BAB III
TINJAUAN TENTANG INDENT A. Pengertian dan Dasar Hukum Indent
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Indent diartikan
sebagai pembelian barang dengan cara memesan dan membayar terlebih
dahulu.43 Atas dasar pengertian tersebut, Indent dapat diartikan sebagai
keadaan dimana pembeli menunggu barang yang dipesan, yang mana
penjual sedang mengusahakan untuk mendapatkan barang tersebut. Hal
diartikan bahwa barang yang dipesan pembeli saat itu belum ada atau
barang tersebut sudah ada tetapi belum dalam penguasaan penjual. Oleh
karena itu, Indent dapat diartikan sebagai janji untuk terjadinya jual beli di
kemudian hari.44
Sistem Indent biasanya banyak digunakan dalam perjanjian jual
beli kendaraan. Sistem Indent digunakan dengan alasan jumlah barang
hanya tersedia dalam stoknya terbatas, hal ini terjadi karena adanya
kenaikan permintaan dari pembeli atau adanya perbedaan antara
ketersediaan barang dengan permintaan pembeli. Oleh karena itu, penjual
kemudian menggunakan sistem indent untuk memudahkan proses jual
beli. Tahapan dalam sistem indent yaitu meliputi :
1. Adanya kesepakatan antara pembeli dan penjual mengenai pemesanan
formulir pemesanan barang (kendaraan) oleh kedua belah pihak
(prakontraktual). Dalam tahap ini harga sudah ditetapkan (masih dalam
negoisasi) dan dapat berubah sewaktu-waktu, biasanya pembeli
kemudian diwajibkan untuk membayar uang panjar atau uang muka
(done payment).
2. Penandatanganan formulir janji penyerahan barang (kendaraan) oleh
pihak, formulir ini berisi janji penjual untuk menyerahkan barang
(kendaraan) yang dipesan oleh pembeli, yang meliputi hari, tanggal
dan tempat penyerahan. Pada tahap ini harga barang (kendaraan) telah
ditentukan secara pasti, sehingga baik dari pembeli dan penjual telah
sepakat mengenai harga dan barang (lahirnya jual beli).
3. Barang sudah dalam penguasaan penjual dan siap untuk diserahkan
kepada pembeli sesuai dengan kesepakatan. Sebelum diserahkan,
pembeli diharuskan melunasi kekurangan pembayaran barang
(kendaraan) tersebut.45
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa indent
dianggap sebagai tahap prakontraktual yang nantinya akan melahirkan
perjanjian jual beli, yaitu setelah para pihak sepakat tentang harga dan
barang (kendaraan) tersebut. Sekalipun barangnya belum diserahkan dan
harganya belum dibayarkan lunas (pasal 1458 KUH Perdata). Jual beli
tiada lain daripada persesuaian kehendak (wils overeenstemming) antara
penjual dan hargalah yang menjadi essensialia jual beli. Sebaliknya jika
45
barang objek jual beli tidak dibayar dengan sesuatu harga, jual beli
dianggap tidak ada.
Jual beli secara indent dapat dilakukan berdasarkan Pasal 1333
KUH Perdata yang menyebutkan bahwa “Suatu persetujuan harus
mempunyai sebagai pokok atas suatu barang paling sedikit ditentukan
jenisnya”. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu,
asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung dan Pasal
1338 KUH Perdata menyebutkan “Semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Barang yang seketika belum ada (toekomstige zaken) dapat menjadi objek
suatu persetujuan. Istilah belum ada dapat berarti mutlak (absolut) seperti
halnya dalam jual beli sepeda motor, penjual dapat menjual sepeda motor
dengan memesan terlebih dahulu (indent). Namun dalam perjanjian jual
beli secara indent adanya unsur uang panjar atau uang muka. Panjar ini
dikenal dalam Hukum Barat yang sebagaimana diatur dalam Pasal 1464
KUH Perdata, umumnya diberikan oleh pembeli dalam wujud sejumlah
uang tertentu sebagai tanda pengikat untuk kemudian hari yang dibuat
dalam perjanjian jual beli yang kemudian dengan memesan terlebih dahulu
atas suatu barang (kendaraan) yang akan dibeli atau yang diinginkan oleh
pembeli.46
46
B. Objek Indent
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum benda diatur
dalam buku II tentang benda. Klasifikasi benda yang diatur dalam buku II
KUH Perdata bersifat tertutup dan mutlak, sehingga aturan tersebut tidak
dapat dikesampingkan. Pada dasarnya barang yang menjadi objek jual beli
dapat dibedakan menjadi :
1. Barang yang sudah ada (saat ini sudah tersedia)
2. Barang yang akan ada, khusus untuk barang yang aka nada dapat
dibedakan lagi menjadi :
a. Benda yang akan ada absolut, yaitu benda yang saat ini belum ada
b. Benda yang akan ada relatif, yaitu benda yang saat ini sudah ada
tetapi belum dalam penguasaannya.47
Relevansi pembedaan benda tersebut adalah untuk menentukan
jaminan umum dan jaminan khusus yang dibebankan terhadap barang
tersebut sebagai jaminan pelunasan utang kreditur. Selain itu, pembedaan
barang (benda) yang menjadi objek jual beli juga berkaitan dengan cara
penyerahan benda tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka barang yang dijadikan
objek perjanjian jual beli dengan cara indent adalah barang yang akan ada
relatif, sebab barang (kendaraan) tersebut pada saat terjadinya kesepakatan
jual beli antara para pihak sudah ada tetapi, belum berada dalam
penguasaan penjual (masih harus dipesan). Tahap ini biasanya dinamakan
47
dengan indent (memesan terlebih dahulu) yang dipersamakan dengan
tahap pra kontraktual. Setelah penjual dan pembeli sepakat tentang harga
dan barang, barulah melahirkan perjanjian jual beli, walaupun barang
belum diserahkan dan harga belum dibayar.
Sementara itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
ditentukan syarat khusus mengenai barang (benda) yang dapat dijadikan
sebagai objek perjanjian jual beli yaitu barang yang diperjanjikan haruslah
berupa barang-barang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUH Perdata)
serta barang tersebut adalah miliknya sendiri. Berdasarkan hal tersebut
dapat ditafsirkan bahwa benda yang akan ada (relatif atau absolut) dapat
menjadi objek dalam perjanjian jual beli. Rasionya adalah bahwa
perjanjian jual beli saja berdasarkan sitem KUH Perdata belumlah
mengalihkan hak milik atas barang sebelum dilakukan penyerahan
(levering). Oleh karena itu, meskipun barang yang menjadi objek itu
belum ada perjanjian jual beli tetap dapat dilaksanakan.
Hal ini diperkuat dengan ketentuan Pasal 1334 ayat (1) KUH
Perdata yang menjelaskan bahwa “Barang-barang yang baru akan ada
dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian”.48
Jadi dapat
diambil kesimpulan bahwa tidak ada larangan dari pembentuk
undang-undang (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) untuk menjadikan barang
yang aka nada (relatif atau absolut) sebagai objek perjanjian, asalkan
48
barang tersebut dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUH Perdata) dan
barang tersebut adalah miliknya sendiri.
C. Sistem Indent
Pasal 1253 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perikatan
adalah bersyarat, apabila digantungkan pada suatu peristiwa yang masih
akan datang dan belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan
perikatan sehingga terjadinya peristiwa tersebut (syarat tangguh) maupun
secara membatalkan perikatan menurut terjadinya atau tidaknya peristiwa
itu (syarat batal).
Berdasarkan ketentuan Pasal 1253 KUH Perdata tersebut, maka
dapat diketahui bahwa ukuran dari pelaksanaan perikatan adanya syarat
terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang belum tentu akan
terjadi. Apabila peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang pasti akan
terjadi, maka perikatan tersebut bukanlah merupakan perikatan bersyarat,
melainkan perikatan dengan ketepatan waktu.49
Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian jual beli dengan objek
barang yang akan ada adalah perikatan dengan ketepatan waktu, yaitu
perikatan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai pada waktu yang
ditentukan yang pasti akan tiba, meskipun mungkin belum dapat
dipastikan kapan waktu yang dimaksudkan akan tiba, sebagaimana diatur
49
dalam Pasal 1268-1271 KUH Perdata.50 Perikatan jenis ini dapat
dibedakan menjadi :
a. Perikatan waktunya dapat ditentukan
b. Perikatan waktunya tidak dapat ditentukan
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka perjanjian jual beli dengan
objek barang yang akan ada termasuk dalam golongan perikatan dimana
waktunya dapat ditentukan sebab dalam indent jangka waktu penyerahan
barang telah ditentukan sebelumnya oleh para pihak. Masa indent
menandakan bahwa perjanjian ini termasuk perjanjian dengan ketepatan
waktu. Pengertian dari ketepatan waktu adalah perjanjian jual beli baru
akan terjadi apabila barang sudah ada ditangan penjual sesuai pesanan
pembeli dengan waktu yang diperjanjikan. Jadi, masa indent adalah waktu
dimulainya perikatan dengan ketepatan waktu berlangsung.
Pada dasarnya dalam perjanjian jual beli harga barang yang
menjadi objek perjanjian besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan para
pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1465 KUH Perdata. Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata tidak melarang adanya pembayaran uang
muka (done payment). Meskipun demikian, jumlah uang muka yang harus
dibayarkan tidak diatur dalam KUH Perdata secara jelas. Oleh karena itu,
pembeli maupun penjual dapat menentukan besarnya panjar yang harus
dibayarkan terlebih dahulu atas dasar kesepakatan bersama.
50
Namun yang menjadi permasalahan dalam jual beli dengan objek
benda yang akan ada adalah apabila perjanjian yang telah disepakati
bersama dibatalkan sepihak oleh pembeli ataupun penjual. Jika hal itu
terjadi apakah uang muka (done payment) yang telah dibayarkan dimuka
oleh pembeli harus dikembalikan kepada pembeli tanpa pemotongan
apapun. Mengenai uang panjar tersebut, diatur dalam Pasal 1464 dan Pasal
1257 KUH Perdata yang isinya menyatakan bahwa kreditur (penjual)
diperkenankan untuk melakukan pemotongan uang panjar atau uang muka
apabila terjadi pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak
(debitur/kreditur) sebagai bentuk perwujudan ganti kerugian atas
pembatalan perjanjian tersebut (max 50%). Senada dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, aturan dalam Pasal 6 huruf a, b, d dan e dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dimana dijelaskan bahwa hak
penjual atas pelaksanaan perjanjian jual beli apabila terjadi pembatalan
sepihak (asas pacta sunt servanda). Walaupun demikian, besarnya
pemotongan uang panjar haruslah dapat dipertanggungjawabkan sesuai
dengan jumlah kerugian yang diderita oleh penjual.
Hak milik beralih dengan adanya penyerahan (levering).
Penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam
penguasaan dan kepunyaan si pembeli (Pasal 1475 KUH Perdata). Jadi
penyerahan dapat diartikan sebagai cara untuk mendapatkan hak milik
karena adanya pemindahan hak milik akibat dari perjanjian jual beli.
dengan penyerahan kekuasaan atas barang (kendaraan dianalogikan
sebagai barang bergerak) dan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 612
KUH Perdata, penyerahan dilakukan langsung ditempat penjual atau
ditempat lain yang telah diperjanjikan sebelumnya.
Perjanjian jual beli dengan objek benda yang akan ada mempunyai
akibat hukum bagi para pihak yaitu timbulnya hak dan kewajiban bagi
penjual dan pembeli. Oleh karena itu, perjanjian jual beli termasuk
perjanjian timbal balik sempurna, kewajiban penjual merupakan hak bagi
pembeli dan sebaliknya. Dalam hal ini, kewajiban pokok dari penjual
adalah menyerahkan hak milik atas barang, menanggung kenikmatan
tenteram atas barang dan menanggung cacat tersembunyi serta berhak
menerima pembayaran atas barang tersebut. Kewajiban pokok bagi
pembeli adalah membayar harga barang sesuai dengan kesepakatan para
pihak dan berhak mendapatkan barang yang dibelinya. Akibat hukum
terhadap isi perjanjian adalah bahwa tersebut mengikat kedua belah pihak
dan harus dipatuhi (asas pacta sunt servanda) sehingga harus ditaati para
pihak dan mempunyai sanksi jika melanggarnya. Perlindungan hukum
yang didapat oleh pembeli (konsumen) dijamin dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pembeli tetap
D. Berakhirnya Indent
Berakhirnya perjanjian jual beli menurut ketentuan Pasal 1381
KUH Perdata, yaitu :51
1. Pembayaran
Yang dimaksud oleh Undang-Undang dengan pembayaran adalah
pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara sukarela, artinya tidak
dengan paksaan atau eksekusi. Jadi pembayaran itu oleh Undang-Undang
tidak saja ditujukan pada penyerahan uang saja, tetapi penyerahan tiap
barang menurut perjanjian, dinamakan pembayaran. Namuun demikian
masalah pembayaran ini salah satu alasan atau syarat untuk timbulnya
kewajiban melakukan pembayaran, karena adanya perjanjian yang mana
hal ini harus didahului oleh tindakan umum yang menimbulkan hubungan
hukum, misalnya hubungan hukum perjanjian jual beli.
Pembayaran harus dilakukan kepada kreditur atau kepada
seseorang yang dikuasakan olehnya atau juga kepada seorang yang
dikuasakan oleh hakim atau oleh Undang-Undang untuk menerima
pembayaran bagi si berpiutang.52 Agar pembayaran itu sah, perlu orang
yang membayar itu pemilik dari barang yang dibayarkan dan berkuasa
memindahtangankannya. Meskipun demikian, pembayaran suatu jumlah
uang atau sejumlah barang lain yang dapat dihabiskan tidak dapat diminta
kembali dari seorang yang dengan itikad baik telah menghabiskan barang
yang telah dibayarkannya itu sekalipun pembayaran itu telah dilakukan
51
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1987, Hlm. 64.
52
oleh orang yang bukan pemilik atau orang tidak cakap mengasingkan
barang tersebut.
Pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditentukan di dalam
perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak. Jika tempat ini tidak
ditentukan dan barang harus dibayarkan itu suatu barang yang sudah
tertentu, pembayaran harus dilakukan di tempat barang itu berada sewaktu
perjanjian ditutup. Dalam hal-hal lain, misalnya dalam hal tiada ketentuan
tempat dan pembayaran yang berupa uang, pembayaran harus dilakukan di
tempat tinggal si berpiutang. Jadi, tiap pembayaran yang berupa uang, jika
tiada ketentuan lain, harus diantarkan ke rumah si berpiutang (pembeli).
Akan tetapi sebagaimana kita lihat dalam praktek, peraturan ini sudah
terdesak oleh kebiasaan yaitu pembayaran tersebut diambil di rumah si
berpiutang (pembeli).
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan
Ini adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si
berpiutang (kreditur) menolak melakukan pembayaran. Cara itu adalah
sebagai berikut : Barang atau uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan
secara resmi oleh seorang Notaris atau seorang jurusita pengadilan.53
Notaris atau jurusita ini membuat suatu perincian barang-barang atau uang
yang akan dibayarkan itu dan pergi ke rumah atau tempat tinggal kreditur,
kepada siapa yang memberitahukan bahwa atas perintah debitur datang
53
untuk membayar utang debitur tersebut, pembayaran akan dilakukan
dengan menyerahkan (membayarkan) barang atau uang yang telah
diperinci itu.
Apabila kreditur menerima barang atau uang yang ditawarkan itu,
maka selesailah pembayaran itu, dan apabila kreditur menolak yang
biasanya memang sudah dapat diduga, maka notaris atau jurusita akan
mempersilakan kreditur itu menandatangani proses verbal tersebut dan jika
kreditur tidak menaruh tanda tangannya, hal itu akan dicatat oleh Notaris
atau jurusita diatas surat proses verbal tersebut. Dengan demikian
terdapatlah suatu bukti yang resmi bahwa si berpiutang telah menolak
pembayaran.
3. Pembaharuan hutang atau novasi
Menurut pasal 1413 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ada 3
(tiga) macam untuk melaksanakan suatu pembaharuan hutang atau novasi,
yaitu :
a. Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan hutang baru
orang yang menghutangkannya, yang menggantikan hutang yang lama
yang dihapuskan karenanya.
b. Apabila seorang berhutang ditunjuk untuk menggantikan orang
c. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru
ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama terhadap siapa si
berpiutang dibebaskan dari perikatannya.54
Pembaharuan hutang atau novasi sebagaimana telah dijelaskan,
hakekatnya merupakan surat hasil perundingan segi tiga, sedangkan dalam
hal subrogasi debitur adakalanya pasif dan dalam hal cessie, debitur
selamanya pasif. Dia hanya diberitahukan tentang adanya pergantian
kreditur, sehingga ia harus membayar hutangnya kepada orang baru atau
menghapus perjanjian lama.
4. Perjumpaan hutang atau kompensasi
Ini adalah suatu cara penghapusan hutang dengan jalan
memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang secara timbal
balik antara kreditur dan debitur. Jika dua orang saling berutang satu pada
yg lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana
hutang-hutang antara kedua orang tersebut dihapuskan, demikianlah
dijelaskan pada pasal 1424 KUH Perdata. Pada pasal tersebut dijelaskan
bahwa perjumpaan itu terjadi demi hukum, bahkan dengan tidak setahunya
orang-orang yang bersangkutan dan kedua hutang itu, yang satu
menghapuskan yang lain dan sebaliknya pada saat hutang-hutang itu
bersama-sama ada bertimbal balik untuk suatu jumlah yang sama.
Agar dua hutang dapat diperjumpakan, perlulah dua hutang itu
seketika dapat ditetapkan besarnya atau jumlahnya dan dapat ditagih.
54
Kalau yang satu dapat ditagih sekarang tetapi yang lainnya baru satu bulan
lagi, maka dua hutang itu tidak dapat diperjumpakan.
Perjumpaan terjadi dengan tidak dibedakan dan sumber hutang piutang
antara kedua belah pihak itu telah lahir, terkecuali :55
a. Apabila dituntutnya pengembalian suatu barang yang secara
berlawanan dengan hukum dirampas dari pemiliknya,
b. Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau
dipinjamkan,
c. Terdapat sesuatu hutang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang
telah dinyatakan tidak dapat disita (alimentasi).
5. Percampuran hutang
Apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang
berhuttang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi
hukum suatu percampuran hutang dengan mana hutang-hutang tersebut
dihapuskan. Percampuran hutang terjadi jika kedudukan kreditur dan
debitur menjadi satu, maka terjadilah secara otomatis percampuran hutang,
misalnya :
a. Bila debitur menjadi ahli waris tunggal dari kreditur
b. Bila seorang wanita juga seorang debitur kemudian menikah (kawin)
dengan kreditur dalam suatu percampuran hutang.
55
6. Pembebasan hutang
Pembebasan hutang ini merupakan tindakan kreditur membebaskan
kewajiban debitur memenuhi pelaksanaan perjanjian. Masalah pada masa
sekarang sungguh sangat sulit, hal ini adalah disebabkan karena ketatnya
persaingan ekonomi pada masa sekarang, namun demikian bila kreditur
menyatakan bahwa debitur telah dibebaskan dari seluruh kewajiban
pembayaran hutang uang maka, hapuslah hutang dari pada debitur.
Dengan demikian yang sangat dibutuhkan dalam pembebasan
hutang adalah adanya kehendak kreditur membebaskan kewajiban debitur
untuk melaksanakan pemenuhan perjanjian serta menggugurkan perjanjian
itu sendiiri. Jadi pembebasan hutang tersebut sebagai tindakan hukum
tidak lain dari pernyataan kehendak yang sepihak yaitu tindakan hukum
sepihak yang timbul atau datang dari pernyataan kehendak dari kreditur.
Akan tetapi walaupun pembebasan hutang dikategorikan sebagai
tindakan hukum sepihak tentu tidak melarang kemungkinan terjadinya
pembebasan hutang berdasarkan tindakan hukum kedua belah pihak. Bila
ditinjau dari segi teoritis, hakekat pembebasan hutang terjadi adanya
tindakan hukum atas kehendak kedua belah pihak. Dapat dilihat atas
pembebasan yang dinyatakan kreditur tentu sekurang-kurangnya
diperlukan juga pernyataan penerimaan pembebasan dari pihak debitur.
Dengan adanya penerimaan yang menyetujui pembebasan hutang
dari pihak debitur jelas terlihat adanya tindakan hukum dari kedua belah
dinyatakan persetujuan menerima pembebasan. Dan tidak mungkin
pernyataan pembebasan dapat terlaksanakan tanpa persetujuan dari
debitur, yang sekurang-kurangnya dibutuhkan penerimaan kreditur.
7. Musnahnya barang yang terhutang
Jika barang tertentu yang menjadi objek perjanjian musnah, tidak
dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tidak diketahui
apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perjanjiannya, asal barang
tersebut musnah atau hilang diluar kesalahan si berhutang dan sebelum ia
lalai menyerahkannya. Bahkan bila debitur itu lalai menyerahkan barang
(terlambat), ia akan bebas dari perjanjian bila dapat membuktikan bahwa
hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian di luar kekuasaannya.
Apabila si berhutang mengalami peristiwa-peristiwa yang
diuraikan diatas, telah dibebaskan dari perjanjiannya terhadap krediturnya,
maka diwajibkan menyerahkan kepada kreditur itu segala hak yang
mungkin dapat dilakukannya terhadap orang-orang pihak ketiga sebagai
pemilik barang yang telah hapus atau hilang.
8. Batal atau pembatalan
Dikatakan suatu perjanjian batal demi hukum, jika perjanjian itu
tidak memenuhi syarat objektif, sedangkan terjadinya suatu pembatalan
jika perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif. Misalnya, seorang anak
yang belum dewasa mengadakan perjanjian itu dapat dibatalkan oleh orang
Untuk dalam hal meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan
subjektifnya itu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian yang demikian di depan
hakim
b. Secara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat di depan hakim
untuk memenuhi perjanjian dan dapat mengajukan kekurangannya
perjanjian tersebut.
Untuk penuntutan secara aktif sebagaimana dijelaskan diatas,
Undang-Undang mengadakan suatu batas waktu 5 (lima) tahun, yang diatur dalam
pasal 1454 KUH Perdata, sedangkan untuk pembatalan sebagai pembelaan
tidak diadakan pembatasan waktu.
9. Berlakunya suatu syarat batal
Pada waktu membicarakan perikatan bersyarat, telah dijelaskan
bahwa yang dinamakan perikatan bersyarat itu adalah suatu perikatan yang
nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan
masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan lahirnya
perikatan sehingga terjadinya peristiwa tersebut. Dalam hal yang pertama,
perikatan dilahirkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Dalam
hal yang kedua, suatu perikatan yang sudah dilahirkan justru akan berakhir
atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Perikatan ini
dinamakan suatu perikatan dengan suatu syarat batal.
Dalam hukum perjanjian pada asasnya suatu syarat batal
adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan
membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak
pernah terjadi perjanjian, demikianlah dijelaskan pada pasal 1265 KUH
Perdata. Dengan begitu, syarat batal itu mewajibkan si berutang untuk
mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang
dimaksudkan itu terjadi.
10.Lewat waktu (daluwarsa)
Menurut pasal 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang
dinamakan daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk
memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh
undang-undang.
Dengan lewatnya waktu tersebut, hapuslah setiap perikatan hukum
dan tinggallah suatu perikatan bebas (natuurlijke verbintenis), yang artinya
kalau dibayar boleh tetapi tidak dapat dituntut di depan hakim. Debitur
jika ditagih hutangnya atau dituntut di depan pengadilan dapat mengajukan
eksepsi tentang kedaluwarsanya piutang dan dengan demikian mengelak
setiap tuntutan.
Khusus untuk perjanjian jual beli secara indent untuk objek barang
yang akan ada (kendaraan) berakhir apabila :
1. Prestasi telah dilaksanakan
Pada dasarnya objek perjanjian adalah sama dengan prestasi.
berbuat sesuatu. Di dalam perjanjian timbale balik, seperti jual beli secara
indent, telah ditentukan objek perjanjian. Misalnya, dalam perjanjian jual
beli sepeda motor yang menjadi objek perjanjian adalah harga dan barang.
Pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan sepeda motor secara riil
dan menyerahkan surat-surat sepeda motor tersebut. Begitu juga, pihak
pembeli berkewajiban untuk menyerahkan sejumlah uang harga sepeda
motor yang telah disepakati tersebut. Dengan demikian, telah dilaksanakan
objek perjanjian. Maka, perjanjian antara penjual dan pembeli telah
berakhir, baik secara diam-diam maupun secara tegas.
2. Pembeli atau indentor meninggal dunia
Perjanjian jual beli secara indent berakhir karena meninggalnya
pembeli atau indentor. Dalam hal pembeli meninggal dunia, ahli waris
pembeli dapat mengakhiri perjanjian jual beli indent setelah berunding
dengan pihak penjual dan berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak-hak yang telah
diatur dalam perjanjian jual beli secara indent.
3. Adanya wanprestasi berdasarkan putusan hakim
Pada dasarnya perjanjian jual beli harus dilaksanakan oleh para
pihak berdasarkan itikad baik, namun dalam kenyataannya sering kali
salah satu pihak tidak melaksanakan substansi perjanjian jual beli,
walaupun mereka telah diberikan sormasi sebanyak tiga kali berturut-turut.
Karena pada salah satu pihak lalai melaksanakan prestasinya maka, pihak
secara sepihak. Pemutusan perjanjian jual beli secara sepihak merupakan
salah satu cara untuk mengakhiri perjanjian jual beli yang dibuat oleh para
pihak. Artinya pihak kreditur menghentikan berlakunya perjanjian jual beli
yang dibuat dengan debitur, walaupun jangka waktunya belum berakhir.
Ini disebabkan debitur tidak melaksanakan prestasi tersebut sebagaimana
BAB IV
TANGGUNG JAWAB DEALER SEBAGAI PELAKU USAHA TERHADAP INDENTOR DALAM PERJANJIAN JUAL BELI
SEPEDA MOTOR SECARA INDENT
A. Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Sepeda Motor Secara Indent Pada PT. Indako Trading Coy, Medan
Sepeda motor menjadi moda transportasi yang paling favorit
digunakan oleh masyarakat dewasa ini. Terpilihnya sepeda motor sebagai
sarana transportasi yang paling favorit disebabkan karena keunggulan
sepeda motor itu sendiri dalam hal biaya perawatan, biaya bahan bakar,
efektifitas waktu perjalanan, kenyamanan serta kemampuannya untuk
menerobos kemacetan yang terjadi di jalan raya.
Tingginya animo masyarakat untuk memiliki sepeda motor baru
mengakibatkan masyarakat memiliki keinginan untuk membeli sepeda
motor idaman mereka setelah memesan atau indent terlebih dahulu sepeda
motor yang mereka inginkan dengan membayar sejumlah uang muka
sebagai tanda jadi dan mendapat nomor tunggu atau janji dari pegawai
divisi penjualan tentang kepastian tanggal konsumen atau indentor akan
dapat menerima sepeda motor yang di indentnya.
Perjanjian jual beli sepeda motor sebagai suatu perjanjian yang
mengandung risiko yang memerlukan penanganan yang baik. Untuk
dari masing-masing pihak baik dari pihak penjual maupun dari pihak
pembeli.
Suatu perjanjian pada kenyataannya tidak selalu dibuat secara
tertulis, tetapi ada juga secara lisan. Hal ini merupakan salah satu dari asas
kebebasan berkontrak. Namun karena perkembangan kesadaran hukum
yang meningkat pesat telah mendorong para pihak untuk membuat dalam
suatu akta otentik. Dalam Pasal 1319 KUH Perdata, perjanjian tersebut
merupakan perjanjian tidak bernama yang merupakan perjanjian yang
timbul, tumbuh dan berkembang dalam praktek. Sama halnya perjanjian
ini timbul karena adanya asas kebebasan berkontrak.
Dalam hukum perjanjian, perjanjian indent merupakan perjanjian
khusus atau disebut juga perjanjian tidak bernama, karena tidak dijumpai
dalam KUH Perdata. Perjanjian ini dapat diterima dalam hukum karena
KUH Perdata ditemui satu pasal yang menyatakan adanya asas kebebasan
berkontrak yakni pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan, “perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”.
Menurut Pasal 1339 KUH Perdata, suatu perjanjian tidak hanya
mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian,
tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan
(diwajibkan) oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dengan
demikian, setiap perjanjian diperlengkapi dengan aturan-aturan yang
suatu kalangan tertentu), sedangkan kewajiban-kewajiban yang diharuskan
oleh kepatutan (norma-norma kepatutan) harus juga diindahkan.
Kita melihat dalam Pasal 1339 KUH Perdata tersebut, bahwa adat
kebiasaan telah ditunjuk sebagai sumber norma disamping
undang-undang ikut menentukan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam
suatu perjanjian. Suatu persoalan disini, bila terdapat suatu adat kebiasaan
yang berlainan atau menyimpang dari undang-undang, apakah peraturan
undang-undang itu masih berlaku ataukah ia sudah disingkirkan oleh adat
kebiasaan tersebut? Jawabnya ialah bahwa suatu pasal (peraturan)
undang-undang, meskipun sudah ada suatu adat kebiasaan yang menyimpang,
masih tetap berlaku dan barangsiapa pada suatu hari menunjuk pada
peraturan undang-undang tersebut harus dibenarkan dan tidak boleh
dipersalahkan.
Menurut hasil wawancara dengan Berry Siregar pada PT. Indako
Trading Coy, Medan sebagai salah satu perusahaan yang memperjual
belikan sepeda motor menyebutkan “perjanjian jual beli yang dilakukan
antara PT. Indako Trading Coy, Medan dengan pembeli (konsumen)
diadakan secara tertulis yang berbentuk standar kontrak dan di dalamnya
berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak”.56
Pembeli atau konsumen yang akan bermaksud membeli sepeda
motor, maka yang bersangkutan dapat mendatangi PT. Indako Trading
Coy, Medan atau pada sub dealer dengan membawa identitas diri (seperti
56
KTP, SIM) dengan mengisi blanko isian yang sudah ditentukan dengan
menyebutkan identitas diri dan spesifikasi sepeda motor yang dipesan
serta membayar uang muka atau tanda jadi.
Bentuk perjanjian yang dilakukan PT. Indako Trading Coy, Medan
dengan pembeli (konsumen) adalah dilakukan dalam bentuk tertulis yang
tentang isi perjanjian tersebut dibuat dan ditentukan oleh pihak
perusahaan. Para pembeli atau konsumen yang terikat dalam perjanjian
biasanya setelah membaca dan mengetahui isi perjanjian tersebut, jika
setuju dengan ketentuan-ketentuan dalam surat perjanjian tersebut maka
akan membubuhkan tanda tangannya. Sedangkan untuk pembeli atau
konsumen yang tidak setuju dengan syarat-syarat sebagaimana disebutkan
dalam perjanjian tersebut, pembeli atau konsumen tersebut tidak akan
membubuhkan tanda tangannya. Dengan demikian, tentang isi dari
perjanjian jual beli sepeda motor pihak pembeli atau konsumen tidak
terlibat dalam pembuatan syarat-syarat perjanjian tersebut dan hanya pihak
perusahaan yang menentukan isi perjanjiannya.
Konsumen yang telah menandatangani formulir isian untuk
menginden sepeda motor yang diinginkan, setelah membayar sejumlah
uang muka akan dicatat pada buku daftar tunggu yang disimpan oleh
perusahaan. Daftar tunggu tersebut memuat : nama pemesan (indentor),
tanggal pemesanan, alamat dan nomor telepon atau handphone yang dapat
dihubungi oleh perusahaan apabila sepeda motor yang dipesan telah
Dengan menandatangani surat perjanjian tersebut maka antara PT.
Indako Trading Coy, Medan dengan pembeli (konsumen) telah terikat
dengan isi perjanjian yang di dalamnya telah diatur hak dan kewajiban
masing-masing pihak dan telah mengikat kedua belah pihak untuk
melaksanakannya. Jelaslah bahwa perjanjian jual beli sepeda motor antara
PT. Indako Trading Coy, Medan dengan pembeli (konsumen), bentuk
perjanjiannya adalah berbentuk tertulis yang dituangkan dalam bentuk
standar kontrak, syarat-syarat perjanjian ditentukan oleh pihak penjual.
Adapun yang dimaksud dengan perjanjian standar baku adalah
suatu bentuk perjanjian yang mengatur hubungan para pihak yang telah
ditentukan sebelumnya dalam bentuk formulir oleh pihak yang posisinya
lebih kuat dan tidak dapat dirubah kecuali ditentukan lain. Mengenai isi
perjanjian standar baku tidak ada ditentukan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan sendiri
sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang disimpulkan dari pasal
1338 KUH Perdata yang menyebutkan, bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen tidak memberikan defenisi tentang perjanjian baku, tetapi
merumuskan klausula baku yang tercantum dalam pasal 1 angka (10)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sebagai berikut : “setiap
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen”.
Ketentuan mengenai klausula baku ini diatur dalam Bab V tentang
ketentuan Pencantuman Klausula Baku yang hanya terdiri dari satu pasal,
yaitu Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen secara prinsip mengatur dua macam
larangan yang diberlakukan bagi para pelaku usaha yang membuat
perjanjian baku dan atau mencantumkan klausula baku dalam perjanjian
yang dibuat olehnya. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai larangan
pencantuman klausula baku dan Pasal 18 ayat (2) mengatur mengenai
bentuk atau format, serta penulisan perjanjian baku yang dilarang.
Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa : Para
pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen dan atau perjanjian, dimana klausula baku tersebut akan
mengakibatkan : yang pertama menyatakan pengalihan tanggung jawab
pelaku usaha, yang kedua menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen, yang ketiga
uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen dan
yang keempat menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku
usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan
segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran atau kredit.
Mengatur mengenai perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan
barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen : memberi hak
kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau manfaat harta
kekayaan konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan,
lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh
pelaku usaha dan masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya serta
menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai atau hak jaminan terhadap barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsurang atau kredit.
Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang
mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau
tidak dapat dibaca secara jelas atau yang dalam pengungkapannya sulit
dimengerti.
Perjanjian jual beli sepeda motor yang dibuat oleh PT. Indako
Trading Coy, Medan sebagai pihak pertama dengan pembeli sebagai pihak
kedua terdapat hak dan kewajiban. Sebagai pihak pertama, PT. Indako
1. Pihak pertama dalam hal ini berkewajiban memberikan sepeda motor kepada pihak kedua sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
2. Pihak pertama sanggup menyediakan sepeda motor yang dibutuhkan oleh pihak kedua dengan keadaan
5. Pihak kedua akan membayar kepada pihak pertama atas harga sepeda motor sesuai dengan harga yang disepakati.57
Kewajiban-kewajiban tersebut harus dilaksanakan oleh pihak
perusahaan PT. Indako Trading Coy, Medan dan hal tersebut adalah
merupakan hak dari para pembeli (konsumen) jual beli sepeda motor yang
terikat dalam perjanjian. Jika dalam pelaksanannya pihak PT. Indako
Trading Coy, Medan tidak memenuhi kewajiban tersebut, maka konsumen
yang dirugikan dapat melakukan tuntutan ganti rugi akibat tidak
dipenuhinya isi perjanjian tersebut.
Kewajiban dari pihak pembeli dalam perjanjian jual beli tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Pihak pembeli berkewajiban membayar harga sepeda motor sesuai
dengan harga yang disepakati.
57
2. Pihak pembeli wajib mentaati segala peraturan dan
ketentuan-ketentuan yang tertera dalam perjanjian yang terdapat di dalam jual
beli sepeda motor.
Kewajiban-kewajiban tersebut harus dilaksanakan oleh pembeli
atau pihak kedua yang sekaligus hal itu merupakan hak dari pihak
perusahaan PT. Indako Trading Coy, Medan. Jika pihak kedua tidak dapat
memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut sesuai perjanjian, maka pihak
pertama setiap saat dapat memutuskan hubungan dengan pihak kedua dan
membatalkan perjanjian jual beli sepeda motor ini tanpa membayar ganti
kerugian apapun kepada pihak kedua atau pembeli.
B. Upaya Indentor Agar Perusahaan Memenuhi Hak Indentor
Tuntutan atau claim indentor untuk mendapatkan hak indentor agar
segera memperoleh sepeda motor yang telah diindennya dapat diajukan
kepada PT. Indako Trading Coy, Medan dengan berbagai cara yang
bersifat kekeluargaan atau jalur hukum.
Sebelum indentor mengajukan tuntutan melalui jalur hukum di
Pengadilan, perlu dianalisa terlebih dahulu apakah kerugian yang diderita
konsumen merupakan akibat langsung dari tindakan PT. Indako Trading
Coy, Medan atau tidak, karena menurut undang-undang debitur hanya
wajib membayar ganti rugi atas kerugian yang memenuhi 2 (dua) syarat,
1. Kerugian yang dapat diduga atau sepatutnya diduga pada waktu
perjanjian dibuat.
2. Kerugian yang merupakan akibat langsung dan serta merta daripada
ingkar janji.58
dimana apabila konsumen mengajukan gugatan tanpa didasari alasan
tersebut maka gugatan konsumen tidak akan diterima oleh Pengadilan.
Claim yang diajukan konsumen terhadap perusahaan umumnya
disampaikan langsung oleh konsumen pada PT. Indako Trading Coy,
Medan di kantor pemasaran, melalui situs internet khusus untuk para
indentor sepeda motor Honda, melalui surat kabar, surat elektronik (
e-mail) atau media-media lainnya yang memuat ketidakpuasan konsumen
atas layanan PT. Indako Trading Coy, Medan atau tidak terpenuhinya
hak-hak konsumen oleh PT. Indako Trading Coy, Medan.
Seluruh claim yang disampaikan masyarakat ditangani oleh Divisi
Human Relation PT. Indako Trading Coy, Medan yang berwenang kritik,
saran dan keluhan masyarakat yang disampaikan langsung maupun
melalui media elektronik dan media massa.
Tuntutan masyarakat yang berakibat hukum, disampaikan ke Divisi
Legal untuk ditindak lanjuti dan diselesaikan, sedangkan tuntutan yang
bersifat kritik dan saran akan dibalas dengan disertai upaya
penyempurnaan dan pemenuhan hak-hak konsumen.
58
Khusus tuntutan konsumen dalam perjanjian indent, umumnya
mengenai panjangnya waktu yang dibutuhkan indentor untuk menunggu
datangnya sepeda motor yang diindent serta adanya indikasi karyawan PT.
Indako Trading Coy, Medan melakukan penukaran nomor urut tunggu
indentor sehingga indentor yang telah lama menanti belum memperoleh
sepeda motor yang diindent, sedangkan indentor lain dengan nomor urut di
belakang dapat menerima sepeda motor lebih dahulu karena memberikan
sejumlah „uang pelicin‟ pada karyawan tertentu.
Terhadap claim konsumen demikian, Divisi Human Relation
bekerjasama dengan Divisi Legal akan melakukan penelitian terhadap
karyawan berdasarkan informasi konsumen yang apabila diperlukan akan
dihubungi oleh Divisi Human Relation dan Legal untuk dimintai
keterangan.
Bila setelah dikonfirmasikan dengan keterangan konsumen,
terbukti bahwa karyawan telah sengaja atau tidak sengaja melakukan
hal-hal yang dilaporkan konsumen maka Pimpinan Kantor Cabang PT. Indako
Trading Coy, Medan akan menindak karyawan.
Konsumen akan mendapat pemenuhan haknya segera dari
perusahaan atau PT. Indako Trading Coy, Medan dengan disertai
permohonan maaf apabila ternyata karyawan terbukti melakukan tindakan
yang merugikan konsumen.
Jalur yang ditempuh perusahaan merupakan jalur administratif
tuntutan konsumen yaitu Divisi Human Relation dan Divisi Legal yang
bertanggung jawab langsung pada Pimpinan Cabang PT. Indako Trading
Coy, Medan sehingga apabila tuntutan konsumen terbukti benar maka
karyawan yang terbukti melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan
dapat segera dikenakan sanksi administrasi dan sanksi hukum bila
merugikan keterangan dan nama baik perusahaan.
Atas dasar analisa tersebut, maka lebih baik dan berhasil guna
apabila tuntutan diajukan konsumen pada perusahaan melalui upaya
kekeluargaan tanpa melibatkan pihak ketiga (Pengadilan) sehingga
masalah indentor dapat diselesaikan disamping kredibilitas perusahaan
tetap terjaga di masyarakat.
C. Tanggung Jawab PT. Indako Trading Coy, Medan Dalam Hal Sepeda Motor Yang Diterima Indentor Tidak Sesuai Yang Dipesan dan Diterima Melewati Waktu Yang Diperjanjikan
Dalam hal terjadinya keterlambatan diserahkannya sepeda motor
tersebut kepada indentor, sehingga atas keterlambatan tersebut pihak
indentor merasa dirugikan maka kerugian yang dialami oleh indentor
tersebut tidak dapat semata-mata dibebankan kepada PT. Indako Trading
Coy, Medan, karena bagaimana pun juga PT. Indako Trading Coy, Medan
hanya bertindak sebagai penjual sepeda motor tersebut dan untuk
penyerahannya pun masih bergantung pada produsen. Berry Siregar
penyerahan sepeda motor tersebut beserta alasan-alasan penyebab
keterlambatannya sudah dijelaskan kepada pihak indentor dan indentor
yang mengalami keterlambatan penyeerahan sepeda motor tidak keberatan
dan dapat mengerti hal-hal tersebut, karena keterlambtan tersebut juga
bukan merupakan kesengajaan atau kelalaian pihak PT. Indako Trading
Coy, Medan.
Upaya untuk menjamin kesesuian dan pertanggungjawaban ketika
terjadi ketidaksesuaian yang dilakukan PT. Indako Trading Coy, Medan
kepada Bapak Lis menunjukan perwujudan pelaksanaan itikad baik
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang
menyatakan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Untuk mengetahui pertanggungjawaban PT. Indako Trading Coy,
Medan kepada indentor dalam hal terjadinya ketidaksesuaian pada sepeda
motor yang diterima oleh indentor. Bapak Lis dan PT. Indako Trading
Coy melakukan jual-beli sepeda motor dengan cara indent satu unit Honda
CB150R Manual berwarna hitam metallic, terhitung 1 minggu pemesanan,
sepeda motor yang dipesan oleh Bapak Lis tersebut datang dan setelah
dilakukan pengecekan untuk menjamin dan memastikan kesesuaian sepeda
motor tersebut pun diserahkan kepada Bapak Lis. Dalam 3 hari pemakaian
Bapak Lis menelpon pihak dealer untuk menyampaikan keluhan yang
dialaminya terhadap sepeda motor yang baru dibelinya dari PT. Indako
Trading Coy tersebut. Bapak Lis menceritakan 2 hari setelah sepeda motor
masih dalam kedaan baik dan tidak ditemui kendala, namun memasuki
hari ketiga ditemui keluhan terhadap sepeda motor tersebut, yaitu
mengeluarkan suara berisik pada mesinnya yang mengakibatkan
ketidaknyamanan pada saat berkendara. Kemudian Bapak Lis merekam
suara berisik tersebut yang memang jelas terdengar saat mesin dinyalakan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam
pelaksanaan perjanjian jual beli dengan cara indent antara PT. Indako
Trading Coy, Medan dan Bapak Lis selaku indentor. PT. Indako Trading
Coy, Medan sebagai pihak penjual telah melaksanakan
pertanggungjawabannya terhadap Bapak Lis selaku indentor dalam hal
terjadinya ketidaksesuaian sepeda motor yang diterima oleh Bapak Lis.
Secara garis besar pertanggungjawaban yang dilakukan oleh PT. Indako
Trading Coy, Medan yaitu :
1. PT. Indako Trading Coy, Medan melakukan perbaikan terhadap
kerusakan yang terjadi pada sepeda motor yang dibeli oleh Bapak Lis
dari PT. Indako Trading Coy, Medan.
2. Proses perbaikan sepeda motor dilakukan di bengkel resmi PT. Indako
Trading Coy seperti bengkel resmi AHASS.
3. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Bapak Lis terhadap
sepeda motor yang telah dibeli dari PT. Indako Trading Coy, Medan,
maka PT. Indako Trading Coy, Medan menanggung kerugian yang
Berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh Berry Siregar kepada
penulis perihal penyebab masalah tersebut, diperoleh keterangan bahwa
tekhnisi PT. Indako Trading Coy, Medan mendiagnosa penyebab dari
suara berisik pada mesin sepeda motor tersebut terdeteksi memang perlu
ganti spart yaitu Lifter Assy Tensioner.59
Lifter Assy Tensioner atau disingkat LAT terletak pada blok mesin
belakang blok silinder, yang dikelilingi oleh rantai keteng/chain yang
menunjang kerja piston dan klep sisi lainnya. Dalam kerja kerasnya yang
terus menerus selama mesin hidup, rantai memerlukan ketegangan yang
sesuai agar dapat bekerja maksimal dan minim suara berisik, rantai akan
semakin berisik apabila ketegangannya berkurang atau rantai mulai
renggang atau memuai akibat panas area mesin. Apabila rantai renggang,
selain berisik maka efek lainnya dapat menyebabkan kerja rantai dan gir
menjadi tidak presisi dan juga berpengaruh pada piston dan klep
bertabrakan, ketika sepeda motor sedang dikendarai/kondisi mesin hidup
seringkali terdengar suara berisik dalam mesin.
Solusi dari permasalahan ini adalah dengan mengganti spart lifter
assy tensioner tersebut, yang mana dalam proses penggantian ini tidak
memakan biaya karena masih dalam masa garansi dealer. Ketentuan dan
kondisi garansi Indako memberikan jaminan apabila terdapat kerusakan
pada komponen atau hasil kerja pabrikan dan setelah dilakukan
pengecekan oleh tim tekhnisi PT. Indako Trading Coy, Medan dan
59
dipastikan bahwa permasalahan yang dialami oleh sepeda motor Bapak Lis
bukan dikarenakan kesalahan penggunaan ataupun force majeur melainkan
dikarenakan hasil kerja pabrikan yang tidak presisi atau tidak tepat.
Sehingga PT. Indako Trading Coy bersama bengkel resminya AHASS
memulihkan kerusakan dengan cara perbaikan atau sesuai kondisi dengan
cara mengganti komponen yang rusak dan tidak mengganti dengan
kendaraan yang baru.
Hanya perjanjian yang dibuat secara sah saja yang dapat
mempunyai akibat hukum dan mengikat para pihak sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dari penelitian yang dilakukan
oleh penulis terhadap perjanjian jual beli sepeda motor dengan cara indent
anatara PT. Indako Trading Coy, Medan dan Bapak Lis telah memenuhi
syarat-syarat sahnya perjanjian seperti yang telah disebutkan dalam Pasal
1320 KUH Perdata, yaitu :
1. Perjanjian jual-beli sepeda motor dengan cara indent antara PT. Indako
Trading Coy, Medan dan Bapak Lis lahir karena adanya kata sepakat
mengenai harga dan jenis barang yang akan dipesan, yang selanjutnya
dituangkan dalam Surat Pesanan Kendaraan atau SPK dan
diserahkannya uang muka yang selanjutnya akan diperhitungkan
sebagai harga sepeda motor bila sepeda motor yang dipesan tersebut
telah tersedia.
2. Masing-masing pihak dalam perjanjian jual-beli sepeda motor dengan
cakap melakukan perbuatan hukum, yang disyaratkan untuk
menyerahkan kartu identitas berupa KTP atau SIM yang hanya dapat
dimiliki oleh orang dewasa atau sudah berusia sekurang-kurangnya 17
tahun
3. Suatu hal atau objek tertentu, objek dalam perjanjian jual-beli dengan
cara indent yaitu satu unit sepeda motor Honda CB150R yang dipesan
oleh Bapak Lis yang spesifikasi sepeda motor tersebut umumnya telah
dimuat dalam brosur-brosur yang disediakan di showroom penjual
maupun iklan-iklan di media elektronik dan media massa.
4. Sebab atau causa yang halal, causa adalah sasaran atau tujuan yang
kedua belah pihak bermaksud mencapainya. Adapun causa yang halal
adalah kausa atau tujuan yang tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Tujuan perjanjian yang
dilakukan oleh PT. Indako Trading Coy, Medan dan Bapak Lis adalah
melakukan kegiatan perdagangan, yakni jual-beli sepeda motor.
Adapun kegiatan jual-beli sepeda motor ini tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan,
sehingga tujuan perjanjian jual beli ini adalah sah karena telah
memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Dalam pelaksaan perjanjian jual beli sepeda motor dengan cara
indent diatas, pada dasarnya PT. Indako Trading Coy, Medan selaku pihak
penjual telah beritikad baik dalam melaksanakan kewajibannya dalam
hingga ketika sepeda motor tersebut dikirimkan dan diserahkan kepada
indentor dengan melakukan pengecekan atas sepeda motor tersebut, dari
upaya-upaya yang dilakukan oleh PT. Indako Trading Coy, Medan untuk
menjamin kesesuaian sepeda motor yang dipesan oleh indentor, yang
meliputi pengecekan atas sepeda motor tersebut untuk memastikan bahwa
sepedan motor yang nantinya akan diserahkan kepada indentor tersebut
benar-benar sesuai dengan apa yang dipesan oleh indentor yang tertuang
dalam SPK dan memastikan bahwa sepeda motor tersebut dalam kondisi
baik.
Dalam rangka pelaksanaan perjanjian, peranan itikad baik (good
faith) memiliki peranan yang sangat penting, Pasal 1338 ayat (3) KUH
Perdata menyebutkan bahwa “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
baik”. Hal ini menjadi alasan yang sangat rasional karena itikad baik
merupakan suatu landasan pelaksanaan perjanjian, apakah suatu perjanjian
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya atau tidak. Suatu perjanjian
dilaksanakan dengan baik atau tidak, dapat dilihat dari
perbuatan-perbuatan nyata pada saat pelaksanaan perjanjian tersebut.
Upaya untuk menjamin kesesuaian dan pertanggungjawaban ketika
terjadi ketidaksesuaian yang dilakukan oleh PT. Indako Trading Coy,
Medan kepada Bapak Lis menunjukan perwujudan pelaksanaan asas pacta
sun servanda. Asas ini berhubungan dengan akibat suatu perjanjian dan
diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang dapat disimpulkan dari kata
pacta sun servanda disebut juga asas kepastian hukum, dengan adanya
kepastian hukum maka para pihak yang telah menjanjikan sesuatu akan
memperoleh jaminan yaitu apa yang telah diperjanjikan itu akan dijamin
pelaksanaannya.
Perjanjian jual beli sepeda motor dengan cara indent diatas juga
menunjukan pelaksanaan asas itikad baik sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.
Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh PT. Indako Trading Coy,
Medan kepada indentor telah sesuai dengan kewajiban-kewajiban pihak
penjual yang diatur dalam Pasal 1474 KUH Perdata yang menyebutkan
bahwa “Pihak penjual memiliki kewajiban untuk menyerahkan sepeda
motor yang sesuai dengan pesanan indentor, tetapi juga untuk
menanggung segala resiko yang ditimbulkan dari penyerahan sepeda
motor tersebut.
Dalam hal ini, barang telah diserahkan dan masing-masing pihak
telah melaksanakan prestasinya, namun setelah barang diterima oleh
indentor terjadi sesuatu hal yang tidak diharapkan dan diluar kemampuan
kedua belah pihak pada barang tersebut, sehingga kerugian diderita oleh
indentor berkaitan dengan hal tersebut, penjual tidak hanya memiliki
kewajiban untuk menyerahkan sepeda motor yang sesuia dengan pesanan
indentor, tetapi juga untuk menanggung segala resiko yang ditimbulkan
kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah
satu pihak yang mengadakan perjanjian.60 Risiko diatur dalam hukum
perjanjian, pada Pasal 1237 KUH Perdata yang berbunyi “Dalam hal
adanya perikatan untuk memberikan suatu barang tertentu, maka barang
itu semenjak perikatan dilahirkan adalah atas tanggungan si berpiutang”.
PT. Indako Trading Coy, Medan juga telah melaksanakan
kewajiban-kewajibannya sebagai pelaku usaha, sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen pada pasal 7 yang mengatur kewajiban pelaku usaha. PT.
Indako Trading Coy, Medan memiliki bentuk-bentuk pertanggungjawaban
kepada indentor dalam hal terjadinya ketidaksesuaian terhadap sepeda
motor yang dibeli dari PT. Indako Trading Coy, yang mana
pertanggungjawaban PT. Indako Trading Coy, Medan dilakukan dengan
tetap mengedepankan kepentingan Bapak Lis selaku indentor sebagai
konsumen.
Apabila para pihak yaitu PT. Indako Trading Coy dan konsumen
tidak melakukan kewajiban yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka
telah melakukan perbuatan wanprestasi atau ingkar janji. Dengan adanya
ingkar janji atau wanprestasi terhadap janji itulah, maka penting adanya
peraturan hukum perjanjian yang didalamnya mengatur seluk-beluk
peristiwa sehubungan dengan orang yang ingkar janji atau wanprestasi.
Ingkar janji disini adalah tidak menepati janji sebagaimana mestinya.
60
Dengan demikian secara umum wanprestasi dapat diartikan dengan
pelaksanaan prestasi atau kewajiban yang tidak sebagaimana diharapkan.
Pasal 1365 KUH Perdata menyebutkan bahwa tiap-tiap perbuatan
melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut. Lebih lanjut dalam Pasal 1366 KUH Perdata
disebutkan bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian
yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hati. Sedangkan di
dalam Pasal 1367 ayat (1) KUH Perdata disebutkan bahwa seseorang tidak
saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya sendiri tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh
barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
Jual beli sepeda motor dengan cara indent antara PT. Indako
Trading Coy, Medan dengan konsumen, jika wanprestasi karena kesalahan
salah satu pihak, maka ganti rugi sudah pasti akan ditanggung oleh pihak
yang menimbulkan kerugian. Tetapi akan lain halnya jika tidak
dipenuhinya sesuatu prestasi karena di luar kesalahan para pihak yang
dalam hal ini berarti terjadi sesuatu peristiwa secara mendadak yang tidak
dapat diduga-duga terlebih dahulu dan karena itu tidak dapat
dipertanggung jawabkan kepada pihak yang menderita kerugian. Dengan
yang berupa biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan atau
kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta benda yang berpiutang
tetapi juga yang berupa kehilangan keuntungan yaitu keuntungan yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan perjanjian jual beli sepeda motor secara indent pada PT. Indako Trading
Coy, Medan adalah sebagai berikut :
a. Tahap pra kontraktual, adanya kesepakatan antara PT. Indako Trading Coy,
Medan dengan indentor yang diwujudkan dalam Surat Pesanan Kendaraan (SPK),
dalam tahap ini para pihak sedang saling menjajaki, bernegoisasi, tawar-menawar,
demand dan supply sampai terjadinya konsensus dalam penandatanganan Surat
Pesanan Kendaraan (SPK).
b. Tahap kontraktual, yaitu tahap mulai terjadinya perjanjian sampai pelaksanaan
perjanjian selesai. Dalam tahap ini dilaksanakan pemenuhan syarat sahnya
kontrak, pelaksanaan prestasi sampai berakhirnya kontrak. Setelah
ditandatanganinya Surat Pesanan Kendaraan (SPK) sampai ketika diserahkannya
sepeda motor yang dipesan tersebut kepada indentor.
Perjanjian jual beli antara PT. Indako Trading Coy, Medan dan konsumen
berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata adalah sah sehingga karenanya perjanjian jual
beli tersebut mengikat dan karenanya berlaku bagi para pihak dalam bentuk :
a. Para pihak menjadi terikat pada isi perjanjian dan juga kepatutan, kebiasaan dan
undang-undang (Pasal 1338, 1339 dan 1340 KUH Perdata).
2. Upaya indentor agar perusahaan / PT. Indako Trading Coy, Medan memenuhi hak
indentor adalah dengan melakukan tuntutan atau claim secara kekeluargaan yang
disampaikan langsung atau melalui media internet, surat elektronik dan atau media
massa atau tuntutan/gugatan melalui Pengadilan.
3. Tanggung jawab PT. Indako Trading Coy dalam hal sepeda motor yang diterima
indentor tidak sesuai yang dipesan dan diterima melewati waktu yang diperjanjikan
adalah sebagai berikut :
a. Perusahaan penjual sepeda motor melakukan perbaikan dan penggantian part
kerusakan yang terjadi pada sepeda motor yang telah dibeli oleh indentor.
b. Perusahaan penjual sepeda motor mewakili indentor dalam hal melakukan
pengajuan klaim garansi dari proses awal hingga akhir sepeda motor tersebut
telah selesai diperbaiki dan diserahkan kepada indentor.
B. Saran
Pada bagian akhir dari skripsi ini disampaikan saran-saran :
1. Bagi perusahaan penjual sepeda motor sebaiknya Surat Pesanan Kendaraan atau SPK
dirumuskan dengan lebih baik lagi, misalnya penambahan klausul-klausul dalam SPK
mengenai kepastian jangka waktu penyerahan dan tanggung jawab penjual sepeda
motor yang diserahkannya kepada indentor agar dapat melindungi dan mengakomodir
hak dan kewajiban para pihak khususnya indentor, terlebih lagi dalam jual beli
dilihat oleh pihak indentor sehingga dimungkinkan terjadinya masalah dikemudian
hari.
2. Dalam menuntut hak konsumen agar dipenuhi oleh perusahaan yang menyangkut
pengadaan sepeda motor sesuai spesifikasi yang diinginkan konsumen, sebaiknya
dilakukan konsumen secara kekeluargaan terlebih dahulu agar tuntutan konsumen
lebih cepat dapat direalisasikan oleh perusahaan tanpa mempengaruhi kredibilitas
perusahaan.
3. Bagi indentor sebaiknya langsung menyampaikan keluhan kepada pihak penjual
ketika pertama kali menemui ketidaksesuaian terhadap sepeda motor yang berupa
gangguan pada mesin, agar pihak penjual dapat segera melakukan perbaikan sebelum
gangguan mesin tersebut meluas pada komponen mesin lainnya, dengan demikian
perbaikan tidak memakan waktu yang lama sehingga kegiatan indentor yang