• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. secara formal dan didasarkan pada aturan-aturan yuridis. berbagai aspek lapisan sistem yang ada dalam, setiap dimensi kehidupan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. secara formal dan didasarkan pada aturan-aturan yuridis. berbagai aspek lapisan sistem yang ada dalam, setiap dimensi kehidupan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tiap-tiap hukum adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan manusia yaitu manusia dalam hubungan dengan manusia lainya dalam suatu pergaulan hidup.1 Sebagai suatu aturan hukum yang sudah melembaga dalam kehidupan masyarakat waris merupakan faktor yang penting sebagai salah satu sendi kehidupan dan susunan masyarakat Indonesia. Waris juga merupakan masalah hukum, agama dan masyarakat. Waris merupakan pelimpahan harta seseorang yang meninggal kepada orang yang masih hidup dan masih mempunyai hubungan kekerabatan atau masih mempunyai hubungan darah atau keluarga seorang yang dikukuhkan secara formal dan didasarkan pada aturan-aturan yuridis.

Waris merupakan salah satu hal penting yang hidup dalam berbagai aspek lapisan sistem yang ada dalam, setiap dimensi kehidupan manusia, khususnya Indonesia, maka dari situlah aturan-aturan itu perlu dirumuskan dan diperkuat dengan suatu aturan perundang-undangan. Hal ini terlihat bahwa dalam berbagai hukum yang hidup dalam masyarakat sebelumnya memiliki aturan tentang waris seperti halnya hukum positif, dan hukum adat. Dari hal inilah maka sistem kewarisan bisa mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dan untuk mewujudkan wahana

1 Tamakiran, Asas-asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum (Bandung: Pionir Jaya,

(2)

kehidupan yang aman tentram damai dan sejahtera tanpa adanya perselisihan atau perebutan harta warisan. Untuk menghindari timbulnya perselisihan dan perpecahan, fitnah dan aniaya perlu adanya suatu peraturan yang jelas, pasti dan rinci yang tidak perlu adanya penafsiran-penafsiran. Inilah sebabnya ketentuan-ketentuan Allah dalam masalah waris diatur dalam AlQuran secara jelas, pasti dan terperinci yang dilengkapi dengan Alhadist dan Ijma' para sahabat yang tercantum dalam kitab-kitab fiqih.

Tata aturan yang membagi harta warisan antara pewaris menunjukkan bahwa hak milik seseorang setelah mati berpindah pada ahli waris, dan waris dibagikan secara adil baik laki-laki maupun perempuan, baik kecil maupun basar apabila terpenuhi syarat menerima warisan. Secara sosiologis, menurut Satjipto Rahardjo perubahan sosial merupakan ciri yang melekat dalam masyarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat itu mengalami suatu perkembangan. Oleh karena itu perkembangan tersebut perlu direspon juga oleh hukum Islam, yang pada gilirannya hukum Islam diharapkan mempunyai kemampuan sebagai fungsi social engineering dan social control yang berfungsi untuk membentuk prilaku sosial.2

Persepsi yang tidak proporsional dalam memandang eksistensi perkembangan fiqih sering melahirkan persepsi yang keliru dalam

2 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial: Suatu Tinjauan Teoritis serta

(3)

memandang perkembangan atau perubahan yang terjadi pada hukum Islam Selain fiqih, setidaknya ada tiga produk pemikirann hukum dalam Islam di Indonesia yaitu, fatwa, keputusan pengadilan, dan perundang-undangan. Karena pemahaman yang tidak proporsional dalam memahami hukum Islam kesan yang akan diperoleh adalah bahwa hukum Islam mengalami stagnasi dan tidak dapat untuk menjawab tantangan perubahan zaman yang berkembang semakin pesat.

Gerakan pembaharuan hukum Islam dapat diartikan sebagai upaya baik yang bersifat individual maupun kelompok pada kurun dan situasi tertentu, untuk mengadakan perubahan dalam persepsi dan praktek yang telah mapan kepada pemahaman yang baru. Salah satu penggagas utama dalam hal ini adalah dengan terbitnya CLD-KHI yang penggagas utamanya adalah Siti Musdah Mulia, yang nota benenya didalangi oleh para kesetaraan gender.

Dalam hal ini Musdah Mulia memberikan tawaran terhadap beberapa pasal tentang waris yakni kesetaraan pembagian laki-laki dengan perempuan dan pasal tentang beda agama tetap menjadi ahli waris. Oleh karena itu pembaharuan yang bertitik tolak dari asumsi atau pandangan yang jelas dipengaruhi oleh situasi dan lingkungan sosial, bahwa hukum Islam sebagai realitas dan lingkungan tertentu tersebut tidak

(4)

sesuai bahkan menyimpang dengan Islam yang sebenarnya.3

Hukum Islam sebagai salah satu pranata sosial memiliki dua fungsi, fungsi pertama sebagai kontrol sosial yaitu hukum Islam diletakkan sebagai hukum Tuhan yang selain sebagai kontrol sosial sekaligus sebagai social engineering terhadap keberadaan suatu komunitas masyarakat. Sedang kontrol yang kedua adalah sebagai nilai dalam proses perubahan sosial yaitu hukum lebih merupakan produk sejarah yang dalam batas-batas tertentu diletakkan sebagai justifikasi terhadap tuntutan perubahan sosial, budaya, dan politik. Sehingga dalam konteks ini hukum Islam dituntut untuk akomodatif terhadap persoalan umat tanpa harus kehilangan prinsip-prinsip dasarnya. Selain fiqih, setidaknya ada tiga produk pemikirann hukum dalam hukum Islam yaitu, fatwa, keputusan pengadilan, dan perundang-undangan.4

Sejak sejarah awalnya hingga pembentukan dan pembaharuannya di masa kontemporer, hukum waris Islam menunjukkan dinamika dan perkembangannya yang penting untuk dikaji dan diteliti oleh para pemerhati hukum Islam. Bukan suatu hal yang kebetulan jika ternyata telah banyak pemerhati yang menulis dan mengkaji perkembangan hukum waris Islam dari berbagai aspeknya. Perubahan dan pembaharuan hukum waris Islam telah terjadi secara nyata dalam sejarah pemikiran hukum

3 Tim Pengarusutamaan Gender Departemen Agama RI, Pembaruan Hukum Islam: Counter

Legal Draft Kompilasi Hukum Islam,( Jakarta, 2004), hal. 22-23.

4 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial: Suatu Tinjauan Teoritis serta

(5)

Islam, untuk menyebut contoh apa yang terjadi dalam perumusan hukum waris Islam di Indonesia dengan konsep besarnya bagian ahli waris, kemudian tentang mawali dan kalalah.5

Sejarah juga menunjukkan bahwa pada sepanjang sejarah hukum Islam pemikiran hukum waris Islam tidaklah berhenti, walaupun ada yang beranggapan bahwa pintu ijtihad telah tertutup namun sesungguhnya pemikiran hukum Islam tetap dilakukan setidaknya oleh dua golongan penegak syariat Islam yaitu hakim dan mufti. Hakim melakukan pemikiran hukum Islam dengan jalan melaksanakan hukum melalui putusan pengadilan, sedangkan mufti melalui fatwa-fatwa hukum. Melalui putusan-putusannya seorang hakim tidak hanya menerapkan hukum yang ada dalam teks undang-undang tetapi sesungguhnya ia juga melakukan pembaharuan-pembaharuan hukum ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang diajukan kepadanya dan belum diatur dalam undang-undang ataupun telah ada aturan tetapi dipandang tidak relevan dengan keadaan dan kondisi yang ada dan sejarah penyusunan buku II Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak bisa secara sepenuhnya terlepas dari sejarah penyusunan KHI secara umum.

Latar belakang penyusunan KHI ini karena kebutuhan akan adanya suatu peraturan atau perundang-undangan tentang hukum Islam yang tertulis bagi Peradilan Agama. Dari periode awal hingga tahun 1945

5 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut al Qur’an an Alhadits, (Jakarta:tintamas, 1990),

(6)

Indonesia memberlakukan tiga sistem hukum, yaitu hukum Adat, hukum Islam dan hukum Barat. Hukum Islam masuk di Indonesia bersamaan dengan masuknya Islam di sini. Kerajaan-kerajaan Islam yang kemudian berdiri, melaksanakan hukum Islam dalam wilayah kekuasaannya masing-masing.

Awal masa kemerdekaan pada tahun 1945 hingga tahun 1985 Pemerintah Republik Indonesia menemukan kenyataan bahwa hukum Islam yang berlaku itu tidak tertulis dan terserak-serak di berbagai kitab yang sering berbeda tentang hal yang sama antara satu dengan lainnya.

Pada saat itu juga terjadi pergeseran beberapa bagian hukum Islam kearah tertulis dan termuat dalam beberapa bagian penjelasan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946. Dijelaskan pula bahwa pada saat itu Hukum Perkawinan, Talak dan Rujuk (umat Islam) sedang dikerjakan oleh Penyelidik Hukum Perkawinan dan kewarisan yang dipimpin oleh Mr. Teuku Mohammad Hasan. Hal demikian sejalan dengan dikeluarkannya Edaran Biro Peradilan Agama No. B/1/735 tanggal 18 Februari 1958 sebagai pelaksanaan PP:45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah diluar Jawa dan Madura. Untuk mendapatkan kesatuan hukum dalam memeriksa dan memutuskan perkara maka para hakim Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah dianjurkan agar mempergunakan sebagai pedoman kitab-kitab tersebut, yaitu: Al-bajuri, Fathu al-mui’n, Syarqawi ala al-tahrir, Qalyubi/Mahalli, Fathu al-wahhab dengan syarahnya, Tuhfah, Targhib

(7)

al-musytaq, Qawanin Syar‟iyyah li as-Sayyid bin Yahya, Qawanin

Syar’iyyah li as-Sayyid Sadaqah Dachlan, Syamsuri fi al-Faraidl, Bughyatu al-Musytarsyidin, Alfiqu ala Madzahib al-Arba’ah dan Mughni al-Muhtaj. Dengan menunjuk 13 buah kitab ini yang dianjurkan maka langkah kearah kepastian hukum semakin nyata.

ketika periode yang terakhir yaitu tahun 1985 hingga sekarang, yang mana periode ini dimulai sejak ditandatangani Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama RI. Tentang Penunjukan Pelaksana Proyek Pembangunan Hukum Islam Melalui Yurisprudensi No. 07/KMA/1985 dan No. 25 Tahun 1985 tanggal 25 Maret 1985 di Yogyakarta yang mana setelah ini dirancang sebuah gagasan tentang hukum Islam yang dijadikan sebagai sebuah hukum yang tertulis. Karena selama pembinaan teknis yustisial peradilan agama oleh Mahkamah Agung, terasa adanya beberapa kelemahan antara lain soal hukum Islam yang diterapkan di lingkungan peradilan agama, yang cenderung simpang siur disebabkan oleh perbedaan pendapat ulama dalam hampir setiap persoalan.

Untuk mengatasi hal ini diperlukan adanya satu buku hukum yang menghimpun semua hukum terapan yang dijadikan pedoman oleh para hakim dalam melaksanakan tugasnya, sehingga terjamin adanya kesatuan dan kepastian hukum. Dan setelah disusunnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara utuh, dan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden tahun

(8)

1991 Hal Kompilasi Hukum Islam maka sejak saat itu KHI menjadi sebuah kepastian hukum yang tertulis.

Penjelasan yang diatur dalam KHI terdapat tiga buku yaitu buku I tentang hukum perkawinan, buku II tentang hukum kewarisan dan buku III tentang hukum perwakafan. Dan dalam KHI buku II hukum kewarisan terdiri dari VI Bab dan 44 Pasal. Yang rinciannya sebagai berikut:

1. Bab I Ketentuan Umum, terdiri dari 1 Pasal yaitu Pasal 171 (9 poin)

2. Bab II Ahli Waris, terdiri dari 4 Pasal yaitu Pasal 172, 173 (2 poin), 174 (2 ayat, ayat (1) terdiri dari 2 poin) dan 175 (terdiri dari 2 ayat, ayat (1) terdiri dari 2 poin)

3. 3. Bab III Besarnya Bagian, terdiri dari 16 Pasal yaitu Pasal 176, 177, 178 (terdiri dari 2 ayat), 179, 180, 181, 182, 183, 184, 185 (terdiri dari 2 ayat), 186, 187 (terdiri dari 2 ayat, ayat (1) terdiri dari 2 poin), 188, 189 (terdiri dari 2 ayat), 190, dan 191

4. Bab IV Aul dan Rad terdir dari 2 Pasal yaitu Pasal 192 dan 193,

5. Bab V Wasiat terdiri dari 16 Pasal yaitu Pasal 194 (terdiri dari 3 ayat), 195 (terdiri dari 4 ayat), 196, 197 (terdiri dari 3 ayat, ayat (1) terdiri dari 4 poin dan ayat (2) terdiri dari 3 poin), 198, 199 (terdiri dari 4 ayat), 200,201,202, 203 (terdiri dari 4 ayat), 204 (terdiri dari 3 ayat), 205, 206, 207, 208, dan 209

(9)

(terdiri dari 2 ayat)

6. Bab VI Hibah, terdiri dari 5 Pasal, yaitu Pasal 210 (terdiri dari 2 ayat), 211, 212, 213, dan 214.

Semangat penyusunan KHI ini didasari beberapa hal, yaitu: upaya pemenuhan kebutuhan hukum Islam yang tertulis bagi peradilan agama, selain itu agar keputusan yang ditetapkan Pengadilan Agama tidak menjadi simpang siur karena dasar penetapan yang berbeda-beda, dan juga karena kebutuhan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, yang membutuhkan sebuah peraturan hukum Islam yang diakui oleh Negara.

Untuk memahami adanya pergeseran pemikiran dalam fiqih Islam atau hukum Islam, khususnya di bidang Hukum Kewarisan Islam, perlu diingat adanya perbedaan antara pengertian fiqih di satu sisi, dan pengertian syariah di sisi yang lain. Syariah adanya dalam AlQuran dan Alhadits, karena itu Syariah Islam tidak berubah sepanjang zaman. Pemahaman seorang terhadap AlQuran dan Alhadits, pemahaman manusia Muslim terhadap syariah itulah yang disebut fiqih (yang secara bahasa berarti: faham) yang tentu saja berkembang sesuai kemajuan pemikiran seorang Muslim, itu sendiri. Bagaimanapun juga seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum perkawinan, hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan dan hukum kewarisan memegang peranan yang sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dari seluruh hukum, maka hukum perkawinan dan

(10)

kewarisanlah yang menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat. Akan tetapi hal itu sangatlah sulit untuk diterapkan mengingat bahwa hukum Islam yang berlaku itu tidak tertulis yang berakibat bahwa hal itu tidak dapat di terapkan dalam suatu aturan negara, sehingga muncullah gagasan untuk melegalkan hukum Islam.6

Dalam perkembangan hukum Islam di Indonesia selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang salah satunya memuat tentang waris yakni buku II yang memuat suatu hukum kewarisan nasional. Meskipun dalam proses pembuatannya diilhami oleh salah satu tokoh bilateral yakni Hazairin. Eksistensi Peradilan Agama diakui dengan hadirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang kemudian menjadikan KHI sebagai kitab yang merupakan himpunan atau rangkaian kitab Fiqih, serta bahan-bahan lainnya untuk dijadikan hukum materil PA dalam meyelesaikan masalah perkawinan, kewarisan dan wakaf.7

Dalam rangka legislasi, upaya menjadikan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai hukum posistif, semula memang direncanakan agar dapat memperoleh payung hukum paling tidak berupa Peraturan Pemerintah (PP), tetapi ternyata harapan tersebut tidak tercapai. Peraturan Pemerintah yang diharap, hanya Inpres yang didapat. KHI hanya dianggap sebagai dokumen yuridis, bukan sebagai hukum positif. Hanya karena ingat asas, apa yang tidak tercapai keseluruhannya, tidak perlu ditinggalkan

6 Mukti Arto, Hukum Waris Bilateral Dalam KHI, (Solo: Balqis Queen, 2009), hal. 9-10 dan 24 7 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademi Pressindo, 1992), hal.

(11)

semuanya, maka Inpres (Instruksi Presiders) sebagai dasar hukum KHI,diterima dengan lapang dada, tanpa mengurangi semangat penegakannya.

Sebagaimana diketahui bahwa suatu hukum dapat disebut berlaku secara efektif jika hukum itu bukan saja berlaku secara yuridis formil, tetapi juga berlaku secara filosofis dan sosiologis. Suatu hukum disebut berlaku secara yuridis jika kaidah hukum itu keberlakuannya didasarkan pada suatu aturan yang lebih tinggi tingkatannya, atau terbentuk menurut cara atau aturan yang telah ditetapkan, atau apabila kaidah hukum itu menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya. Suatu hukum dipandang berlaku secara sosiologis jika kaidah itu berlaku efektif dalam masyarakat dalam arti dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa (teori kekuasaan) atau kaidah hukum itu berlakunya diakui dan diterima oleh masyarakat (teori pengakuan). Selanjutnya, hukum dipandang berlaku secara filosofis apabila kaidah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita masyarakat tentang hukum, sebagai nilai positif yang tertinggi.8

KHI sebagai suatu aturan hukum, meskipun secara yuridis normatif, payung hukumnya hanya Inpres, yang menurut tata perundang-undangan dapat diperdebatkan, Namun secara sosiologis, KHI tetap menjadi rujukan para hakim Peradilan Agama. Dalam melaksanakan

8 http://risnaldi-sbkr.blogspot.com/2010/11/keberlakuan-kaidah-hukum.html, download tanggal 19

(12)

tugas yudisialnya dalam masyarakat, khususnya para pencari keadilan (justisiabelen) dapat menerimanya. Pedoman Teknis Administrasi dan Taknis Peradilan Agama yang di lingkungan Badan Peradilan Agama dikenal sebagai buku II Hijau yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung RI, sebagai pedoman pelaksanaan tugas dan administrasi, sampai pada Edisi Tahun 2009, masih tetap mencantumkan KHI, disamping Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) sebagai salah satu hukum materil Badan Peradilan Agama.

KHI pada hakikatnya adalah kumpulan peraturan fiqih Islam di bidang hukum perkawinan, kewarisan, perwakafan, hibah dan wasiat yang diperjuangkan untuk menjadi hukum positif, merupakan aturan yang menjadi bagian dari pandangan hidup rakyat Indonesia yang beragarna Islam, yang menjadi penduduk mayoritas di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Artinya, hukum-hukum yang tertuang dalam KHI tersebut adalah cerminan dari filosofi hidup mayoritas rakyat Indonesia.

Dari kenyataan-kenyataan dan pemikiran di atas, dapatlah kita katakan bahwa, meskipun secara normatif payung hukum KHI relatif lemah, namun keberlakuan KHI secara sosiologis dan filosofis cukup kuat. Selanjutnya, sebagaimana disebutkan dalam konsideran Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun1991 yang menjadi landasan hukum KHI, dan juga dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 154 Tahun 1991 yang menindak lanjuti isi Instruksi Presiden tersebut, KHI diharapkan agar menjadi pedoman bagi instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukannya dalam

(13)

menyelesaikan masalah-masalah di bidang hukum perkawinan, kewarisan dan perwakafan Ini berarti bahwa pejabat-pejabat dari instansi pemerintah dan masyarakat, perlu mengetahui dan memahami isi KHI tersebut atau dalam ungkapan yang berbeda, KHI perlu disosialisasikan, baik kepada instansi pemerintah maupun kepada masyarakat. Dari uraian diatas, ada permasalahan yang kita temukan adanya perubahan dari faraid menjadi suatu hukum tertulis yakni KHI, dan juga apakah dalam KHI tersebut benar-benar merupakan sebuah aplikasi untuk menjadikan kepastian hukum waris Islam di Indonesia secara tertulis. Karena secara sosio historisnya terbentuknya KHI ini adalah untuk dijadikan panduan bagi hakirn di Pengadilan Agana. Karenanya penulis ingin mengangkat permasalahan tersebut dengan judul “Pembaharuan Hukum Waris Islam di Indonesia" (Telaah Sosio Historis Perubahan Waris Islam Menuju Waris KHI)

B. Rumusan masalah

1. Apa faktor dan tujuan perubahan hukum waris dari waris Islam menjadi KHI?

2. Bagaimana telaah sosio historis pembaharuan hukum islam menuju KHI?

C. Tujuan pembahasan

Tujuan pokok laporan hasil penelitian adalah untuk mempertanggung jawabkan kegiatan penelitian yang telah dilakukan dan menyebarluaskan hasil penelitian kepada pihak lain. Oleh sebab itu

(14)

laporan hasil penelitian perlu disusun secara jelas dan lengkap, serta mengikuti rambu-rambu yang berlaku, agar mudah diterima oleh pembaca. Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi perubahan hukum waris dari faraid menjadi KHI.

1. Untuk mengetahui faktor dan tujuan dari perubahan-waris islam menuju KHI.

2. Untuk mengetahui sosio historis dari pembaharuan hukum islam.

D. Batasan masalah

Batasan masalah yang akan penulis uraikan berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka agar penelitian lebih terarah pokok bahasan dalam penelitian ini adalah pembaharuan waris faraid ke arah legal waris Indonesia yang terfokuskan pada kejadian atau gagasan yang mempengaruhi proses pembuatan KHI itu sendiri dan faktor penyebab pelegalan KHI sebagai sumber kekuatan dalam peradilan agama dan pilar peradilan agama dalam penerapan suatu hukum dengan menyamakan persepsi penerapan hukum di seluruh peradilan agama dan juga yang terutama dari pengaruh aliran madzhab empat yang notabenenya adalah backgroung orang-orang Sunni atau dalam bahasa Hazairin disebut patrilineal,dan juga pengaruh gagasan dari Hazairin yang biasanya disebut dengan bilateral kemudian tentang pengaruh gagasan dari Siti Musdah Mulia yang melibatkan banyak cendikian Muslim modern dengan pola pikir persamaan hak laki-laki dan perempuan dalam setiap hukum.

(15)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan kontribusi yang positif baik secara teoretis maupun praktis sebagaimana, berikut:

1. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam hal khazanah pemikiran tentang kewarisan khususnya dalam hal waris

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi pertimbangan sosiologis bagi masyarakat dan para ulama, dan diharapkan dapat memberikan wacana keilmuan atau wawasan pengetahuan bagi ahli hukum maupun masyarakat umum.

F. Definisi Operasional

Dalam hal ini perlu diketahui supaya permasalahan yang dikaji tidak terjadi perbedaan persepsi maka penulis memberikan definisi operasional, dalam hal ini agar mempermudah pokok kajian yang diteliti, untuk itu penulis memberikan beberapa kata yang perlu digunakan yakni: Pembaharuan Hukum Waris Islam di Indonesia (Telaah Sosio Historis Perubahan Waris Islam (Faraid) Menuju Waris KHI):

1. Pembaharuan: yang dimaksud dalam hal ini adalah proses sejarah status hukum dari sistem hukum tauhid/agama menjadi suatu hukum pemerintahan/qonun

2. Hukum waris Islam: yakni mengenai hukum waris secara fiqihiyah, atau himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur

(16)

tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi harus peninggalan dari orang yang meninggal dunia bagaimana kedudukan ahli waris, berapa perolehan masing-masing secara adil dan sempurna sesuai dengan ketentuan syara'.9

3. KHI: kompilasi hukum Islam Instruksi Presider Nomor 1 Tahun1991

4. Sosio historis: sejarah sosial

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan merupakan rangkaian urutan dari beberapa uraian sistem pembahasan dalam suatu tulisan ilmiah. Dalam kaitannya dengan penelitian ini secara keseluruhan terdiri lima bab, yang disusun secara sisternatis sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan. Dalam bab ini peneliti mendeskripsikan secara umum keseluruhan isi skripsi ini yang terdiri dari later belakang masalah, rumusan masalah, definisi operasional, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

BAB II: Bab ini memuat tinjauan pustaka yakni meguraikan tentang Pengertian warisan, landasan teori dan makna keadilan dan kerangka Konseptual. Dalam bab ini juga akan disinggung mengenai kajian teori yang terfokus pada waris perspektif Islam serta konsep KHI itu sendiri dengan beberapa sumber dari AlQuran maupun Alhadist

9 M.Idris Ramulyo, Hukum kewarisan Islam (studi kasus perbandingan Ajaran Syafii)(penerbit

(17)

BAB III: bab ini memuat paparan dan analisa data. Yang akan membahas langsung mengenai sosio historis perubahan hukum waris Islam menuju KHI dan pengaruh historis tentang model CLD (couter legal drafting) KHI yang mnggagas tentang pembaharuan KHI yang notabenenya masih berlandaskan fiqih klasik ke arah yang lebih real kehidupan saat ini yang berlandaskan gender dan masyarakat social, dan juga akan menyinggung mengenai konsep waris bilateral yang produk hukumnya termodifikasi dalam waris bilateral dan juga mengenai waris lainnya yang cara atau metode dengan gagasan yang berbeda.

BAB IV: Penutup Yang terdiri dari kesimpulan secara menyeluruh dan saran-saran atas pembahasan penelitian ini.

H. Penelitian Terdahulu

Disini penulis menemukan penelitian tentang waris Islam, namun penelitian terdahulu berbeda dengan apa yang hendak penulis teliti kali ini. Dalam skripsinya yang berjudul: HUKUM KEWARISAN ISLAM DI INDONESIA (Analisis Terhadap Buku II Kompilasi Hukum Islam) oleh Ratu Haika yang obyek penelitiannya tentang Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia dengan menggunakan metode analisis data yang hasil penelitianya yakni Materi pengaturan hukum kewarisan dalam Buku II KHI di samping memuat hal-hal baru dalam pewarisan Islam juga terdapat kekurangan dan tampak masih banyak yang belum jelas, sehingga masih perlu disempurnakan. Namun demikian, ketentuan muatan hukum kewarisan sebagai bagian dari fiqih Indonesia yang juga berdimensi qanun

(18)

(hukum positif) bagi negara Indonesia perlu dipertahankan dan dikembangkan untuk diterapkan. Terutama bagi instansi terkait dan masyarakat yang memerlukannya. Hal ini sangat penting untuk mengisi kekosongan hukum yang selama ini dibutuhkan oleh masyarakat Muslim Indonesia.

Dari hasil dan metode penelitian tersebut sangat berbeda dengan apa yang akan diteliti oleh penulis, karena yang akan diteliti oleh penulis yaitu faktor perubahan dari hukum Islam menjadi waris Islam dalam KHI.

I. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti lakukan adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder atau bahan-bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Sebagai ilmu normatif, ilmu hukum memiliki cara kerja yang khas sui generis.10 Penelitian ini merupakan penelitian hukum (penelitian yuridis) yang memiliki suatu metode yang berbeda dengan penelitian lainnya. Metode penelitian hukum merupakan suatu cara yang sistematis

10 Sui generis dalam peristilahan hukum adalah ilmu hukum merupakan ilmu jenis sendiri dalam

(19)

dalam melakukan sebuah penelitian.11 Agar tidak terjebak pada kesalahan yang umumnya terjadi dalam sebuah penelitian hukum dengan memaksakan penggunaan format penelitian empiris dalam ilmu sosial terhadap penelitian normatif (penelitian yuridis normatif), maka penting sekali mengetahui dan menentukan jenis penelitian sebagai salah satu komponen dalam metode penelitian. Sebab ketepatan dalam metode penelitian akan sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil suatu penelitian hukum.

Dalam penelitian karya ilmiah dapat menggunakan salah satu dari tiga bagian grand method yaitu library research, ialah karya ilmiah yang didasarkan pada literatur atau pustaka; field research, yaitu penelitian yang didasarkan pada penelitian lapangan; dan bibliographic research, yaitu penelitian yang memfokuskan pada gagasan yang terkandung dalam teori.

Berdasarkan pada subyek studi dan jenis masalah yang ada, maka dari tiga jenis grand method yang telah disebutkan, dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian library research atau penelitian kepustakaan. Jenis penelitian ini harus didukung oleh data yang diperoleh dari sumber pustaka yang dapat berupa jurnal penelitian, skripsi, laporan penelitian, buku teks, makalah, laporan seminar, diskusi ilmiah, atau terbitan-terbitan resmi pemerintah dan lembaga-lembaga lain.

11 Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya

(20)

bahan pustaka tersebut harus dibahas secara kritis dan mendalam dalam rangka mendukung gagasan dan proposisi untuk menghasilkan kesimpulan dan saran. Mengenai penelitian semacam ini lazimnya juga disebut “Legal Research” atau “Legal Research Instruction”.12

Penelitian hukum semacam ini tidak mengenal penelitian lapangan (field research) karena yang diteliti adalah bahan-bahan hukum sehingga dapat dikatakan sebagai library based, focusing on reading and analysis of the primary and secondary materials.13

J. Pendekatan Penelitian

Perlu diketahui bahwa Pendekatan penelitian adalah metode atau cara mengadakan penelitian14. Dari ungkapan konsep tersebut jelas bahwa yang dikehendaki adalah suatu informasi dalam bentuk deskripsi dan menghendaki makna yang berada di balik bahan hukum, karena itu penelitian ini lebih sesuai jika menggunakan pendekatan kualitatif. Karena pendekatan kualitatif digunakan apabila data-data yang dibutuhkan berupa sebaran-sebaran informasi yang dapat dijadikan suatu data penunjang dalam penelitian. Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan pendekatan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa

12 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Tinjauan Singkat (Jakarata:

Rajawali Pers, 2006), hal. 23

13 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif ( Malang: Bayumedia

Publishing, 2006), hal. 46.

14 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rieneka Cipta,

(21)

kata ataupun tulisan.15

Sesuai dengan jenis penelitiannnya yakni penelitian kualitatif, maka Pendekatan kualitatif yang akan dipakai dapat digunakan lebih dari satu pendekatan.16 Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan proses legalisasi hukum dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Pendekatan perbandingan ini dilakukan untuk melihat bagaimana antara satu hukum yang mengatur ketentuan yang serupa namun tidak searah dengan hukum lainnya, sehingga nantinya akan ditemukan sebuah titik temu baik kesamaan maupun perbedaan yang akan sangat membantu dalam proses analisis.

K. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori baru. Dalam penelitian ini, penulis mendeskripsikan tentang pembaharuan hukum waris Islam di Indonesia

L. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan,

15 Lexi j. moelong. Metodologi penelitian kualitatif, (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002),

hal. 3

16

(22)

melainkan diperoleh dari studi kepustakaan berbagai buku, arsip, dokumen, peraturan perundang-undangan, hasil penelitian ilmiah dan bahan-bahan kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang telah diteliti.

M. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam hal ini adalah norma atau kaidah dasar peraturan perundang-undangan, yakni Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil karya ilmiah para sarjana, hasil penelitian, buku-buku, majalah, internet, dan makalah.

3. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder yang berupa Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Arab Indonesia dan lainnya.

N. Teknik Pengumpulan Data

Suatu penelitian membutuhkan data yang lengkap dan memiliki nilai validitas yang cukup tinggi. Untuk mengumpulkan data tersebut, maka perlu dilakukan dengan cara atau dengan teknik tertentu. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini

(23)

adalah studi dokumen atau bahan pustaka. Studi dokumen atau bahan pustaka ini penulis lakukan dengan usaha-usaha pengumpulan data terkait dengan pembaharuan hukum waris Islam di Indonesia dengan telaaah kajian historis waris dengan cara mengunjungi perpustakaan-perpustakaan, membaca, mengkaji, dan mempelajari buku-buku, literatur, artikel, majalah, koran, karangan ilmiah, makalah dan sebagainya yang berkaitan erat dengan hak dan kewajiban dalam menerima waris.

O. Metode Pengolahan data

Dalam penelitian ini digunakan pengolahan bahan hukum dengan cara editing, yaitu pemeriksaan kembali bahan hukum yang diperoleh terutama dari kelengkapannya, kejelasan makna, kesesuaian, serta relevansinya dengan kelompok yang lain.17 Setelah melakukan editing, langkah selanjutnya adalah coding yaitu memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber bahan hukum ( literatur, undang-undang,atau dokumen), pemegang hak cipta (nama penulis, tahun penerbitan) dan urutan rumusan masalah.

Selanjutnya adalah rekonstruksi bahan (reconstructing) yaitu menyusun ulang bahan hukum secara teratur, berurutan, logis, sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan. Dan langkah terakhir adalah sistematis bahan hukum (systematizing) yakni menempatkan bahan hukum berurutan menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan

17 Saifullah, Konsep Dasar Metode Penelitian Dalam Proposal Skripsi (Hand Out, Fakultas

(24)

masalah.18

P. Analisis Data

Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti disarankan oleh data.

Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil. Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian.

Q. Metode Analisis Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, setelah bahan hukum terkumpul maka bahan hukum tersebut dianalisis untuk mendapatkan konklusi (kesimpulan), bentuk dalam teknik analisis bahan hukum adalah Content Theory. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa dalam penelitian normatif tidak diperlukan data lapangan untuk kemudian dilakukan analisis terhadap sesuatu yang ada di balik data tersebut. Dalam penelitian normatif yuridis sasarannya adalah pengetahuan isi yang sesungguhnya

18

(25)

dari ketentuan suatu hukum positif. Kegiatan ilmiah yang diperlukan adalah memahami konsep-konsep dengan latar belakang asas hukum yang melandasinya. Untuk itu digunakan content theory yakni penggunaan teori-teori untuk membedah sesuatu di balik ketentuan hukum positif, bahkan bukan tidak mungkin untuk menarik konsep dari ilmu lain untuk digunakan, sebagaimana Dworkin secara eksplisit memaknai bahwa content theory dapat juga merupakan hasil derivasi para teoritikus hukum yang lain.19

19

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan Surat Penawaran Saudara pada Paket Pekerjaan Pengadaan Bahan Bangunan di Kecamatan Sei Menggaris pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Pada sistem penilaian pembelajaran matematika berbasis kompetensi dibahas pula tentang sistem penilaian berbasis kompetensi dasar, penilaian proses dan hasil pembelajaran,

Sehubungan hal itu perlu dilakukan penelitian ini dengan tujuan mengkaji dosis substitusi azolla dalam pakan komersil sebagai pakan yang memberikan nilai tinggi

Berdasarkan hasil penelitian efektivitas penambahan kotoran sapi pada limbah cair tahu sebagai bahan baku pembuatan biogas, maka selanjutnya akan dilakukan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian urea pada dosis 4% memberikan pengaruh terbaik terhadap kandungan bahan kering, serat kasar dan protein kasar

Dengan menggunakan teknik tes dan teknik nontes ditemukan hasil penelitian (1) kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara dalam bahasa Jawa menggunakan model

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam