34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Variabel
ARIMA menggunakan variabel dependen harga
saham LQ45 dan variabel independen harga saham
LQ45 periode sebelumnya, sedangkan ARCH/GARCH
menggunakan variabel dependen harga saham LQ45
dan variabel independen inflasi, kurs USD, dan suku
bunga bank Indonesia (BI rate).
3.2 Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini populasi yang menjadi objek
penelitian adalah perusahaan yang tergabung dalam
Indeks Saham LQ45 di Bursa Efek Indonesia,
sedangkan sampel dipilih menggunakan metode
purposive sampling. Sampel yang digunakan adalah
perusahaan yang terdaftar dalam Indeks Saham LQ
45 selama 10 periode berturut-turut dengan periode
Februari 2009 – Januari 2014, yaitu AALI, ADRO,
ASII, BBCA, BBNI, BBRI, BDMN, BMRI, INCO, INDF,
INTP, ITMG, JSMR, KLBF, LPKR, LSIP, PGAS, PTBA,
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder dari Indeks LQ45 yang
diunduh di http://www.finance.yahoo.com. Data yang digunakan merupakan data harga penutupan
saham harian (closing price) dengan periode selama 5
tahun mulai 2 Februari 2009 hingga 31 Januari
2014, begitu pula periode yang sama untuk data
inflasi kurs USD, dan suku bunga BI yang diunduh
di http://www.bi.go.id. Data untuk profil setiap perusahaan diunduh di http://www.idx.co.id.
3.4 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan dua teknik
analsis yaitu ARIMA dan ARCH/GARCH.
3.4.1 Uji Stasioneritas
Suatu series dikatakan stasioner apabila mean
dan variance-nya konstan dari waktu ke waktu.
Pengujian kestasioneran dalam mean dilakukan
dengan uji correlogram yaitu autocorrelation function
(ACF) dan partial autocorrelation function (PACF).
Kestasioneran data dapat dilihat berdasarkan plot
ACF dan PACF. Jika koefisien ACF berbeda secara
(5%) maka data dikatakan tidak stasioner, dan
sebaliknya jika koefisien ACF tidak berbeda secara
signifikan dari nol atau berada dalam confidence
limit, maka data dikatakan stasioner.
Jika data yang diolah bersifat tidak stasioner
pada orde nol I(0), maka akan dilakukan pembedaan
data (differencing) pada orde berikutnya sehingga
diperoleh tingkat stasioneritas pada orde ke-n (first
difference) I(1), atau second difference I(2), dan
seterusnya. Setelah melakukan proses differencing
maka data akan kembali diolah untuk mengetahui
apakah data tersebut sudah stasioner atau belum.
3.4.2 Teknik Analisis ARIMA
Langkah I : Identifikasi Model ARIMA
Tahapan selanjutnya yaitu identifikasi model
tentatif sementara. Data yang telah stasioner akan
ditentukan ordo p dan q dari model ARMA
menggunakan ACF dan PACF. Penentuan apakah
suatu data time series dimodelkan dengan AR, MA,
atau ARMA tergantung pada pola ACF dan PACF.
Tabel 3.1 Pola Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial
MA(q) Terdapat tiang pancang
yang jelas sampai lag q
Menurun secara
eksponensial (bertahap), sedangkan koefisien PACF
menurun drastis pada lag tertentu, maka modelnya
adalah AR. Jika koefisien ACF menurun drastis pada
lag tertentu, sedangkan PACF menurun secara
eksponensial (bertahap), maka modelnya adalah MA.
Sedangkan jika koefisien ACF dan PACF menurun
secara eksponensial (bertahap), maka model yang
tepat adalah ARMA. Secara umum dapat
didefinisikan model ARIMA (p,d,q) dimana p dan q
adalah tingkat lag (kelambanan) dan d adalah tingkat
differencing. Sehingga dapat dicoba beberapa model
tentatif ARIMA dengan AR(p) dan MA(q) pada tingkat
differencing I(d). Setiap lag pada plot ACF dan PACF
lag yang melebihi garis batas (signifikan)
diidentifikasi sebagai tingkat AR dan MA karena hal
tersebut menunjukkan besarnya pengaruh pada lag
tersebut.
Langkah II : Estimasi Model
Setelah ditentukan model tentatif ARIMA, maka
akan dilakukan estimasi model. Pada tahap estimasi
ini akan diuji kelayakan model tersebut untuk
mendapatkan model terbaik. Kriteria untuk
menentukan model terbaik dilakukan dengan nilai
AIC (Akaike Information Criterion) dan SIC (Schwarz
Information Criterion) terkecil (Gujarati, 2003). AIC
dan SIC merupakan kriteria yang menyediakan
ukuran informasi yang dapat menyeimbangkan
ukuran kebaikan model dan efisiensi.
Langkah III : Diagnostic Checking
Setelah didapatkan model terbaik, maka perlu
untuk melakukan uji diagnostik (model yang dipilih
mampu menjelaskan data dengan baik) dengan
melihat apakah residual yang diperoleh sudah
bersifat white noise. Untuk melihat apakah
residualnya bersifat white noise dapat dilakukan
koefisien ACF maupun PACF secara individual
probabilitasnya tidak signifikan (>5%) maka residual
yang didapatkan bersifat white noise, sebaliknya jika
koefisien ACF dan PACF signifikan maka dilakukan
pemilihan model yang lain karena residual tidak
bersifat white noise, apabila model dalam bentuk
ARIMA, maka model persamaannya seperti pada
persamaan (2.4).
Langkah IV : Peramalan
Peramalan akan dilakukan setelah ditemukan
model yang tepat. Model terbaik yang telah terpilih
akan digunakan untuk memprediksi harga saham
dengan melihat seberapa besar selisih antara hasil
peramalan dengan nilai sebenarnya.
3.4.3 Teknik Analisis ARCH/GARCH
Langkah I : Uji ARCH Effect (Heterokedastisitas) Data yang akan diuji harus bersifat stasioner,
jika belum maka data tersebut harus distasionerkan
terlebih dahulu. Untuk mengetahui apakah terdapat
unsur heterokedastisitas, dalam penelitian ini akan
Hipotesis untuk pengujian ini adalah :
�0 : Tidak terdapat ARCH effect (homokedastisitas)
�1 : Terdapat ARCH effect (heterokedastisitas)
Untuk menentukan apakah �0 ditolak atau
diterima, dapat dilihat berdasarkan besarnya
probabilitas Chi-square (χ2) dari hasil perkalian
jumlah observasi (Obs) dengan nilai R-squared, jika
χ2 < 0.05, maka �
0 ditolak. Apabila terdapat unsur
heterokedastisitas berarti data tersebut layak
dimodelkan dengan Arch/Garch.
Langkah II : Estimasi Model Garch (p,q)
Estimasi model Arch/Garch tidak dapat
dilakukan sekali saja, yang berarti harus melalui
proses iteratif untuk mendapatkan hasil estimasi
yang terbaik. Model Arch/Garch dalam penelitian ini
akan diestimasi berdasarkan nilai AIC
(Akaike Information Criterion) dan SIC (Schwarz
Information Criterion) terkecil.
Langkah III : Uji Diagnostik Residual
Langkah selanjutnya adalah evaluasi hasil
estimasi model untuk mengetahui apakah model
terpilih sudah homekedastik dan sudah tidak ada
homokedastik dilakukan menggunakan uji Arch-LM
(Lagrange Multiplier), dan pengujian korelasi
menggunakan uji Ljung-Box. Peramalan hanya dapat
dilakukan jika model sudah tidak mengandung
heterokedastisitas.
Jika model dalam bentuk Arch, maka
persamaannya seperti pada persamaan (2.5),
sedangkan jika dalam bentuk Garch, maka
persamaannya seperti pada persamaan (2.6). Model
Garch dapat juga ditulis dengan persamaan sebagai
berikut :
LQ45 = �0 + �1 Inflasi + �2 BI rate + �3 USD + �� ... (3.1)
Langkah IV : Peramalan
Setelah data sudah tidak mempunyai unsur
heterokedastisitas, maka akan dilakukan peramalan
dengan model terbaik. Untuk evaluasi kesalahan
peramalan akan dihitung berdasarkan besarnya
selisih antara nilai ramalan dengan nilai aktual.
3.5 Perbandingan Akurasi
Kriteria keakuratan dalam memprediksi harga
saham menggunakan Arima dan Arch/Garch akan
ditentukan dengan menghitung besarnya selisih nilai
aktual. Teknik yang memiliki selisih lebih sedikit
dengan nilai aktualnya merupakan teknik analisis