• Tidak ada hasil yang ditemukan

CAMPUR KODE GURU SD NEGERI 01 AMPANG PADANG SAAT PROSES BELAJAR MENGAJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CAMPUR KODE GURU SD NEGERI 01 AMPANG PADANG SAAT PROSES BELAJAR MENGAJAR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

CAMPUR KODE GURU SD NEGERI 01 AMPANG PADANG SAAT PROSES BELAJAR MENGAJAR

Dian Shaumia

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Mahaputra Muhammad Yamin Solok

dianshaumia@gmail.com Abstract

Communication event is an event that is very diverse. Communication is an event of delivering a message from the communicator (the sender) to the communicant (recipient of the message). In order for the message to get to the communicant, a communicator should use a language understood by the communicant. When a communicator using a language that is not understood by the communicant, the message delivered by the communicator will not be until the communicant. In this case the language as a communication tool has a very important role. Not only turnover occurred in the language of communication events, but the mixing of the two languages also often occur. Mixing is done because the language between the speakers and your opponent has a mastery of the same speech in two languages. People often do not realize when they did not mix code. Similarly, code switching, code-mixing was often used in movie dialogue. Mixed code is also often used in school by a teacher when describing the subject matter. Mixed code used by a teacher in the learning process because of the sheer so that students know and understand about the subject matter. Therefore, it is important to know what kind of code-mixing is done by a teacher at SDN 01 Ampang. The results obtained that code-mixing has been done 01 primary school teachers can Ampang berdampah to kebahaman students of the subject matter even more students to feel comfortable and relaxed with their mix of code that teachers do to surprise the students' minds. Mixed code should also be done when the teacher nearly saturated students receive lessons so that students can re-focus with their inserts Regional language, English, slang even though in formal situations using standard language.

Key Words: code-mixing, the learning process

PENDAHULUAN

Peristiwa komunikasi

merupakan peristiwa yang dialami oleh setiap orang dengan berbagai

bahasa. Peristiwa komunikasi

merupakan suatu peristiwa yang

sangat majemuk. Komunikasi

merupakan peristiwa penyampaian pesan dari komunikator (pengirim pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Agar pesan tersebut sampai

(2)

komunikator harus menggunakan bahasa yang juga dipahami oleh

komunikan.Ketika seorang

komunikator menggunakan bahasa yang tidak dipahami oleh komunikan maka pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak akan sampai pada komunikan. Dalam hal ini bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting.

Namun, tidak semua penutur dan lawan tutur memiliki penguasaan bahasa yang sama. Sering sekali terjadi penutur harus berganti bahasa ketika akan berbicara dengan lawan

tuturnya yang tidak menguasai

bahasa penutur. Peralihan bahasa inilah yang disebut dengan alih kode. Peristiwa alih kode sering kali terjadi pada komunikasi dalam masyarakat Indonesia begitu juga dengan campur kode. Peristiwa alih kode dan campur kode tersebut bisa terjadi di pasar, di sekolah, di kampus, di kantor, bahkan alih kode sering digunakan

dalam dialog film. Hal ini

dikarenakan kemajemukan bahasa yang ada di Indonesia. Bahkan masih banyak lagi penyebab terjadinya alih kode.

Tidak hanya pergantian

bahasa saja yang terjadi dalam

peristiwa komunikasi, tetapi

pencampuran antara dua bahasa pun sering kali terjadi. Pencampuran bahasa ini dilakukan karena antara penutur dan lawan tutur memiliki penguasan yang sama pada dua bahasa. Masyarakat sering kali tidak sadar ketika mereka melakukan campur kode. Sama halnya dengan alih kode, campur kode pun sering kali digunakan pada dialog film.

Campur kode juga sering digunakan di sekolah oleh seorang

guru saat menjelaskan materi

pelajaran. Campur kode digunakan oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar karena semata-mata agar siswa paham dan mengerti tentang materi pelajaran. Maka dari

itu, penting mengetahui seperti

apakah campur kode yang dilakukan oleh seorang guru di SD Negeri 01 Ampang. Berdasarkan latar belakang

tersebut, maka penelitian yang

dilakukan di SD Negeri 01 Ampang

bertujuan untuk medeskripsikan

campur kode guru SD Negeri 01

Ampang saat proses belajar

(3)

Istilah kode dipakai untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarki kebahasaan, sehingga selain kode yang mengacu kepada bahasa (seperti bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Indonesia), juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti varian

regional (bahasa Jawa dialek

Banyuwas, Jogja-Solo, Surabaya), juga varian kelas sosial disebut dialek sosial atau sosiolek (bahasa Jawa halus dan kasar), varian ragam dan gaya dirangkum dalam laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat,

atau gaya santai), dan varian

kegunaan atau register (bahasa

pidato, bahasa doa, dan bahasa lawak).Kenyataan seperti di atas

menunjukkan bahwa hierarki

kebahasaan dimulai dari

bahasa/language pada level paling atas disusul dengan kode yang terdiri atas varian, ragam, gaya, dan register.

a. Campur Kode

Campur kode (code-mixing)

terjadi apabila seorang penutur

menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya.

Hal ini biasanya berhubungan

dengan karakteristk penutur, seperti

latar belakang sosil, tingkat

pendidikan, rasa keagamaan.

Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal.

Namun bisa terjadi karena

keterbatasan bahasa, ungkapan dalam

bahasa tersebut tidak ada

padanannya, sehingga ada

keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk

juga konvergense kebahasaan

(linguistic convergence). Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Campur kode ke dalam

(innercode-mixing): Campur

kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya.

2. Campur kode ke luar (outer

code-mixing): campur kode yang

berasal dari bahasa asing.

Latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua, yaitu

1. sikap (attitudinal type) latar

belakang sikap penutur.

2. Kebahasaan (linguistik type) latar

belakang keterbatasan bahasa,

sehingga ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan

(4)

keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan.

Dengan demikian, campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Beberapa wujud campur kode:

a. penyisipan kata,

b. menyisipan frasa,

c. penyisipan klausa,

d. penyisipan ungkapan atau idiom,

dan

e. penyisipan bentuk baster

(gabungan pembentukan asli dan asing.

b. Faktor Penyebab Campur Kode Campur kode tidak muncul karena tuntutan situasi, tetapi ada hal lain yang menjadi faktor terjadinya campur kode itu. Pada penjelasan sbelumnya telah dibahas menganai ciri-ciri peristiwa campur kode,yaitu tidak dituntut oleh situasi dan

konteks pembicaraan, adanya

ketergantungan bahasa yang

mengutamakan peran dan fungsi kebahasaan yang biasanya terjadi pada situasi yang santai. Berdasarkan

hal tersebut, Suwito (1983)

memaparkan beberapa faktor yang

melatarbelakangi terjadinya campur kode yaitu sebagai berikut.

1. Faktor peran. Yang termasuk

peran adalah status sosial,

pendidikan, serta golongan dari peserta bicara atau penutur bahasa tersebut.

2. Faktor ragam. Ragam ditentukan

oleh bahasa yang digunakan oeh penutur pada waktu melakukan

campur kode, yang akan

menempat pada hirarki status sosial.

3. Faktor keinginan untuk

menjelaskan dan menafsirkan.

Yang termasuk faktor ini adalah tampak pada peristiwa campur kode yang menandai sikap dan hubungan penutur terhadap orang lain, dan hubungan orang lain terhadapnya.

Jendra (1991: 134-135)

mengatakan bahwa “setiap peristiwa

wicara (speech event) yang mungkin

terjadi atas beberapa tindak tutur (speech act) akan melibatkan unsur: pembicara dan pembicara lainnya (penutur dan petutur), media bahasa

yang digunakan, dan tujuan

pembicaraan”. Lebih lanjut, Jendra (1991) menjelaskan bahwa ketiga

(5)

faktor penyebab itu dapat dibagi lagi

menjadi dua bagian pokok,

umpamanya peserta pembicaraan dapat disempitkan menjadi penutur, sedangkan dua faktor yang lain (factor media bahasa yang digunakan dan faktor tujuan pembicaraan) dapat

disempit lagi menjadi faktor

kebahasaan.

1. Faktor Penutur. Pembicara

kadang-kadang sengaja

bercampur kode terhadap mitra bahasa karena dia mempunyai

maksud dan tujuan tertentu.

Pembicara kadang-kadang

melakukan campur kode antara bahasa yang satu ke bahasa yang

lain karena kebiasaan dan

kesantaian.

Contoh: “Ok, kita harus stand by

2. Faktor Bahasa. Dalam proses

belajar mengajar media yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa lisan. Penutur

dalam pemakaian bahasanya

sering mencampurkannya

bahasanya denan bahasa lain sehingga terjadi campur kode. Umpamanya hal itu ditempuh dengan jalan menjelaskan atau mengamati istilah-istilah

(kata-kata) yang sulit dipahami dengan istilah-istilah atau kata-kata dari bahasa daerah maupun Bahasa

Asing sehingga dapat lebih

dipahami. Contoh: Kita harus

enjoy dalam bekerja

Uraian tentang faktor-faktor

penyebab terjadinya campur kode yang dipaparkan di atas sangat terkait dengan penelitian yang

dilakukan. Keterkaitan ini

disebabkan oleh adanya alasan atau pertimbangan dari peserta rapat Senat Mahasiswa Fakultas

Bahasa dan Seni melakukan

campur kode bahasa Indonesia ke dalam bahasa Bali, campur kode bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris, campur kode bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jepang dalam proses rapat.

c. Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode

Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazin terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih. Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi dengan

(6)

masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab tertentu sedangkan campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang terlibat dalam

penggunaan bahasa tersebut

hanyalah berupa serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode. Unsur bahasa lain hanya disisipkan pada kode utama atau kode dasar. Sebagai contoh penutur menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur menyisipkan unsur bahasa Jawa, sehingga tercipta bahasa Indonesia kejawa-jawaan. Thelander mebedakan alih kode dan campur kode dengan apabila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain disebut sebagai alih kode. Tetapi apabila dalam suatu periswa tutur klausa atau frasa yang digunakan terdiri atas kalusa atau

frasa campuran (hybrid

cluases/hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak

lagi mendukung fungsinya sendiri disebut sebagai campur kode.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini

menggunakan deskriptif kualitaif. Pada hakikatnya penelitian deskriptif kualitaif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek dengan tujan membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akutat mengenai fakta-fakta yang diselidiki. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa saja yang terjadi saat ini. Artinya

penelitian ini mendeskripsikan,

mencatat, menganalisis dan

menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi. Dengan kata lain penelitan deskriptif kualitatif ini

bertujuan untuk memperoleh

informasi keadaan yang ada. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di SD Negeri 01 Ampang tentang campur kode yang dilakukan guru saat proses

belajar mengajar, maka dapat

beberapa kata dan kalimat yang telah ditemukan seperti:

(7)

“Sudah siap untuk baraja” “Sebelum pelajaran dimulai,

tolong andokkan hal-hal nan indak

paralu sehingga dalam belajar lebih fokus”

Dari kedua contoh tersebut, maka dapat diketahui bahwa campur kode yang dilakukan oleh seorang guru yaitu menggunakan bahasa

Indonesia dan bahasa Minang.

Dalam kata “baraja” bahasa Minang = “belajar” bahasa Indonesia. Serta kalimat kedua “andokkan hal-hal nan indak paralu” bahasa Minang = “simpanlah hal-hal yang tidak perlu”

bahasa Indonesia. Kedua kata

tersebut diucapkan guru saat proses

belajar mengajar pada tahap

pendahuluan atau membuka

pelajaran.

Pada tahap inti dalam proses belajar mengajar, guru mengeluarkan kata-kata atau kalimat campur kode seperti:

“Anak-anak Ibu, lai jaleh

“Semuanya ready?”

“Apakah masih ada yang alun

paham

“Dari tadi berbicara saja, lai

mangarati apa yang telah ibu

jelaskan sebelumnya”

Dari beberapa contoh

tersebut, maka dapat diketahui

bahwa campur kode yang dilakukan

oleh seorang guru yaitu

menggunakan bahasa Indonesia,

bahasa Minang, bahasa Inggris, dan

bahasa Daerah. Dalam kata

“pahimtum” bahasa Daerah

bermaknya “paham/mengerti” dalam bahasa Indonesia. Serta kata kedua “ready” bahasa Inggris bermakna

“siap/selesai” dalam bahasa

Indonesia. Kata yang ketiga “alun paham” bahasa Minang bermakna “belum mengerti” dalam bahasa Indonesia. Kata keempat yaitu “lai mangarati” dalam bahasa Minang bermakna “apakah sudah paham” dalam bahasa Indonesia. Maka, dapat dijelaskan bahwa seorang guru dalam

proses belajar mengajar juga

mencampur bahasanya dengan

bahasa selain bahasa Indonesia

dengan tujuan agar siswa lebih paham atau mengerti.

Adapun pada tahap penutup

pelajaran, campur kode yang

dilakukan guru adalah sebagai

berikut.

“demikianlah pelajaran hari

(8)

pelajaran mari kita ucapkan hamdalah”

“jangan lupa mengerjakan PR

di rumah dan dikumpuaan minggu

depan”

Dari kedua contoh tersebut, maka dapat diketahui bahwa campur kode yang dilakukan oleh seorang guru yaitu menggunakan bahasa

Indonesia, bahasa Inggris, dan

bahasa Minang. Dalam kata “see u

next week” bermakna “sampai

jumpa minggu depan” dalam bahasa

Indonesia. Serta kalimat kedua

“dikumpuaan” bahasa Minang

bermakna “dikumpulkan/diserahkan” dalam bahasa Indonesia. Kedua kata tersebut diucapkan guru saat proses belajar mengajar pada tahap penutup pelajaran.

Berdasarkan proses belajar mengajar yang dilakukan guru SD Negeri 01 Ampang , maka guru menggunakan campur kode dalam

berbagai bahasa seperti bahasa

Minang, bahasa Daerah, dan bahasa Inggris. Semua kalimat campur kode tersebut terlihat pada setiap proses

pembelajaran seperti pembuka

pelajaran, inti pelajaran, dan penutup pelajaran. Oleh sebab itu, dapat

dikatakan bahwa seorang guru tidak terlepas dari campur kode dalam proses belajar mengajar supaya siswanya lebih paham dan mengerti serta proses pembelajaran juga lebih menarik.

PENUTUP Simpulan

Kontak yang intensif antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi yang bilingual/ multilingual seperti dalam masyarakat Indonesia cenderung mengakibatkan timbulnya gejala alih kode (code-switching) dan campur kode (code-mixing). Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Campur kode dapat terjadi tanpa adanya sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut adanya pencampuran bahasa, tetapi

dapat juga disebabkan faktor

kesantaian, kebiasaan atau tidak adanya padanan yang tepat.

Dalam suatu peristiwa tutur, campur kode terjadi karena beberapa faktor yaitu: (1) penutur dan pribadi

(9)

penutur, (2) mitra penutur,(3) hadirnya penutur ketiga, (4) tempat dan waktu tuturan berlangsung, (5) modus pembicaraan, dan (6) topik pembicaraan. Campur kode memiliki

fungsi terkait dengan tujuan

berkomunikasi. Dalam kegiatan

komunikasi pada masyarakat

multilingual, campur kode pada umumnya dilakukan antara lain untuk tujuan: (1) mengakrabkan suasana, (2) menghormati lawan

bicara, (3) meyakinkan topik

pembicaraan, (4) menyajikan humor

untuk menghibur, dan (5)

menimbulkan gaya atau gengsi penutur.

Campur kode yang telah dilakukan guru SD Negeri 01 Ampang dapat berdampah kepada kebahaman siswa terhadap materi pelajaran bahkan siswa lebih merasa nyaman dan santai dengan adanya campur kode yang dilakukan guru untuk mengejutkan pikiran siswa.

Campur kode juga sebaiknya

dilakukan guru saat siswa hampir jenuh menerima pelajaran sehingga siswa dapat kembali fokus dengan

adanya sisipan bahasa Daerah,

Inggris, bahkan bahasa gaul

meskipun dalam situasi formal

menggunakan bahasa baku. Saran

Campur kode seharusnya

digunakan pada kondisi dan situasi yang tepat. Campur kode seharusnya

hanya digunakan pada situasi

informal saja sementara pada situasi

formal seharusnya menggunakan

bahasa Indonesia yang baku.

DAFTAR RUJUKAN

Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni.

2004. Sosiolinguistik

Perkenalan Awal. Jakarta:

Rineka Cipta.

Herdiansyah, Haris.

2010. Metodologi Penelitian

Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu

Sosial. Jakarta: Salemba

Humanika. http//Agsjatmiko.blogspot.com/.../pe nggunaan-alih-kode-dan-campur-kode (diakses 15 Desember 2015). http//Marcopangngewa.blogspot.com /.../alih-kode-dan-campur-kode (diakses 15 Desember 2015).

Noeng Muhajir. 2003. Metode

Penelitian Kualitatif.

Yogyakarta: Rake Sarasin. Sugiyono, 2008. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Bandung: Alfabeta.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu, untuk pemeriksaan kebiasaan makanan menggunakan metode gravimetrik, pemeriksaan osmoregulasi dilakukan dengan cara

Untuk menentukan apakah uang kertas tersebut asli atau palsu maka ditetapkan sebuah konstanta (up = 12000000 ) nilai dasar kemiripan / matching yang pas dengan uang asli,

• Surat  perintah  tertulis  dari  seorang  eksportir  yang  ditujukan  kepada  importir  atau  agennya  untuk  melakukan  pembayaran  sejumlah  tertentu  dan 

aktivitas antioksidan produk olahan jambu biji merah berupa selai yang dibuat dengan variasi suhu dan waktu pemanasan yang berbeda menggunakan metode penangkap

Utami Dewi (2009) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dalam Pemberitan Kriminal (Analisis Isi Terhadap Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

Penelitian oleh Ismail dkk tahun 2012 terhadap 46 pasien psoriasis vulgaris dan 42 kontrol sehat menunjukkan bahwa visfatin serum meningkat pada kelompok

Pada retinopati hipertensi stadium III dan Barker akan terjadi kerusakan target organ lain dan penurunan visus serta adalah untuk mengetahui gambaran kejadian

konsumenmakanan/minuman dapat mengetahui apakah barang tersebut masih layak dikonsumsi atau tidak hal ini tertera dalam ketentuan Kadaluarsa menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun