• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL TOKOH : GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL TOKOH : GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL TOKOH : GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

Agustin Teras Narang, SH :

“Saya harus menegakkan sanksi-sanksi, pasal-pasal, ayat-ayat dalam Undang-Undang Penataan Ruang ...”

Sekilas Riwayat Hidup Agustin Teras Narang, SH – Gubernur Kalimantan Tengah

Agustin Teras Narang, SH sebelum menduduki kursi Gubernur di Provinsi Kalimantan Tengah, telah melalui perjalanan dan perjuangan yang teramat panjang. Diawali dari keteguhan tekadnya untuk meninggalkan tanah kelahiran, Banjarmasin, setamat SMA Negeri 1 Banjarmasin, tahun 1973.

Jakarta dipilih menjadi kota tempat melanjutkan belajarnya. Universitas Kristen Indonesia menjadi kota tempat penggodokan ilmu hukum bagi Teras Narang muda. Tahun 1979 dinyatakan lulus dari Fakultas Hukum-UKI, segera kiprah sesungguhnya dimulai. Mengawali pengabdiannya sebagai pengacara sejak tahun 1981, diteruskan melanglang di berbagai kantor pengacara di Jakarta sebelum akhirnya tahun 1989 – 1999 mendirikan dan berkarier di Kantor Pengacara A. Teras Narang, SH and Associates.

Tidak cukup puas sampai disitu, semangat perjuangan dan pengabdiannya kepada nusa, bangsa dan negara membawa A. Teras Narang, SH ke Senayan. Tahun 1999 – 2004 duduk sebagai anggota DPR-RI menjabat Ketua Komisi II. Bakat sebagai pimpinan terus terasah dan mendapat penyaluran yang pas. Periode berikutnya, tahun 2004 – 2009 kembali terpilih menjadi anggota DPR-RI dari Fraksi PDI-Perjuangan, Daerah pemilihan Kalimantan Tengah. Lagi-lagi beliau menduduki jabatan sebagai Ketua Komisi, kali ini di Komisi III DPR-RI. Kariernya terus melesat, kali ini tantangan lain disambutnya, tampil sebagai Gubernur Kalimantan Tengah periode pengabdian 2005 – 2010, hasil pilihan rakyat Kalimantan Tengah.

Amanah dari rakyat beliau tempatkan pada tempat yang paling tinggi di jiwa perjuangannya. Kemajuan Kalimantan Tengah dan kesejahteraan masyarakatnya serta penguatan hukum di semua aspek kehidupan terpateri kuat dalam hatinya, menjadi tujuan yang tidak dapat ditawar. Itulah amanah yang melekat pada jabatan yang beliau emban saat ini.

Pada hari Sabtu, 19 April 2008, Redaksi Buletin Tata Ruang telah melakukan kunjungan ke Provinsi Kalimantan Tengah untuk melaksanakan 2 (dua) tugas jurnalistik, yaitu : wawancara dengan Bapak Agustin Teras Narang, SH. (Gubernur Kalimantan Tengah), untuk ditampilkan dalam rubrik Profil Tokoh, tugas kedua adalah mengumpulkan data/informasi berkaitan dengan Heart of Borneo untuk bahan penulisan rubrik Profil Wilayah.

Berikut hasil wawancara dengan Bapak Agustin Teras Narang, SH (Gubernur Kalimantan Tengah) :

Butaru : Secara garis besar Pak, kami ingin menanyakan tiga hal utama, yaitu : pertama adalah kebijakan dan strategi pengembangan Provinsi Kalimantan Tengah. Kedua adalah bagaimana penerapan Undang-undang Penataan Ruang di Propinsi Kalimantan Tengah. Dan yang ketiga adalah bagaimana penerepan action plan Heart of Borneo, saya kira ini ini adalah isu yang sangat menarik pada saat ini. Saya langsung saja, pada pertanyaan pertama mengenai kebijakan. Dengan kondisi dan potensinya Kalimantan Tengah, kebijakan apa sebetulnya yang ingin Bapak kembangkan di propinsi ini, dan harapan-harapan apa yang ingin Bapak wujudkan untuk Kalimantan Tengah untuk menuju masa depan

Teras Narang : Jadi propinsi Kalimantan Tengah ini seperti diketahui luasnya 153.267 km2, jadi luas kita adalah satu setengah kali Pulau Jawa. Nah sedangkan penduduknya pada tahun 2007 berjumlah 2 . 027. 000 jiwa, per kilometer persegi hanya dihuni 13 orang. Saya mau cerita dulu, kita

(2)

mempunyai sumber daya alam macam-macam, apakah itu kayu, apakah itu pertambangan, apakah itu menyangkut masalah perkebunan dan lain sebagainya. Dan kita juga mempunyai lahan gambut yang cukup luas, sekitar 3,6 juta hektar. Jadi sekitar 300.000 kilometer persegi. Nah tentu penataan ruang menurut hemat saya menjadi bagian penting, dalam rangka untuk membuat kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengembangan wilayah, dan pembangunan yang berbasis pada pembangunan yang berkelanjutan. Saya memandang bahwa yang paling penting bagi provinsi ini adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, RTRWP. Mengingat RTRWP selama ini berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2003, ternyata ini masih menimbulkan masalah, nanti bisa dibaca di situ, karena masih belum ada kesesuaian dengan departemen Kehutanan, khususnya terkait dengan masalah Tata Guna Hutan Kesepakatan, yang disingkat TGHK. Tentu perda ini secara hukum di daerah sudah delesai, tetapi masih belum ada kesepakatan, belum ada persetujuan dari Departemen Kehutanan. Akibatnya ini belum terlaksana dengan baik. Nah di periode saya, Perda nomor 8 tahun 2003 ini kita buka revisi. Nah revisi di samping karena masih belum ada kesepakatan dengan Departemen Kehutanan, juga menyesuaikan dengan Undang-undang Tata Ruang, nomor 26 itu. Inilah spiritnya kenapa saya merasa bahwa masalah tata ruang ini menjadi penting bagi saya di dalam membuat kebijakan-kebijakan pembangunan, pengembangan wilayah di Propinsi Kalimantan Tengah.

Butaru : Jadi, saya menangkap bahwa apa yang dikerjakan sekarang tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk masa depan. Selanjutnya Pak....

Teras Narang :

Betul. Karena kalau kita bicara mengenai masalah tata ruang, kita itu tidak boleh berpikir untuk satu dua tahun, kita harus melihat pembangunan wilayah itu, 10 tahun, 15 tahun, dan mungkin sampai 50 tahun ke depan.

Proses pembangunan yang dilakukan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah selama kami menjabat Gubernur telah semakin memberdayakan dunia usaha dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kualitas hidup penduduk Kalimantan Tengah juga menunjukkan adanya peningkatan dari kondisi sebelumnya.

Walaupun kualitas manusia telah meningkat, tetapi masih banyak masalah-masalah pembangunan yang masih harus direspon secara cepat dan tepat, seperti pembukaan keterisolasian wilayah, pemanfaatan lahan gambut, peningkatan kualitas program-program pengentasan kemiskinan, serta masalah-masalah pembangunan lainnya.

Harapan yang ingin dicapai dalam pengembangan dan pembangunan Provinsi Kalimantan Tengah sesuai dengan Visi Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu Membuka Isolasi Menuju Kalimantan Tengah Yang Sejahtera dan Bermartabat.

Sedangkan upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan harapan atau keinginan dimaksud sesuai dengan Misi Provinsi Kalimantan Tengah disusun dan difokuskan pada bidang : Infrastruktur, Ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan, Pemerintahan, Hukum-Keamanan dan Hak azasi Manusia, Politik, Sosial Budaya, Kepemudaan-Kepramukaan dan Olah Raga, Kepariwisataan, Sumberdaya Alam-Lingkungan Hidup dan Tata Ruang, Perhubungan dan Telekomunikasi, Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan.

(3)

Butaru : Terkait ditetapkannya Provinsi Kalimantan Tengah sebagai salah satu provinsi ujicoba konsep Kota Terpadu Mandiri kawasan hutan, bagaimana tanggapan Bapak mengenai konsep ini serta penetapan Kalimantan Tengah sebagai lokasi ujicoba? Apa harapan Bapak untuk pengembangan Provinsi Kalimantan Tengah di masa mendatang terkait dengan konsep ini?

Teras Narang :

Saya pada prinsipnya setuju terhadap Kota Mandiri Terpadu. Apalagi ini dikaitkan dengan masalah keberadaan transmigrasi. Tetapi yang saya tidak inginkan adalah Kota Mandiri Terpadu hanya di daerah transmigrasi, tetapi juga di simpul-simpul produksi, karena saya tidak ingin adanya ‘kecemburuan’ dari masyarakat asli yang ada di daerah itu.

Butaru : Untuk menghindari kecemburuan, saya kira memang perlu keterpaduan antara pendatang dengan penduduk setempat. Pa Gubernur, sepertinya konsep KTM ini sejalan dengan program Bapak “Mamangun Tuntang Mahaga Lewu”..., Betul Pak ?

Teras Narang : Betul, di desa dan kelurahan. Konsep ini yang saya kembangkan, Kenapa ? Karena konsep ini saya pandang betul-betul fokus. Jangan sampai daerah kita itu menggarami laut, jangan sampai kita kayak mengecat langit, langit kan gak bisa dicat. Saya menghindari terjadinya itu. Jangan sampai terjadi bahwa anggaran-anggaran ini keluar banyak, tetapi percuma, tidak ada fokus, dan tidak ada suatu hasil yang konkrit. Sehingga timbul pemikiran saya untuk program “Mamangun Tuntang Mahaga Lewu” Nah program ini adalah program sinergi, tidak akan mungkin propinsi punya program kalau tidak memperoleh sambutan dari kabupaten kota.

Kota Terpadu Mandiri (KTM), adalah kawasan transmigrasi dan simpul-simpul produksi lainnya yang pembangunannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Yang dimaksud fungsi-fungsi perkotaan adalah dibangunnnya berbagai fasilitas-fasilitas sebagaimana di kota-kota, antara lain :

a. Dibangun pusat kegiatan agribisnis yang mencakup pengolahan hasil pertanian menjadi barang produksi dan/atau barang konsumsi; pusat pelayanan agroindustri khusus (pecial agroindustry service) dan pemuliaan tanaman unggul; tempat pendidikan dan pelatihan di sektor pertanian, industri dan jasa.

b. Tempat pusat perdagangan wilayah yang dilengkapi dengan lembaga keuangan, pasar grosir dan pergudangan.

Untuk menumbuhkembangkan Kota Terpadu Mandiri (KTM) ini perlu didukung dengan adanya kegiatan usaha transmigrasi sebagai hinterlandnya. Oleh karena itu perlu perencanaan pembangunan wilayah pengembangan transmigrasi (WPT) yang terintegrasi dengan perencanaan tata ruang. Hal ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya pusat pertumbuhan ekonomi yang berbasis perdesaan dan berwawasan perkotaan.

Saya selaku Gubernur mendukung sepenuhnya kebijakan Menakertrans untuk membangun KTM ujicoba yang berlokasi di Lamunti, Kecamatan Mentangai, Kabupaten Kapuas dengan harapan mempercepat tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan perekonomian perdesaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu, program transmigrasi ke depan diharapkan berdampak positif dan menarik minat generasi muda untuk berpartisipasi dalam program transmigrasi serta mengurangi terjadinya urbanisasi yang tidak terarah dari desa ke kota-kota.

(4)

Butaru : Saya kira itu sangat bagus. Pemerataan pertumbuhan, Pak. Saya Lanjutkan, Bapak saat ini masih menjadi Koordinator Forum Kerjasama Regional Kalimantan dan masa tugas Bapak ini akan berakhir tahun ini. Menurut Bapak apakah forum ini memberikan dampak yang cukup positif bagi pengembangan provinsi-provinsi di Kalimantan, dan khususnya untuk Provinsi Kalimantan Tengah? Apa hal-hal yang telah dihasilkan dari forum ini serta pekerjaan rumah apa saja yang masih harus diteruskan oleh calon Koordinator Forum ini di masa mendatang?

Teras Narang : Forum Kerjasama Regional Kalimantan masih diperlukan dan akan terus ditingkatkan karena dengan forum ini pemerintah daerah se Kalimantan dapat secara bersama-sama dan terkoordinasi melaksanakan perencanaan pembangunan terpadu lintas provinsi. Bidang pembangunan yang menjadi prioritas dalam forum kerjasama ini adalah bidang infrastruktur, bidang perekonomian, bidang sumberdaya manusia, serta bidang tata ruang dan lingkungan hidup.

Hasil kerjasama yang telah dicapai antara lain di bidang infrastruktur misalnya percepatan pembangunan jalan lintas Kalimantan poros selatan, poros tengah dan poros utara, rencana mengintegrasikan pelayanan transportasi udara antar kota di Kalimantan; Bidang perekonomian

seperti pembangunan peningkatan ketahanan pangan, pengembangan agribisnis pertanian, pengembangan dan pengelolaan potensi sumber daya kelautan; Bidang sumber daya manusia

seperti pembangunan bidang kesehatan dengan upaya-upaya peningkatan pelayanan, peningkatan kualitas Fakultas kedokteran Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin, pemberantasan penyakit menular, penanganan penyakit AID dan korban Narkoba, peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, peningkatan kualitas anak dan perempuan, rencana pendirian STPDN Regional Kalimantan; Bidang tata ruang dan lingkungan hidup seperti sinkronisasi rencana tata ruang provinsi se Kalimantan, penyusunan rencana tata ruang pulau Kalimantan, penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, penanggulangan pencemaran air dan udara, dan lain sebagainya. Butaru : Selama Bapak memimpin Provinsi Kalimantan Tengah, harapan apa yang ingin Bapak capai dalam pengembangan Provinsi Kalimantan Tengah, serta upaya-upaya apa yang telah Bapak lakukan untuk memenuhi harapan Bapak tersebut? Hambatan apa yang Bapak alami dalam upaya pengembangan Provinsi Kalimantan Tengah?

Teras Narang : Harapan yang ingin dicapai dalam pengembangan Provinsi Kalimantan Tengah adalah terwujudnya visi dan misi Provinsi Kalimantan Tengah sesuai yang tertuang dalam RPJM dan Rencana Tahunan Daerah.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai harapan tersebut antara lain pengembangan keberdayaan masyarakat untuk pengembangan tata pemerintahan yang baik (good governance) sebagai salah datu bagian dari strategi baru dalam percepatan pembangunan, peningkatan daya saing dunia usaha, ancaman kerusakan lingkungan, kerawanan pangan, pembangunan modal sosial (social capital) paska kerusuhan dan optimalisasi modal sosial (social capital) sebagai sumber daya pembangunan, peningkatan kualitas pelayanan-pelayanan dasar yang disediakan oleh satuan kerja perangkat daerah seluruh Kabupaten Kota yang ada di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, pembangunan kesadaran hukum, peningkatan kualitas sumber daya manusia, perubahan pola penularan penyakit, dan tantangan-tantangan pembangunan lainnya. Selain itu juga dilakukan upaya peningkatan peran Gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah.

(5)

Butaru : Hambatan-hambatannya, Pak ?

Teras Narang :

Hambatan itu pasti ada, dan saya sulit untuk menguraikan hambatan itu. Tetapii kalau saya berpandangan bahwa hambatan itu justru menjadi tantangan buat saya, dan saya tidak pernah berpandangan bahwa hambatan itu menjadi kendala. Justru hambatan itu yang menjadi tantangan dan mendorong saya umtuk lebih bekerja keras lagi. Kalau dibilang kerja keras ya harus, karena saya ini dengan Pak Diran, ini kan dipilih oleh rakyat. Saya selalu bilang kepada wakil Gubernur, pak Ir. H. Ahmad Diran, saya bilang “Pak kita berdosa ini kalau kita tidak berbuat sesuatu. Kita berdosa kepada rakyat kalau kita tidak berbuat sebagaiman yang mereka harapkan” Nah masalah hasilnya, saya bilang, jangan kita yang menilai, masyarakat dan orang luar yang menilai

Butaru : Selama Bapak memimpin Provinsi Kalimantan Tengah, cukup banyak kerjasama serta penandatanganan kesepakatan yang Bapak lakukan, baik dengan perusahaan swasta dalam negeri maupun luar negeri. Manfaat apa yang Bapak rasakan dari penandatangan kesepakatan ini bagi pengembangan Kalimantan Tengah serta adakah ”tentangan” dari anak buah Bapak terkait penandatangan ini?

Teras Narang : Dengan telah ditandatanganinya kesepakatan kerjasama baik dengan swasta dalam negeri maupun luar negeri manfaat yang dicapai antara lain meningkatnya minat investasi di Provinsi Kalimantan Tengah.

Dalam penadatanganan kesepakatan kerjasama tersebut semua jajaran pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan masyarakat mendukung dan siap untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab sesuai tugas dan fungsinya.

Butaru : Artinya Pak ...

Teras Narang : Inilah tuntutan inovatif dari seorang pemimpin. Artinya dia tidak hanya berpikir atau melaksanakan program yang berdasar pada APBN atau APBD. Karena kalau kayak gitu semua orang bisa jadi pemimpin. Nggak usah dipilih oleh rakyat, ditunjuk saja, “eh (jadi) pemimpin ya”, sudah. Semua orang bisa melakukan itu. Nah saya melihat, saya harus mencari siapa yang bisa bantu. Satu-satunya yang bisa bantu adalah para pengusaha. Satu-Satu-satunya yang bisa bantu adalah negara-negara lain yang memang mempunyai keinginan yang sama, mempunyai visi yang sama. Nah ini yang saya lakukan. Saya kerjasama dengan Cina, saya kerjasama dengan India, saya kerjasama dengan New Zealand, saya kerjasama dengan Australy, saya memperoleh bantuan dari Negeri belanda, dengan Jerman, dengan Inggris, karena apa? kita punya satu visi. Saya bilang, saya mau membangun, tetapi pembangunannya didasarkan pada keberlanjutan, yang didasarkan pada memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan hidup. Makanya saya program yang namanya Green Government Policy, kebijakan pemerintahan yang didasarkan pada lingkungan. Sehingga saya waktu itu diminta sebagai pembicara pada saaat di Bali, forum WWF, khususnya terkait dengan preparatio, persiapan dari Kalimantan Tengah menghadapi Climate Change. Nah dengan para pengusaha itu juga saya lakukan, yaitu di dalam kita sharing dalam membangun. Contoh kecil saja, kita punya kesepakatan antara Pemerintah Provinsi dengan para pengusaha pertambangan, untuk kita membangun rel kereta api. Kita punya kesepakatan dengan pengusaha kebun, sawit, dan kemudian perusahaan perkebunan karet dan tambang. Untuk kita membiayai dengan sharing, untuk perbaikan jalan. Nah apa yang saya lakukan

(6)

ini adalah suatu kebersamaan. Artinya kita win-win solution. Kita harus cari solusi untuk bisa mutual benefit

Butaru : Tentang rencana jalan kereta api, Pak. Rencana pembangunan jalan kereta api, meskipun masih dalam kajian, tetapi kami membaca pernyataan Bapak di situs Kalimantan Tengah terkait dengan rencana pembangunan jalur kereta api di Kalimantan, dimana banyak orang berpendapat bahwa Kalimantan belum layak mendapatkan transportasi ”kereta api”, kereta api adalah pelayanan terhadap ”high density population”, namun Bapak mempunyai pendapat lain, yaitu ”kereta api adalah lokomotif transportasi sumber daya alam dalam skala ekonomi yang besar untuk memasok kebutuhan daerah lain dan mata rantai ekonomi yang akan timbul apabila tersedianya kereta api Kalimantan tidaklah susah untuk ditebak”. Apa maksud dari pernyataan Bapak ini? Apakah untuk saat ini moda transportasi ini memang sudah diperlukan untuk dikembangkan di provinsi-provinsi di Kalimantan dan khususnya di Kalimantan Tengah?

Teras Narang : Mengapa dikembangkan Transportasi Kereta Api di Kalimantan Tengah. Tadi saya sudah sampaikan bahwa Kalimantan Tengah ini luasnya satu setengah kali Pulau jawa dan kemudian sumber daya alamnya itu tersebar dii mana-mana. Sebaran sumber daya alam ini tidak akan memberikan keuntungan yang maksimal bagi daerah kalau kita tidak memanfaatkan ini dengan baik. Nah satu-satunya (cara) pemanfaatan dengan baik, adalah dengan kita membangun infrastruktur. Kenapa saya membangun infrastruktur? Dengan terbangunnya infrastruktur kereta api, ini akan mempunyai multiplier effect yang luar biasa. Rakyat ikut memanfaatkan itu, dan otomatis kiri kanan rel itu, taruhlah sekarang kita 560 km, itu 560 km kiri kanannya itu akan hidup. Ke depan di Kalimantan Tengah sangat dibutuhkan sarana transportasi yang diprioritaskan untuk melayani angkutan barang dengan volume yang besar, terutama untuk mengangkut barang hasil pemanfaatan sumber daya alam dari daerah hulu ke outlet-outlet yang berupa pelabuhan laut yang berada di daerah hilir atau pantai. Hasil sumber daya alam tersebut antara lain berupa hasil perkebunan kelapa sawit dan karet, hasil tambang batubara, hasil hutan ikutan misalnya rotan, dan hasil pertanian dan tambang lainnya. Untuk itu diperlukan sistem transportasi yang efektif dan efisien untuk mengangkut barang dalam volume yang besar. Sistem transportasi tersebut adalah jaringan rel kereta api yang dikombinasikan antar moda transportasi darat (jalan dan sungai) serta transportasi laut yang saling mendukung.

Butaru :Kenapa harus kereta api, Pak ?

Teras Narang : Mengapa dipilih transportasi kereta api, karena memiliki keunggulan kapasitas angkut yang besar sehingga lebih efisien dan efektif, biaya pemeliharaan relatif lebih murah, ramah lingkungan, tingkat kemanan dan keselamatan tinggi selain pertimbangan tersebut mengingat adanya kendala bila hanya menggunakan transportasi sungai dimana pada saat musim kemarau umumnya sungai-sungai di Kalimantan Tengah tidak dapat dilayari sampai ke daerah hulu, sehingga tidak dapat diandalkan sebagai sarana angkutan sepanjang tahun. Sedangkan apabila menggunakan atau mengembangkan transportasi jalan darat mengingat keterbatasan kemampuan anggaran pemerintah sangat terbatas sehingga baik kekuatan atau struktur jalan maupun lebar jalan terbatas, umumnya MST 8 ton dengan lebar jalan 4,5 meter, padahal MST pengguna jalan atau kendaraan pengangkut hasil perkebunan dan pertambangan jauh di atas 8 ton.

(7)

Perkembangan perencanaan pembangunan jalur kereta api untuk Wilayah Utara – Timur Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut :

Telah ditandatangani MoU dengan Stasiun Kota pada tanggal 22 Juni 2006 untuk dilaksanakan riset dan pengembangan sarana transportasi kereta api termasuk pembangunan infrastruktur jalur kereta api sepanjang lebih kurang 600 kilometer dan rencana investasi oleh pihak PT. Stasiun Kota bai pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.

Ditandatanganinya MoU dengan Itochu Corporation pada tanggal 16 April 2007 yang bertujuan untuk melakukan studi kelayakan pengembangan jalur kereta api.

- Berdasarkan hasil pra studi kelayakan dari Itochu (perusahaan Jepang) bahwa rute jalan rel yang diusulkan adalah berada dalam kawasan Kabupaten Murung Raya, Barito Utara, Barito Selatan dan Barito Timur, (Palaci – Puruk Cahu – Muara Teweh – Ampah – Buntok – Bangkuang/Mangkatip) sepanjang 185 km.

- Selanjutnya dari Bangkuang akan digunakan moda transportasi sungai menuju outlet di Muara Sungai Kapuas Murung di Lupak Dalam atau di Muara Sungai Kahayan di Bahaur, dengan rinsian rute alternatif sebagai berikut :

Alternatif rencana pengembangan/pembangunan jalur kereta api di Kalimantan Tengah sebagai prioritas I adalah :

1. Alternatif 1 adalah jalur Bangkuang/Mangkatip – Lupak Dalam, dengan ruas mulai dari Bangkuang/Mangkatip – sungai Barito – Palingkau Lama – sungai Kapuas Murung – Kuala Kapuas – sungai Kapuas – Lupak Dalam – laut Jawa, sepanjang 175 km.

2. Alternatif 2 adalah jalur Bangkuang/Mangkatip Bahaur, dengan ruas dari Bangkuang/Mangkatip – sungai Barito – Palingkau Lama – sungai Kapuas Murung – Kuala Kapuas – sungai Kapuas – Terusan Raya – sungai Kahayan – Bahaur – laut Jawa, sepanjang 250 km.

Pemilihan ruas jalur kereta api tersebut didasarkan atas pertimbangan :

- Disesuaikan dengan lokasi atau kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam yang lebih besar,

- Outlet : Kumai/Bumiharjo, Sampit/Bagendang, Teluk Segintong.

Butaru : Kalimantan Tengah dikenal sebagai provinsi yang miskin ketersediaan infrastrukturnya. Apakah Bapak setuju dengan anggapan ini? Apa upaya yang Bapak lakukan untuk menghilangkan image ini?

Teras Narang : Melihat kondisi eksisting saat sekarang, kita semua mengetahuinya. Saya tidak menentang siapapun yang mempunyai anggapan seperti tersebut.

Upaya-upaya yang kami lakukan seperti tertuang dala Visi dan Misi RPJM Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu untuk membuka keterisolasian dan menempatkan pembangunan bidang infrastruktur pada prioritas pertama. Untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan upaya-upaya antara lain telah dibuat suatu rencana pengembangan sistem transportasi antar moda di Provinsi Kalimantan Tengah, melakukan koordinasi/konsultasi dengan Pemerintah agar lebih dapat berperan baik dalam aspek perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaannya untuk percepatan pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana transportasi di Provinsi Kalimantan Tengah sehingga memberikan dampak positif terhadap meingkatnya kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi serta pemerataan pembangunan di Kalimantan Tengah untuk mengejar ketertinggalan

(8)

Provinsi Kalimantan Tengah pada khususnya dan provinsi di Kalimantan pada umumnya terhadapa provinsi-provinsi di wilayah Indonesia Barat.

Butaru : Saat ini telah berlaku UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang. Menurut Bapak, apakah UU ini telah memenuhi harapan Bapak terkait penyelenggaraan penataan ruang? Bagaimana penerapan Undang-undang ini di Provinsi Kalimantan Tengah? Pernah adakah upaya penerapan ketetapan sanksi sebagaimana disebutkan dalam UU tersebut?

Teras Narang : Secara umum saya katakan bahwa Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang secara komprehensif telah mengatur penyelenggaraan penataan ruang baik dari tingkat nasional, regional maupun provinsi dan kabupaten/kota, bahkan telah mengatur matra ruang mulai dari perencaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang serta ketentuan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran tata ruang. Namun demikian ketentuan secara teknis bahwa Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang masih perlu dan segera ditindaklanjuti dengan peraturan-peraturan pelaksanaan lebih lanjut, hal ini termasuk dengan penerapan sanksi.

Setiap sanksi yang ada di dalam undang-undang itu kata-katanya hanya ada satu yaitu : Harus (ditegakkan). Jadi tidak ada kata maaf, tidak ada kata pembenar, karena sudah menjadi undang-undang. Nah, saya sebagai orang yang berlatar-belakang hukum, saya harus katakan, dan karena itu juga sumpah saya, saya harus menegakkan sanksi-sanksi, pasal-pasal,ayat-ayat yang terkait dengan masalah larangan. Permasalahannya sekarang adalah, sejauh mana upaya dari semua pihak, termasuk saya, untuk menyosialisasikan butir-butir yang ada di dalam undang-undang (Penataan Ruang) ini.

Terkait dengan penerapan undang-undang dimaksud di Provinsi Kalimantan Tengah adalah dengan dilakukannya penyelarasan (revisi) RTRWP Kalimantan Tengah terhadap Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yang sampai saat ini masih dalam proses paduserasi antara RTRWP dengan TGHK (Departemen Kehutanan).

Butaru : Terkait kasus kebakaran hutan, bagaimana pandangan Bapak mengani cap bahwa Indonesia mengeksport asap ke negara tetangga? Upaya-upaya apa yang akan Bapak lakukan untuk melindungi kawasan hutan lindung agar tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya?

Teras Narang : Pandangan terhadap pernyataan bahwa Indonesia mengekspor asap ke negara tetangga, saya sangat tidak setuju.

Sebab dilihat dari kata mengekspor mengandung arti adanya unsur kesengajaan, padahal kita semua mengetahui bahwa asap yang timbul karena terjadinya kebakaran hutan dan lahan tersebut sampai di negara tetangga dibawa oleh angin yang bertiup melewati Indonesia menuju ke negara tetangga. Juga kita ketahui bahwa terjadinya kebkaran hutan dan lahan di sebagian wilayah Indonesia tidak hanya semata-mata disebabkan oleh faktor manusia tetapi juga karena disebabkan oleh faktor alam. Kawasan hutan di Indonesia yang masih sangat luas dibandingkan negara-negara tetangga, keberadaannya menyebar di berbagai wilayah di Indonesia dan luasan terbesar berada di Pulau Kalimantan dan Sumatera, sehingga hal ini cukup sulit untuk melakukan upaya-upaya pengendalian atau pencegahan dan penanganan terjadinya kebakaran hutan. Apalagi dengan keterbatasan kemampuan tenaga penanggulangan kebakaran hutan, ketersediaan sarana dan prasarana pemadam kebakaran, serta kondisi medan menuju kawasan kebakaran yang berat. Pada kondisi

(9)

yang demikian diharapkan adanya peran negara tetangga dalam rangka pengendalian dan penanganan masalah kebakaran hutan di Indonesia melalui kerjasama baik dalam bidang peningkatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia, teknis pencegahan dan/atau penanggulangan serta bantuan dana.

Butaru : Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi yang terkait dengan program ”Heart of Borneo”. Apa harapan Bapak berkaitan dengan program-program yang telah diterapkan dalam HoB ini? Hambatan-hambatan apa yang Bapak temui dalam melaksanakan program HoB ini? Manfaat apa yang akan didapat oleh Kalimantan Tengah terkait dengan penetapan ini?

Teras Narang : Harapan saya terkait dengan program-program yang diterapkan HoB adalah program-program yang telah dibuat dapat diimplementasikan sesuai dengan rencana dan tujuan yang hendak dicapai yaitu menyangkut konservasi dan pembangunan berkelanjutan serta dilaksanakan secara selaras, seimbang dan berkesinambungan serta dikelola secara arif dan bertanggungjawab tetap berpegang pada ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku an menghormati hak-hak masyarakat di sekitar kawasan HoB.

Dalam melaksanakan program HoB selama ini belum/tidak dijumpai kendala atau hambatan yang berarti. Kalaupun ada hambatan dapat diselesaikan bersama.

Manfaat yang akan didapat oleh Kalimantan Tengah utamanya kelestarian hutan, spesies yang ada, dan sumber daya alam serta kelestarian kondisi fisik hilirnya seperti iklim, topografi/geologi, hidrologi dan lain sebagainya serta manfaat dapat mengakomodir kepentingan ekonomi, sosial dan budaya baik dalam lingkup lokal, regional, nasional maupun global dan tidak kalah pentingnya adalah terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar HoB.

Butaru : Inisiatif HoB ini juga sangat relevan dan terkait dengan Kerangka Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim, terutama dalam rangka pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (Reduction of Emission from Deforestation and Degradation/REDD) yang dibahas di Bali pada Konferensi Para Pihak ke 13 di Bali, Desember 2007. dengan konservasi dan pembangunan berkelanjutan di wilayah HoB dimana deforestasi akan ditekan sekecil-kecilnya, wilayah yang tercakup dalam HoB akan diuntungkan dengan mekanisme perdagangan karbon yang tercakup dalam mekanisme REDD. Apa pendapat Bapak terkait dengan hal ini?

Teras Narang : Terkait dengan pernyataan bahwa daerah yang wilayahnya tercakup dalam HoB akan diuntungkan dengan mekanisme perdagangan karbon yang tercakup dalam mekanisme REDD, bahwa pernyataan yang sama pernah saya dengar dari LSM asing yang telah melaksanakan konservasi di Kalimantan Tengah dan sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya. Seperti pernah saya katakan menjelang dilaksanakan Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Bali bahwa hal tersebut sebelumnya perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat di Kalimantan Tengah agar kita semua ada kesepahaman terkait hal dimaksud.

Butaru : Sesuai hasil pertemuan pertama HoB antar ketiga negara (1st HoB Trilateral Meeting) yang diselenggarakan di Brunei Darussalam, tanggal 18 – 20 Juli 2007, masing-masing negara diminta untuk menusun Program Aksi HoB Nasional dan mekanisme kerjasama antar ketiga negara. Bisa Bapak gambarkan secara singkat Program Aksi HoB Nasional untuk Provinsi Kalimantan Tengah?

(10)

Teras Narang : Program Aksi HoB Nasional untuk Provinsi Kalimantan Tengah dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Kerjasama antar wilayah/kewenangan

Lingkup rencana aksi dan strategi untuk mewujudkan kerjasama antar wilayah/kewenangan adalah

1) Penggunaan lahan berkelanjutan (Sustainable Land Use), meliputi :

- Kegiatan penentuan batas dan identifikasi kawasan yang masuk dalam wilayah HoB,

- Kegiatan survey dan kajian sinkronisasi tata ruang lintas kabupaten dalam wilayah pegunungan Schwanner,

- Kegiatan analisi land suitability System dan analisis perubahan penggunaan lahan, - Kegiatan Survey atau kajian ancaman tegakan hutan tropis di kawasan Pegunungan

Muller – Schwanner dan Gunung Lumut,

2) Pengembangan Kapasitas Lembaga (Institutional Capacity Building), meliputi :

- Penguatan peran Kelompok Kerja Daerah untuk penguatan kelembagaan daerah sesuai dengan PP 38/2007 dan PP 41/2007,

- Melakukan kajian-kajian yang bersifat holistik. b. Pengelolaan kawasan lindung

1) Advokasi Kebijakan (Policy Advocacy), meliputi :

- Mendorong pengelolaan kawasan konservasi dan/atau hutan bernilai konservasi tinggi,

- Pengamanan kawasan konservasi, khususnya di daerah perbatasan,

- Program pengembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau dan sumber daya alam lainnya,

- Program rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber daya alam.

2) Informasi dan Manajemen Pengelolaan Kawasan Lindung (Information and Management), meliputi :

- Sosialisasi HoB di segala level,

- Program peningkatan kualitas dan akses informasi sumber daya alam, - Program pengawasan dan penertiban kegiatan yang merusak lingkungan, - Program pengelolaan kawasan pelestarian alam dan suaka alam,

- Pengembangan program pariwisata alam di kawasan Taman Nasional Bukit-Bukit Raya (Kabupaten Katingan).

3) Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment), meliputi : - Menyusun program pendidikan lingkungan,

4) Pelibatan peran swasta/BUMN (Corporate Engagement), meliputi : - Mediator penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan HoB. c. Pengelolaan Sumber Daya Alam di luar Kawasan Lindung

1) Penyempurnaan Kebijakan Sektor (Sector Reform), meliputi :

- Kegiatan analisis kebijakan dalam permasalahan sosial, budaya dan ekonomi, - Kegiatan survey atau kajian sosial budaya dan ekonomi masyarakat di dalam dan di

luar kawasan Pegunungan Muller – Schwanner serta menemu kenali potensi pengembangan ekonomi masyarakat,

(11)

- Identifikasi produk unggulan lokal di masing-masing wilayah dan kajian dan survey terhadap pengalaman serta model kelola SDA yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan HoB.

3) Information and Management, meliputi :

- Kegiatan inventarisasi dan identifikasi potensi konflik permasalahan sosial.

Butaru : Saya kira sudah sangat banyak hal yang Bapak jelaskan, terima kasih atas kesediaan Bapak menyisihkan waktu untuk wawancara ini. Kami mohon pamit, terima kasih, Pak ...

Teras Narang : Sami-sami ...

Profil Wilayah Heart Of Borneo

Dewasa ini kesadaran pentingnya aspek lingkungan dirasakan semakin meningkat, bahkan menjadi topik yang sering dibicarakan seiring dengan terjadinya berbagai gejala perubahan alam. Semangat peduli lingkungan ini telah menjadi kepedulian bersama di berbagai negara, antara lain menjadi tema utama dalam pertemuan United Nation For Climate Change (UNFCC) yang diselenggarakan pada bulan Desember tahun 2007 di Bali, yang dihadiri oleh delegasi negara maju maupun sedang berkembang. Pertemuan ini menunjukkankampanye cinta lingkungan” oleh hampir seluruh lapisan masyarakat di dunia. Salah satu contoh kepedulian terhadap lingkungan di Indonesia yang dijadikan bahan pembahasan adalah keberadaan Heart of Borneo (HoB).

Heart of Borneo merupakan sebuah perwujudan konsep konservasi dan pembangunan berkelanjutan ke dalam program manajemen kawasan di Pulau Borneo. Inisiatif HoB dilatarbelakangi kepedulian terhadap penurunan kualitas lingkungan terutama kualitas hutan di Pulau Borneo, yang ditunjukkan dengan makin rendahnya produktivitas hutan, hilangnya potensi keanekaragaman hayati, serta fragmentasi hutan dari satu kesatuan yang utuh dan saling terhubung. Penurunan kualitas lingkungan tersebut antara lain disebabkan oleh pengelolaan lingkungan yang kurang bijaksana, pengambilan kayu secara ilegal dan pengalihan fungsi hutan. Degradasi tutupan hutan di Pulau Borneo dapat dilihat seperti pada Gambar 1.

(12)

Dengan latarbelakang permasalahan seperti yang telah disebutkan di atas, inisiatif HoB secara resmi muncul pertama kali pada tanggal 5 April 2005 dalam pertemuan yang bertema Three Countries – One Conservation Vision yang menjadi pertemuan cikal bakal HoB. Launching inisiatif HoB sendiri dilakukan pada side event Convention On Biological Diversity (COB 8 – CBD) di Curitiba Brazil, berupa pernyataan kesediaan dari tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Kesediaan ini kemudian ditindaklajuti dengan penandatanganan deklarasi HoB yang dilaksanakan pada tanggal 12 Februari tahun 2007. Naskah Deklarasi HoB ditandatangani oleh Menteri Industri dan Sumber Daya Primer Brunei Darussalam, Pehin Dato Dr. Awang Haji Ahmad bin Haji Jumat, Menteri Kehutanan Republik Indonesia, M.S Kaban dan Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Malaysia, Dato Seri Azmi bin Khalid (Gambar 2).

Gambar 1: Peta Tutupan Hutan tahun 1990, 1950, 1965, 2000, dan 2005, serta Peta Proyeksi Tutupan Hutan tahun 2010 dan 2020 berdasarkan kecendrungan tahun 1900-2005

(13)

Gambar 2: Penandatanganan Naskah Deklarasi Heart of Borneo oleh Menteri Industri dan Sumber Daya Primer Brunei Darussalam, Pehin Dato Dr. Awang Haji Ahmad bin Haji Jumat; Menteri Kehutanan Republik Indonesia,M.S Kaban dan

Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Malaysia, Dato Seri Azmi bin Khalid (sumber: Pokja HoB Provinsi Kalimantan Tengah)

Naskah deklarasi HoB secara garis besar berisi tiga butir kesepakatan. Pertama kerjasama manajemen sumber daya hutan yang efektif dan konservasi terhadap area yang dilindungi, hutan produktif, dan penggunaan lahan lainnya yang berkelanjutan. Kedua inisiatif HoB merupakan kerjasama lintas batas yang sukarela dari tiga negara. Ketiga, kesepakatan untuk bekerjasama berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Naskah deklarasi HoB secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.

(14)

Gambar 3: Naskah Deklarasi HoB (Sumber: BKTRN)

Adapun luas cakupan wilayah HoB yang menjadi acuan sementara sampai saat ini yaitu meliputi areal seluas kurang lebih 22 juta hektar, yang secara ekologis saling terhubung. Areal tersebut secara administratif terbentang di wilayah tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Deliniasi wilayah HoB yang lebih rinci, masih dalam tahap pembahasan antarnegara untuk mencapai kesepakatan, dibandingkan

(15)

dengan usulan awal wilayah HoB pada bulan April tahun 2005 dan perkembangan usulan baru dari masing-masing negara tahun 2008 ini. Peta usulan deliniasi wilayah HoB pada awal tahun 2005 serta perkembangan pada pertemuan Pembahasan Tata Ruang HoB pada bulan Januari 2008, dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4: Peta Usulan Awal Batas HoB Bulan April Tahun 2005 dan Peta Usulan Batas HoB Hasil Pertemuan Pembahasan Tata Ruang HoB Bulan Januari Tahun 2008

(Sumber: BKTRN)

Pertemuan Tiga Negara yang Kedua (Second Trilateral Meeting), yang diadakan di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, pada tanggal 2-4 April 2008 yang lalu, menghasilkan usulan batas baru wilayah HoB. Usulan dari masing-masing negara tersebut diharmonisasikan dalam suatu peta harmonisasi batas HoB yang dapat dilihat pada Gambar 5. Batas yang diajukan dalam pertemuan ini masih dalam tahap pembahasan, yang diharapkan dapat mencapai suatu kesepakatan batas yang tidak saja sesuai dengan kepentingan masing-masing negara, namun lebih utama adalah kepentingan perwujudan kelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan yang menjadi tujuan utama inisiatif HoB.

(16)

Gambar 5: Peta Harmonisasi Batas HOB Sesuai dengan Usulan Masing-Masing Negara pada

2nd Trilateral Meeting Sumber : 2nd Trilateral Meeting

Sejalan dengan deliniasi batas HoB yang sedang dalam proses pembahasan, sampai saat ini juga belum terdapat angka resmi yang telah disepakati oleh tiga negara mengenai luasan definitif wilayah cakupan kerja HoB. Sebagai acuan dalam mendiskusikan program HoB, digunakan cakupan luas sementara wilayah HoB di tiga negara. Berdasarkan data sementara dari Kelompok Kerja HoB Provinsi Kalimantan Tengah, persentase wilayah kerja HoB yaitu 57% berada di Indonesia, 42% di malaysia, dan 1% di Brunei Darussalam, yang perinciannya dapat dilihat pada Tabel 1.

(17)

Tabel 1. Pemanfaatan Lahan Heart of Borneo

Propinsi/Negara Bagian Negara Total Area HoB

(Ha) Persentase Area HoB

Kalimantan Tengah Indonesia 2,466,000 11,2

Kalimantan Barat Indonesia 4,010,000 18,2

Kalimantan Timur Indonesia 6,137,000 27,8

Brunei Brunei 131,570 0,6

Serawak Malaysia 5,373,000 24,3

Sabah Malaysia 3,968,000 17,9

Total 22,085,570 100

Sumber : Kelompok Kerja HoB Kalimantan Tengah

Wilayah cakupan HoB terdiri dari kawasan lindung (taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, hutan lindung), kawasan budidaya kehutanan (HPH dan HTI) serta kawasan budidaya non kehutanan (perkebunan, pertambangan, dll). Wilayah HoB Indonesia diperkirakan seluas 12,6 juta hektar yang terdiri dari 2,7 juta hektar hutan konservasi (21,46%), 1,1 juta hektar hutan lindung (9,5%), 4,9 juta hektar hutan produksi (38,9%), serta 3,8 juta hektar (30,17%) areal penggunaan lainnya (Gambar 6).

(18)

Dari Gambar 6 dapat dilihat adanya keberagaman pemanfaatan lahan pada usulan wilayah HoB di Indonesia. Pemanfaatan luas cakupan wilayah HoB tersebut terdiri dari 31% kawasan lindung, sementara sebagian besar justru merupakan kawasan budidaya. Hal ini menunjukkan bahwa inisiatif HoB bukan semata-mata merubah keseluruhan kawasan menjadi kawasan lindung, tetapi juga melaksanakan manajemen pengelolaan kawasan budidaya berbasis keberlanjutan lingkungan.

Manajemen wilayah HoB perlu dilakukan secara terpadu mengingat pentingnya fungsi HoB sendiri dan terhadap lingkungan sekitarnya. HoB memiliki fungsi penting sebagai sumber keanekaragaman hayati seperti sebagai “rumah” bagi spesies penting dan langka seperti orang utan dan badak, serta memiliki berbagai jenis serangga yang bahkan belum pernah ditemukan di bagian dunia lainnya. Selain sebagai sumber keanekaragamn hayati, HoB juga berperan sebagai “menara air” bagi seluruh wilayah Pulau Borneo, yaitu setidaknya merupakan sumber air bagian hulu bagi 14 dari 20 sungai utama di Pulau Borneo antara lain Sungai Kapuas, Katingan, Barito dan Mahakam.

Hal ini menunjukkan pentingnya keberadaan wilayah HoB dalam perlindungan hulu sungai, yang menjadi sumber air bagi anak-anak sungai di hampir seluruh wilayah Pulau kalimantan. Lebih lanjut disadari bahwa keberadaan HoB yang juga sebagai daerah resapan air yang akan menjamin ketersediaan cadangan air, dan peningktan kualitas air di Pulau Borneo.

Dengan demikian pemanfaatan wilayah HoB harus dikelola sebagai satu kesatuan ekosistem, mulai dari hulu, tengah hingga hilir. Berdasarkan pendekatan ekosistem ini, program-program berkelanjutan dan konservasi yang dilaksanakan dalam kerangka kerjasama tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussalam, perlu terus dikembangkan. Ruang lingkup kegiatan HoB di tiga negara tersebut antara lain:

Melakukan inventarisasi, analisis kesenjangan, merumuskan dan melaksanakan program aksi (action plan)

Melanjutkan aktivitas program yang sedang berjalan;

Melakukan konsultasi dengan pemangku kepentingan di tiga negara untuk mengidentifikasi prioritas kerja dan kesempatan investasi;

Bapak Moses, Pokja HoB (BPLHD) Kalimantan Tengah

“Salah satu konsep kegiatan HoB, termasuk di dalamnya adalah tata ruang. Konsep tersebut harus memperhatikan RTRWP dan RTRWK, karena apabila tidak memperhatikan hal itu maka tidak jelas akan dibawa kemana pembangunan ini. Ada satu hal yang saya sarankan yaitu kita menyiapkan tata ruang dikaitkan dengan persoalan global yaitu perubahan iklim. Karena kita melihat kebakaran hutan dan deforestasi salah satu penyebabnya adalah pemanasan global. Ini menjadi visi kita ke depan untuk menyelematkan lingkungan dan mensejahterakan masyarakat. Kesepakatan 3 negara terhadap HoB merupakan langkah awal untuk kita, bagaimana melindungi dan mengelola hutan di kawasan Indonesia, dan Kalimantan pada khususnya. Cara menyelamatkan masalah lingkungan dan bagaimana pengelolaan lingkungan ke depan, merupakan hal yang harus masuk dalam rencana tata ruang. Artinya kalau kita tidak masukan ke dalam rencana tata ruang, maka grand design penyelamatan HoB ini tidak tahu mau dibawa kemana lingkungan kita ini. Untuk Kalimantan Tengah, Bapak Gubernur saat ini sedang mempersiapkan satu kegiatan yaitu bagaimana membawa semua sektor melahirkan satu kebijakan-kebijakan yang berwawasan lingkungan, kebijakan yang berkelanjutan, dan pembangunan yang berkelanjutan. Sedang dipersiapkan oleh satu pokja untuk menyusun naskah akademis dan naskah kebijakannya. Kita juga mendukung kebijakan pusat berkaitan dengan penetapan beberapa kawasan untuk dijadikan taman nasional. “

(19)

Membangun kelembagaan HoB di tiga negara; dan Menentukan prioritas pembangunan lintas batas.

Berdasarkan ruang lingkup kegiatan tersebut, disusun program-program kegiatan HoB antara lain: a. Pengelolaan Kawasan Perbatasan, yang meliputi:

Penyusunan rencana induk (master plan) pengelolaan kawasan HoB melalui proses-proses yang partisipatif, mengakomodasi praktek dan prakarsa lokal, transparan, dan bertanggung jawab; Pelaksanakan kerjasama pengamanan dan penegakan hukum lebih erat di antara tiga negara; Penyelenggaraan mekanisme komunikasi dan pertukaran informasi yang efektif untuk keselarasan rencana tata ruang perbatasan, kebijakan atau aktivitas yang berdampak penting pada HoB;

Pelaksanaan penelitian bersama melalui mekanisme yang berlaku di masing-masing negara. b. Pengelolaan Kawasan Lindung, yang meliputi:

Rekomendasi kawasan lindung dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, budaya, ekologi, dan keanekaragaman hayati serta membangun sistem pengelolaan kawasan lindung lintas batas; Pelaksanaan kelanjutan inisiatif pengembangan kawasan konservasi lintas batas dalam kerangka kerjasama bilateral dan multilateral;

Pelaksanaan kegiatan konservasi sumberdaya air lintas batas;

Pelaksanaan evaluasi ekonomi untuk skema ekonomi jasa lingkungan;

Pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan lindung yang rusak. c. Pengelolaan Kawasan Budidaya

Penerapan prinsip-prinsip pemanfaatan berkelanjutan dalam pelaksanaan pembangunan di kawasan budidaya oleh pihak terkait;

Pelaksanaan sertifikasi terhadap kegiatan pemanfaatan sumber daya alam berdasarkan kaidah-kaidah kelestarian;

Pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan budidaya yang rusak.

Sebagai kelanjutan dari penandatanganan Deklarasi HoB oleh 3 (tiga) negara, seperti disebutkan sebelumnya, telah dilaksanakan Second Trilateral Meeting HoB pada tanggal 4-5 April 2008 di Pontianak. Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi dari masing-masing negara yaitu Delegasi dari Malaysia dipimpin oleh Direktur Kehutanan Sarawak, Delegasi dari Brunei Darussalam dipimpin oleh Direktur Kehutanan Brunei Darussalam, dan Delegasi dari Indonesia dipimpin oleh Direktur Konservasi Kawasan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan, serta para peserta dari Menko Perekonomian, Bappenas, dan Pemerintah Daerah terkait (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur) dan perwakilan WWF.

Sebagai perwujudan deklarasi HoB dan tindak lanjut dari cakupan kegiatan di tiga negara yang telah disebutkan di atas, pada Second Trilateral Meeting HoB tersebut masing-masing negara telah menyusun dan mengajukan program rencana aksi. Dengan menyusun rencana aksi ini, setiap negara khususnya Indonesia

(20)

mengharapkan agar tercipta prinsip, definisi dan langkah implementasi yang menjadi dasar bagi kebijakan HoB di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu, diharapkan terdapat dasar yang terpadu dalam implementasi manajemen sumber daya, pembangunan masyarakat, dan pembangunan ekonomi bagi seluruh pemerintahan di dalam wilayah HoB. Rencana aksi dan strategi juga diharapkan menjadi suatu referensi dalam implementasi program prioritas dan mobilisasi sumberdaya di dalam manajemen HoB oleh seluruh elemen pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Adapun program rencana aksi yang disusun oleh setiap negara tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 2.

Tabel 2. Program Rencana Aksi Heart of Borneo, Negara Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam Program

(21)

Aksi Membangun manajemen sumber daya kehutanan dan konservasi alam di kawasan yang dilindungi Meningkatkan kebijakan lokal Mengimplementasikan prinsip pembangunan berkelanjutan melalui kegiatan penelitian Menyusun dokumen proyek nasional; Menyusun anggaran pembiayaan di tingkat Pusat; dan Merinci alokasi anggaran yang akan disusun oleh pemerintah daerah

Melestarikan kawasan hutan, sumber daya air, dan berbagai jenis ekosistem di dalamnya; Memberikan kontribusi melalui diversifikasi ekonomi dengan cara pemanfaatan produksi non kayu dalam rangka meningkatkan

kelestarian hutan; Melakukan penghijauan kembali kawasan hutan yang telah mengalami degradasi; dan Melibatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian kawasan hutan Sumber: Bappenas, 2008

Berbagai program dan rencana aksi yang dirumuskan di atas merupakan suatu wujud upaya untuk mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan Borneo, melalui manajemen kawasan Heart of Borneo. Instrumen yang sangat penting dalam manajemen kawasan HoB adalah rencana tata ruang di kawasan tersebut. Konsep pengelolaan HoB sebagai suatu ekosistem terpadu turut terakomodasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dalam PP nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN disebutkan penetapan HoB sebagai salah satu kawasan Strategis Nasional (KSN), dengan kriteria sebagai KSN dalam tahapan pengembangan I dengan titik berat pada rehabilitasi/revitalisasi kawasan.

Lebih lanjut, secara umum Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi terkait, dan khususnya Rencana Induk (master plan) Heart of Borneo menjadi suatu elemen penting dan dijadikan sebagai acuan bagi pelaksanaan pengelolaan kawasan HoB ke depan. Seperti dikutip dari kalimat pembuka kegiatan sosialisasi ekowisata HoB di Palangkaraya “Apabila kita salah dalam perencanaan, berarti kita merencanakan suatu kegagalan, dan sebaliknya, perencanaan yang matang adalah langkah awal keberhasilan”.

(22)

Heart of Borneo

(sumber: Pokja HoB Provinsi Kalimantan Tengah)

KETERKAITAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN PENATAAN RUANG

Oleh :

(23)

Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas

I. Pendahuluan

UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan merupakan payung hukum bagi pelaksanaan perencanaan pmbangunan dalam rangka menjamin tercapainya tujuan negara, yang digunakan sebagai arahan di dalam Sistem Perencanaan Pembangunan secara nasional. Menurut undang-undang tersebut, rencana pembangunan terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana pembangunan memuat arahan kebijakan pembangunan yang dijadikan acuan bagi pelaksanaan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Terkait hal ini, daerah akan menyusun RPJPD dan RPJMD yang mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta membuat program pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang disusun oleh Kementerian/Lembaga.

Lahirnya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan turunannya berupa rencana tata ruang merupakan upaya penting dalam menertibkan penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang diwujudkan melalui beberapa aspek penting, diantaranya pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan secara sistematik melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta sanksi. Kegiatan penataan ruang terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yang saling terkait, yaitu: perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, dengan produk rencana tata ruang berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang secara hirarki terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW Kab/kota). Ketiga rencana tata ruang tersebut harus dapat terangkum di dalam suatu rencana pembangunan sebagai acuan di dalam implementasi perencanaan pembangunan berkelanjutan di wilayah Indonesia. Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka Undang-Undang Penataan Ruang ini diharapkan dapat mewujudkan rencana tata ruang yang dapat mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai kegiatan sektor pembangunan, baik dalam pemanfaatan sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan.

Pendekatan top-down dan partisipatif dalam perencanaan pembangunan yang ada dalam UU No. 25/2004 terwujud dalam bentuk rangkaian musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) yang dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat Kabupaten/Kota sampai dengan Nasional. Rangkaian forum ini menjadi bagian dalam menyusun sistem perencanaan dan alokasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan setiap tahun. Secara top down, Pemerintah telah menetapkan rencana kerja pemerintah berikut alokasi anggaran yang ditetapkan dan akan digunakan didalam membiayai kegiatan pembangunan secara nasional. Secara partisipatif, proses perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholder di pusat dan daerah. Perencanaan pembangunan adalah suatu proses yang bersifat sistematis, terkoordinir dan berkesinambungan, sangat terkait dengan kegiatan pengalokasian sumberdaya, usaha pencapaian tujuan dan tindakan- tindakan di masa depan. Segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya harus diatur di dalam rencana tata ruang seperti yang tercantum di dalam UU No. 26/2007, bahwa penataan ruang terbagi atas kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dengan demikian keterkaitan antara perencanaan pembangunan dan penataan ruang sangat penting dalam rangka optimalisasi sumberdaya alam dan buatan yang terbatas dan mengurangi resiko bencana yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia.

Keterkaitan antara rencana pembangunan dengan penataan ruang dapat dilihat pada skema berikut.

Gambar 1.

Skema Keterkaitan Rencana Pembangunan dengan Rencana Tata Ruang

mengacu mengamanatkan

(24)

Penjelasan Skema:

1) RPJPN merupakan amanat yang disusun berdasarkan UU No. 25/2004, sedangkan RTRWN disusun berdasarkan amanat yang terdapat pada UU No. 26/2007.

2) Rencana Pembangunan (Nasional dan Daerah) dan Rencana Tata Ruang harus dapat saling mengacu dan

mengisi. Berdasarkan pasal 19 UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, bahwa di dalam penyusunan RTRWN harus memperhatikan RPJPN, dan pada pasal 20 ayat (2) menyatakan bahwa RTRWN menjadi pedoman untuk penyusunan RPJPN. RTRWN merupakan pedoman bagi penyusunan dan pelaksanaan kegiatan yang bersifat “keruangan”. RPJPN dan RTRWN memiliki batas waktu selama 20 tahun. Untuk RTRWN dapat ditinjau kembali satu kali dalam 5 tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis seperti terjadi bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan UU, perubahan batas wilayah provinsi yang ditetapkan dengan UU (khusus RTRWP dan RTRWK), dan perubahan batas wilayah kabupaten/kota yang ditetapkan dengan UU (khusus RTRWK).

3) RPJMN merupakan turunan dari RPJPN yang memiliki batas waktu selama 5 tahun. Penjabaran RPJMN tertuang di dalam RKP yang dirumuskan setiap tahun dan disusun melalui Murenbangnas.

II. Tantangan Penyelenggaraan Penataan Ruang dalam Pembangunan Nasional

Peranan penataan ruang didalam pelaksanaan kegiatan pembangunan yang terjabarkan pada rencana pembangunan sangatlah penting. Segala kegiatan yang tentu saja membutuhkan ruang sebagai wadah pendukung kegiatan pembangunan tersebut harus diatur di dalam rencana tata ruang. Namun, dalam pelaksanaannya masih banyak terdapat berbagai kendala dan tantangan yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:

1. Perencanaan Tata Ruang

Penyusunan rencana tata ruang di masa lalu pada umumnya sudah baik namun dalam beberapa hal produk rencana tata ruang yang dihasilkan masih belum diacu dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini disebabkan beberapa hal diantaranya adalah: data dan informasi yang digunakan kurang akurat dan belum meliputi analisis pemanfaatan sumberdaya kedepan, penyusunan rencana tata ruang sering dilaksanakan hanya untuk memenuhi

mengisi UU No. 25/2004 UU No. 26/2007 RPJMN RKP mengisi RPJPN RTRWN mengacu

(25)

kewajiban pemerintah (Pusat dan Daerah) sesuai Undang-undang dan Peraturan Daerah, rencana tata ruang uang disusun, terutama di tingkat daerah, seringkali dianggap sebagai produk satu instansi tertentu dan belum menjadi dokumen milik semua instansi karena penyusunannya belum melibatkan berbagai pihak.

Permasalahan lain yang terjadi terkait dengan perencanaan tata ruang adalah seringkali perencanaan suatu kegiatan yang menggunakan ruang secara blue print tidak tergambar secara detail di dalam suatu peta rencana yang dapat menyebabkan pada pelanggaran didalam pemanfaatan ruang.

2. Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan ruang suatu wilayah atau daerah seringkali tidak sesuai dengan peruntukannya yang ada dalam rencana tata ruang suatu wilayah atau daerah. Kebutuhan mendesak akan ruang, baik yang disebabkan oleh pengguna ruang ilegal maupun pemerintah, telah menyebabkan alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Hal ini terkait erat dengan rencana tata ruang yang tidak sesuai, dengan kebutuhan masyarakat dan pemerintah dalam jangka menengah maupun panjang maupun tidak adanya sanksi hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang. Kebutuhan ruang bagi masyarakat dan pemerintah (daerah) terutama terjadi di daerah-daerah yang baru dibentuk sebagai akibat pemekaran daerah.

Dalam mengantisipasi kebutuhan masyarakat dan pemerintah, perubahan rencana tata ruang serta suatu peraturan dan perundangan yang mengatur tata ruang seringkali tidak dapat dilaksanakan dengan segera dan membutuhkan waktu yang relatif lama. Misalnya dalam proses alih fungsi kawasan hutan (produksi maupun lindung) yang diminta oleh daerah, maka prosesnya harus mengikuti ketentuan yang ada sesuai Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, dan proses ini akan memakan waktu yang cukup lama (hampir satu tahun bahkan lebih).

3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian dari penataan ruang digunakan sebagai alat untuk menertibkan kegiatan yang akan dan atau telah melanggar tata ruang pada jalur yang sesuai dengan muatan yang terdapat pada produk rencana tata ruang.

Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama yang disebabkan oleh arus urbanisasi mengakibatkan pengelolaan ruang kota semakin berat. Selain itu daya dukung lingkungan dan sosial yang ada juga menurun, sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan akibat tekanan penduduk. Masalah perekonomian yang menjadi pemicu didalam pembangunan nasional, menjadikan berbagai kegiatan pendukung ekonomi menjadi faktor utama di dalam kegiatan pembangunan. Hal tersebut berdampak pada maraknya alih fungsi lahan yang dilakukan dalam rangka melangsungkan dan mendukung kegiatan ekonomi.

Kewenangan yang sudah banyak didelegasikan kepada Pemerintah Daerah melalui kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi memberikan kesempatan bagi daerah untuk mencari berbagai sumber pendapatan baru untuk meningkatkan pendapatan asli daerah melalui berbagai kegiatan ekonomi, termasuk alih fungsi lahan tanpa memperhitungkan keberlanjutannya dalam jangka panjang. Salah satu upaya tersebut antara lain melalui pemberian perizinan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang terdapat di dalam rencana tata ruang. Sebagai dampaknya, bentuk pelanggaran-pelanggaran tata ruang semakin marak terjadi yang dapat mengganggu lingkungan dan pada akhirnya dapat mengakibatkan bencana yang tentunya merugikan bagi masyarakat.

4. Kelembagaan Penataan Ruang

Kelembagaan penataan ruang mempunyai peranan yang sangat penting di dalam mensinkronisasikan kegiatan pembangunan dengan rencana tata ruang. Namun, permasalahan yang terjadi seringkali sulit untuk menciptakan sinkronisasi kelembagaan dan hal ini terwujud dalam bentuk konflik penataan ruang yang disebabkan oleh tidak sinkronnya kegiatan antar sektor dan antar daerah. Ego sektoral dan daerah masih menjadi masalah utama dalam hal ini. Selain itu, konflik kewenangan pun terjadi secara hirarki antar instansi pemerintahan. Sebagai contoh, konflik antar sektor kehutanan dengan pemerintah daerah dalam pemanfaatan kawasan hutan. Hal ini berdampak pada sulitnya pemerintah daerah dalam melaksanakan penyusunan rencana tata ruang wilayahnya. Oleh karena itu peranan kelembagaan penataan ruang dalam menjembatani hal tersebut sangatlah penting.

(26)

III. Beberapa Solusi dalam Menghadapi Tantangan Penyelenggaraan Penataan Ruang dan Pembangunan Nasional

Berdasarkan uraian tantangan yang telah dikemukakan di atas, maka beberapa solusi yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk menghadapi tantangan tersebut adalah:

1. Penyelarasan implementasi terhadap rencana pembangunan dengan rencana tata ruang melalui mekanisme yang diatur didalam suatu kebijakan/peraturan.

2. Perlunya sinkronisasi kebijakan antar sektor dan instansi pemerintahan secara hirarki untuk mewujudkan keselarasan program pembangunan.

3. Mewujudkan keterpaduan dan kerjasama pembangunan lintas provinsi dan lintas sektor untuk optimasi dan sinergi struktur pemanfaatan ruang.

4. Perlunya penyusunan rencana tata ruang yang berkualitas dan menyeluruh.

5. Produk rencana tata ruang daerah harus dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah yang selaras dengan visi dan misi daerah.

6. Ketegasan sanksi dan ketetapan hukum sebagai alat yang digunakan untuk mengendalikan segala bentuk pemanfaatan ruang.

7. Penyelenggaraan sosialisasi dalam rangka memberikan informasi pentingnya peranan penataan ruang didalam pelaksanaan program pembangunan kepada masyarakat.

8. Peningkatan manajemen kelembagaan penataan ruang baik di Pusat maupun di daerah.

9. Mendorong kemitraan secara vertikal dan horisontal yang bersifat kerjasama pengelolaan (co-management) dan kerjasama produksi (co-production).

10. Mewujudkan konsistensi dalam penyerasian rencana tata ruang dengan rencana pembangunan antar pemangku pemerintahan, baik pada tingkat legislatif maupun eksekutif.

Implikasi Ketentuan Sanksi

Dalam Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Oleh

Indra Perwira1

(27)

Akibat Tidak ada Sanksi Pidana

Sebagai salah seorang yang diminta BKTRN untuk menyusun Naskah Akademik yang kemudian melahirkan UU Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, ada baiknya bila penulis terlebih dahulu menyampaikan latar belakang kenapa dalam UU ini terdapat ketentuan sanksi, sementara dalam undang-undang sebelumnya (UU 24 tahun 1992) tidak ada.

Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 Tentang Penataan Ruang (UUPR) ditetapkan berdasarkan pemikiran bahwa ruang wilayah NKRI sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis sebagai negara kepulauan perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Untuk itu, Ruang baik sebagai wadah maupun sebagai sumberdaya alam di wilayah daratan, lautan dan udara harus dilola secara terpadu dan terkoordinasi dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan, sehingga tercipta tatanan lingkungan yang dinamis, serasi dan seimbang antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian kemampuan lingkungan dan ketahanan nasional.

Sejalan dengan pendekatan di atas, UUPR terdahulu lebih banyak mengatur keterpaduan proses dan institusi, sehingga kaidah-kaidah hukum yang dimuat lebih bersifat adminitratif. Kaidah-kaidah perilaku masyarakat yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang memang sengaja tidak banyak diatur dalam Undang-undang ini. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa kaidah-kaidah perilaku tersebut telah diatur dalam undang-undang sektoral, seperti undang Kehutanan, undang Pertambangan, undang Perindustrian, Undang-undang Pengairan dan sebagainya. Dengan semikian, jika seseorang melanggar tata ruang maka penerapan sanksi pidana tergantung pada peruntukan yang dilanggar. Mungkin sanksi pidana dari Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang Kehutanan, Undang-undang Konservasi, atau Undang-undang yang lainnya.

Pendekatan yang komprehensif tersebut ternyata dalam prakteknya tidak dapat berjalan efektif, antara lain disebabkan karena undang sektoral belum spesifik mengadopsi pendekatan ruang. Contohnya Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang terkait langsung dengan penataan ruang, hanya dapat diterapkan sanksinya sepanjang pada perubahan fungsi ruang (peruntukan) itu terdapat unsur “pencemaran” dan/atau “kerusakan” lingkungan. Dengan demikian, terdapat beberapa kaidah perilaku yang luput dari pengaturan UUPR.

Kewajiban setiap orang untuk menaati Rencana Tata Ruang adalah kaidah perilaku yang sangat mendasar dalam UUPR. Sebab upaya apapun yang dilakukan dalam Penataan Ruang tidak berguna apabila tidak disertai dengan kepatuhan terhadap Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan. Ketika kepatuhan terhadap hukum mengendor karena pudarnya kesadaran hukum maka ancaman sanksi pidana memang diperlukan. Sayangnya UUPR tidak mengatur sanksi pidana, sehingga pelanggaran terhadap Rencana Tata Ruang diserahkan sepenuhnya pada instrumen penegakan hukum administrasi.

Sebenarnya terdapat berbagai macam instrumen hukum administrasi yang dapat dijalankan oleh administrasi negara di tingkat pusat dan daerah, seperti pengawasan, pelaporan, teguran, penertiban dan pencabutan izin. Akan tetapi, instrumen penegakan hukum administrasi ini dalam praktek belum banyak digunakan. Hal itu disebabkan antara lain:

1. Belum ada Undang-undang khusus (Hukum Administrasi) yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi administrasi negara untuk melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap pelanggar aturan dan kebijakan, termasuk Rencana Tata Ruang.

2. Beberapa Undang-undang, seperti Undang-undang Lingkungan Hidup, Undang-undang Kehutanan, Undang-undang Perlindungan Konsumen dan lain-lain sebenarnya telah cukup mengatur instrumen hukum administrasi tersebut, tetapi aparatur pemerintah “kurang kreatif” dan hanya menggunakannya terhadap isu yang spesifik diatur dalam undang-undang tersebut.

3. Penegakan hukum administrasi dianggap “high cost”, baik dari aspek ekonomi, sosial dan politik.

Belum terdapat mekanisme penyesesaian konflik penataan ruang

Dalam Undang-undang terdahulu mengenai penataan ruang (UU No. 24/1992) pada pasal 26 menyatakan: (1) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kota yang

ditetapkan berdasarkan undang-undang ini dinyatakan batal oleh Kepala daerah bersangkutan.

(2) Apabila izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuktikan telah diperoleh dengan itikat baik, terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat dimintakan penggantian yang layak.

Gambar

Gambar 2: Penandatanganan Naskah Deklarasi Heart of Borneo oleh Menteri Industri dan Sumber Daya Primer Brunei  Darussalam, Pehin Dato Dr
Gambar 3: Naskah Deklarasi HoB  (Sumber: BKTRN)
Gambar 4: Peta Usulan Awal Batas HoB Bulan April Tahun 2005 dan Peta Usulan Batas HoB Hasil Pertemuan Pembahasan  Tata Ruang HoB Bulan Januari Tahun 2008
Gambar 5: Peta Harmonisasi Batas HOB Sesuai dengan Usulan Masing-Masing Negara pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses Weaving , terdapat sub-sub proses seperti pemindahan gulungan dari gulungan cones menjadi gulungan boom ( warping ), pengganjian benang lusi untuk menidurkan

hingga dekorasi showroom (dealer) pun sesuai dengan ketentuan Yamaha. Dalam perkembangannya penjualan di CV. Lancar Makmur mengalami fluktuasi. Sebagai perusahaan

Metode ini memiliki kelebihan antara lain cocok untuk senyawa yang kelarutannya rendah, sedangkan kekurangan metode ini antara lain pemecahan partikel padatan

Berdasarkan identifikasi dan refleksi kesesuaian terhadap distribusi populasi pada histogram, scatter plot dan ternary diagram serta merujuk pada teori dasar laterisasi

Dalam penelitian dapat dirumuskan pemasalahan sebagai berikut : (1) Bagaimana pola pembinaan cabang olahraga pelajar (13 cabang olahraga) melalui Dinas Pendidikan

Tanyakan kepada anak siapa yang setiap hari berdoa (tampilkan gambar anjing berdoa) ? Lihat, anjing saja bisa berdoa, adik-adik harus lebih berani untuk berdoa…jangan malu atau

Terkait dengan hal tersebut Rencana Kerja (RENJA) Satuan Polisi Pamong Praja Kota Mataram ini menyajikan dasar pengukuran kinerja kegiatan dan pengukuran

Jenis usaha yang dijalankan PT Sinar Mas Arta Raya Terang (SMART) sesuai dengan Izin Usaha Industri yang dijalankan saat ini berupa industri furniture dari