• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI CEMARAN Escherichia coli PADA DAGING BURGER PENJUAL KAKI LIMA DI DESA KOPELMA DARUSSALAM DAN RESTORAN CEPAT SAJI DI BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETEKSI CEMARAN Escherichia coli PADA DAGING BURGER PENJUAL KAKI LIMA DI DESA KOPELMA DARUSSALAM DAN RESTORAN CEPAT SAJI DI BANDA ACEH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

134

PENJUAL KAKI LIMA DI DESA KOPELMA DARUSSALAM DAN

RESTORAN CEPAT SAJI DI BANDA ACEH

Bunga Fatimah Ademi dan Tristia Rinanda

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan membandingkan tingkat cemaran Escherichia coli pada daging burger yang dijual di kaki lima di Desa Kopelma Darussalam dan restoran cepat saji di Banda Aceh. Metode yang digunakan adalah metode Most Probable Number (MPN) yang terdiri dari tes perkiraan (Presumptive Test), tes penegasan (Confirmative Test) dan tes pelengkap (Completed Test). Sampel penelitian ini adalah daging burger dari 5 penjual burger kaki lima di Desa Kopelma Darussalam dan daging burger dari 5 restoran cepat saji di Banda Aceh dengan teknik pengambilan sampel menggunakan metode total sampling. Pengambilan sampel dilakukan tiga kali dengan interval waktu 1 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengambilan pertama didapatkan cemaran E. coli pada 40% sampel daging burger penjual kaki lima dan 60% sampel daging burger restoran cepat saji. Pada pengambilan kedua diperoleh 100% sampel daging burger penjual kaki lima dan sampel daging burger restoran cepat saji tercemar E. coli. Pada pengambilan ketiga didapatkan 100% sampel daging burger penjual kaki lima dan 80% sampel daging burger restoran cepat saji tercemar E. coli. Hasil positif pada sampel yang diperoleh tidak memenuhi syarat berdasarkan Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003. Nilai rata-rata MPN E. coli pada sampel daging burger penjual kaki lima lebih tinggi dibandingkan dengan sampel daging burger restoran cepat saji. (JKS 2011; 3:134-142)

Kata Kunci: Escherichia coli, daging burger, penjual burger kaki lima

Abstract. The aim of this study was to determine and compare the contamination rate of Escherichia coli in meat burger of stalls in Kopelma Village of Darussalam and fast-food restaurants in Banda Aceh. This study conducted by Most Probable Number (MPN) method, which consist of presumptive test, confirmative test and completed test. Samples of this study were meat burgers from 5 stalls in Kopelma Village of Darussalam and meat burgers from 5 fast-food restaurants in Banda Aceh which was taken by total sampling method. The samples were taken three times within the interval period of one week. Data was presented descriptively. The result shown that the first sampling obtained 40% of meat burger samples of stalls and 60% of meat burger samples of fast-food restaurants was contaminated by E. coli. In the second sampling acquired 100% of samples was contamined by E. coli in both stalls’s and fast-food restaurants’s. In the third sampling earned 100% meat burger samples of stalls and 80% meat burger samples of fast-food restaurants was contaminated by E. coli. All positive results were not qualify the provisions of Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003. The average value of MPN E. coli was higher in meat burger samples of stalls than fast-food restaurants. (JKS 2011; 3:134-142)

Key words: Escherichia coli, meat burger, stall, fast-food restaurant

I. Pendahuluan

Penyakit bawaan makanan (foodborne disease) biasanya bersifat toksik maupun infeksius dan disebabkan oleh agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi. Beberapa agen penyakit Bunga Fatimah Ademi adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.

Tristia Rinanda adalah Dosen Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

atau bakteri yang paling sering menyebabkan penyakit bawaan makanan adalah Salmonella, Clostridium, Staphylococcus dan Escherichia coli.

Escherichia coli dapat masuk ke dalam

tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah dan cemaran fekal pada air dan pangan1. Keberadaan E.

coli pada daging yang tidak matang

(2)

135 keracunan, karena bakteri tersebut dapat

bertahan hidup dan berkembang biak di dalam tubuh kita. Hanya perlu 10 E. coli hidup dalam burger untuk dapat menyebabkan keracunan makanan2.

Burger adalah salah satu makanan cepat saji yang saat ini banyak dikonsumsi. Burger yang kaya akan karbohidrat, lemak dan protein merupakan makanan impor yang cocok dengan selera lidah masyarakat Indonesia. Sekarang ini banyak orang yang gemar mengkonsumsi burger, mulai anak-anak, mahasiswa sampai orang tua. Khususnya bagi mahasiswa, burger biasanya menjadi makanan jajanan yang sering dikonsumsi oleh karena rasanya yang enak dan mudah untuk mendapatkannya. Menurut penelitian, 15%-20% dari 471 remaja di Jakarta mengkonsumsi fried chicken dan burger sebagai makan siang3,4.

Perkembangan makanan cepat saji yang sangat cepat, seperti burger, yang kini banyak dikonsumsi oleh kalangan masyarakat, menyebabkan penjual burger tidak lagi memperhatikan kebersihan atau kualitas dari daging burger tersebut. Hal ini dapat dilihat dari segi pengolahan dan penyajian yang tidak higienis. Lokasi penjualan burger, terutama di kaki lima, umumnya terletak dekat dengan parit atau selokan yang terdapat lalat sebagai vektor perantara3.

Saat ini penjualan burger di Banda Aceh semakin ramai baik penjualan burger kaki lima maupun restoran cepat saji, namun sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian terhadap kualitas dari burger terutama daging burger yang dijual. Penelitian dilakukan terhadap daging burger yang dijual oleh penjual burger kaki lima di Desa Kopelma Darussalam yang merupakan kawasan ramai mahasiswa dan pelajar karena terdapat beberapa universitas dan sekolah, dan akan dibandingkan dengan kualitas daging burger restoran cepat saji di Banda Aceh yang diketahui sebagai tempat penjualan makanan yang sudah memiliki izin dari instansi pengawasan makanan terkait.

II. Metode

Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga Februari 2012 dimana sampel penelitian berupa daging burger dari 5 penjual burger kaki lima di Desa Kopelma Darussalam dan 5 restoran cepat saji di Banda Aceh diteliti di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh. Cemaran E. coli pada sampel dideteksi dengan menggunakan metode

Most Probable Number (MPN) dengan seri

tabung 7 (5-1-1).

Sampel makanan dibeli dari pedagang sebanyak satu porsi, kemudian dibayar sebagaimana biasa untuk mencegah kemungkinan diberikannya contoh yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Sampel makanan dimasukkan ke dalam beaker

glass yang sudah disterilkan, diberi kode

dan tanggal pengambilan. Pengiriman dilakukan secepatnya dan sampai di laboratorium dalam waktu maksimal 24 jam. Sampel makanan harus diletakkan dalam wadah kedap udara dengan suhu dibawah 8ºC saat dibawa.

Pemeriksaan MPN terdiri dari tes perkiraan ( presumptive test) pada media Lactose

Broth, tes penegasan (confirmative

test)pada media Brilliant Green Lactose Broth (BGLB) 2% serta tes pelengkap

(completed test) dengan penanaman pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA). Hasil positif pada uji pelengkap dicocokkan dengan tabel MPN. Pewarnaan Gram juga dilakukan sebagai uji lanjutan dari tes pelengkap.

Higiene sanitasi dari penjual burger akan dinilai melalui observasi dengan menggunakan lembar observasi berupa

checklist yang menyatakan 2 jawaban,

yaitu “Ya” dan “Tidak”. Checklist ini berisi ketentuan-ketentuan higiene dan sanitasi makanan menurut Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003.

III. Hasil dan Pembahasan Tes Perkiraan (Presumptive Test)

Hasil dari tes perkiraan menunjukkan bahwa hampir semua sampel menunjukkan hasil positif baik pada pengambilan pertama, kedua dan ketiga. Hanya satu sampel yaitu sampel D yang menunjukkan

(3)

136 hasil negatif dimana didapatkan tidak

terbentuknya gas berupa gelembung udara pada tabung Durham. Hasil positif diperoleh apabila terjadi pembentukan gas berupa gelembung pada tabung Durham sebanyak minimal 10% dari volume tabung Durham. Hal ini disebabkan oleh proses fermentasi laktosa oleh bakteri golongan

coliform yang menghasilkan gas dan

asam5.

Tes Penegasan (Confirmative Test)

Tes penegasan dilakukan untuk memisahkan E. coli dari bakteri coliform

non fecal yang tidak dapat hidup pada

suhu 44ºC6. Hasil positif ditandai dengan pembentukan gelembung gas pada tabung Durham. Berdasarkan tes penegasan yang telah dilakukan, hasil positif pada daging burger penjual kaki lima pada pengambilan pertama adalah sebanyak 2 sampel yaitu daging burger A dan C (40%), kemudian pada pengambilan kedua dan ketiga keseluruhan sampel (100%) menunjukkan hasil positif. Hasil positif tes penegasan pada daging burger di restoran cepat saji pada pengambilan pertama adalah sebanyak 3 sampel yaitu P,

Q, dan R (60%), sedangkan pada pengambilan kedua sebanyak 100% dimana semua sampel menunjukkan hasil positif dan pada pengambilan ketiga didapatkan 4 sampel menunjukkan hasil positif yaitu P, R, S, dan T (80%).

Pada tes penegasan yang telah dilakukan juga diperoleh beberapa sampel daging burger yang menunjukkan hasil positif pada tes perkiraan ternyata memiliki hasil negatif pada tes penegasan. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut mengandung bakteri golongan coliform

non fecal yang tidak bertahan ketika

diinkubasi dengan suhu 44ºC6.

Hasil positif pada tes penegasan

dikonfirmasikan pada tabel Most Probable Number (MPN). Hasil MPN E.

coli pada daging burger kaki lima di Desa

Kopelma Darussalam dan restoran cepat saji di Banda Aceh yang dinilai berdasarkan Kepmenkes RI No.

1098/Menkes/SK/VII/2003 digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan 3.2.

Tabel 3.1 Hasil MPN E. coli pada Daging Burger Kaki Lima di Desa Kopelma Darussalam Daging

Burger

Pengambilan Pertama Pengambilan Kedua Pengambilan Ketiga MPN E. coli/ 100 ml Keterangan MPN E. coli/ 100 ml Keterangan MPN E. coli/ 100 ml Keterangan A 2,2 TMS 28 TMS 12 TMS B 0 MS 4,4 TMS 240 TMS C 5 TMS 5 TMS 96 TMS D - MS 7,6 TMS 2,2 TMS E 0 MS 2,2 TMS 7,5 TMS

Keterangan : MS : Memenuhi Syarat TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Tabel 3.2 Hasil MPN E. coli pada Daging Burger Restoran Cepat Saji di Banda Aceh Daging

Burger

Pengambilan Pertama Pengambilan Kedua Pengambilan Ketiga MPN E. coli/ 100 ml Keterangan MPN E. coli/ 100 ml Keterangan MPN E. coli/ 100 ml Keterangan P 4,4 TMS 2,2 TMS 21 TMS Q 5 TMS 5 TMS 0 MS R 2,2 TMS 12 TMS 21 TMS S 0 MS 7,5 TMS 96 TMS T 0 MS 4 TMS 15 TMS

Keterangan : MS : Memenuhi Syarat TMS : Tidak Memenuhi Syarat

(4)

137 Berdasarkan Tabel 3.1, didapatkan bahwa

pada pengambilan pertama terdapat 2 sampel (40%) tidak memenuhi syarat dimana nilai MPN E. coli lebih dari nol yaitu sampel A dan C. Pada pengambilan kedua dan ketiga, didapatkan bahwa semua sampel (100%) tidak memenuhi syarat karena semua sampel memiliki nilai MPN

E. coli lebih dari nol. Hasil pada Tabel 3.2,

menunjukkan bahwa pada pengambilan pertama terdapat 3 sampel daging burger (60%) tidak memenuhi syarat (TMS) yaitu sampel P,Q dan R. Pada pengambilan kedua diperoleh seluruh sampel daging burger (100%) tidak memenuhi syarat, sedangkan pada pengambilan ketiga didapatkan bahwa 4 sampel daging burger (80%) yaitu sampel P,R,S dan T tidak memenuhi syarat. Semua sampel yang tidak memenuhi syarat memiliki nilai MPN

E. coli lebih dari nol.

Tes Pelengkap (Completed Test)

a. Pemeriksaan dengan Media EMBA

Eosyn Methylene Blue Agar adalah salah

satu media selektif untuk E. coli.

Escherichia coli pada EMBA diidentifikasi

sebagai koloni bulat, licin dengan warna hijau metalik dan bintik hitam di tengahnya, sedangkan bakteri coliform non

fecal akan menghasilkan koloni berwarna

merah muda karena menfermentasi laktosa dengan lambat5,7.

Semua sampel positif pada tes penegasan yang ditananam pada media EMBA baik sampel daging burger penjual kaki lima maupun restoran cepat saji menunjukkan koloni dengan bentuk bulat, licin, berwarna hijau metalik dan terdapat bintik hitam di tengah koloni yang merupakan ciri-ciri dari bakteri E. coli.

b. Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram dilakukan untuk memastikan bahwa bakteri yang tumbuh pada media EMBA adalah E. coli yang terlihat sebagai bakteri Gram negatif pada pemeriksaan dibawah mikroskop. Hasil dari pewarnaan Gram yang dilakukan pada koloni di EMBA dari hasil positif tes

penegasan adalah berupa bakteri berbentuk batang dan berwarna merah yang merupakan bakteri ciri-ciri bakteri E. coli. Dari hasil pemeriksaan mikrobiologi yang telah dilakukan pada sampel daging burger dari 5 penjual kaki lima di Desa Kopelma Darussalam dan 5 restoran cepat saji di Banda Aceh hampir semuanya tercemar oleh bakteri E. coli. Pencemaran makanan oleh E. coli tidak terlepas dari alur atau proses pengelolaan makanan mulai dari pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan, pengangkutan dan penyajian makanan itu sendiri. Menurut Depkes RI tahun 2004, keenam proses tersebut dikenal dengan prinsip higiene sanitasi makanan8,9.

Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalui ciri-ciri fisik dan mutunya seperti bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Penyimpanan bahan makanan seperti daging burger harus disimpan pada suhu tertentu menurut lama penggunaan. Apabila daging burger digunakan dalam 3 hari atau kurang, maka suhu penyimpanannya harus -5ºC sampai 0ºC10,11.

Pengolahan makanan yang baik meliputi cara pemasakan yang baik, dimana dari segi waktu dan suhu pemasakan harus diperhatikan. Menurut Depkes RI tahun 1989, bakteri E. coli akan mati pada suhu 60º C dalam waktu 30 menit. Oleh karena itu daging burger harus dimasak diatas suhu 60º C apabila waktu pemasakannya dipersingkat agar E. coli pada daging burger mati. Dalam proses pengolahan makanan, menjaga kebersihan peralatan masak yang digunakan, tempat pengolahan dan kebersihan penjamah makanan menjadi hal yang juga penting untuk diperhatikan. Peralatan masak yang digunakan tidak boleh dicampur adukan fungsi penggunaannya karena dapat menimbulkan kontaminasi3,10.

Tempat pengolahan makanan ini memerlukan sanitasi, baik dari segi kontruksinya, perlengkapan yang ada maupun tata letak perlengkapan yang ada.

(5)

138 Adapun syarat-syarat tempat pengolahan

makanan yang baik adalah memenuhi syarat-syarat kesehatan, harus selalu bersih, terlindung dari insekta dan binatang pengerat lainnya12.

Tahap penting lainnya adalah penyajian makanan, karena pada tahap ini mikroorganisme dapat berkembang biak dan dapat mencemari makanan. Menurut penelitian yang dilakukan Djaja (2003), terdapat kontaminasi terhadap makanan disajikan dengan rata-rata sebanyak 12,2% pada beberapa jenis TPM di Jakarta12,13. Saat penyajian, makanan harus diletakkan pada wadah yang tertutup seperti yang disebutkan dalam Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003. Selain itu, higiene perorangan penjamah makanan juga sangat mempengaruhi terjadinya pencemaran oleh bakteri. Keberadaan bakteri seperti E. coli pada tangan penjamah makanan dapat terjadi karena setelah buang air besar, penjamah makanan tidak mencuci tangan dengan bersih14.

Perbandingan Tingkat Cemaran E. coli pada Daging Burger Kaki Lima di Desa Kopelma Darussalam dan Restoran Cepat Saji di Banda Aceh.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan pada pengambilan pertama

terdapat kontaminasi E. coli pada sampel daging burger penjual kaki lima sebanyak 40% dan pada sampel daging burger restoran cepat saji sebanyak 60% dengan kisaran nilai MPN E. coli pada kedua jenis sampel adalah 2,2/100 ml hingga 5/100 ml. Pada pengambilan kedua didapatkan kontaminasi E. coli sebanyak 100% baik pada sampel daging burger penjual kaki lima maupun pada sampel daging burger restoran cepat saji. Kisaran nilai MPN E.

coli pada sampel daging burger penjual

kaki lima adalah 2,2/100 ml hingga 28/100 ml dan pada sampel restoran cepat saji adalah 2,2/100 ml hingga 12/100 ml. Pada pengambilan ketiga diperoleh kontaminasi

E. coli pada sampel daging burger penjual

kaki lima sebanyak 100% dan pada sampel daging burger restoran cepat saji sebanyak 80%. Kisaran nilai MPN E. coli pada sampel daging burger kaki lima adalah sebanyak 2,2/100 ml hingga 240/100 ml, sedangkan pada sampel daging burger restoran cepat saji adalah sebanyak 15/100 ml hingga 96/100 ml.

Perbandingan tingkat cemaran E. coli pada sampel daging burger penjual kaki lima di Desa Kopelma Darussalam dan restoran cepat saji di Banda Aceh pada pengambilan pertama, kedua dan ketiga dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 3.3 Tabel 3.3 Perbandingan Tingkat Cemaran E. coli pada Daging Burger Penjual Kaki Lima di

Desa Kopelma Darussalam dan Restoran Cepat Saji di Banda Aceh

Daging Burger Penjual Kaki Lima Restoran Cepat Saji

Pengambilan Pertama MPN E. coli / 100 ml 2,2 4,4 0 5 5 2,2 0 0 0 0 Persentase 40% 60%

Pengambilan Kedua MPN E. coli / 100 ml

28 2,2 4,4 5 5 12 7,6 7,5 2,2 4 Persentase 100% 100%

Pengambilan Ketiga MPN E. coli / 100 ml

12 21 240 0 96 21 2,2 96 7,5 15 Persentase 100% 80%

(6)

139 Pemeriksaan yang dilakukan pada

pengambilan pertama menunjukkan bahwa lebih banyak sampel daging burger restoran cepat saji yang terkontaminasi E.

coli dibandingkan dengan sampel daging

burger penjual kaki lima. Selanjutnya pada pengambilan kedua dan ketiga juga menunjukkan bahwa nilai MPN E. coli pada daging burger restoran cepat saji cukup tinggi. Pencemaran daging burger pada restoran cepat saji dapat disebabkan oleh faktor-faktor dalam pengelolaan makanan yang termasuk dalam 6 prinsip higiene sanitasi makanan.

Pemilihan daging burger yang tidak berkualitas dan penyimpanan yang kurang baik dapat membuat daging burger rusak dan tercemar oleh bakteri seperti E. coli. Selanjutnya faktor pengolahan makanan seperti cara pemasakan, peralatan serta faktor tangan penjamah makanan pada restoran cepat saji juga sangat mempengaruhi terjadinya pencemaran E.

coli. Menurut penelitian yang dilakukan

oleh Djaja (2003), kontaminasi tangan pengolah makanan lebih tinggi pada restoran yaitu sebanyak 18,8% dibandingkan oleh pedagang kaki lima yang sebanyak 12,9%. Kontaminasi bakteri pada tangan penjamah makanan dapat

disebabkan penjamah tidak mencuci tangan ataupun tidak menggunakan sarung tangan saat menjamah makanan9,13.

Penggunaan pembungkus seperti kertas untuk penyajian makanan yang biasa digunakan oleh restoran cepat saji dapat juga menjadi sumber pencermaran jika bahan-bahan tersebut tidak dalam keadaan bersih. Meskipun restoran cepat saji merupakan tempat penjualan makanan yang sudah terstandar dan memiliki ijin, pencemaran pada daging burger dapat terjadi pada semua tahap pengolahan makanan mulai dari pemilihan makanan hingga penyajiannya. Oleh karena itu makanan harus dikelola dengan baik agar aman untuk dikonsumsi.

Nilai MPN E. coli pada daging burger penjual kaki lima cukup tinggi terutama pada pengambilan kedua dan ketiga. Berdasarkan observasi terhadap 2 prinsip higiene sanitasi makanan pada penjual burger kaki lima, didapatkan bahwa semua penjual tidak memenuhi syarat higiene sanitasi pada tahap pengolahan dan penyajian makanan. Observasi dilakukan dengan menggunakan checklist yang merujuk kepada Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003.

Tabel 3.4 Observasi Higiene Sanitasi pada Penjual Burger Kaki Lima di Desa Kopelma Darussalam

Penjual

Pengolahan Daging Burger

Penyajian daging Burger Penjamah Makanan Peralatan Tempat Pengolahan Makanan A TMS TMS TMS TMS B TMS TMS TMS TMS C TMS TMS TMS TMS D TMS TMS TMS TMS E TMS MS TMS TMS

Keterangan: MS : Memenuhi Syarat TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa semua penjual burger kaki lima memiliki higiene dan sanitasi yang tidak memenuhi syarat hampir di semua tahap

pengolahan dan penyajian daging burger. Penjual B, C dan D didapatkan tidak

menggunakan celemek, tutup kepala, sarung tangan serta tidak mencuci tangan saat menjamah makanan. Penjual A menggunakan sarung tangan tetapi penjual tersebut juga tetap memakai sarung tangannya saat memegang alat-alat lain

(7)

140 seperti kompor. Selanjutnya Penjual E,

selain tidak menggunakan celemek, tutup kepala, sarung tangan dan tidak mencuci tangan, penjual ini juga terlihat menggaruk anggota badannya saat menangani makanan.

Menurut penelitian Susanna (2003), 85% penjamah makanan tidak menggunakan celemek ketika menjamah makanan dan tidak ada penjamah makanan yang menggunakan tutup kepala pada penelitian yang dilakukan. Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum menangani makanan merupakan sumber pencemaran yang cukup berpengaruh terhadap kebersihan makanan15,16. Menurut Agustina (2009), terdapat 86,9% dari jumlah 23 responden pedagang makanan jajanan yang diteliti tidak mencuci tangan dan 69,9% tidak menggunakan sarung tangan saat menjamah makanan. Sentuhan tangan merupakan penyebab yang paling umum terjadinya pencemaran makanan. Mikroorganisme yang melekat pada tangan akan berpindah ke dalam makanan dan akan berkembang biak dalam makanan17. Peralatan yang digunakan oleh penjual A, B, C dan D dicuci dengan air yang ada dalam ember. Hal ini serupa dengan hasil observasi yang dilakukan Agustina (2009) dimana semua pedagang makanan yang diteliti mencuci peralatan dengan cara dicelupkan ke dalam seember air. Menurut Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003, peralatan yang digunakan untuk menangani makanan harus dicuci dengan air mengalir.

Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa kelima penjual burger kaki lima terletak dekat dengan sumber pencemaran seperti jalan raya, selokan dan terdapat vektor pembawa mikroorganisme seperti lalat. Menurut penelitian yang dilakukan Ginting (2005) terhadap 10 lokasi pedagang burger kaki lima disekitar kampus USU Medan, ternyata seluruh tempat penjualan (100%) berada dekat sumber pencemaran seperti debu, asap dan serangga. Hal ini menjadi faktor yang memungkinkan daging burger yang dijual

oleh pedagang kaki lima untuk lebih banyak terkontaminasi oleh bakteri seperti

E. coli dibandingkan daging burger

restoran cepat saji3.

Menurut Kepmenkes RI No.

942/Menkes/SK/VII/2003, sebuah tempat pengolahan makanan harus memiliki tempat sampah yang tertutup, namun dari observasi yang dilakukan, ternyata semua tempat penjual burger kaki lima memiliki tempat sampah yang terbuka. Hal ini dapat menjadi sumber kontaminasi makanan karena sampah tersebut dapat mendatangkan vektor pembawa mikroorganisme.

Pada tahap penyajian didapatkan bahwa semua penjual burger melakukan kontak langsung dengan makanan. Hal ini tidak sesuai dengan higiene dan sanitasi pada makanan menurut Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 yang menyatakan bahwa penyaji tidak boleh melakukan kontak langsung terhadap makanan yang disajikan. Selanjutnya pembungkus yang digunakan untuk menyajikan makanan oleh penjual B dan C tercemar karena diletakkan diatas meja tanpa pelindung. Pembungkus makanan yang tidak disimpan dengan baik atau diletakkan di atas meja dapat terpapar oleh debu yang kemudian dapat mencemari makanan yang disajikan.

Tahap lain yang dapat menyebabkan pencemaran E. coli pada makanan adalah pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan masak dan pengangkutan makanan yang merupakan 4 prinsip higiene sanitasi yang tidak dapat diobservasi dalam penelitian ini. Pemilihan dan penyimpanan bahan makanan yang salah dapat menimbulkan pencemaran makanan seperti daging burger. Menurut Djaja (2007) terdapat kontaminasi pada bahan makanan sebanyak rata-rata 40% pada beberapa jenis TPM di Jakarta13. Angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan angka kontaminasi oleh penjamah makanan maupun kontaminasi pada saat makanan

(8)

141 disajikan. Oleh karena itu bahan makanan

seperti daging burger seharusnya memiliki kualitas yang baik dan disimpan pada suhu tertentu sesuai dengan lama penggunaannya. Penyimpanan makanan masak dan pengangkutan makanan masak dalam penelitian ini tidak dapat dinilai karena sampel daging burger yang dibeli langsung disajikan oleh pedagang tanpa melalui tahap penyimpanan dan pengangkutan.

IV. Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel daging burger dari 5 penjual kaki lima di Desa Kopelma Darussalam dan 5 restoran cepat saji di Banda Aceh menunjukkan bahwa pada pengambilan pertama didapatkan 40% sampel daging burger penjual kaki lima dan 60% sampel daging burger restoran cepat saji tercemar

E. coli. Pada pengambilan kedua

didapatkan 100% sampel daging burger baik dari penjual kaki lima maupun restoran cepat saji tercemar E. coli. Pada pengambilan ketiga didapatkan 100% sampel daging burger penjual kaki lima dan 80% sampel daging burger restoran cepat saji tercemar E. coli. Semua sampel yang tercemar oleh E. coli tidak memenuhi syarat ketentuan Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 dimana rata-rata nilai MPN E. coli lebih tinggi pada sampel daging burger penjual kaki lima di Desa Kopelma Darussalam dibandingkan sampel daging burger restoran cepat saji di Banda Aceh.

Hasil observasi pada penjual burger kaki lima menunjukkan bahwa semua penjual tidak memenuhi syarat higiene dan sanitasi pada tahap pengolahan dan penyajian makanan. Pencemaran E. coli pada daging burger penjual kaki lima maupun restoran cepat saji dapat terjadi pada semua tahap pengelolaan makanan, mulai dari pemilihan bahan makanan sampai pada

tahap penyajiannya. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya peningkatan higiene dan sanitasi baik pada penjual kaki lima maupun restoran cepat saji dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor penyebab dan sumber pencemaran bakteri E. coli pada daging burger yang dijual oleh penjual kaki lima maupun restoran cepat saji serta penelitian lebih lanjut tentang proses pengolahan daging burger pada restoran cepat saji secara lebih spesifik.

V. Daftar Pustaka

1. BPOM RI. 2008. Pengujian Mikrobiologi

Pangan. Jakarta: Info POM. 9(2) pp. 1-9

2. Umasangaji, MS. 2011. Keracunan Makanan. Skripsi. Ternate: Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan

3. Ginting, EP. 2005. Kandungan Bakteri

Escherichia coli dan Salmonella sp. pada

Daging Burger yang Dijual di Sekitar Kampus USU Medan Tahun 2005.

Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara 4. Heryanti, E. 2009. Hubungan Kebiasaan

Konsumsi Makanan Cepat Saji (fast food

modern), Aktivitas Fisik, dan Faktor

Lainnya Dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Penghuni Asrama UI Depok Tahun 2009. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

5. Shodikin, MA. 2007. Kontaminasi Bakteri Coliform pada Air Es yang Digunakan oleh Pedagang Kaki Lima di Sekitar Kampus Universitas Jember. Biomedis 1 (1) pp. 26-33

6. Widiyanti, NLPM., Ristianti, NP. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform Pada Depo Air Minum Isi Ulang Di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan 3(1) pp. 64-73

7. Marlina, ET., Harlia, E., Astuti, YH. 2011. Evaluasi Jumlah Bakteri Kelompok Koliform pada Susu Perah di TPS Cimanggung Tandangsari. Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan pp. 69-73

8. Husain, Albasar, MI. 2011. Keberadaan Escherichia coli Pada Makanan Siap Saji

(9)

142

Di Instalasi Gizi Badan Rumah Sakit Umum Daerah Luwuk Kabupaten Banggai. Skripsi. Luwuk : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tompotika Luwuk

9. Purnamasari, IA. 2009. Hygiene Sanitasi dan Pemeriksaan Kandungan Bakteri Escherichia coli Pada Es Krim Yang Dijajakan di Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2009. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 10. Kusmayadi, A., Sukandar, D. 2007. Cara

Memilih dan Mengolah Makanan Untuk

Perbaikan Gizi Masyarakat.

webmaster@deptan.go.id [diakses pada: 3 Maret 2012]

11. Mukono, HJ. 2000. Prinsip Dasar

Kesehatan Lingkungan. Surabaya:

Airlangga University Press

12. Yunita, NLP., Dwipayanti, NMU. 2010. Kualitas Mikrobiologi Nasi Jinggo Berdasarkan Angka Lempeng Total, Coliform Total Dan Kandungan

Escherichia coli. Jurnal Biologi XIV (1)

pp. 15-9.

13. Djaja, IM. 2008. Kontaminasi E. coli pada Makanan Dari Tiga Jenis Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) di Jakarta Selatan 2003. Makara 12(1) pp. 36-41. 14. Taylor, H., Brown, K., Toivenne, J. 2002.

A Microbiological Evaluation of Warm Air Hand Driers with Respect to Hand Hygiene and The Washroom Environment. J. Appl. Microbiol. 89 pp. 910-9.

15. Susanna, D., Budi, H. 2003. Pemantauan Kualitas Makanan Ketoprak dan Gado-Gado di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologis.

Makara 7(1) pp. 21-9

16. Arisman. 2000. Identifikasi Perilaku Penjamah Makanan yang Beresiko Sebagai Sumber Keracunan Makanan.

Laporan Penelitian. Palembang: Lembaga

Penelitian Universitas Sriwijaya

17. Agustina, F., Pambayun, R., Febry, F. 2009. Higiene dan Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan Demang Lebar Daun Palembang tahun 2009. Jurnal Ilmiah Fakultas Kesehatan

Gambar

Tabel 3.1 Hasil MPN E. coli pada Daging Burger Kaki Lima di Desa Kopelma Darussalam
Tabel  3.4  Observasi  Higiene  Sanitasi  pada  Penjual  Burger  Kaki  Lima  di  Desa  Kopelma  Darussalam

Referensi

Dokumen terkait

Web service merupakan sebuah perangkat lunak yang akan menjadi perantara dan mengatur lalu lintas data antar sistem. Selain itu juga web service tidak terpengaruh

To test the R 2 (coefficient of determination) indicates that the variable cultural factors, social factors, personal factors and psychological factors were able

[r]

Tujuan pada tugas akhir ini adalah tercapainya koordinasi rele arus lebih yang tepat pada sistem distribusi mesh dengan pembangkit tersebar menggunakan metode Learning Vector

Dengan ini menyatakan bahwa surat proposal penelitian saya yang berjudul Penerapan Integrated Raharja Multimedia Edutainment (IRME) dalam Mengakomodir Portofolio

Setelah penulis mengadakan pembahasan mengenai “ Pengaruh Frekuensi Perdagangan Saham, Volume Perdagangan Saham Dan Kapitalisasi Pasar Terhadap Return Saham

Untuk perlakuan 20% sebanyak 1 orang panelis ahli menyatakan produk sangat berasa wortel, 2 orang panelis ahli menyatakan produk berasa wortel, 1 orang