaitu corong, bejana pengumpul dan alat ukur. Perbedaannya adalah, pada alat ukur otomatik  corong, bejana pengumpul dan alat ukur. Perbedaannya adalah, pada alat ukur otomatik  ini, komponen bejana pengumpul dan alat

ini, komponen bejana pengumpul dan alat ukurnya dibuat ukurnya dibuat secara khusus.secara khusus.

2.1. Alat Ukur Hujan Manual 2.1. Alat Ukur Hujan Manual

Alat ukur hujan manual atau tidak otomatis merupakan alat ukur hujan yang Alat ukur hujan manual atau tidak otomatis merupakan alat ukur hujan yang pencataanya dilakukan melalui pengamatan oleh pengamat lapangan dan data hujannya pencataanya dilakukan melalui pengamatan oleh pengamat lapangan dan data hujannya diukur biasanya sekitar pukul 07.00 pagi. Hasil pencatatan hari itu merupakan hasil diukur biasanya sekitar pukul 07.00 pagi. Hasil pencatatan hari itu merupakan hasil pencatatan data yang ditimbulkan oleh kejadian hujan kemarin. Contoh hasil pencatatan pencatatan data yang ditimbulkan oleh kejadian hujan kemarin. Contoh hasil pencatatan data hujan manual ini dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

data hujan manual ini dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

Cara pengukurannya dilakukan dengan mengukur air yang tertampung dalam Cara pengukurannya dilakukan dengan mengukur air yang tertampung dalam

(6)

pengukuran data hujan harian yang tinggi dapat diperoleh melalui mengoreksi, alat ukur hujan manual yang standar dengan alat ukur hujan yang ditempatkan selevel permukaan tanah (around level rain gauge), yang hasilnya   ground level rain gauge selalu lebih tinggi hal ini disebabkan oleh pengaruh angin (Hadisusanto N., 2011)

Gambar 2.1. Alat ukur Hujan Manual (sumber: Hadisusanto N., 2011).

Bermacam-macam penggunaan data hasil pencatatan hujan harian antara lain: a. Perhitungan jumlah persediaan air daerah aliran sungai.

b. Perhitungan penentuan tipe iklim suatu daerah untuk kepentingan pertanian. c. Penentuan periode bulan basah dan bulan kering.

d. Penentuan hujan harian maksimum untuk banjir rencana tertentu. e. Perhitungan neraca air.

(7)

Tabel 2.1 . Contoh pencatatan hujan manual DATA HUJAN HARIAN

Nama Pos : Karangploso No : 146 Tahun : 2006

Daerah Aliran Sungai

: Opak Tahun pendirian :

Wilayah Sungai : Serayu-Opak Elevasi pos : 71 Lokasi pos : Desa Bangunharjo Dibangun oleh : DPU Data geografis : 07o50'34" LS 110o

26'34" BT

Provinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta

Kab/Kec : Bantul/Sewon Pelaksana : DPU

Tabel Hujan Harian (mm)

Tanggal Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des 1 18.0 30.0 51.5 20.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2 0.0 14.5 1.5 15.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3 1.0 6.0 0.0 2.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 4 0.0 36.0 0.0 27.5 26.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 13.0 5 16.0 0.0 6.5 6.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.0 6 0.0 0.0 15.0 3.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 7 0.0 0.0 0.0 7.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 20.0 0.0 9 9.5 2.5 0.0 0.0 25.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 10 0.0 4.0 0.0 20.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 11 2.5 0.0 0.0 2.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 12 0.0 0.0 0.0 10.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 13 0.0 0.0 12.0 9.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 36.0 14 4.0 0.0 0.0 2.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 15 6.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 19.5 16 19.0 2.0 22.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 17 19.0 1.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 18 18.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2.0 19 0.0 66.5 100.0 15.5 2.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 20 0.0 0.0 42.0 0.0 12.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 6.5 21 0.0 0.0 4.0 6.0 16.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 26.5 22 0.0 0.0 0.0 0.0 44.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 23 35.0 0.0 0.0 0.0 33.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 10.0 19.5 24 26.0 8.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 5.5 18.0 25 0.0 1.5 14.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 26 33.0 72.5 8.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 11.0 27 77.0 42.0 17.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 32.0 28 2.0 32.0 17.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 14.0 29 29.0 15.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.7 30 0.0 15.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 20.5 31 0.0 27.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.0 Jumlah (mm) 315.0 318.5 369.0 147.5 158.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 35.5 226.2 Jumlah hari hujan

(hari)

16.0 14.0 16.0 14.0 7.0 0.0 5.0 0.0 0.0 0.0 3.0 15.0 Rata-rata (mm) 10.2 11.4 11.9 4.9 5.1 0.0 2.9 0.0 0.0 0.0 1.2 7.3 Max (mm) 77.0 72.5 100.0 27.5 44.0 0.0 64.5 0.0 0.0 0.0 20.0 36.0

(8)

2.2. Alat Ukur Hujan Otomatis

Alat ukur hujan otomatis adalah alat yang mampu merekam setiap kejadian hujan secara kontinyu yang dituangkan dalam kertas grafik. Hasil pencatatannya berupa data hujan jam-jaman bahkan skala waktu yang lebih rendah lagi. Bentuk pencatatan alat ukur hujan otomatis menggambarkan hubungan antara tinggi hujan (R1) terhadap durasi

kejadian hujannya (t1) seperti Gambar 2.2. Adapun prinsip pencatatannya ( plufiograph)

adalah dengan menggunakan kertas grafik jumlah hujan per satuan waktu terjadi hujan dapat dibaca sebagai intensitas hujan. Cara kerja dan pembacaaan dari grafik ini adalah sebagai berikut:

1. Garis datar pada grafik menunjukkan waktu tidak terjadi hujan, sedangkan garis miring dan tegak menandakan waktu terjadi hujan.

2. Pada garis tegak lurus yang tergambar pada kertas grafik akan naik hingga mencapai angka 10 mm, setelah mencapai angka ini jarum otomatis turun hingga angka 0 mm, kalau masih terus hujan jarum naik lagi sambil mencatat besarnya hujan. Makin tinggi intensitas hujan, makin terjal pula kemiringan garis tersebut.

3. Penggantian kertas dapat diganti setiap hari, minggu bahkan setiap bulan sekali ini tergantung pada tipe alat ukur hujan otomatis yang terpasang.

Permasalahan yang mungkin muncul dalam pembacaan  plufiograph adalah bila intensitas hujan sangat tinggi, maka dapat saja terjadi rekaman yang tidak jelas, yang hanya merupakan blok hitam, sehingga tidak dapat dihitung lagi berapa kali jarum naik dan  jatuh. Kalau terjadi keadaan seperti ini terjadi, berarti informasi hujan yang penting ini dapat hilang. Oleh se babitu, harus dicari jawabnya pada alat ukur hujan manual. Untuk  menghindari hal yang demikian, maka pada umumnya, setiap pemasangan alat ukur hujan otomatis juga didampingi dengan pemasangan alat ukur hujan manual.

Gambar 2.2. Contoh rekaman alat ukur hujan otomatis

   T    i  n    i    h  u   a   n   m   m

(9)

Terdapat tiga tipe alat ukur hujan otomatis antara lain tipping bucket, weighing dan  float (Raghunath, 2006):

1. Alat ukur hujan Tipping Bucket . Alat ini terdiri dari silinder penampung dilengkapi dengan corong. Di bawah corong ditempatkan sepasang timba penakar kecil yang dipasang sedemikian rupa sehingga jika salah satu timba menerima curah hujan sebesar 0,25 mm, timba tersebut akan menjungkit dan menumpahkan isinya ke dalam tangki. Timba lainnya kemudian menggantikan tempatnya, dan kejadian serupa akan terulang. Gerakan timba mengaktifkan suatu sirkuit listrik dan rae-nyebabkan bergeraknya pena pada lembaran kertas grafik yang dipasang pada suatu silinder dan berputar sesuai dengan perputaranjarum jam. Skets alat ukur hujan tipe Tipping  Bucket ini disajikan dalam gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sketsa alat ukur tipping bucket 

2. Alat ukur weighing. Alat ukur ini menimbang air hujan yang jatuh ke dalam seperangkat timba pada wadah suatu pegasatau tuas imbang. Penambahan berat timba dan isinya dicatat pada suatu grafik. Catatan hujan pada grafik merupakan akumulasi hujan. Skets alat ukur hujan tipe weighing ini disajikan dalam gambar 2.4.

(10)

3. Alat ukur jenis pelampung ( float). Alat ukur ini bekerja dengan mengumpulkan hujan kedalam tabung yang berisis pelampung. Jika muka air di dalam tabung naik, pelampung bergerak ke atas dan bersamaan dengan pelampung tersebut sebuah pena yang dihubungkan dengan pelampung melalui suatu tali penghubung juga ikut bergerak. Gerakan pena tersebut memberi tanda pada kertas grafik yang digulung pada silinder yang berputar. Jika tabung telah penuh, secara otomatis seluruh air akan melimpas keluar melalui mekanisme sifon yang dihubungkan. Skets alat ukur hujan tipe float ini disajikan dalam gambar 2.5.

Gambar 2.5 Sketsa alat ukur tipe Float 

Contoh hasil pencatatan data hujan otomatis dapat dilihat pada tabel 2.2. Penggunaan data hasil pencatatan hujan otomatis ini antara lain yaitu: a. Penentuan besarnya intensitas hujan.

b. Penentuan distribusi hujan jam-jaman.

Pemasangan alat ukur hujan supaya berfungsi dengan baik harus memperatikan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Letak stasiun hujan harus independen tidak overlap dengan stasiun hujan yang lain. 2. Tinggi corong 110 cm dari permukaan tanah.

3. Diletakkan minimum 4 x tinggi rintangan bangunan atau pohon yang terdekat. 4. Terlindung dari gangguan luar (binatang, orang).

5. Dekat dengan tempat tinggal pengamat.

(11)

: Sentral Bulan Pengamatan : Februari : Kota Bondoowoso Tahun Pengamatan : 2005

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 1 s el as a 01-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 -2 rabu 02-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0 .0 0. 0 0 .0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 -3 k am is 03-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 4 1. 0 0. 0 0. 0 0. 0 1. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 3 2. 4 3 4 jum'at 04-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1 0.6 1 5 s abt u 05-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 1. 2 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 1 1. 2 1 6 minggu 06-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1 3.8 13 7 s enin 07-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 1. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 1 1. 0 1 8 s el as a 08-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 -9 rabu 09-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 2. 4 5. 6 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 2 8. 0 14 10 kamis 10-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.1 0.0 0.0 0.0 2.6 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2 5.7 6 11 jum'at 11-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.1 0.0 7.8 9.3 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3 18.2 11 12 sabtu 12-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 6.6 0.0 0.6 2 7.2 8 13 minggu 13-Feb-05 0.0 1.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.9 1.5 0.0 0.0 0.0 0.0 1.8 2.2 2.8 0.0 0.0 0.0 0.0 6 10.2 4 14 s enin 14-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 8 4. 1 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 2 4. 9 4 15 selasa 15-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2.7 4.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2 6.7 11 16 rabu 16-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 9.1 11.7 0.0 2.0 20.8 -17 k am is 17-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0

-18 jum 'at 18-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0

-19 s abt u 19-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 -20 minggu 20-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 -21 senin 21-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.3 6.5 15.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3 23.3 35 22 s el as a 22-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 -23 rabu 23-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.9 9.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2 10.0 19 24 kamis 24-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.2 2.7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2 3.9 2

25 jum 'at 25-Feb-05 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0

-26 sabtu 26-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1 1.2

-27 minggu 27-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

-28 senin 28-Feb-05 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 7.6 15.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 2 22.7 23

JUMLAH HARIAN

Tinggi Air pada jam Durasi

Stasiun Lokasi

No Hari/ Tanggal

(12)

BAB 3. PENGUJIAN DATA HUJAN

3.1. Pengujian Kelengkapan Data Hujan

Sering kita jumpai bahwa pencatatan data hujan pada suatu stasiun mengalami kekosongan dalam pencatatannya. Data hujan hilang ini dapat terjadi akibat beberapa faktor, misalnya alat pengukur hujan yang rusak, pengamat stasiun hujan yang berhalangan, data hasil pencatatan hujan yang hilang, dll. Data hujan yang hilang dapat dicari dengan dua cara yang sering digunakan untuk perencanaan hidrologi yaitu metode perbandingan normal (normal ratio method) dan reciprocal method.

3.1.1.  Normal Ratio Method 

Metode ini cocok digunakan untuk memperkirakan data hujan yang hilang pada kondisi variasi data hujan antar lokasi pengukuran tidak terlalu besar. Selain itu stasiun hujan yang tersedia lebih dari tiga stasiun hujan. Persamaan yang digunakan untuk  menghitung metode perbandingan normal adalah :

=



 

………..….(3.1)

dengan:

= data hujan hilang yang dicari

= jumlah hujan tahunan normal pada stasiun x





, = hujan di stasiun sekitarnya pada saat yang sama dengan data hujan yang hilang





 

= jumlah hujan tahunan normal stasiun yang berdekatandengan stasiun x

(13)

Contoh 1:

Data hujan tahunan selama 5 tahun pada 5 stasiun hujan pada table 3.1. terdapat salah satu datanya hilang (pada stasiun B tahun 2008). Carilah data hujan yang hilang tersebut menggunakan metode perbandingan normal.

Tabel 3.1. Data hujan pada Stasiun A, B, C, D dan E. Hujan Tahunan di Stasiun (mm)

Tahun A B C D E 2007 1000 1050 950 1200 1100 2008 1050 - 1200 1100 1000 2009 1200 1100 950 1100 1150 2010 950 1000 1150 1000 900 2011 1150 900 1100 1200 1150 Jumlah 5350 4050 5350 5600 5300 Penyelesaian:

Data hujan yang hilang di stasiun B pada tahun 2008 tersebut dapat dicari dengan cara sebagai berikut : PB =





.

PA

+





.

PC

+





.

PD

+





.

PE

)

=





. 1050+





. 1200+





. 1100+





. 1000) = 815,739 mm 3.1.2.  Resiprocal Method 

Metode ini dianggap lebih baik dari pada metode perbandingan normal, karena dalam perhitunganya memasukkan faktor jarak antar stasiun hujannya sebagai faktor koreksi pembobotan. Persamaaan yang digunakan dalam perhitungan metode ini adalah:











…………..………(3.2) Dengan:

(14)

Contoh 2:

Data hujan harian di stasiun x pada tanggal 15 Desember 2011 hilang/rusak. Data hujan yang sama di stasiun sekitarnya yaitu A, B dan C secara berurutan adalah 40, 35, 25. Hujan tahuna di stasiun X, A, B, dan C adalah 2000, 2100, 2200, 1900. Jarak dari stasiun A, B, C terhadap stasiun X berturut-turut adalah 12 km, 20 km, dan10 km. Perkirakan data hujan yang hilang di stasiun X dengan menggunakan metode  Resiprocal.

Penyelesaian: Px































35,71 mm

3.2. Pemeriksaan Konsistensi Data Hujan

Suatu series data hujan untuk suatu stasiun hujan dimungkinkan sifatnya tidak  konsisten. Kondisi data hujan yang tidak konsisten ini butuh dilakukan uji konsistensi data sebelum dilakukan analisis, karena datanya berasal dari populasi yang berbeda. Penyebab ketidak konsistensian data ini adalah:

1. Alat ukur hujan diganti dengan spesifikasi berbeda, atau alat yang sama akan tetapi dipasang dengan patokan yang berbeda.

2. Alat ukur dipindahkan dari tempat semula tetapi secara administrative nam stasiun tersebut tidak diubah, misalnya karena masih dalam satu desa.

3. Alat ukur sama, tempat tidak dipindahkan, akan tetapi lingkungan yang berubah.

Salah satu metode yang digunakan untuk menguji konsistensi data adalah kurva massa ganda (double mass curve) (Linsley,1986 ). Metode ini membandingkan hujan tahunan komulatif di stasiun y terhadap stasiun referensi x. Stasiun referensi biasanya adalah nilai rerata dari beberapa stasiun hujan di dekatnya. Nilai komulatif tersebut digambarkan pada sistim koordinat kartesian x-y. Langkah yang dilakukan dalam metode ini adalah:

 Plot komulatif data hujan pada stasiun yang akan diuji (sb. y)  Plot komulatif data hujan pada stasiun referensi (sb. x)

 Periksa kurva hasil plotting diatas untuk melihat perubahan kemiringan ( trend ).

Apabila garis yang terbentuk lurus berarti pencatatan di stasiun y konsisten. Sebaliknya apabila kemiringan kurva patah/berubah, berarti pencatatan di stasiun y tidak konsisten.

(15)

 Jika tidak konsisten, perlu dilakukan koreksi terhadap data (Hz = tan z . Ho)

Contoh 3.

Terdapat 4 stasiun hujan A, B, C dan D. Alat ukur pada stasiun A diganti sehingga perlu diuji konsistensi data pada stasiun A terhadap stasiun hujan sekitarnya. Adapun data hujan pada ke empat stasiun tersebut seperti pada table 3.2. Uji konsistensi data pada stasiun A terhadap stasiun sekitarnya.

Penyelesaian:

Tabel 3.2. Data hujan tahunan pada 4 stasiun hujan selama 26 tahun. Data Stasiun A No Tahun Stasiun A(mm) Stasiun B(mm) Stasiun C(mm) Stasiun D(mm) Kumulatif  stasiun A Rerata hujan 3 stasiun (Tanpa stasiun A) Kumulatif rerata hujan 3 stasiun (Tanpa stasiun A) 1 1986 800 1185 632 553 18970 790 15623.33 2 1987 380 615 328 287 18170 410 14833.33 3 1988 540 1065 568 497 17790 710 14423.33 4 1989 920 835.5 445.6 389.9 17250 557 13713.33 5 1990 410 775.5 413.6 361.9 16330 517 13156.67 6 1991 600 715.5 381.6 333.9 15920 477 12640.00 7 1992 580 655.5 349.6 305.9 15320 437 12163.33 8 1993 650 595.5 317.6 277.9 14740 397 11726.67 9 1994 540 535.5 285.6 249.9 14090 357 11330.00 10 1995 1150 475.5 253.6 221.9 13550 317 10973.33 11 1996 980 415.5 221.6 193.9 12400 277 10656.67 12 1997 600 870 464 406 11420 580 10380.00 13 1998 1150 975 520 455 10820 650 9800.00 14 1999 140 810 432 378 9670 540 9150.00 15 2000 860 1125 600 525 9530 750 8610.00 16 2001 750 1245 664 581 8670 830 7860.00 17 2002 830 900 480 420 7920 600 7030.00 18 2003 600 780 416 364 7090 520 6430.00 19 2004 1580 735 392 343 6490 490 5910.00 20 2005 520 1305 696 609 4910 870 5420.00 21 2006 490 1065 568 497 4390 710 4550.00 22 2007 870 810 432 378 3900 540 3840.00 23 2008 710 1380 736 644 3030 920 3300.00 24 2009 680 1215 648 567 2320 810 2380.00 25 2010 420 1050 560 490 1640 700 1570.00 26 2011 1220 1305 696 609 1220 870 870.00

(16)

Gambar 3.1. Massa kurva ganda Persamaan garis regresi stasiun A

Tan α =





 

Tan α0 =





 

Data curah hujan yang diperbaiki

Hz =

 

 

 





  

.



Karena data yang tidak konsisten sebanyak 11 tahun, maka yang dikoreksi adalah data yang tidak konsisten tersebut, sehingga data stasiun A setelah perbaikan seperti pada tabel 3.3 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 0 5000 10000 15000 20000    K    u    m    u     l   a   t    i     f   s   t    a    s    i    u    n    A

Kumulatif rerata 3 stasiun Kurva massa ganda

y=1,1 X=1,4

y=1,4 X=1,6

(17)

Tabel 3.3. Hasil perbaikan data hujan Data Stasiun A

No Tahun Ho A(mm) Hz = 1,115 . H0 Kumulatif setelah perbaikan

1 1986 800 892 19838.25 2 1987 380 424 18946.25 3 1988 540 602 18522.55 4 1989 920 1026 17920.45 5 1990 410 457 16894.65 6 1991 600 669 16437.5 7 1992 580 647 15768.5 8 1993 650 725 15121.8 9 1994 540 602 14397.05 10 1995 1150 1282 13794.95 11 1996 980 1093 12512.7 12 1997 600 600 11420 13 1998 1150 1150 10820 14 1999 140 140 9670 15 2000 860 860 9530 16 2001 750 750 8670 17 2002 830 830 7920 18 2003 600 600 7090 19 2004 1580 1580 6490 20 2005 520 520 4910 21 2006 490 490 4390 22 2007 870 870 3900 23 2008 710 710 3030 24 2009 680 680 2320 25 2010 420 420 1640 26 2011 1220 1220 1220

(18)

P1 P2

P3

P4

BAB 4. HUJAN RATA-RATA WILAYAH

Perhitungan hidrologi daerah aliran sungai memerlukan perhitungan hujan rata-rata karena diasumsikan bahwa hujan yang terjadi distribusinya dianggap merata-rata pada suatu daerah aliran sungai. Terdapat beberapa metode yang sering digunakan, yaitu rerata aljabar, metode polygon thiessen dan isohyet.

4.1. Metode Rerata Aljabar

Metode rerata aljabar baik untuk digunakan apabila kondisi hujan, topografi dan letak stasiun hujannya memiliki ciri-ciri (Nugroho, 2011; Triatmojo, 2010):

1. Distribusi hujan merata di seluruh kawasan DAS 2. Daerah pantauan hujan relatif datar

3. Stasiun hujan tersebar merata pada DAS

Perhitungan hujan rata-rata metode aljabar caranya adalah dengan membagi rata  jumlah hujan dari hasil pencatatan stasiun yang ada pada daerah aliran sungai, sehingga

dapat dirumuskan sebagai berikut: P =

 

………..

(4.1)

dengan :

P = hujan rata – rata (mm)

P1, P2, P3..Pn = jumlah hujan masing – masing stasiun yang diamati (mm)

(19)

Contoh 4 :

Jumlah hujan bulanan tahun 2011, pada stasiun: PI = 500 mm, P2 = 750 mm, P3 = 900 mm dan stasiun P4 = 600 mm, hitung jumlah hujan bulanan rata-rata daerah aliran sungai pada tahun 2011.

Penyelesaian :

P =

 

P =





 

 

Jadi hujan bulanan rata-rata daerah aliran sungai pada tahun 2011 adalah 687,5 mm.

4.2. Metode Polygon Thiessen

Perhitungan hujan menggunakan metode Polygon Thiessen untuk wilayah DAS yang memiliki ciri-ciri ( Suripin, 2003; Triatmojo, 2010):

1. Luas DAS antara 500 - 5000 km2

2. Jumlah stasiun penakar hujan terbatas dibandingkan luasnya 3. Penyebaran stasiun hujan daerah yang ditinjau tidak merata 4. Kondisi topografinya datar

Perhitungan dengan metode poligon Thiessen diasumsikan bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu, dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan. Langkah perhitungan dengan metode poligon Thiessen dapat dilakukan dengan cara :

1. Menghubungkan semua stasiun dengan garis sehingga berbentuk jaringan segitiga-segitiga.

2. Membuat garis tengah / sumbu dari masing  –  masing segitiga hingga semua garis tersebut membentuk garis polygon.

3. Luas daerah masing – masing stasiun dibatasi oleh garis sumbu polygon antar stasiun. 4. Luas sub area masing  –  masing stasiun hujan dipakai sebagai faktor pemberat dalam

(20)

Perhitungan hujan rata – rata pada suatu daerah daerah aliran sungai dengan polygon thiesen dapat dirumuskan :

P =

              

        

…….…………..(4.2)

dimana :

P = hujan rata – rata (mm)

P1, P2, P3, . . Pn = jumlah hujan masing – masing stasiun yang diamati (mm)

A1, A2, A3, . .An = luas sub area yang mewakili masing – masing stasiun hujan (km2)

Contoh 5:

Jumlah hujan bulanan kota Jember tahun 2011 adalah : PI = 500 mm, luas sub-area Al = 200 km2

P2 = 750 mm, luas sub-area Al = 150 km2 P3 = 900 mm, luas sub-area Al = 215 km2 P4 = 600 mm, luas sub-area Al = 225 km2

Hitung jumlah hujan bulanan rata-rata daerah aliran sungai di kota Jember pada tahun 2011 tersebut. Penyelesaian: P=

            

      

P =

              

      

=

      



= 684,8 mm 4.3. Metode Isohyet

Metode Isohiet merupakan metode rerata hujan dengan membuat garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada metode ini diasumsikan bahwa hujan pada suatu daerah diantara dua garis Isohyet merata dan sama dengan nilai rerata kedua garis isohyet tersebut.

Metode Isohiet baik digunakan untuk (Suripin, 2004) : 1. Luas DAS > 5000 km2

2. Jumlah pos penakar hujan cukup banyak 

(21)

Perhitungan hujan rata – rata metode ini dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :

1. Masing – masing stasiun hujan pada peta dasar diploting 2. Catat jumlah hujan di masing – masing stasiun hujan

3. Buat interpolasi garis kontur antara stasiun hujan yang ada menurut interval tertentu 4. Luas sub - area antara dua garis kontur yang dipakai sebagai factor pemberat dalam

menghitung hujan rata – rata

Gambar 4.3. Metode Isohyet Rumus perhitungan metode isohyet :

P =







 







…………..…..(4.3) Contoh 6:

Hitung jumlah hujan rata-rata daerah aliran sungai dari data hujan bulanan tahun 2011 pada gambar 4.2 P =











 







=





























60 mm 70 mm 80 mm 90 mm 100 mm 110 mm P1 P2 P3 P4 P5 A1=50 km2 A2=40 km2 A4=60 km2 A3=45 km2 A5=65 km2 A1=30 km2 50 mm

(22)

BAB 5. INTENSITAS HUJAN

Intensitas hujan diperlukan dalam proses transformasi hujan menjadi debit banjir. Data intensitas hujan dapat diperoleh dari analisis pencatatan hujan otomatis seperti contoh pada Gambar 2.2, kemudian distribusi hujan jam-jamannya didistribusikan seperti pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1.Distribusi hujan jam-jaman

Jam Ke Tinggi hujan mm/jam

0 0 1 10 2 17.5 3 6 4 13 5 5 6 1

Distribusi intensitas hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti perhitungan banjir rencana, drainase dan erosi tanah. Rumus umum intensitas hujan pada prinsipnya dinyatakan dengan rumus:

I t =



………...…..(5.1)

dengan:

It = intensitas hujan (mm/jam) Rt = jumlah hujan (mm)

(23)

5.1. Rumus Mononobe

Apabila yang tersedia data hujan harian maka untuk mendapatkan data hujan jam -  jaman dapat menggunakan persamaan Mononobe (Suyono dan Takeda, 1983) sebagai

perikut. It =







………(5.2) dengan :.

 It  = intensitas curah hujan untuk lama hujan t(mm/jam)

t  = lamanya curah hujan (jam)



= curah hujan maksimum selama 24 jam (mm)

Contoh :

Diketahui kedalam hujan dengan periode ulang 2, 5, 10, 25 dan 50 tahunan sebagai berikut

Periode ulang T 2 5 10 25 50

Hujan (mm) 80 100 140 180 250

Penyelesaian :

Untuk hujan periode ulang T = 2 tahun dengan curah hujan P = 80 mm untuk durasi hujan 5 menit dapat dihitung dengan :

It =







=









= 145,369 mm

Selanjutnya perhitungan diatas dilanjutkan untuk durasi dan kedalaman hujan yang lain, durasi dilasumsikan hingga 300 menit, sehingga didapat tabel 5.1

(24)

Tabel 5.1 Distribusi intensitas hujan selama 300 menit Durasi

(menit)

Periode Ulang (Tahun)

2 5 10 25 50 5 145.37 181.71 254.40 327.08 454.28 10 91.58 114.47 160.26 206.05 286.18 15 69.89 87.36 122.30 157.24 218.40 25 49.72 62.14 87.00 111.86 155.36 45 33.60 42.00 58.80 75.60 104.99 60 27.73 34.67 48.54 62.40 86.67 120 17.47 21.84 30.58 39.31 54.60 180 13.33 16.67 23.33 30.00 41.67 240 11.01 13.76 19.26 24.76 34.40 300 9.49 11.86 16.60 21.34 29.64 5.2. Rumus Talbot

Untuk durasi hujan selama 5 menit sampai 2 jam, persamaan intensitas hujannya dapat menggunakan rumus Talbot (1881) yang dinyatakan dengan kwadrat terkecil (least square) sebagai berikut:

I =



………..(5.3)

dengan:

I = intensitas hujan (mm/jam) t = lamanya hujan (jam)

a dan b = konstanta yang besarnya tergantung pada keadaan daerah setempat

Cara untuk menentukan besarnya konstanta a dan b pada rumus 5.3, perlu diadakan pengamatan hujan dengan lama waktu hujan t, t2, t3, ………….tn.

Banyaknya pengamatan n biasanya diambil tak kurang dari 8 kali pengamatan yang intensitasnya I1L, I2,13, ….. In, dinyatakan dalam mm/jam.

Untuk menghitung konstanta a dan b dapat dihitung dengan : a =

∑∑[

] ∑[

 ]∑

 ∑

∑∑

………..…..(5.4) b =

∑∑∑ 

 

 ∑

∑∑

………...……..………..(5.5) dengan : N = banyaknya data

(25)

5.3. Rumus Ishigiro

Disamping rumus Talbot untuk menetapkan persamaan intensitas hujan untuk  waktu 5 ment sampai 2 jam, Ishigiro (1953) juga menggunakan rumus untuk intensitas hujan sebagai berikut:

I =

√ 

……….……..(5.6)

dengan :

I = intensitas hujan (mm),

t = lamanya hujan (jam),

a dan b = konstanta yang besarnya tergantung pada keadaan daerah setempat konstanta a dan b dapat dihitung dengan rumus :

a =

∑[√ ]∑[

] ∑[

 √ ]∑

 ∑

∑∑

……….……..(5.7) b =

∑∑[√ ]∑ 

√ 

 ∑

∑∑

………….………..(5.8) dengan : N = banyaknya data

Contoh : Data pengamatan pada stasiun A

Tabel 5.2 Data pengamatan hujan

Lama hujan (menit) 5 10 15 20 30 40 60 100

Intensitas hujan (mm/jam) 50 75 60 46 31 25 12 5

Hitung konstanta dan persamaan intensitas hujan dengan metode Talbot Penyelesaian:

Tabel 5.3 Hasil perhitungan

No

Lama Hujan t

(menit)

I 12 I . t I2. t Logt log I logt2 log t. log I

1 5 110 12100 550 60500 0.70 2.04 0.49 1.43 2 10 75 5625 750 56250 1.00 1.88 1.00 1.88 3 15 60 3600 900 54000 1.18 1.78 1.38 2.09 4 20 46 2116 920 42320 1.30 1.66 1.69 2.16 5 30 31 961 930 28830 1.48 1.49 2.18 2.20 6 40 25 625 1000 25000 1.60 1.40 2.57 2.24 7 60 12 144 720 8640 1.78 1.08 3.16 1.92 8 100 5 25 500 2500 2.00 0.70 4.00 1.40

(26)

a =

∑∑[

] ∑[

 ]∑

 ∑

∑∑

  

   

=

821,877 b =

∑∑∑ 

 

 ∑

∑∑

 

   

=

0,8379 Jadi persamaan intensitas metode Talboot adalah :

I =







5.4. Rumus Sherman

Untuk hujan yang lamanya lebih dari 2 jam, Sherman (1905) menggunakan rumus sebagai berikut:

I =

………...…………..(5. 9) dengan :

I = intensitas hujan (mm/jam)

t = lamanya hujan (jam)

a dan n = konstanta

a =

∑∑ ∑   ∑

 ∑ ∑ ∑

……..…………..(5.10) k =

∑∑  ∑  

(27)

BAB 6. HUJAN RENCANA

6.1. Analisis Frekuensi untuk Kejadian Hujan Ekstrim

Dalam mendisain bangunan air, sebagai orang teknik sipil yang perlu dipikirkan adalah memprediksi debit banjir rencana, guna mengontrol tinggi muka air banjir. Pekerjaan sipil yang membutuhkan debit banjir rencana adalah sistim jaringan drainase kota, tinggi jembatan, sistim pembuanga air irigasi dll.

Dalam mendisain banjir rencana, data yang digunakan dapat berasal dari debit atau data hujan pengamatan secara kontinyu dalam periode waktu yang panjang yang kemudian dicari periode ulang tahunan tertentu. Periode ulang hujan atau banjir merupakan besaran banjir atau hujan yang rata-rata akan disamai atau dilampaui sekali dalam T tahun. T (tahun) ini merupakan suatu kala ulang yang dapat diperoleh dari data hujan maupun debit terukur. Sebagai contoh hujan dengan periode ulang 25 tahun berarti rata-rata terjadinya hujan yang akan disamai atau dilampaui sekali dalam 25 tahun. Jadi bukan berarti kejadiannya akan periodik setiap 25 tahun.

Periode ulang merupakan probabilitas suatu kejadian disamai atau dilampaui oleh suatu nilai sebanyak satu kali. Misalnya periode ulang kejadian hujan 10 tahunan adalah kemungkinan terjadi hujan dengan nilai tertentu sebanyak 10 persen dalam setiap tahun. Rumus umum dari periode ulang kejadian hujan atau banjir adalah seperti pada persamaan 6.1 :

Tr =



……..………..……….…..………..………..(6.1)

dengan:

Tr = periode kejadian (tahun)

(28)

Penentuan periode ulang hujan maupun banjir dapat dilakukan melalui analisis frekuensi. Analisis frekuensi merupakan analisis statistik penafsiran (statistical inference) hujan atau debit. Dalam melakukan analisis ini, perkiraaan distribusi statistik sifat datanya yang sesuai perlu diketahui terlebih dahulu. Untuk menentukan ketepatan distribusi statistik sifat data yang sesuai perlu dilakukan pembandingan fungsi distribusi data antara secara empiris terhadap teoritis dan pengujian dengan Chi-kuadrat  atau Smirnov-Kolmogorof . Proses pembadingan ini dapat dilakukan dengan pengeplotan di kertas probabilitas. Pada kertas ini nampak bahwa fungsi distribusi teoritis akan berupa garis lurus.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam perhitungan distribusi hujan adalah: 1. Penyiapan sampel, baik berupa data hujan maupun data debit.

2. Hitung nilai-nilai statistik data seperti rata-rata, standart deviasi, koefisien variasi, skewness, kurtosis.

3. Perkirakan jenis distribusi awalnya

4. Penggambaran data pada kertas probabilitas.

5. Pengujian statistik untuk memilih distribusi data yang sesuai pada langkah ke 3.

Beberapa bentuk distribusi statistik kontinyu yang sering digunakan dalam perhitungan hidrologi untuk perhitungan hujan harian maksimum rencana misalnya sebaran Normal, Log – Normasl, Log - Pearson dan Gumbel.

6.1.1. Distribusi Normal

Distribusi normal juga disebut distribusi Gauss yang sering dipakai untuk analisis frekuensi hujan harian maksimum, dimana distribusinya mempunyai fungsi kerapatan kemungkinan ( probability density function) pada rumus 6.2 berikut (Evans et al , 1993):

P(X) =

√ 

.







……..………..……….…..…….…..(6.2) dengan :

P(X) = fungsi kerapatan peluang normal

= 3,14156

e = 2,71828

μ = nilai X rata-rata

(29)

Distribusi normal mempunyai sifat khusus bahwa besarnya koefisien asimetris (skewness) Cs = 0, dengan koefisien kortusis sebesar Ck = 3 (Evans et al , 1993).

Persamaan distribusi normal dua parameter bisa digunakan untuk menghitung frequensi hujan harian maksimum dengan menggunakan rumus 6.3 :

 X T =

̅

+K .σ  x………..……….…..(6.3)

Nilai X adalah banjir dengan suatu nilai probabilitas tertentu,

  ̅

adalah nilai rata-rata dari rangkaian banjirnya, σ  x adalah deviasi standar, dan K adalah faktor frekuensi distribusi

Normal yang ditentukan oleh suatu distribusi tertentu yang merupakan fungsi dari nilai probabilitas X . Nilai K untuk masing-masing periode ulang banjir dapat dilihat pada tabel 6.1

Tabel 6.1. Nilai k faktor frekuensi distribusi Normal Periode Ulang Peluang K  1,001 0.999 -3,05 1,005 0.995 -2,58 1,010 0.990 -2,33 1,050 0.950 -1,64 1.110 0.900 -1,28 1,250 0,800 -0,84 1,330 0.750 -0,67 1,430 0.700 -0,52 1,670 0.600 -0,25 2,000 0,500 0 2,5 0,400 0,25 3,330 0,300 0,52 4,000 0,250 0,67 5 0,200 0,84 10 0,100 1,28 20 0,050 1,64 50 0,200 2,05 100 0,010 2,33 200 0,005 2,58 500 0,002 2,88 1000 0,001 3,09 (Soewarno, 1991)

(30)

6.1.2. Distribusi Log Normal

Distribusi log normal digunakan apabila nilai-nilai dari variabel random tidak  mengikuti distribusi normal, tetapi nilai logaritmanya memenuhi distribusi normal (Triatmodjo, 2008). Adapun rumus   probability density function yang digunakan pada distribusi Log Normal dapat dilihat pada rumus 6.4 berikut (Evans et al , 1993) :

P(x) =





√ 





(



)

……..………..…….…..…….…..(6.4)

dengan :

P(x) = fungsi kerapatan peluang normal

= 3,14156

e = 2,71828

= standar deviasi nilai x

= nilai x rata rata dimana : Nilai X rata-rata

=

 

Variansi

n =



m = exp

= exp (

Koefisien variansi Cv =





Koefisien kemencengan Cs = (

   



Koefisien kurtosis Ck =



 



Persamaan distribusi tranformasi log normal 3 parameter dapat digunakan untuk  menghitung frequensi hujan harian maksimum yaitu dengan rumus 6.5 berikut :

Log X =

 

+ k . S log x……..………..……….…..(6.5)

dengan :

Log X = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi pada periode ulang tertentu

 

= nilai rata-rata kejadian

k = faktor frequensi, merupakan fungsi peluang atau periode ulang S log x = standar deviasi

(31)

Nilai K untuk distribusi Log Pearson III dapat dilihat pada tabel 6.2. Tabel 6.2 Nilai k faktor frekuensi distribusi Normal Koefisien

Kemencengan (CS)

Peluang kumulatif ( % )

50 80 90 95 98 99

Periode Ulang ( tahun )

2 5 10 20 50 100 -2,00 0,2366 -0,6144 -1,2437 -1,8916 -2,7943 -3,5196 -1,80 0,2240 -0,6395 -1,2621 -1,8928 -2,7578 -3,4433 -1,60 0,2092 -0,6654 -1,2792 -1,8901 -2,7138 -3,3570 -1,40 0,1920 -0,6920 -1,2943 -1,8827 -2,6615 -3,2601 -1,20 0,1722 -0,7186 -1,3067 -1,8696 -2,6002 -3,1521 -1,00 0,1495 -0,7449 -1,3156 -1,8501 -2,5294 -3,0333 -0,80 0,1241 -0,7700 -1,3201 -1,8235 -2,4492 -2,9043 -0,60 0,0959 -0,7930 -0,3194 -1,7894 -2,3600 -2,7665 -0,40 0,0654 -0,8131 -0,3128 -1,7478 -2,2631 -2,6223 -0,20 0,0332 -0,8296 -0,3002 -1,6993 -2,1602 -2,4745 0,00 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,20 -0,0332 0,8996 0,3002 1,5993 2,1602 2,4745 0,40 -0,0654 0,8131 0,3128 1,7478 2,2631 2,6223 0,60 -0,0959 0,7930 0,3194 1,7894 2,3600 2,7665 0,80 -0,1241 0,7700 1,3201 1,8235 2,4492 2,9043 1,00 -0,1495 0,7449 1,3156 1,8501 2,5294 3,0333 1,20 -0,1722 0,7186 1,30567 1,8696 2,6002 3,1521 1,40 -0,1920 0,6920 1,2943 1,8827 2,6615 3,2601 1,60 -0,2092 0,6654 1,2792 1,8901 2,7138 3,3570 1,80 -0,2240 0,6395 1,2621 1,8928 2,7578 3,4433 2,00 -0,2366 0,6144 1,2437 1,8916 2,7943 3,5196 6.1.3. Distribusi Gumbel

Distribusi Gumbel merupakan kelompok dari distribusi Weibull, dan distribusi genelize extreme value. Rumus umum probability density function untuk distribusi Gumbel seperti pada persamaan 6.6 (Maidment et al, 1992) :

 

*



+

……..………..……….…..………..…..(6.6)

Rumus periode ulang pada persoalan penentuan hujan rencana dapat dilihat pada persamaan 6.7 – 6.8 :

X = b -

ln

*

 

+

…………..………..……..……….…..(6.7) Sumber : Sumber : Soewarno, 1995

(32)

atau

YT= - ln

*

 

 

+

……..………..……….…..…….…..(6.8)

Chow (1988) menyarankan rumus variate X yang menggambarkan deret hidrologi acak dapat dinyatakan dengan persamaan 6.9:

X = μ + σ K  atau X =

̅

+ s K……..………..…………..….….(6.9)

dengan :

μ = nilai tengah (mean) populasi σ = standard deviasi populasi K = faktor frekuensi

̅

= nilai tengah sampel s = standard deviasi sampel

Faktor frekuensi k untuk nilai Gumbel dapat dilihat pada rumus 6.10 : k =

 



……..………..……….…..………..(6.10)

dengan :

= reduced variate

= reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel n (lihat tabel 6.4)

= reduced standard deviation yang tergantung dari besarnya sampel n (l ihat tabel 6.5)

YT = -ln

  

……..………..……….…...(6.11)

Angka reduced variate untuk berbagai periode ulang dapat dilihat pada tabel 6.3 berikut :

Tabel 6.3 Reduced variate sebagai fungsi periode ulang

T (tahun) Reduced Variate

2 0,36651 5 1,9940 10 2,25037 20 2,97019 50 3,90194 100 4,60015 200 5,29561 500 6,21361 1000 6,90726 2000 7,60065 5000 8,51709 10000 9,21029 20000 9,90346 50000 10,81977 100000 11,51292

(33)

Selanjutnya hubungan antar yn dengan n (besarnya sampel) dapat dilihat pada

tabel 6.4 berikut.

Tabel 6.4 Hubungan yndan n

 n y n n y n n y n n y n 10 0,4952 34 0,5396 58 0,5515 82 0,5672 11 0,4996 35 0,5402 59 0,5518 83 0,5574 12 0,5035 36 0,5410 60 0,5521 84 0,5576 13 0,5070 37 0,5418 61 0,5524 85 0,5578 14 0,5100 38 0,5424 62 0,5527 86 0,5580 15 0,5128 39 0,5430 63 0,5530 87 0,5581 16 0,5157 40 0,5436 64 0,5533 88 0,5583 17 0,5181 41 0,5442 65 0,5535 89 0,5585 18 0,5202 42 0,5448 66 0,5538 90 0,5586 19 0,5220 43 0,5453 67 0,5540 91 0,5587 20 0,5236 44 0,5458 68 0,5543 92 0,5589 21 0,5252 45 0,5463 69 0,5545 93 0,5591 22 0,5268 46 0,5468 70 0,5548 94 0,5592 23 0,5283 47 0,5473 71 0,5550 95 0,5593 24 0,5296 48 0,5477 72 0,5552 96 0,5595 25 0,5309 49 0,5481 73 0,5555 97 0,5596 26 0,5320 50 0,5485 74 0,5557 98 0,5598 27 0,5332 51 0,5489 75 0,5559 99 0,5599 28 0,5343 52 0,5493 76 0,5561 100 0,5600 29 0,5353 53 0,5497 77 0,5563 30 0,5362 54 0,5501 78 0,5565 31 0,5371 55 0,5504 79 0,5567 32 0,5380 56 0,5508 80 0,5569 33 0,5388 57 0,5511 81 0,5570 (Soemarto,1999)

(34)

Untuk hubungan Reduced Standar Deviation Sn dengan besarnya sampel (n)

dapat dilihat pada tabel 6.5.

Tabel 6.5 Hubungan Reduced Standar Deviation Sndengan besarnya sampel

  n Sn n Sn n Sn n Sn 10 0.9496 33 11,226 56 11,696 79 11,930 11 0,9676 34 11,255 57 11,708 80 11,938 12 0,9833 35 112,865 58 11,721 81 11,945 13 0,9971 36 11,313 59 11,734 82 11,953 14 10,095 37 11,339 60 11,747 83 11,959 15 10,206 38 11,363 61 11,759 84 11,967 16 10,316 39 11,388 6 11,770 85 1,197? 17 10,411 40 11,413 63 11,782 86 11,987 18 10,493 41 11,436 64 11,793 87 11,987 19 10,565 42 11,458 65 11,803 88 11,994 20 10,628 3 11,480 66 11,814 89 12,001 21 10,696 44 11,499 67 11,824 90 12,007 22 10,754 45 11,519 68 11,834 91 12,013 23 10,811 46 11,538 69 11,844 92 12,020 24 10,864 47 11,557 70 11,854 93 12,026 25 10,915 48 11,574 71 11,854 94 12,032 26 10,861 49 11,590 72 11,873 95 12,038 27 11,004 50 11,607 73 11,881 96 12,044 28 11,047 51 11,623 74 1.189 97 1.2049 29 11,086 52 11,638 75 11,898 98 12,055 30 11,124 53 11,658 76 11,906 99 12,060 31 11,159 54 11,667 77 11,915 100 12,065 32 11,193 55 11,681 78 11,923

Hasil perhitungan dengan menggunakan metode Gumbel dapat dibandingkan dengan menggunakan kertas probabilitas Gumbel. Contoh kertas probabilitas Gumbel dapat dilihat pada lampiran 3.

(35)

Contoh perhitungan :

Hitung hujan perencanaan dengan waktu balik 20, 50, 100, 200 dengan cara gumbel untuk hujan maksimum tahunan pada tabel 6.6 berikut.

Tabel 6.6 Data hujan

No X1 (m3/det) No X1 (m3/det) 1 130 14 116 2 170 15 105 3 160 16 94 4 110 17 139 5 125 18 119 6 118 19 148 7 121 20 180 8 104 21 110 9 97 22 132 10 142 23 154 11 187 24 149 12 120 25 111 13 127 26 120

(36)

Penyelesaian :

Tabel 6.7 Hasil Perhitungan Metode Gumbel

m X1 (m3/det) Xi2 Xi-



(X1-



)2 Tr(n+1)/m P = m/(n+1).100% 1 130 16900 -0.308 0.095 27.000 0.037 2 170 28900 39.692 1575.479 13.500 0.074 3 160 25600 29.692 881.633 9.000 0.111 4 110 12100 -20.308 412.402 6.750 0.148 5 125 15625 -5.308 28.172 5.400 0.185 6 118 13924 -12.308 151.479 4.500 0.222 7 121 14641 -9.308 86.633 3.857 0.259 8 104 10816 -26.308 692.095 3.375 0.296 9 97 9409 -33.308 1109.402 3.000 0.333 10 142 20164 11.692 136.710 2.700 0.370 11 187 34969 56.692 3214.018 2.455 0.407 12 120 14400 -10.308 106.249 2.250 0.444 13 127 16129 -3.308 10.941 2.077 0.481 14 116 13456 -14.308 204.710 1.929 0.519 15 105 11025 -25.308 640.479 1.800 0.556 16 94 8836 -36.308 1318.249 1.688 0.593 17 139 19321 8.692 75.556 1.588 0.630 18 119 14161 -11.308 127.864 1.500 0.667 19 148 21904 17.692 313.018 1.421 0.704 20 180 32400 49.692 2469.325 1.350 0.741 21 110 12100 -20.308 412.402 1.286 0.778 22 132 17424 1.692 2.864 1.227 0.815 23 154 23716 23.692 561.325 1.174 0.852 24 149 22201 18.692 349.402 1.125 0.889 25 111 12321 -19.308 372.787 1.080 0.926 26 120 14400 -10.308 106.249 1.038 0.963 ∑ 3388 456842 15359.5 104.06933



130.3076923 17571 590.751 4.0026666 S =

 

∑   ̅





  





24,787

Dengan banyak data n=26, maka didapat nilai yndan sndari tabel 6.3 dan tabel 6.4

yn = 0,5320

sn = 1,0861

=

(37)

=





= 22.8217 b =

  ̅  



=

   



= 107.83 yT = -ln

 



= Tr = 20 →

y

20 = 2,97019 Tr = 50 →

y

50 = 3,90194 Tr = 100 →

y

100= 4,60015 Tr = 200 →

y

200= 5,29561 XT =





= b +

. yt

Sehingga : X20= b +

. yt

= 107.83 + (22.8217 . 2,97019) = 175.615 X50= b +

. yt

= 107.83 + (22.8217 . 3,90194) = 196.879 X100= b +

. yt

= 107.83 + (22.8217 . 4,60015) = 212.81 X200= b +

. yt

= 107.83 + (22.8217 . 5,29561) = 228.685

Selanjutnya hasil ini dibandingkan dengan hasil dari kertas distribusi Gumble pada lampiran 3.

6.1.4. Distribusi Log Pearson Tipe III

Parameter yang dibutuhkan oleh distribusi Pearson Tipe III  adalah nilai tengah (mean), standar deviasi, dan koefisien kepencengan. Rumus umum   probability density  function untuk distribusi Log Pearson tipe III dapat dilihat pada persamaan 6.12 :

(38)

,

,

= parameter distribusi Log Pearson III

Langkah-langkah perhitungan perencanaan banjir dengan menggunakan Log Pearson yaitu dengan menggunakan rumus 6.13 sampai 6.16 :

Nilai tengah untuk distribusi Log Pearson Tipe III dapat dilihat pada rumus :



=

∑ 



……..………..……….…..…….……….(6.13)

Standar deviasi dapat dilihat pada rumus : si =

 

∑  





……..………..……….………….(6.14)

Untuk koefisien kemencengan dengan rumus : Cs=

∑  







……..………..……….…………...….(6.15)

logaritma hujan dengan waktu balik yang dikehendaki dengan rumus berikut :

 Log X =



+ G

……..………..……….………..…….(6.16)

(39)

Tabel 6.8 Distribusi Log Pearson Tipe III Untuk Koefisien Kemencengan Cs Koefisien

Cs

Waktu balik dalam tahun

2 5 10 25 50 100 200 1000 Peluang (%) 50 20 10 4 2 1 0,5 0,1 3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250 2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600 2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200 2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910 1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660 1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390 1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110 1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820 1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540 0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395 0,8 -0,132 0,780 1,336 1,998 2,453 2,891 3,312 4,250 0,7 -0,116 0,790 1,333 1,967 2,407 2,824 3,223 4,105 0,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960 0,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,815 0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670 0,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,525 0,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,380 0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,235 0 0 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090 -0,1 0,017 0,836 1,270 1,716 2,000 2,252 2,482 2,950 -0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810 -0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675 -0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540 -0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400 -0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275 -0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150 -0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837 2,035 -0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910 -1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800 -1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625 -1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465 -1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197 1,216 1,280 -1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087 1,097 1,130 -2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 0,995 1,000 -2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910

(40)

Contoh :

Gunakan cara Log Pearson untuk menghitung Q50, Q100 dan Q200 untuk curah hujan pada

table 6.9 berikut.

Tabel 6.9 Data hujan

No Xi (data hujan) No Xi (data hujan) 1 30.25 14 69.92 2 40.25 15 70 3 41.15 16 71 4 43.75 17 71.63 5 45.59 18 76 6 45.98 19 80.06 7 50.5 20 81.75 8 55 21 82.83 9 55.49 22 86.27 10 58.5 23 89.5 11 59.25 24 90.29 12 63.08 25 97.33 13 69.52 26 104 Penyelesaian :

Tabel 6.10 Hasil perhitungan metode Log PEARSON

m Xi P = m/(n+1)

. 100 Log Xi Log Xi - Log



(Log Xi - Log



)

2 (Log Xi -Log



)3 1 30.25 3.70 1.48073 -0.34207 0.11701 -0.04003 2 40.25 7.41 1.60477 -0.21803 0.04754 -0.01036 3 41.15 11.11 1.61437 -0.20842 0.04344 -0.00905 4 43.75 14.81 1.64098 -0.18182 0.03306 -0.00601 5 45.59 18.52 1.65887 -0.16392 0.02687 -0.00440 6 45.98 22.22 1.66257 -0.16023 0.02567 -0.00411 7 50.5 25.93 1.70329 -0.11950 0.01428 -0.00171 8 55 29.63 1.74036 -0.08243 0.00679 -0.00056 9 55.49 33.33 1.74421 -0.07858 0.00617 -0.00049 10 58.5 37.04 1.76716 -0.05564 0.00310 -0.00017 11 59.25 40.74 1.77269 -0.05011 0.00251 -0.00013 12 63.08 44.44 1.79989 -0.02290 0.00052 -0.00001 13 69.52 48.15 1.84211 0.01932 0.00037 0.00001 14 69.92 51.85 1.84460 0.02181 0.00048 0.00001 15 70 55.56 1.84510 0.02230 0.00050 0.00001 16 71 59.26 1.85126 0.02846 0.00081 0.00002 17 71.63 62.96 1.85509 0.03230 0.00104 0.00003

(41)

m Xi P = m/(n+1)

. 100 Log Xi Log Xi - Log



(Log Xi - Log



)

2 (Log Xi -Log



)3 18 76 66.67 1.88081 0.05802 0.00337 0.00020 19 80.06 70.37 1.90342 0.08062 0.00650 0.00052 20 81.75 74.07 1.91249 0.08969 0.00804 0.00072 21 82.83 77.78 1.91819 0.09539 0.00910 0.00087 22 86.27 81.48 1.93586 0.11307 0.01278 0.00145 23 89.5 85.19 1.95182 0.12903 0.01665 0.00215 24 90.29 88.89 1.95564 0.13285 0.01765 0.00234 25 97.33 92.59 1.98825 0.16545 0.02737 0.00453 26 104 96.30 2.01703 0.19424 0.03773 0.00733 ∑ 1728.89 46.89155 0.46936 -0.05684



66.4958 1.80352 0.01805 -0.00219

Menghitung standar deviasi :

Si =

 

∑    ̅





  

∑    ̅





0,1356 Menghitung koefisien : Cs =

  ∑     





= -0,522731938 Log XT = Log



+ G Si dimana : Log



= 1,803527 Si = 0,135602 Cs = -0,5227319 Sehingga didapat

Tabel 6.11 Hasil perhitungan metode Log Pearson

Tr (tahun) Pr(%) G G.Si Log XT= Log



+ G Si XT (anti Log)

50 2 1,76404 0,2392 2,042735 110,340 100 1 1,93795 0,2627 2,066317 116,497 200 0.5 2,08709 0,2830 2,086540 122,050 X50 = 110,340 X100 = 116,497 X200 = 122,050

(42)

X50 = 110,8

X100 = 115

X200 = 119

Tingkat kesalahan dapat dihitung dengan metode Log PEARSON : X50=

  



. 100 % = 2,9257 % X100=

  



. 100 % = 1,28569 % X200=

  



. 100 % = 2,49968 %

Uji tingkat kesalahan Log PEARSON < 5 %, jadi perhitungan diatas masih dibawah tingkat kesalahan ( Error )

6.2. Hujan Berpeluang Maksimum (PMP)

Probable Maximum Precipitation (PMP) didefinisikan secara umum sebagai peluang terjadinya tinggi hujan maksimum (ekstrim) dengan durasi tertentu yang mungkin dapat terjadi yang secara meteorologis dimungkinkan bagi suatu daerah pengaliran (DAS) dalam jangka waktu tahun berdasarkan data history.

Kegunaan hujan berpeluang maksimum dalam teknik sipil adalah untuk mendisain struktur bangunan air yang mempunyai tingkat bahaya yang tinggi seperti spillway pada DAM besar.

Untuk mengestimasi PMP berdasarkan analisis frekuensi, rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah sebagai berikut .

X

T

=



n

+ k S

n……..………..……….………..…….….(6.17) dimana :



n=

∑

……..………..……….………..…….(6.18) Sn=

 

∑



……..………..………..………..…….(6.19) keterangan :

XT = hujan dengan kala ulang T

Gambar

Gambar 2.1. Alat ukur Hujan Manual (sumber: Hadisusanto N., 2011).
Tabel 2.1 . Contoh pencatatan hujan manual DATA HUJAN HARIAN
Gambar 2.2. Contoh rekaman alat ukur hujan otomatis
Gambar 2.3 Sketsa alat ukur tipping bucket 
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari diskusi dalam tulisan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Masjid Agung Demak didirikan dengan konsep dan nilai – nilai lama yang mengakar pada masyarakat Jawa sebelum

Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu

Pada perancangan MP3 Player, pemodelan dengan UML digunakan untuk mengidentifikasi serta menganalisa sistem dan kebutuhan sistem yang diperlukan agar dalam proses

Manfaat dari penelitian ini adalah membuat sumber informasi tentang kegunaan vitamin B3 sebagai zat aktif untuk mengatasi penuaan dini yang diformulasi dalam sediaan masker sheet

- Melakukan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Komunikasi dan Informatika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.. 2.6

tidak boleh mempengaruhi pelajar etnik India bertingkah laku devian. d) Untuk mengenal pasti sama ada penglibatan terhadap aktiviti sosial/. kemasyarakatan boleh atau

EFEK REVERB TIPE LECTURE HALL DENGAN PENDEKATAN TEORI SABINE BERBASIS DIGITAL SIGNAL PROCESSOR