• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA KONSTRIBUSI PRAKTIKUM BERVISI SETS UNTUK MENINGKATKAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA KONSTRIBUSI PRAKTIKUM BERVISI SETS UNTUK MENINGKATKAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN. Oleh"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

KONSTRIBUSI PRAKTIKUM BERVISI SETS UNTUK MENINGKATKAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN

Oleh

1 Ari Suryawan NIK. 158808132 FKIP

2 Azizah Dian A NIM. 12.0305.0192 FKIP

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2016

(2)

i

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

KONSTRIBUSI PRAKTIKUM BERVISI SETS UNTUK MENINGKATKAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN

Oleh :

1 Ari Suryawan NIK. 158808132 FKIP

2 Azizah Dian A NIM. 12.0305.0192 FKIP

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MfAGELANG

2016

(3)
(4)

3

KONSTRIBUSI PRAKTIKUM BERVISI SETS UNTUK MENINGKATKAN KEPEDULIAN LINGKUNGAN

Ari Suryawan, Azizah Dian Agustina e-mail : ari.surya_88@yahoo.com

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Magelang

ABSTRAK

Berdasarkan hasil observasi awal di kelas IV SDN 3 Kemirirejo banyak ditemukan permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran IPA khususnya hasil belajar dan rsa kepedulian lingkngan siswa yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya 13 siswa dari 30 siswa yang memperoleh nilai ≥ KKM (KKM=68). Atas dasar tersebut, penelitian ditujukan untuk meningkatkan hasil belajar dan rasa kepedulian lingkungan siswa Perbaikan dilakukan melalui pengembangan perangkat pembelajaran IPA dengan Praktikum Bervisi SETS. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan terdiri atas Silabus, RPP, LKS, Buku Petunjuk Praktikum.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan model 4D yang dimodifikasi menjadi 3D. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 3 Kemirirejo dan SD N 1 Kemirirejo, Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, tes, observasi, dan angket. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis deskriptif kualitatif, analisis ketuntasan klasikal, analisis ketuntasan rata-rata uji t, analisis uji banding sample t test, dan analisis peningkatan uji Normalized Gain.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata presentase respon guru sebesar 85% dan rata rata respon siswa sebesar 86%. Rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen 82 melebihi batas KKM 68, sehingga tuntas secara klasikal dan individual. Rata-rata keterampilan proses sains siswa kelas eksperimen adalah 82 lebih baik dari kelas kontrol yang memperoleh rata-rata 74. Uji Normalized

Gain menunjukkan adanya peningkatan keterampilan proses sains sebesar 50,2 %. Hasil anglket

yang diberikan kepada siswa tentang kepedulian lingkunagn siswa rata rata memperoleh kategori Baik.

Saran yang direkomendasikan adalah pembelajaran Praktikum Bervisi SETS dapat diterapkan guru karena terbukti dapat meningkatkan rasa kepedulian lingkunagn siswa dan masih mungkin untuk dikembangkan lebih lanjut seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan.

(5)

4

(6)

5

(7)

6

(8)

7

BAB I PENDAHULUAN

Pendidikan di Indonesia mengalami situasi yang terus berkembang. Perubahan kurikulum yang dilakukan tidak lain demi keberhasilan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang di dalamnya menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Kemendikbud,2003:2). Untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesuai, peran guru dan manusia dewasa untuk membina anak didik yang ada disekitarnya dengan baik.

Evaluasi program yang dijalankan pemerintah untuk meningkatkan pendidikan belum maksimal. Terdapat kelemahan yang terjadi, tidak semua anak didik mampu bersekolah dengan gratis, buku-buku pelajaran yang masih diperjualbelikan untuk tambahan guru, pungutan liar di sekolah, bahkan metode pembelajaran yang diterapkan guru tidak mengalami perkembangan dari waktu ke waktu dan hanya mengandalkan satu metode mengajar saja seperti metode ceramah yang dinilai oleh siswa membosankan.

Salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya guru dalam menggali potensi anak. Guru seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Selain itu, guru belum maksimal dalam menggali masalah dan potensi siswa. Guru seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pembelajaran yang baik dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan pada siswa agar dapat berpikir kreatif. Hal tersebut dapat dilakukan karena pada dasarnya setiap siswa memiliki gaya berfikir yang tidak dapat diarahkan. Salah satu hal terpenting dalam pembelajaran ada pengintegrasian antara penggunaan metode yang bervariatif dan proses penilaian yang baik, yang dapat mengukur siswa dari berbagai aspek.

Permendikbud No 81 A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum menyatakan bahwa Kurikulum 2013 mengembangkan dua modus proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran

(9)

8

langsung dan proses pembelajaran tidak langsung (Kemendikbud,2003:34). Proses pembelajaran langsung adalah proses pendidikan di mana peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran. Pembelajaran langsung tersebut diharapkan peserta didik melakukan kegiatan belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung atau yang disebut dengan instructional

effect.

Pembelajaran tidak langsung adalah proses pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran langsung tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus yang berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013 semua kegiatan yang terjadi selama belajar di sekolah dan di luar kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler terjadi proses pembelajaran untuk mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan sikap.

Pembelajaran langsung maupun pembelajaran tidak langsung terjadi secara terintegrasi dan tidak terpisah. Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI-2. Pembelajaran seperti ini memerlukan bentuk penilaian yang komprehensif untuk mengungkap kemampuan siswa dari beberapa aspek. Melalui penilaian dapat mengetahui sejauh mana peserta didik mencapai tujuan pembelajaran sehingga memberikan arahan pada proses pembelajaran, mengkomunikasikan maksud pembelajaran, dan memberikan landasan bagi penilaian belajar siswa. Dengan demikian, terlihat bahwa penilaian memiliki kaitan yang sangat erat dengan tujuan pembelajaran.

Penerapan Kurikulum 2013 menekankan penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) Objektif,

(10)

9

berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilai; (2) Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan; (3) Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporannya; (4) Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak; (5) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya; (6) Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru. Permendikbud No 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian menyatakan penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran (Kemendikbud,2013:3).

Penilaian secara menyeluruh memiliki arti bahwa penilaian tidak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu aspek tertentu saja, namun meliputi berbagai aspek. Terdapat tiga ranah perilaku yang dapat dijadikan acuan dalam penilaian, sesuai dengan Bloom dalam Arikunto (2009:116) yang mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga ranah yaitu kognitif (cognitive

domain), afektif (affective domain), dan psikomotorik (psychomotor domain), maka penilaian

dalam pembelajaran harus meliputi ketiga aspek tersebut.

Metode pembelajaran yang dapat melatih kompetensi atau ketiga ranah hasil belajar tersebut dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar adalah kegiatan praktikum dan dikembangkan dengan visi SETS. Kegiatan praktikum merupakan bagian integral dari pembelajaran IPA yang memberikan penguatan terhadap penguasaan konsep, teori yang disampaikan dalam pembelajaran dapat diuji melalui praktikum, sehingga siswa lebih memahami konsep yang disampaikan. Terdapat beberapa alasan dilakukannya kegiatan praktikum, yaitu: (1) praktikum membangkitkan motivasi belajar sains; (2) praktikum mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melaksanakan eksperimen; (3) praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah, dan keempat, praktikum menunjang pemahaman materi pelajaran.

Pembelajaran praktikum bervisi SETS (Science, Environment, Technology, And Society) mengandung makna bahwa di dalam pembelajaran praktikum yang dilaksanakan selalu memperlakukan materi pembelajaran dalam konteks SETS. Dalam arti, materi pembelajaran diupayakan untuk ditempatkan dalam kaitan unsur Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat secara timbal balik. Dengan pemikiran serta perlakukan semacam itu akan dapat melihat

(11)

10

kemanfaatan hasil pembelajaran praktikum lebih besar dari sekedar memahami konsep pengetahuan yang dibelajarkan tanpa keterhubungkaitannya dalam konteks SETS.

Kegiatan praktikum bervisi SETS dapat memberikan pengalaman bagi peserta didik dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif, peserta didik memperoleh pemahaman materi yang diajarkan. Pada ranah afektif, sikap ilmiah siswa terlatih dalam kegiatan praktikum bervisi SETS. Pada ranah psikomotorik, melatih keterampilan peserta didik dalam bekerja menggunakan alat dan bahan praktikum. Kegiatan praktikum juga memfasilitasi peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan dalam Mata Pelajaran IPA, dalam kegiatan praktikum peserta didik dapat mengembangkan Keterampilan Proses Sains, karena aspek-aspek dalam Keterampilan Proses Sains tertuang dalam kegiatan praktikum dengan bentuk penilaian yang komprehensif.

Bentuk penilaian yang mendukung penilaian secara komprehensif adalah penilaian berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas siswa sebagaimana terjadi. Penilaian kinerja (Performance Assessment) didapat dari hasil pengamatan guru terhadap aktivitas siswa. Penilaian kinerja (Performance Assesment) merupakan bentuk pengembangan penilaian Otentik yang menjadi ciri khas penilaian Kurikulum 2013. Penilaian digunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam diskusi pemecahan masalah, menggunakan alat dan bahan praktikum, dan aktivitas lain yang dapat diamati. Materi IPA berkaitan erat dengan kehidupan sehari hari dan dapat dipraktekkan, sehingga metode praktikum sangat relevan diterapkan dalam pembelajaran IPA. Penerapan metode praktikum dalam pembelajaran IPA memungkinkan diterapkannya

performance assessment.

Performance Asessment (Penilaian Unjuk Kerja) praktikum bervisi SETS merupakan ranah

keterampilan atau terkandung dalam Kompetensi Inti 4. Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan subtopik) mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong siswa untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran yang menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan/penelitian

(discovery/inquiry learning) dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan

masalah (project based learning).

Berdasarkan kenyataan di lapangan, penilaian dalam kegiatan praktikum di Sekolah Dasar masih belum maksimal. Hal tersebut salah satunya dilatarbelakangi penyusunan instrumen

(12)

11

performance assessment yang memerlukan persiapan yang cukup detail dan sistematis sehingga

guru lebih memilih untuk menggunakan tes tradisional. Penelitian pendahuluan telah dilakukan untuk menggali lebih dalam tentang kendala yang dihadapi guru sains dalam melaksanakan asesmen kinerja (Wulan, 2008:5). Responden pada penelitian tersebut adalah 74 orang guru sains dari berbagai sekolah di Jawa Barat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ditemukan (0 %) guru sains yang benar-benar memahami asesmen kinerja. Hanya sebagian (55,41%) guru sains yang pernah melaksanakan asesmen kinerja sekurang kurangnya satu kali. Pada umumnya mereka menggunakan asesmen kinerja hanya pada ujian akhir praktikum untuk menentukan kelulusan. Beberapa guru sains yang pernah melakukan asesmen kinerja untuk praktikum sehari hari mengaku hanya mampu menilai siswa secara kelompok, itupun secara bergantian. Dalam kegiatan praktikum, mereka hanya mampu menilai dua atau tiga kelompok saja. Sebagian (54%) dari guru sains yang diteliti bahkan belum paham tentang cara melaksanakan asesmen kinerja. Asesmen yang digunakan guru dalam praktikum dengan menggunakan tes tradisional (Kognitif tes) tidak dapat mengungkap dampak pendidikan yang kompleks. Fakta dari Mueller 2008 dalam (Wren, 2009:6) dari sebuah perbandingan antara tes tradisional (kognitif tes) dengan performance

assessment menunjukkan bahwa performance assessment memiliki keuntungan lebih dari pada

penilaian tradisional yaitu memiliki kapasitas untuk menilai kemampuan berfikir siswa dan lebih berpusat pada siswa daripada penilaian secara tradisional. Palm (2008:5) menegaskan bahwa

performance assessment memiliki kemungkinan lebih baik untuk mengukur keterampilan yang

komplek dan komunikasi, dengan mempertimbangkan kompetensi penting dan pengetahuan yang dibutuhkan masyarakat hari ini.

Observasi awal di kelas IV SD Negeri Kemirirejo 3 Kota Magelang menunjukan bahwa praktikum IPA yang sedianya siswa melakukan praktek dengan menggunakan metode saintifik dan media untuk diamati juga tidak sepenuhnya dilakukan. Guru mengganti kegiatan praktikum dengan menggunakan media gambar untuk mengganti kegiatan praktikum. Guru memberikan contoh gambar kegiatan praktikum dan siswa hanya diminta memperhatikan. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan hakikat pembelajaran IPA yang menekankan pada Hands on.

Hasil wawancara dengan guru menunjukkan bahwa penilaian aspek psikomotorik dalam praktikum IPA belum dilaksanakan secara baik. Penilaian kegiatan praktikum hanya sebatas pengamatan yang tidak terstruktur, tanpa menggunakan instrument dan lebih ironisnya lagi guru menggunakan tes pilihan ganda (objective test ) ranah kognitif saja, sehingga ranah yang lain tidak

(13)

12

terukur. Guru tidak tertarik menggunakan penilaian berbasis kinerja, mereka berpendapat penilaian tersebut dapat membuang waktu dan energi karena penilaian tersebut perlu dirancang dengan baik sedangkan tugas guru sangat banyak.

Penilaian yang dilakukan guru, tampak kurang mendorong bagi pengembangan Keterampilan Proses Sains siswa. Baru sedikit yang mengembangkan evaluasi Kemampuan Proses Sains. Berdasar analisis standar kompetensi mata pelajaran IPA terutama pada kompetensi ilmiahnya, peserta didik perlu menguasai Keterampilan Proses. Keterampilan Proses perlu dilatih/dikembangkan dalam pengajaran IPA karena Keterampilan Proses memiliki peran membantu siswa belajar mengembangkan pikirannya, memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan, meningkatkan daya ingat, memberikan kepuasan intrinsik, dan membantu siswa mempelajari konsep konsep IPA.

Peserta didik perlu dinilai secara objektif ketika kegiatan sedang berlangsung. Menilai kinerja peserta didik dengan hanya mengamati/observasi dan dengan objective test tentu tidak valid, karena tidak mengukur secara tepat. Diperlukan sebuah solusi untuk memecahkan permasalahan tersebut, adanya pengembangan instrument performance assessment diharapkan dapat menjadi solusi bagi guru untuk melakukan penilaian psikomotorik pada praktikum IPA secara maksimal. Peserta didik diharapkan lebih terpacu dalam melaksanakan kegiatan praktikum karena adanya penilaian yang objektif, sehingga dapat meningkatkan Keterampilan Proses Sains siswa.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan kondisi di lapangan, maka diperlukan adanya solusi untuk Instrumen Performance Assesment dalam kegiatan praktikum IPA untuk meningkatkan keterampilan proses yang efektif dan mudah dipahami prosedurnya baik bagi guru dan siswa. Penilaian siswa juga dapat dilakukan secara objektif dan menyeluruh yang mencakup ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik.

(14)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1.1.1 Pembelajaran IPA di SD

Para ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA seharusnya melibatkan siswa dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Hal ini dikuatkan dalam kurikulum 2013 pada mata pelajaran IPA yang menganjurkan bahwa pembelajaranIPA di sekolah melibatkan siswa dalam penyelidikan yang berorientasi pada proses inkuiri, dengan interaksi antara siswa dengan guru dan siswa lainnya. Melalui kegiatan penyelidikan, siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan ilmiah yang ditemukannya pada berbagai sumber, siswa menerapkan materi IPA untuk mengajukan pertanyaan, siswa menggunakan pengetahuannya dalam pemecahan masalah, perencanaan,membuat keputusan, diskusi kelompok, dan siswa memperoleh asesmen yang konsisten dengan suatu pendekatan aktif untuk belajar.

Dengan demikian, pembelajaran IPA di sekolah yang berpusat pada siswa dan menekankan pentingnya belajar aktif berarti mengubah persepsi tentang guru yang selalu memberikan informasi dan menjadi sumber pengetahuan bagi siswa (NRC, 1996:20). Ditinjau dari isi dan pendekatan kurikulum pendidikan sekolah tingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang berlaku saat ini maupun sebelumnya, pembelajaran di sekolah dititikberatkan pada aktivitas siswa. Dengan cara ini diharapkan pemahaman dan pengetahuan siswa menjadi lebih baik. Kenyataan di lapangan, aktivitas siswa sering diartikan sempit. Bila siswa aktif berkegiatan, walaupun siswa sendiri tidak mengetahui (merasa pasti) untuk apa berbuat sesuatu selama pembelajaran, maka dianggap pembelajaran sudah menerapkan pendekatan yang aktif.

Proses pembelajaran IPA di sekolah menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Hal ini disebabkan karena IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan pembelajaran IPA ada penekanan pembelajaran bervisi SETS (Science,

Environment, Technology, and Society) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang

dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA denagn pendekatan saintifik dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

(15)

14

1.1.2 Praktikum dalam pembelajaran Sains SD

Pembelajaran berbasis praktikum adalah pembelajaran dengan menggunakan praktikum sebagai strategi bagi siswa dalam memecahkan masalah, mengungkap fakta, membangun konsep, dan menerapkan prinsip-prinsip untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang dihadapi, selanjutnya mencocokkan konsep tersebut dengan teori (Sanjaya, 2008). Sedangkan menurut teori Gestalt pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa mudah mengorganisasikannya (mengaturnya) menjadi suatu pola yang bermakna.

Bentuk belajar praktikum lebih mengarah pada keterampilan psikomotorik gerakan tangan yang meliputi unsur mempraktekkan, mengerjakan, membuat, memasang, membongkar, mengoperasikan, melaksanakan, memperbaiki, menyusun dan menggunakan. Laboratorium merupakan sarana kegiatan belajar mengajar yang digunakan untuk menghubungkan teori dan praktikum, megaplikasikan teori dan mengembangkannya. Berdasarkan karakteristik pembelajaran yang berlangsung di laboratorium, di mana siswa langsung berhadapan dengan benda kerja, belajar dalam pola kerja sama untuk menyelesaikan permasalahan, serta belajar dari pengalaman kerja yang dihadapi, maka jenis asesmen yang tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran praktikum adalah asesmen autentik (Syahrul, 2009). Melalui penilaian ini diharapkan berbagai informasi yang benar dan akurat dapat terjaring berkaitan dengan apa yang diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa.

Pembelajaran IPA berkaitan dengan cara memahami alam secara sistematis sehingga IPA bukan sebatas penguasaan kumpulan pengetahuan (produk ilmu) yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi lebih sebagai proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan lingkungannya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran IPA hendaknya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi menjelajahi dan memahami alam secara ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan pada inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih bermakna tentang alam sekitar.

Pembelajaran berdasarkan masalah terletak di atas paham perspektif kognitif-konstruktivis yang dirintis oleh Piaget. Model ini menyatakan bahwa setiap siswa dalam usia berapapun secara aktif terlibat dalam proses pemerolehan informasi dan pengkonstruksian pengetahuan mereka

(16)

15

sendiri jika dihadapkan pada pengalaman-pengalaman baru. Menurut Piaget, pedagogi yang baik itu harus dapat melibatkan siswa dengan berbagai situasi siswa itu sendiri dalam melakukan eksperimen, yang dalam artinya yang paling luas mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi benda-benda, memanipulasi simbol-simbol, melontarkan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; merekonsiliasikan apa yang ditemukannya pada suatu waktu dengan apa yang ditemukannya pada waktu yang lain; membandingkan temuannya dengan temuan anak-anak lain (Nur, 2008: 21)

Pembelajaran IPA tidak akan terpisahkan dari kegiatan praktikum. Woolnough dan Allsop (dalam Rustaman, 2003) mengemukakan empat alasan pentingnya kegiatan praktikum IPA. Pertama, praktikum dapat membangkitkan motivasi belajar IPA. Kedua, praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen. Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Keempat, praktikum menunjang materi pelajaran. Keterampilan proses IPA sendiri meliputi: mengamati, menafsirkan, mengklasifikasikan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep,merencanakan percobaan, berkomunikasi dan mengajukan pertanyaan. Arifin

et al. (2003) mengemukakan bahwa metode praktikum merupakan penunjang kegiatan proses

belajar untuk menemukan prinsip tertentu atau menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang dikembangkan.

Wiyanto (2006) menyatakan peranan kegiatan laboratorium dalam sains di antaranya sebagai berikut : Pertama, sebagai wahana untuk mengembangkan keterampilan dasar mengamati atau mengukur (menggunakan alat-alat yang sesuai) dan keterampilan-keterampilan proses lainnya, seperti mencatat data, membuat tabel, membuat grafik, menganalisis data, menarik kesimpulan, berkomunikasi, dan bekerjasama dalam tim. Kedua, laboratorium dapat dijadikan sebagai wahana memperjelas konsep yang telah dibahas sebelumnya. Ketiga, laboratorium dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan berpikir melalui proses pemecahan masalah dalam rangka siswa menemukan konsep sendiri. Lebih lanjut Wiyanto (2006), menyatakan bahwa, peran yang paling penting tingkatannya dibandingkan dengan peran-peran lainnya adalah peran ketiga, yaitu laboratorium untuk mengembangkan kemampuan berpikir, karena hal ini berarti laboratorium sudah dijadikan sebagai wahana untuk learning how to learn.

Laboratorium merupakan salah satu wahana yang sesuai untuk belajar dan mengembangkan kemampuan pola berpikir dan bertindak ilmiah, yaitu pola berpikir dan bertindak seperti yang biasa dilakukan oleh ilmuwan. Menurut Brotosiwoyo (2000), dalam kegiatan laboratorium juga

(17)

16

dikembangkan kemampuan-kemampuan generik sains seperti inferensi logika, pemodelan, pemakaian bahasa simbolik, serta kemampuan sintesis dan analisis. Dalam kegiatan laboratorium siswa membuat laporan dan menyampaikan laporannya secara lisan. Ini berarti dalam kegiatan laboratorium berkembang juga kemampuan mengomunikasikan secara tertulis dan lisan.

Kegiatan praktikum akan memberikan makna apabila kegiatan tersebut direncanakan dengan baik, memberi kesempatan untuk memilih prosedur alternatif, merancang eksperimen, mengumpulkan data dan menginterpretasikan data yang diperoleh. Untuk dapat melaksanakan praktikum dengan tuntutan tersebut diperlukan keterampilan berpikir atau intelektual skill. Untuk mengembangkan keterampilan tersebut dalam praktikum, siswa perlu menggunakan prosedur yang logis dan strategis (Arifin et al., 2003).

Menurut Arifin (2003), keuntungan menggunakan metode eksperimen atau praktikum yaitu: (1) Dapat menggambarkan keadaan yang konkret tentang suatu peristiwa; (2)Siswa dapat mengamati proses; (3)Siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri; (4)Siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah; (5)Membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran lebih efektif dan efisien.

1.1.3 Bervisi SETS ( Science Environmet Technologi and Society )

Visi SETS merupakan cara pandang yang memungkinkan kita dapat melihat bahwa di dalam sesuatu yang kita kenal, di situ terdapat kesaling-terkaitan antara konsep-konsep atau unsur-unsur sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat sebagai satu kesatuan terintegratif. Lebih jauh lagi, visi SETS merupakan cara pandang bahwa sains dapat diambil manfaatnya secara optimal untuk kepentingan masyarakat dengan merubahnya ke bentuk teknologi. Namun demikian, untuk menghindari atau mencegah kekurangan dan bahayanya, khususnya pada lingkungan, maka diperlukan pemikiran serta upaya sekuat mungkin agar hal-hal yang dapat merugikan atau membahayakan lingkungan maupun masyarakat itu dikurangi sebanyak mungkin atau dihilangkan (Binadja, 2008).

Pendekatan pembelajaran bervisi SETS (Science, Environment, Technology, and Society) merupakan pendekatan pembelajaran yang identik dengan pembelajaran salingtemas. SETS merupakan akronim dari Science, Environment, Tecnology, and Society, bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia memiliki kepanjangan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat. SETS

(18)

17

diturunkan dengan landasan filosofis yang mencerminkan kesatuan unsur-unsur SETS dengan mengingat urutan unsur-unsur SETS dalam susunan akronim tersebut (Binadja, 2002). Visi SETS adalah cara memandang sesuatu yang disitu semua entitas dianggap memiliki elemen sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Keempat unsur tersebut saling terkait dan berpengaruh satu sama lain. Dalam visi SETS terkandung harapan bahwa di dalam memanfaatkan sains untuk kepentingan masyarakat, yang di antaranya dalam bentuk teknologi, diharapkan agar praksis dan produknya tidak merusak atau merugikan lingkungan dan masyarakat itu sendiri. Pembelajaran bervisi SETS mensyaratkan pendidik dan peserta didik mengeksplorasi segala kemungkinan yang dapat terjadi dalam kesalingterkaitan secara timbal balik unsur-unsur SETS dikaitkan dengan konsep yang sedang dibelajarkan. Secara tidak langsung pendidikan dengan SETS mengarahkan siswa agar memiliki kepedulian dan rasa empati terhadap lingkungan dan system masyarakat.

Gambar2.1: Representasi dimensi keterkaitan antar unsur SETS (Science, Environment,

Technology, and Society)

( Sumber : Ethic In SETS Impication to Learning.)

Binadja (2002) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran bervisi SETS perlu mengikuti urutan unsur-unsur SETS yaitu Sains – Lingkungan –Teknologi – Masyarakat artinya pembelajaran sains tetap diberikan sebagai prioritas utama meskipun unsur lainnya tetap mendapatkan perhatian cukup besar. Keterkaitan antara empat unsur SETS perlu diperhatikan. Binadja juga menyatakan bahwa untuk membuat konsep sains berguna dalam teknologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maka dampak pada lingkungan perlu mendapatkan perhatian

(19)

18

utama. Dalam konteks SETS, unsur lingkungan merupakan filter dari unsur sains untuk diubah menjadi teknologi dalam memenuhi kepentingan masyarakat.

Binadja (2005a) menyatakan karakteristik pembelajaran IPA bervisi SETS sebagai berikut : (1) pembelajaran konsep IPA (sains) tetap diberikan; (2) peserta didik dibawa ke situasi untuk melihat teknologi yang terkait; (3) peserta didik diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara unsur sains yang dibincangkan dengan unsur-unsur lain dalam SETS yang mempengaruhi berbagai keterkaitan antar unsur tersebut; (4) peserta didik dibawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian menggunakan konsep sains IPA tersebut bila diubah dalam bentuk teknologi; (5) peserta didik diajak mencari alternatif pengatasan terhadap kerugian (bila ada) yang ditimbulkan oleh penerapan sains ke bentuk teknologi tersebut terhadap lingkungan dan masyarakat; (6) dalam konteks konstruktivisme, peserta didik diajak berbincang tentang SETS berkaitan dengan konsep sains yang dibelajarkan, dari berbagai macam arah dan berbagai macam titik awal tergantung pengetahuan dasar yang dimiliki peserta didik.

(20)

19

BAB III

(21)

20

BAB IV

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan Model S Thiagarajan yang dikenal dengan Four D atau 4 – D yaitu define (pendefinisian/penetapan). Design (perancangan), develop (pengembangan) dan

disseminate (penyebaran). Dalam penelitian ini, hanya digunakan tiga tahap yaitu defene, design

dan development, sedangkan desimination tidak Penelitian ini termasuk jenis pengembangan (research and developmnet). Penelitian model pengembanagan berawal dari adanya masalah yang muncul dalam pembelajran baik di metode pembelajaran atau proses penilaiannya. Pengumpulan data awal dilakukan melalui observasi awal pada pembelajaran IPA di SD Kelas IV untuk dijadikan sebagai temuan awal dan sebgai bahan perancangan produk dalam mengatasi masalah yang muncul. Produk akhir dalam penelitian ini adalah Instrumen Performance Assessment yang melalui pembelajaran Praktikum Bervisi SETS, adapun perangkat pendukung dalam pembelajran ini adalah penggalan silabus, RPP, LKS dan Tes Pemahaman Konsep yang didalamnya terdapat indikator Keterampilan Proses. Instrumen Penelitian yang digunakan meliputi : Lembar Validasi perangkat, Lembar observasi Performance Assessment, Soal Pemahaman Konsep dan Angket respon Guru dan Siswa.

Prosedur pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah suatu proses kegiatan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran. Pengembangan perangkat pembelajaran tersebut menggunakan pendekatan dari model Thiagarajan yang dikenal dengan model 4-D yang terdiri dari 4 tahap yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate). Tahap pendefinisian bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan pembelajaran dengan menganalisis tujuan dan batasan materi. Tahap perancangan dimulai setelah indikator pembelajaran dirumuskan. Tahap ini bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. Perangkat pembelajaran yang dirancang meliputi silabus, RPP, LKS, bahan ajar (Buku Petunjuk praktikum Bervisi SETS), Instrumen Performance Assessmnet dan tes Pemahaman Konsep. Instrumen penelitian yang dirancang meliputi lembar validasi yaitu lembar validasi perangkat pembelajaran, Instrumen Performance Assessmnet, angket respon guru, angket respon siswa. Pengembangan perangkat pembelajaran menghasilkan Draft Final perangkat pembelajaran. Kegiatan pada tahap

(22)

21

pengembangan ini meliputi validasi ahli, simulasi dan uji coba. Penelitian ini hanya pada tahap

develop dan disseminate tidak dilakukan karena keterbatasan waktu penelitian.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 3 Kemirirejo dan SD Negeri 1 Kemirirejo dan SD Negeri III Magersari tahun pelajaran 2015/2016. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling dengan memilih 1 kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol serta satu kelas sebagai kelas uji coba skala kecil. Subyek skala kecil adalah siswa kelas IV SD Negeri III Magersari dengan jumlah 14 siswa. SD Negeri 1 Kemirirejo sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 30 dan SD Negeri 1 Kemirirejo dengan kelas kontrol dengan jumlah siswa 30.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi wawancara, tes, observasi, dan angket. Teknik analisis data awal dalam penelitian ini adalah : (1) uji normalitas dan uji homogenitas terhadap populasi kelas uji coba; (2) Uji inter reater reliability atau sesepahaman penialai. (3) Analisis tes evaluasi terdiri dari validitas isi, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda; (4) analisis validasi perangkat dan instrumen penilaian menggunakan validitas isi berdasarkan saran dan masukan oleh validator (5) analisis kepraktisan perangkat pembelajaran melalaui analisis respon guru dan siswa (6) analisis keefektifan perangkat meliputi : (1) peningkatan pemahaman konsep siswa kelas eksperimen yang ditunjukkan dengan perhitungan Normalized Gain; (2) pencapaian ketuntasan siswa secara invidual dan klasikal; (3) Pemahaman Konsep siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Perangkat pembelajaran IPA dengan produk inti Instrumen Performance Assessment dikatakan valid jika rata-rata skor masing-masing perangkat berada pada kategori minimal baik atau baik sekali serta validator memberikan rekomendasi untuk dipakai. Menurut Hobri (2010), kevalidan perangkat pembelajaran jika rata-rata penilaian para ahli menunjukkan skor sebagai berikut.

Tabel 1 Kriteria Kevalidan Perangkat Pembelajaran

No. Indikator Kevalidan Kriteria Ketercapaian

1. Silabus Rata-rata penilaian para ahli

menunjukkan skor:

a. 2,5 ≤ Va < 3,25 dengan kategori “valid” atau berada pada skor 2. RPP

3 Buku petunjuk Praktikum Bervisi SETS 4. Instrumen Performance Assessment

(23)

22

5 Tes Pemahaman Konsep b. 3,26 ≤ Va < 4 berada pada kategori “sangat valid”.

Kepraktisan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan dianalisis dari respon guru dan respon siswa tergolong positif terhadap Instrumen Performance Assessment , respon siswa tergolong positif terhadap Buku petunjuk Praktikum Bervisi SETS.

Tabel 2 Kriteria Kepraktisan Perangkat Pembelajaran

No. Indikator Kepraktisan Kriteria Ketercapaian

1. Respon Guru Sa rata-rata respon guru menunjukkan 85 % positif

2. Respon Siswa Sa menunjukkan 86 % positif

Keterangan: Sa adalah Skor Akhir rata-rata nilai hasil angket respon guru, angket respon siswa.

Keefektifan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini dilihat dari: (1) peningkatan pemahman konsep siswa kelas eksperimen yang ditunjukkan dengan perhitungan Normalized Gain; (2) pencapaian ketuntasan siswa secara invidual dan klasikal; (3) Pemahaman Konsep siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol adanya peningkatan kemampuan analasis siswa kelas eksperimen yang ditunjukkan dengan perhitungan Normalized Gain.

Tabel 3 Kriteria Keefektifan Perangkat Pembelajaran

No. Indikator Kepraktisan Kriteria Ketercapaian

1. Pemahaman Konsep siswa tuntas secara individual dan klasikal

Tk ≥ 75% (26 dari 30) siswa mencapai ketuntasan klasikal

Ti ≥ 68 2. Kelas eksperimen lebih baik

dari pada kelas kontrol

Rata Rata Pemahaman Konsep kelas eksperimen sebesar 82 dan kelas kontrol sebesar 74.

3. Adanya peningkatan Pemahaman Konsep Siswa kelas eksperimen

(24)

23

Perangkat yang dikembangkan harus memiliki kriteria tertentu. Kriteria keberhasilan pengembangan Instrumen Performance Assessment yaitu sebagai berikut: (1) Instrumen

Performance Assessment yang dikembangkan telah memenuhi indikator kevalidan, kepraktisan,

dan keefektifan. (2) Terjadi peningkatan pemahamann konsep ketrampilan proses siswa dengan adanya penerapan praktikum bervisi SETS (3) Minimal terdapat 75% siswa yang tuntas belajar secara klasikal (Depdiknas, 2006). (4) Angket respon siswa terhadap rasa kepedulian lingkungan mencapai kategori Baik.

(25)

24

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar dan rasa kepedulian lingkunagn siswa dalam penggunganaan Praktikum bervis SETS. Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Perangkat utama yang dikembangkan adalah instrumen performance assesment. Perangkat pendukung pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini pada Tema 1 Indahnya kebersamaan khususnya sub tema 1 dan subtema 2 yang meliputi : Silabus, RPP, Buku Petunjuk Praktikum bervisi SETS, LKS, dan Tes Pemahaman Konsep Keterampilan Proses Sains Siswa. Pengembangan perangkat mengacu pada Four-D Models yang dikemukakan oleh Thiagarajan dengan beberapa modifikasi. Setelah perangkat dikembangkan, dilaksanakan penelitian eksperimen untuk menguji produk tersebut.

Penelitian yang telah dilakuakan diperoleh data kualitatif dan kuantitatif yang berkaitan dengan jenis instrument penilaian yang diterapkan khususnya pada Tema 1 Indahnya Kebersamaan dengan 2 Sub Tema, Sub Tema 1 dan 2. Data yang diperoleh berupa data tes dan non tes. Data tes diperoleh melalui tes yang dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan, sedangkan data non tes diperoleh saat perlakuan dengan observasi 2 observer. Secara lengkap disajikan pada Tabel 4

Tabel 4 Jenis Data Penelitian

Jenis

Data Bentuk Instrumen Waktu Penilaian Ranah Kompeteni Inti

Non Tes Lembar Penilaian Kinerja Selama Kegiatan Pembelajaran Psikomotor KI 4 Lembar Penilaian Sikap Sosial Selama Kegiatan Pembelajaran Afektif KI 2 Lembar Penilaian Sikap Religius Selama Kegiatan Pembelajaran Afektif KI 1

(26)

25 Tes Soal Essay Awal dan Akhir

Perlakuan

Kognitif KI 3

Data Pengamatan Non tes yang berupa lembar penilaian kinerja praktikum dan penilaian sikap sosial dan religi selama proses pembelajaran berlangsung menunjukkan ranah afektif dan psikomotor siswa yang berkaitan dengan Pembelajaran yang berawal dari KI 3 dilanjutkan dengan KI 4 dan berdampak pada KI 1 dan KI 2. Data tes yang diambil pada akhir perlakuan berupa soal essay dengan pertaanyaan yang berhubungan dengan pemahaman konsep keterampilan proses sains siswa.

Perangkat Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya di validasi oleh pakar sebagai acuan kevalidan perangkat yang akan di implementasikan di lapangan. Penilaian ahli meliputi semua perangkat dalam penelitian ini, yang telah disusun pada tahap perancangan. Penilaian ahli dilakukan pada draft I dengan berpedoman pada lembar penilaian validator yang dibuat oleh peneliti. Penilaian ini dimaksudkan untuk melakukan validasi terhadap perangkat yang dibuat pada perancangan awal yaitu berupa draf I. Para ahli yang melakukan validasi ini disebut validator, validator yang membantu peneliti dalam melakukan validasi. Secara keseluruhan ke empat validator memberikan penilaian dengan kriteria sangat baik dan memberika rekomendasi bahwa perangkat yang di kembangkan dapat di implementasikan di lapangan. Berdasarkan hasil validasi ahli terhadap perangkat pembelajaran diperoleh hasil seperti pada Tabel 5

(27)

26

Tabel 5 Rekapitulasi validasi ahli terhadap perangkat yang dikembangkan.

No Perangkat

Validator

Rata Rata Kriteria

1 2 3 4

1 Silabus 28 38 33 37 34 Sangat Baik

2 RPP 122 90 95 12 0 107 Sangat Baik 3 Buku Ajar Buku Petunjuk Praktikum Bervisi SETS 67 70 55 72 66 Sangat Baik 4 LKS 63 60 70 68 65 Sangat Baik 5 Instrumen Performance Assessment 30 38 40 35 36 Sangat Baik

6 Soal Pretes dan

Posttes 38 36 30 36 35 Sangat Baik

Penilaian autentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran (Permendikbud No 66:2013). Untuk menilai penilaian proses dalam pembelajaran praktikum diperlukan adanya penilaian yang komprehensif, yang menilai setiap kegiatan yang dikerjakan siswa, penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran (output) pembelajaran (Permendikbud No 66:2013). Untuk menilai penilaian proses dalam pembelajaran praktikum diperlukan adanya penilaian yang komprehensif, yang menilai setiap kegiatan yang dikerjakan siswa, penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang

(28)

27

menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik. Pada penelitian ini penilaian inidividu praktikum diperlukan untuk mengukur sejauh mana siswa aktif secara individu dalam kegiatan praktikum. Penilaian individu praktikum, dilakukan oleh guru dan peneliti. Pengamatan menggunakan rubrik

Performance Assessment yang telah di validasi oleh pakar dengan rentang skor yang sudah di

tentukan. Dari hasil di lapangan menunjukan hasil bahwa kelas eksperimen dari 30 siswa terdapat 7 siswa dengan kategori “Sangat Baik”, 11 siswa dengan kategori “ Baik” dan 12 siswa dengan kategori “Sedang”. Kelas kontrol menunjukan skor 13 dengan kategori “Sedang”. Rincian pada kelas kontrol terdapat 2 siswa dengan kategori “Sangat Baik”, 8 siswa dengan kategori “Baik”, dan 20 siswa dengan kategori “Sedang”. Hasil rincian diatas menunjukan bahwa Buku Petunjuk Praktikum bervis SETS dapat mendorong siswa untuk lebih rinci dalam melakukan kegiatan praktikum dan rubrik Performance Assessment dapat mengukur kinerja siswa secara individu. Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar (West &

Pines,1985). Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut. Jadi siswa

memiliki tanggung jawab atas belajar mereka sendiri. Selain itu Praktikum bervisi SETS juga seiring dengan pendapat teori kontruktivisme. Menurut Herawati (1999) dalam belajar konstruktivisme siswa belajar tentang situasi nyata, sesuai dengan kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian tidak hanya menghafal konsep namun juga melalui pengamatan, percobaan sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik, siswa memiliki perhatian penuh, dan tingkah laku siswa terlihat lebih aktif. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme diharapkan siswa bersikap dan punya persepsi positip terhadap belajar, siswa menginterpretasikan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan yang dimiliki dengan cara mengklasifikasikan, membandingkan, melakukan analisis, dan memecahkan masalah, serta siswa memiliki kebiasaan mental produktif, kritis, dan kreatif, serta mandiri.

Pada hakikatnya IPA dapat dipandang dari tiga dimensi yaitu IPA sebagai proses, IPA sebagai produk dan pengembangan sikap ilmih. Ketiga dimensi tersebut saling terkait, pembelajaran IPA diharapkan dapat mengembangkan ketiga aspek IPA tersebut. Kurikulum 2013 menyatakan bahaw pembelajaran yang dialakukan hendaknya berdampak pada sikap sosial dan

(29)

28

sikap spiritual pada siswa. Permendikbud 81 A menyatakan bahwa Pemebelajaran berawal dari KI 3 dilanjutkan dengan KI 4 dan berdampak pada KI 1 dan KI 2. Penelitian ini, sesuai dengan amant Permendikbud 81 A Tentang Implementasi Kurikulum, dilakuakan juga penilaian spiritual selama kegiatan berlangsung. Penilaian dilakuakan oleh dua observer yaitu peneliti dan guru kelas yang mengampu, Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, observer 1 dan 2 melakukan penilaian terhadap sikap spiritual, dimana rubrik telah tersedia dan telah di validasi oleh pakar. Hasil penilaian oleh 2 observer pada kelas eksperimen terdapat 23 siswa dalam lategori “Baik”, 7 siswa dengan kategori “Cukup”. Kelas kontrol terdapat 13 siswa dengan kategori “Baik”, 17 siswa dengan Kategori “Cukup”

Penilaian sikap sosial melalui observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati. Pengamatan atau observasi terhadap kompetensi sikap baik spiritual maupun sosial harus mengacu pada indikator pencapaian kompetensi yang sudah dibuat oleh guru sesuai dengan Kompetensi Dasar dan Kompetensi Inti dari sikap sosial dan spiritual. Dengan demikian, apa yang mau dinilai atau diukur jelas sehingga akan menghasilkan data atau informasi yang akurat dan tepat (Kunandar, 2013:119).

Pembelajaran Praktikum Bervisi SETS menuntut siswa dapat bekerja secara mandiri dan kelompok. Pembelajaran dengan membentuk kelompok dimungkinkan siswa untuk bekerja sama dengan anggota kelompok, melatih kekompakan untuk mencapai tujuan praktikum, pembelajaran dengan berkelompok melatih siswa untuk berinteraksi dan memecahkan masalah secara berorganisasi dan peduli dengan anggota kelompok. Slavin dalam Sanjaya (2008 : 242) mengemukakan dua alasan pentingnya pembelajaran kelompok digunakan dalam pendidikan, pertama beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

Menurut Rustiyah (2001:32), keuntungan menggunakan teknik kerja kelompok adalah : (a) mengembangkan keterampilan bertanya, (b) siswa lebih intensif dalam melakukan penyelidikan, (c) mengembangan bakat kepemimpinan, (d) guru lebih memperhatikan siswa, (e) siswa lebih

(30)

29

aktif, dan (f) mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar siswa. Pada saat pembelajaran berlangsung, selain penilaian kinerja secara individu, juga dilakukan penilaian secara kelompok, rubrik dan ketentuan pensekoran telah di validasi oleh ahli, terlihat hasil penilaian secara kelompok yang dilakukan oleh 2 observer pada kelas eksperimen, dari 5 kelompik terdapat 3 kelompok dengan kategori “Baik”, 2 kelompok dengan kategori “Sedang”. Rincian pada kelas kontrol dari 5 kelompok terdapat 1 kelompok dengan kategori “Baik”, 3 kelompok dengan kategori Sedang” dan 1 kelompok dengan kategori “Rendah”.

Pada saat pembelajaran berlangsung, selain penilaian kinerja secara individu, juga dilakukan penilaian presentasi secara kelompok, presentasi merupakan salah satu kemampuan berkomunikasi dalam menuangkan ide dan hasil penemuan yang dilakukan siswa baik secara kelompok maupun individu. (Kunandar,2013:125). Kemampuan dalam berbicara merupakan kemampuan yang harus dinilai secara rinci dan komperhensif karena termasuk keterampilan yang ada dalam keterampilan proses sains siswa. Penelitian ini mengembangkan rubrik penilaian untuk presentsasi siswa secara kelompok, adapaun perincian presentasi adalah laporan dari hasil percobaan Praktikum Bervisi SETS selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian Presentasi Secara berkelompok rubrik dan ketentuan pensekoran telah di validasi oleh ahli, terlihat hasil penilaian presentasi secra kelompok yang dilakukan oleh 2 observer yaitu peneliti dan guru pengampu pada kelas eksperimen terdapat 4 kelomok dengan kategri “Sangat Baik”, 1 kelompok dengan kategori “Baik”. Kelas kontrol sesuai dengan penialain 2 observer, dengan rincian terdapat 2 kelomok dengan kategori “ Baik Sekali”, 3 Kelompok dengan kategori “Baik”.

Kegiatan terakhir praktikum adalah evaluasi dengan menggunakan tes keterampilan proses sains. Soal tes telah diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran, serta divalidasi oleh pakar. Soal yang digunakan telah mengukur pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa. Analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata nilai tes kelompok eksperimen dengan rata-rata nilai kelompok pembanding. Rata-rata untuk kelompok eksperimen adalah 82 rata-rata untuk kelompok pembanding adalah 74. Hasil uji perbedaan dua rata-rata diketahui fhitung = 3,833 lebih besar nilainya dari ttabel = 1,96, hal ini menunjukkan

kelompok eksperimen memiliki nilai lebih tinggi dari kelompok pembanding. Pemberian tugas melalui kegiatan praktikum bervisi SETS, pembuatan laporan dan presentasi akan menambah pemahaman materi sehingga nilai siswa menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan siswa lebih banyak belajar, paham konsep, dan disiplin dalam belajar secara terus menerus selama proses pembelajaran.

(31)

30

Hasil uji ketuntasan belajar (uji proporsi) baik kelompok eksperimen maupun kelompok pembanding keduanya sama-sama tuntas secara klasikal. Secara individu pada kelompok eksperimen tuntas sebanyak 26 siswa atau meleibihi 75 % dari yang ditentukan. Hal ini menunjukkan kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan menerapkan Praktikum bervisi SETS dan penilaian kinerja memberikan perubahan pada kebiasaan belajar siswa menjadi lebih giat sehingga hasil belajarnya menjadi lebih baik dalam hal ini pembelajaran yang dilakukan mencapai ketuntasan. Menurut Syahrul (2009) bahwa aktivitas pembelajaran praktikum yang tepat adalah asesmen yang berbasis kinerja yang dikenal sebagai asesmen otentik / Penilaian kinerja. Sedangkan menurut Rouf (2011), penilaian kinerja dapat meningkatkan kemampuan kognitif yang baik dalam pembelajaran praktek. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa penilaian kinerja yang telah diterapkan telah menilai semua aktivitas/kegiatan siswa. Praktikum bervisi SETS dan penilaian kinerja yang diterapkan memberi pengaruh siswa mempunyai keterampilan, sikap, menghargai, dan disiplin terhadap kegiatan praktikum.

Penilaian yang dilakukan oleh peneliti dan guru menunjukkan hasil praktikum bervisi SETS memiliki konstribusi terhadap rasa kepedulian lingkunagn. Hal ini berarti dalam proses proses pembelajaran memiliki kebermaknaan dalam rsa kepdeulian lingkungan. Penerapan praktikum bervisi SETS memberikan perubahan positif pada hasil belajar siswa. Siswa diajak untuk menghubungkan unsur SETS dengan apa yang dipelajarinya secara konstektual dan apa yang dihadapi siswa setiap hari, sehingga kesempatan belajar menjadi lebih banyak dan kesempatan memahami materi praktikum menjadi lebih dalam. Penilaian aspek afektif dan psikomotor mengarahkan siswa untuk selalu aktif melaksanakan praktikum. Siswa harus mengembangkan kemampuannya, mengikuti petunjuk, menganalisis, dan menyimpulkan hasil praktikum. Praktikum bervis SETS tidak sekedar memperoleh hasilnya tetapi proses dari awal sampai akhir harus benar-benar dikuasai siswa. Sejalan dengan penelitian Fook at.al., (2011:5) menyatakan Penilaian Kinerja dapat dijadikan sebagai alternatif penilaian terhadap siswa yang membantu perkembangan dan mendorong meningkatnya proses belajar siswa.

(32)

31

HASIL UJI N-GAIN KELAS EKSPERIMEN

No Nama Pretest Posttest N-Gain Kriteria

1 Defri Irawan 44 80 0.643 Sedang

2 Adiva Eva Framesti 78 97 0.864 Tinggi

3 Adinda Delia A. 72 91 0.679 Sedang

4 Agustina Putri S. 56 87 0.705 Tinggi

5 Bintang Novian Pamungkas 78 99 0.955 Tinggi

6 Candra Tri Wardana 75 95 0.800 Tinggi

7 Defriyana Dwi Utami 50 80 0.600 Sedang

8 Desnita Fitra Maharani 76 95 0.792 Tinggi 9 Devi Ananda Kaiya Putri Kusuma 50 89 0.780 Tinggi

10 Faiqoh Khoirunnisa 75 97 0.880 Tinggi

11 Febi Kusuma Putra 50 85 0.700 Tinggi

12 Fitri Arimel 48 75 0.519 Sedang

13 Ginuk Candra Aryani 68 65 -0.094 Rendah

14 Heni Nugrahani 24 55 0.408 Sedang

15 Ivano Rizky Armando 69 65 -0.129 Rendah

16 Janit Hasrina Dewi 65 75 0.286 Rendah

17 Muhammad Agung Faizal 66 65 -0.029 Rendah

18 Olimpia Cleo A.F 66 87 0.618 Sedang

19 Raehan Sandi Farizqi 85 93 0.533 Sedang

20 Ratarizno A.R 62 81 0.500 Sedang

21 Shira Alodiarahma 68 80 0.375 Sedang

22 Suci Isnaini Nur Khasanah 58 80 0.524 Sedang

23 Varellio Yufi Adji Wijaya 56 81 0.568 Sedang

24 Yuliana Mayasari 54 80 0.565 Sedang

25 Putri Alanawati 85 99 0.933 Tinggi

26 Muhammad Aldi Risbianto 80 99 0.950 Tinggi

27 Jasmine Maila Nugroho 48 70 0.423 Sedang

28 Rindamia Silvana Fincantiery 75 70 -0.200 Rendah

29 Dina Gustiani 74 75 0.038 Rendah

30 Wildan Fakhri Ekasalam 82 80 -0.111 Rendah

(33)

32

HASIL UJI N-GAIN KELAS KONTROL

No Nama Pretest Posttest N-Gain Kriteria

1 Ab'han Ahmad Rifai 56 62 0.136 rendah

2 Abiyassa Gilang B. 71 78 0.241 rendah

3 Alfian Sultan B 78 84 0.273 rendah

4 Almas Zulaikha T.S 56 74 0.409 Sedang

5 Amorita Ferent Cantika 90 95 0.500 Sedang

6 Angelica C.P 50 56 0.120 rendah

7 Ardhana N.M 84 80 -0.250 rendah

8 Amelisa Julinda Putri 64 76 0.333 Sedang

9 Arrasyinia Woro Hapsari 70 76 0.200 rendah

10 Arung Laksono Jati 72 70 -0.071 rendah

11 Arfita Ajeng F.F 78 84 0.273 rendah

12 Azril Ichwan F 56 48 -0.182 rendah

13 Bayu A.W 75 78 0.120 rendah

14 B. Priyambodo M. 64 80 0.444 Sedang

15 Eka Wahyu P 70 82 0.400 Sedang

16 Evania Trisnala 82 92 0.556 Sedang

17 Gabriella Putri A. 68 66 -0.063 rendah

18 Gracyella Putri Alvitania 83 90 0.412 Sedang

19 Karina Hana Putri 60 72 0.300 Sedang

20 Karlina D.M 76 80 0.167 rendah

21 Kayla Nasywa Zahra 50 68 0.360 Sedang

22 Langgeng Hari Nugroho 66 76 0.294 rendah

23 Naffala Prabasiwi 64 74 0.278 rendah

24 Rayvan Dimas S 76 60 -0.667 rendah

25 Septian Dwi C 68 70 0.063 rendah

26 Violietta Ghanyssa S.Z 76 72 -0.167 rendah

27 Wimbaning L.M 75 76 0.040 rendah

28 Fedora Omeda R.W 58 66 0.190 rendah

29 Faiza A. 65 60 -0.143 rendah

30 Shafaelsa Vira Zabrina 70 64 -0.200 rendah

(34)

33

Praktikum bervisi SETS dengan penilaian kinerja yang diterapkan efektif terhadap hasil belajar siswa terlihat dari hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini sesuai dengan pendapat Gulikers (2006), Penilaian kinerja dapat merangsang proses berpikir, belajar aktif, dan dapat meningkatkan prestasi siswa yang mencakup aspek-aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam proses pembelajaran. Pemberian tugas bermakna baik bagi siswa ataupun guru yang merangsang siswa untuk mengharuskan sesuatu kemudian menganalisis informasi serta mengkomunikasikan hasil dengan jelas diharapkan dapat melatih kemampuan siswa dalam memahami dan mengkonstruksi pengetahuan yang didapat dari melakukan (Marzano,1993:56).

(35)

34

1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 Jumlah Skor Prosentase

1 Defri Irawan 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 16 80

2 Adiva Eva Framesti 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 85

3 Adinda Delia A. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 18 90

4 Agustina Putri S. 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90

5 Bintang Novian Pamungkas 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 17 85

6 Candra Tri Wardana 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 16 80

7 Defriyana Dwi Utami 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 16 80

8 Desnita Fitra Maharani 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 15 75

9 Devi Ananda Kaiya Putri Kusuma 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 17 85

10 Faiqoh Khoirunnisa 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90

11 Febi Kusuma Putra 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95

12 Fitri Arimel 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 17 85

13 Ginuk Candra Aryani 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 18 90

14 Heni Nugrahani 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95

15 Ivano Rizky Armando 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 16 80

16 Janit Hasrina Dewi 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 18 90

17 Muhammad Agung Faizal 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20 100

18 Olimpia Cleo A.F 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 17 85

19 Raehan Sandi Farizqi 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 18 90

20 Ratarizno A.R 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 16 80

21 Shira Alodiarahma 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 17 85

22 Suci Isnaini Nur Khasanah 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 17 85

23 Varellio Yufi Adji Wijaya 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 95

24 Yuliana Mayasari 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 16 80

25 Putri Alanawati 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 18 90

26 Muhammad Aldi Risbianto 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 16 80

27 Jasmine Maila Nugroho 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 18 90

28 Rindamia Silvana Fincantiery 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 17 85

29 Dina Gustiani 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 18 90

30 Wildan Fakhri Ekasalam 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 16 80

Keterangan 1 Pendapat Berupa Respon Positif Rata Rata 86

0 Pendapat Berupa Respon Negatif

Nama Siswa

No ASPEK YANG DINILAI

(36)

35

Dalam Penelitian ini, kriteria akhir keberhasilan Instrumen Performance Assessment adalah : Kriteria Keberhasilan Pengembangan Instrumen dalam penilitian ini adalah : (1) Instrumen Performance Assessment memenuhi kriteria valid dengan di buktikan hasil rata rata validator ahli menunjukkan kategori Sangat Baik dan peningkatan KKM (2) Kepraktisan Instrumen Performance Assessment memenuhi kriteria praktis dibuktikan dengan angket respon guru tentang penggunaan Penilaian kinerja ini menunjukkan rata rata 85% dengan Kategori “Sangat Positif” dan Praktikum bervisi SETS dengan menggunakan Angket respon siswa sebesar 86% dengan kategori “Sangat Positif” dalam hal peningkatan rsa kepedulian lingkunagn (3) Keefektifan Praktikum Bervisi SETS memenuhi kriteria efektif terbukti dengan kelas eksperimen memiliki rata rata pemahaman konsep dan keterampilan proses lebih baik dari pada kelas kontrol. (4) Terjadi peningkatan pemahaman konsep keterampilan proses sains siswa dengan kategori “ Sedang” sebesar 50,2 % dilihat dari uji n gain. (5). Terpenuhinya minimal 23 siswa tuntas belajar secara klasikal dibuktikan dengan 26 dari 30 siswa memenuhi KKM yang telah ditentukan. (6) Instrumen Performance Assessment yang dikembangkan dapat mengukur semua indikator keterampilan proses sains siswa. (BSNP 2006 ).

(37)

36

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan sebagai berikut. Dengan menggunakan vadlidasi isi dihasilakan instrumen Performance Assessment Berdasarkan implementasi dilapangan, kevalidan perangkat pembelajaran terpenuhi dengan kriteria : (1) Rata Rata KKM meningkat dari 68 menjadi 82. (2) Terpenuhinya minimal 23 siswa tuntas secara KKM dalam penelitian ini diperoleh data 26 siswa dari 30 siswa. (3) Instrumen Performance Assesmnet dapat mengukur keterampilan proses sains siswa secara keseluruhan.

Instrumen Performance Assessment dan Penerapan Praktikum bervisi SETS memenuhi kriteria praktis dengan ditandai angket respon bernilai lebih dari 70 %. (1) Adanya respons positif guru terhadap penggunaan penilaian kinerja dengan memperoleh rata rata respon postif 85 %.(2) Adanya respons positif siswa terhadap Praktikum bervisi SETS dalam peningkatan rasa kepedulian lingkunagn dengan memperoleh rata rata respons positif 86 %. Hasil Uji coba perangkat dan pelaksaanan pembelajaran menunjukan bahwa pembelajaran IPA dengan Praktikum Bervisi SETS dengan Penilaian Kinerja untuk mengukur Keterampilan Proses Sains di SD kelas IV yang dikembangkan efektif. Efektifitas penerapan perangkat ini ditandai dengan : (1) Praktikum bervisi SETS yang diterapkan berhasil menuntaskan Keterampilan Proses Sains siswa secara klasikal pada batas KKM 68 dengan rata rata 82. (2) Peningkatan N Gain kelas Eksperimen sebesar 52 % dalam kategori “Sedang”.

SARAN

Saran yang direkomendasikan (1) Pengembangan Instrumen Performance Assessmen (penilaian kinerja) dengan Praktikum Bervisi SETS untuk mengukur Keterampilan proses Sains siswa hendaknya dikembangkan untuk pencapaian kompetensi lain dalam pembelajaran IPA; (2) Guru seyogyanya melakukan proses pembelajaran dengan kegiatan praktikum di setiap materi IPA yang dikaitkan dengan unsur SETS. Praktikum bervisi SETS menambah wawasan siswa, kegiatan praktikum dapat melatih siswa untuk bekerja sama, lebih peduli dengan orang lain serta dapat menerapkan pengetahuan mereka untuk lingkungan dan alam sekitar; (3) Penilaian sikap

(38)

37

hendaknya dilakukan dalam kurun waktu yang cukup tidak sepert dalam penelitian ini yang hanya sebatas beberapa kali pertemuan. Saran kepada peneliti lain ketika mengembangkan penilaian sikap diperlukan durasi penelitian yang lebih panjang; (4) Kepada peneliti lain diharapkan melakukan penelitaian yang mendalam berkaitan dengan SETS untuk mengembangkan pengetahuan siswa dengan di kombinasikan dengan kurikulum yang ada.

(39)

38

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto,S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Binadja, Achmad. 2005a. Pedoman Pengembangan Bahan Pembelajaran Bervisi dan Berpendekatan SETS (Science, Environment, Technology and Society) atau (Sains, Lingkungan, Tekhnologi dan Masyarakat). Laboratorium SETS : Program Pascasarjana UNNES.

Fook, C.Y. dan Sidhu, G. K.2011. Assessment Preference and Practices in Malaysian Higher Education. The International Journal of Educationaland Psycological Assessment. Volume 8 No 1. Hal 58-74. Gulikers, J.T.M.,Bastiane,TTh.J., dan Kirschner, P.A. Authentic Assessment Student and teacherPreparation : The practical value of the five dimensional framework. Journal of Vocational Education and Training, Volume X No. X Hal 1-38.

Hobri, 2010. Metode Penelitian Pengembangan. Jember : Pena Salsabila. Kunandar.2013. Penilaian Autentik. Jakarta : Rajawali Pers.

Marzano,R.J.,et.al. 1994. Assessing Students Outcomes:Performance Assessment Using the Five Dimentions of Leraning Models. Alexandria : Association for Supervision and Curicullume Development.

Palm, Torulf. 2008. Performance Assessment and Authentic Assessment: A ConceptualAnalysis of the Literature. Practical Assessment, Research & Evaluation. A peerreviewes electronic journal Vol 13, Number 4, April 2008. Umea University,Sweden.

Permendikbud. 2013. Standar Penilaian Kurikulum 2013 No 66. Jakarta: Kemendikbud. Permendikbud. 2013. Implementasi Kurikulum 2013 No 81 A. Jakarta: Kemendikbud.

Syahrul.2009.” Keefektifan Penerapan Model Assesment Autentik Terintegrasi dalam Pembelajaran Praktikum pada Jurusan Pendidikan Tekhnik elektro FT Universitas Negeri Makasar”. Jurnal Medtek. Volume 1, No 2.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003. Sistem pendidikan nasional. Jakarta: Kemendikdud.

(40)

39

Wulan, A.R. (2008) Skenario Baru Bagi Implementasi Asesmen Kinerja Pada Pembelajaran Sains di Indonesia, Mimbar Pendidikan : Jurnal Kependidikan No. 3, Vol. XXXII, 4-12.

Wren, G. Daouglas. 2009. Performance Assessment: a Key Component of a Balanced Assessment System. Department of Research, Evaluation, and Assessment, VirginiaBeach City Public School.

Gambar

Tabel 1 Kriteria Kevalidan Perangkat Pembelajaran  No.  Indikator Kevalidan  Kriteria Ketercapaian
Tabel 2 Kriteria Kepraktisan Perangkat Pembelajaran  No.  Indikator Kepraktisan  Kriteria Ketercapaian
Tabel 4 Jenis Data Penelitian  Jenis
Tabel 5 Rekapitulasi validasi ahli terhadap perangkat yang dikembangkan.

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Penelitian dan pengembangan yang inovatif dalam

penelitian mengenai “ Pengembangan Asesmen Portofolio Elektronik (APE) untuk Menilai Sikap Ilmiah dan Penguasaan Konsep Siswa SMA Pada Laporan Praktikum

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) pengembangan modul ipa terpadu tema ekosistem dengan pendekatan jelajah alam sekitar menggunakan model Borg &amp; Gall

Dalam penelitian ini, ikan yang akan digunakan adalah ikan kembung, alasannya ikan kembung melimpah saat musimnya dan berharga murah.Tujuan khusus penelitian adalah untuk:

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) pengembangan modul ipa terpadu tema ekosistem dengan pendekatan jelajah alam sekitar menggunakan model Borg &amp; Gall

Penyclidikan untuk menghasilkan pembelajaran fisika yang menarik, mampu meningkatkan keterlibatan, dan kemandirian siswa perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah