PENGARUH PENAMBAHAN NaOH DI DALAM WHITE LIQUOR TERHADAP BILANGAN KAPPA DAN VISKOSITAS
PADA PEMASAKAN DI UNIT DIGESTER PT. TOBA PULP LESTARI,Tbk
PORSEA
KARYA ILMIAH
DENDI YUS 112401098
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PENAMBAHAN NaOH DI DALAM WHITE LIQUOR TERHADAP BILANGAN KAPPA DAN VISKOSITAS
PADA PEMASAKAN DI UNIT DIGESTER PT. TOBA PULP LESTARI,Tbk
PORSEA
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya.
DENDI YUS 112401098
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH PENAMBAHAN NaOH DI DALAM WHITE LIQUOR TERHADAP BILANGAN KAPPA DAN VISKOSITAS PADA PEMASAKAN DI UNIT DIGESTER PT. TOBA PULP LESTARI,Tbk
PORSEA
Kategori : KARYA ILMIAH
Nama : DENDI YUS
Nomor Induk Mahasiswa : 112401098
Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (USU)
Disetujui di
Medan, Juni 2014
Disetujui oleh :
PERNYATAAN
PENGARUH PENAMBAHAN NaOH DI DALAM WHITE LIQUOR TERHADAP BILANGAN KAPPA DAN VISKOSITAS
PADA PEMASAKAN DI UNIT DIGESTER PT. TOBA PULP LESTARI,Tbk
PORSEA
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2014
PENGHARGAAN
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan cinta kasih-Nya yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini. Adapun judul dari Karya Ilmiah ini adalah
“
Pengaruh Penambahan NaOH di Dalam White Liquor Terhadap Bilangan Kappa dan Viskositas pada Pemasakan di Unit Digester PT. Toba Pulp Lestari,Tbk Porsea”.Karya Ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma 3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga menyadari Karya Ilmiah ini tersusun dan terselesaikan dengan baik karena adanya berbagai pihak yang mendukung penulis dalam meyelesaikan Karya Ilmiah ini. Akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih sebar-besarnya kepada:
1. Orang tua tercinta ibu Cuani, abang dan kakak penulis (Eddy Yus dan Ely Yus) serta adik penulis (Wendi Yus dan Shella Angeline) yang mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan menyelesaikan Karya Ilmiah ini.
2. Ibu Dra. Saur Lumban Raja, M.Si selaku dosen penasehat akademik dan dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Ilmiah ini.
3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, dan Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si selaku ketua Program Studi Diploma 3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Suhunan Sirait selaku pembimbing lapangan dan keluarga besar departemen Fiberline PT. Toba Pulp Lestari,Tbk yang telah banyak memberikan bimbingan di lapangan kepada penulis sewaktu penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.
5. Bapak I Putu Gede Antarwijaya Selaku Learning & Dev. Centre Section Head, para staff di L&D Centre (Ibu Yanthi Sormin, Bapak Derusman Purba), dan bapak Jhonny Marpaung selaku staff di LP&C yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Praktek Kerja Lapangan di PT. Toba Pulp Lestari,Tbk Porsea.
PENGARUH PENAMBAHAN NaOH DI DALAM WHITE LIQUOR
TERHADAP BILANGAN KAPPA DAN VISKOSITAS PADA PEMASAKAN DI UNIT DIGESTER
PT. TOBA PULP LESTARI,Tbk PORSEA
ABSTRAK
EFFECT OF ADDITION NaOH IN WHITE LIQUOR TO THE KAPPA NUMBERS AND VISCOSITY IN COOKING OF DIGESTER
PT. TOBA PULP LESTARI,Tbk PORSEA
ABSTRACT
DAFTAR ISI
2.3.3. Metode Pembuatan Pulp Secara Kimia (Chemical Pulping) 13
3.2.1. Menganalisa jumlah NaOH dalam White Liquor 34 3.2.2. Penentuan Bilangan Kappa 35 3.2.3. Penentuan Viskositas 36 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data
4.2. Perhitungan
4.2.1. Perhitungan Analisa NaOH 40 4.2.2. Perhitungan Pengujian Bilangan Kappa 40 4.2.3. Perhitungan Pengujian Viskositas 41
4.3. Pembahasan 42
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 44
5.2. Saran 44
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1. Komposisi Typical Chemical Antara Hard wood dan Soft wood 9
4.1.1. Data pengamatan konsentrasi NaOH, Bilangan Kappa dan Viskositas yang diperoleh dari dcs (directory control system) 38
PENGARUH PENAMBAHAN NaOH DI DALAM WHITE LIQUOR
TERHADAP BILANGAN KAPPA DAN VISKOSITAS PADA PEMASAKAN DI UNIT DIGESTER
PT. TOBA PULP LESTARI,Tbk PORSEA
ABSTRAK
EFFECT OF ADDITION NaOH IN WHITE LIQUOR TO THE KAPPA NUMBERS AND VISCOSITY IN COOKING OF DIGESTER
PT. TOBA PULP LESTARI,Tbk PORSEA
ABSTRACT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada masa abad ke-20 ini dengan teknologi yang semakin canggih membuat
pemakaian kertas semakin bertambah dan menempatkan kertas sebagai sesuatu
yang hampir luar biasa pentingnya, antara lain berfungsi sebagai produk
pengepakan utama, bahan lembaran industri, dan lain-lain. Indonesia yang kaya
akan hutan yang di tumbuhi berbagai jenis kayu memiliki prospek yang sangat
cerah untuk mendirikan industri pulp dan kertas. Pulp sebagai bahan baku kertas
dapat di buat dari semua jenis kayu, baik jenis kayu berserat panjang (hard wood)
maupun kayu yang berserat pendek (soft wood).
Pulp ( bubur kayu ) merupakan bahan baku pembuatan kertas dan rayon.
Proses pembuatan pulp yang paling banyak di pakai saat ini adalah proses sulfat
atau sering di sebut juga dengan kraft, penyebab utamanya adalah proses sulfat
memiliki keunggulan dibandingan dengan proses lain, dimana prosesnya sangat
sederhana, cepat, menghasilkan pulp yang memiliki kekuatan yang tinggi dan
dapat dipakai untuk pembuatan pulp dari bahan kayu yang berasal dari spesies
yang berbeda. Salah satu proses penting dalam pembuatan pulp yaitu proses
pemasakan kayu yang telah di buat ukuran chip yang dilakukan dalam sebuah
bejana cukup besar dan tinggi yang disebut digester dan dengan menggunakan
panas dan reaksi kimia. Pemasakan ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat
sebagai larutan pemasak yaitu lindi putih (white liquor) yang mengandung bahan
kimia aktif (alkali aktif) yaitu campuran larutan Natrium Hidroksida (NaOH),
Natrium Sulfida (Na2S), dan Natrium Karbonat (Na2CO3).
Pada saat pemasakan berlangsung, kebutuhan alkali aktif merupakan salah
satu variabel yang perlu di perhatikan. Larutan NaOH yang terkandung di dalam
alkali aktif berfungsi untuk melarutkan lignin dan zat-zat lainnya yang terdapat
dalam bahan baku kayu sehingga selulosa terlepas dari ikatannya. Sedangkan
larutan Na2S berfungsi untuk mempercepat reaksi antara NaOH dengan lignin
lewat penurunan energi aktivasi dan memberikan hasil yang lebih tinggi serta
kekuatan pulp yang tinggi. Oleh karena itu dengan adanya NaOH yang
terkandung di dalam white liquor akan membantu proses penghilangan lignin
yang disebut juga delignifikasi.
Penentuan kandungan lignin dan kekuatan serat adalah penting untuk
analisis kayu maupun untuk karakterisasi pulp. Banyaknya lignin yang tersisa
biasanya di nyatakan dengan bilangan kappa dan kekuatan serat di nyatakan
viskositas. Untuk mencapai keduanya, maka harus di perhatikan besarnya
konsentrasi NaOH yang di gunakan. Pemakaian NaOH yang rendah maka proses
penghilangan lignin menjadi kurang baik sehingga menghasilkan reject atau chip
hanya sebagian saja yang masak dan bilangan kappa serta viskositas yang di
peroleh semakin tinggi. Sebaliknya pemakaian NaOH dengan konsentrasi tinggi
maka serat selulosa juga akan terserang dan rusak yang mengakibatkan rendahnya
viskositas yang di hasilkan, akibatnya serpihan kayu terlalu masak dan bilangan
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik mangambil judul:
“PENGARUH PENAMBAHAN NaOH DI DALAM WHITE LIQUOR
TERHADAP BILANGAN KAPPA DAN VISKOSITAS PADA
PEMASAKAN DI UNIT DIGESTER PT. TOBA PULP LESTARI,Tbk PORSEA”.
1.2. Permasalahan
Proses pemasakan (digester) adalah proses yang sangat perlu di perhatikan pada
proses pengolahan pulp dan pada proses ini yang paling perlu dikontrol adalah
Bilangan Kappa dan Viskositas pulp untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Digester plant bertujuan untuk mendegradasi (penghilangan lignin) dari chip kayu
yang di masak.
Maka dari uraian di atas yang menjadi rumusan masalah adalah :
Bagaimana pengaruh penambahan NaOH di dalan white liquor terhadap Bilangan
Kappa dan Viskositas pada pemasakan di digester
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui hubungan antara penambahan konsentrasi NaOH terhadap
Bilangan Kappa dan Viskositas dalam pemasakan di digester
1.4. Manfaat
Untuk menambah wawasan penulis mengenai industri pulp dan pengolahannya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Umum Kayu
Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan
mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan kemajuan
teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat, yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan
lain. Pengertian kayu disini adalah sesuatu bahan yang diperoleh dari hasil
pemungutan pohon-pohon dihutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut,
setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat
dimanfaatkan untuk suatu tujuan penggunaannya.
Secara umum kayu diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu : kayu daun
lebar dan kayu daun jarum. Kayu daun lebar mempunyai struktur lebih lengkap
daripada kayu daun jarum, memiliki pori-pori atau sel-sel pembuluh. Sedangkan
kayu daun jarum tidak memiliki pori-pori melainkan sel trakeida, yaitu sel yang
berbentuk panjang dengan ujung-ujung yang kecil sampai meruncing. Sel-sel ini
merupakan jaringan dasar kayu daun jarum dan merupakan bagian terbesar dari
volume kayu. Kayu daun jarum mempunyai struktur yang lebih sederhana
dibandingkan kayu daun lebar. Pada kayu daun jarum, jumlah dan jenis selnya
lebih sedikit dan kombinasi bentuk-bentuk jaringannya juga lebih sederhana.
Yang termasuk kayu daun jarum adalah : Pinus, Agathis (Damar), dan Jamuju
serta yang termasuk kayu daun lebar adalah : Eucaliptus, Jati, Meranti, Mahoni,
Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang
berbeda-beda. Bahkan kayu yang berasal dari satu jenis pohon saja memiliki sifat yang
agak berbeda, jika dibandingkan bagian ujung dan pangkalnya. Sifat yang
dimaksud antara lain yang bersangkutan dengan sifat anatomi kayu,
sifat-sifat fisik, sifat-sifat-sifat-sifat mekanik, dan sifat-sifat-sifat-sifat kimianya. Disamping sekian banyak
sifat-sifat kayu yang berbeda satu sama lain, ada beberapa sifat yang umum yang
terdapat pada semua kayu yaitu :
a. Kayu tersusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan
susunan dinding selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa
selulosa dan hemiselulosa (unsur karbohidrat) serta berupa lignin
(non-karbohidrat).
b. Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat
kehilangan atau bertambah kelembabannya akibat perubahan kelembaban
dan suhu di udara sekitarnya.
c. Kayu dapat diserang mahluk hidup perusak kayu, dapat juga terbakar
terutama jika kayu keadaan kering.
2.2. Sifat-Sifat Umum Kayu
Sifat kayu yang dimaksud antara lain sifat fisik, sifat kimia, dan
sifat-sifat mekanik.
2.2.1. Sifat Fisik Kayu
Beberapa hal yang tergolong dalam sifat fisik kayu adalah : berat jenis, keawetan
A. Berat Jenis
Berat jenis merupakan petunjuk penting bagi aneka sifat kayu. Makin berat kayu
itu, umumnya makin kuat pula kayunya, semakin ringan suatu jenis kayu itu,
semakin berkurang pula kekuatannya. Berat jenis kayu ditentukan antara lain oleh
dinding sel, kecilnya dinding sel yang membentuk pori-pori. Berat jenis diperoleh
dari perbandingan antara berat suatu volume kayu tertentu dengan volume air
yang sama pada suhu standart. Umumnya berat jenis kayu ditentukan berdasarkan
berat kayu kering tanur atau kering udara dan volume kayu pada posisi kadar air
tersebut.
B. Keawetan Alami
Keawetan alami kayu adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur
perusak kayu dari luar seperti : jamur, rayap, cacing laut, dan lainnya yang diukur
dalam jangka waktu tahunan. Keawetan kayu tersebut disebabkan oleh adanya
suatu zat didalam kayu (zat ekstraktif) yang merupakan sebagian unsur racun
bagi perusak-perusak kayu, sehingga perusak tersebut tidak sampai tinggal di
dalamnya dan merusak kayu tersebut.
C. Warna
Ada beberapa macam warna kayu antara lain warna kuning, keputih-putihan,
coklat mudah, coklat tua, kehitam-hitaman, kemerah-merahan dan lain-lain. Hal
ini disebabkann oleh pengisi warna dalam kayu yang berbeda-beda. Warna suatu
jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: umur pohon, kelembaban
udara. Kayu pohon yang lebih tua dapat lebih gelap dari kayu pohon yang lebih
yang basah. Kayu yang lama berada di luar dapat lebih gelap, dapat juga lebih
pucat daripada kayu yang segar dan kering udara.
D. Higroskopik
Kayu memiliki sifat higroskopik, yaitu dapat menyerap atau melepaskan air atau
kelembaban. Kelembaban kayu sangat dipengaruhi oleh kelembaban dari suhu
udara pada suatu saat. Makin tinggi udara disekitarnya maka makin tinggi pula
kelembaban kayu sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya.
Kandungan air pada kayu serupa ini dinamakan dengan kandungan keseimbangan
air (EMC = Equilibrium Moisture Content). Dengan masuknya air kedalam kayu,
maka berat kayu akan bertambah.
E. Tekstur
Tekstur ialah ukuran relatif sel-sel kayu. Yang dimaksud dengan sel kayu adalah
serat kayu. Jadi dapat dikatakan bahwa tekstur adalah ukuran relatif
serat-serat kayu.
F. Serat
Bagian ini terutama menyangkut sifat kayu, yang menunjukkan arah umum sel-sel
kayu di dalam kayu terdapat sumbu batang asal potongan itu. Kayu dikatakan
berserat lurus, jika arah sel kayu sejajar dengan sumbu batang. Jika arah
sel-sel itu menyimpang atau membentuk sudut terhadap sumbu panjang batang,
dikatakan kayu itu berserat mencong.
G. Berat Kayu
Berat sesuatu jenis kayu tergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun,
di dalamnya. Berat suatu jenis kayu ditunjukkan dengan besarnya berat jenis
kayu yang bersangkutan, dan dipakai sebagai patokan berat kayu.
2.2.2. Sifat Mekanik Kayu
Sifat-sifat mekanik atau kekuatan kayu ialah kemampuan kayu untuk menahan
muatan dari luar. Yang dimaksud dengan muatan dari luar adalah gaya-gaya di
luar benda yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan
besarnya benda. Kekuatan kayu mempunyai peranan penting dalam penggunaan
kayu untuk bangunan, perkakas dan lain penggunaanya. Hakekatnya hampir pada
semua penggunaan kayu dibutuhkan syarat kekuatan. Dalam hubungan ini
dibedakan beberapa macam kekuatan yaitu : kekuatan tarik, kekuatan tekan/
kompresi, keteguhan geser, keteguhan lengkung (lentur), kekakuan, kekerasan,
dan keteguhan belah. (Dumanauw, 1990)
2.2.3. Sifat-sifat Kimia Kayu
Secara kimia, kandungan bahan yang terdapat dalam kayu dapat dibagi menjadi 5
bagian yaitu :
a. Sellulosa
b. Hemisellulosa
c. Lignin
d. Ekstraktif
Komposisi dan sifat-sifat kimia dari komponen-komponen ini sangat
berperan dalam proses pembuatan pulp. Pada setiap pemasakan, kita ingin
mengambil sebanyak mungkin selulosa dan hemiselulosanya, disisi lain lignin dan
ekstraktif tidak dibutuhkan/dipisahkan dari serat kayunya. Komposisi kimia kayu
yang bervariasi untuk setiap spesies. Secara umum, hard wood mengandung lebih
banyak selulosa, hemiselulosa dan extractive dibanding dengan soft wood, tetapi
kandungan ligninnya lebih sedikit.
Tabel 2.1. Komposisi Typical Chemical Antara Hard wood dan Soft wood.
Komponen Soft woods Hard woods
Selulosa 42 ± 2% 42 ± 2%
Hemiselulosa 27 ± 2% 30 ± 5%
Lignin 27 ± 2% 20 ± 4%
Ekstractif 3 ± 2% 5 ± 3%
a.Selulosa (Cellulose)
Selulosa merupakan bahan dasar pulp dan kertas dengan rumus molekul
(C6H10O5)n dengan berat molekul 250.000-1.000.000 atau lebih. Umumnya tiap
molekul terdiri dari 1500 satuan glukosa, selulosa merupakan rantai panjang
polisakarida yang tersusun dari unit β-D Glukopiranosa dengan ikatan molekul
1-4 β GlukosiНik Нalam posisi 1-4 menyebabkan rantai selulosa sukar larut dalam
air.
Selulosa merupakan komponen kimia terbesar di dalam dinding sel,
biasanya 40-50% dari berat kering kayu dan lokasi selulosa terbesar terdapat pada
serat bersama-sama dengan hemiselulosa dan lignin. Senyawa ini sangat
diharapkan dalam pembuatan pulp, disebabkan ketersediaan selulosa dalam
jumlah banyak, terbentuk serat yang kuat, mudah menyerap air, berwarna putih,
tidak larut dalam air dan pelarut organik netral serta relatif tahan terhadap
bahan-bahan kimia.
Pembuatan pulp (kertas), degradasi selulosa harus terjadi seminimal
mungkin supaya diperoleh rendemen pulp yang tinggi dan sifat fisik yang baik.
Degradasi selulosa dapat terjadi melalui hidrolisa oksida alkali, termal,
mikrobiologi, dan mekanik.
Degradasi selulosa dapat terjadi selama proses pembuatan pulp oleh
larutan alkali dan asam. Reaksi selulosa utama merupakan reaksi feeling yaitu
pemutusan ujung pereduksi selulosa pada suhu 700C dan pemutusan gugus asetil
secara acak diatas suhu 1500C. (Haygreen, 1987)
b. Hemiselulosa (Hemicellulose)
Hemiselulosa adalah polimer karbohidrat dengan rantai bercabang dan lebih
pendek dibandingkan dengan selulosa. Hemiselulosa sebenarnya merupakan
senyawa kimia yang identik dengan fraksi beta dan gama selulosa. Hemiselulosa
merupakan polisakarida yang bukan selulosa yang tersusun dari senyawa karbon
yang berjumlah 5 atau 6. Jika dihidrolisa hemiselulosa menghasilkan D-manosa,
D-glukosa, D-galaktosa, D-xylosa, L-arabinosa, dan asam uronat.
Kandungan hemiselulosa dalam pulp akan mempermudah pelunakan dan
pembentukan fibril serat (fibrilation) selama penggilingan. Hal ini disebabkan
non kristal menyebabkan hemiselulosa lebih reaktif terhadap alkali dan hidroksi
asam dibanding dengan selulosa. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hemiselulosa)
c. Lignin
Lignin adalah suatu polimer kompleks dengan BM tinggi (terdiri dari satuan fenil
propana). Sifat senyawa ini sangat stabil dan sulit untuk dipisahkan serta
mempunyai bentuk yang bermacam-macam. Lignin terdapat dalam lamela tengah
dan dinding sel yang berfungsi sebagai perekat antar sel. Pada pembuatan pulp,
lignin dapat dilarutkan oleh hidrolisa asam pada proses sulfit, alkali panas pada
proses soda dan sulfat, serta oleh klorida dalam proses pemutihan.
Pulp akan mempunyai sifat fisik yang baik apabila mengandung sedikit
lignin. Hal ini disebabkan lignin bersifat hidrofobik dan kaku sehingga
menyulitkan dalam proses pendinginan (refining). Banyaknya lignin akan
mempengaruhi konsumsi bahan kimia pemasak dan pemutihan.
Rumus molekul lignin sangat kompleks dan belum diketahui secara pasti,
dari hasil analisa, monomer dari kedua jenis kayu (wood) dan bukan kayu (non
wood) berbeda-beda.
d. Ekstraktif
Ekstraktif adalah senyawa kimia dengan bahan molekul rendah yang dapat larut
dalam air dan pelarut organik. Pada umumnya kadar ekstraktif yang terkandung
dalam bahan baku non wood lebih tinggi daripada kayu daun dan kayu jarum. Zat
ekstraktif terdiri dari bahan yang mudah menguap seperti terpentin, resin, asam
lemak, fenol karbohidrat dengan berat molekul rendah dan juga pektin. Zat
warna. Sedangkan ekstraktif yang larut dalam pelarut organik yaitu asam lemak,
resin, dan terpen. Pelarut organik yang biasa digunakan yaitu : Petrolium eter,
methanol, alkohol benzena, dan etanol benzene.
Ekstraktif dapat mengkonsumsi bahan kimia yang lebih banyak juga dapat
menghambat proses penetrasi larutan kemasan. Sehingga pada pembuatan kertas
akan timbul masalah yang disebut pitch trouble, hal ini disebabkan karena pitch
yang dilepaskan pada waktu penggilingan akan cenderung terkumpul sebagai
partikel suspensi koloidal sehingga akan menyumbat kawat kasa pada mesin
kertas atau terkumpul pada felt serta melekat pada mesin sebagai gumpalan gelap.
Dengan adanya hal ini akan menyebabkan kertas berlubang transparan, bernoda
dan kotor. (PT. TPL,2003)
e. Abu
Disamping persenyawaan-persenyawaan organik, di dalam kayu masih ada zat-zat
anorganik, yang disebut bagian-bagian abu (mineral pembentuk abu yang tinggal
setelah lignin dan selulosa habis terbakar). Kadar zat ini bervariasi antara 0,2 - 1%
dari berat kayu. (Dumanauw, 1990)
2.3. Metode-Metode Pembuatan Pulp(Pulping Method)
Pemisahan serat selulosa dari bahan-bahan yang bukan serat didalam kayu dapat
dilakukan dengan berbagai macam proses yaitu:
a. Metode Pembuatan Pulp Secara Mekanik (Mechanical Process)
b. Metode Pembuatan Pulp Secara Semikimia (Semi-Chemical Pulping)
2.3.1. Metode Pembuatan Pulp Secara Mekanik (Mechanical Process)
Dalam proses pembuatan pulp secara mekanik, pemisahan serat dilakukan dengan
cara menggunakan tenaga mekanik. Proses ini dilakukan dengan mengeringkan
kayunya menjadi serat pulp dan menghasilkan rendemen sebesar 90-95%, tetapi
menyebabkan kerusakan pada serat. Penggunaan pulp yang dihasilkan pada proses
mekanik ini nilainya kecil sekali, juga pulp itu masih mengandung banyak lignin,
dan serat-seratnya tidak murni sebagai serat.
2.3.2. Metode Pembuatan Pulp Secara Semikimia (Semi-Chemical Pulping)
Proses semi kimia meliputi pengolahan cara kimia yang diikuti dengan perbaikan
secara mekanik dan beroperasi pada rendemen yang tingginya dibawah proses
mekanik. Biasanya bahan kimia yang digunakan pada proses ini adalah natrium
sulfida (Na2S).
2.3.3 Metode Pembuatan Pulp Secara Kimia (Chemical Pulping)
Pada proses kimia bahan-bahan yang terdapat ditengah lapisan kayu akan
dilarutkan agar serat dapat terlepas dari zat-zat yang mengikatnya. Hal yang
merugikan pada proses ini adalah rendemen rendah yaitu 45-55%.
(Sjostrom, 1995)
Proses kimia dibagi menjadi 3 kategori :
a.Proses Soda (Soda Process)
Dalam proses soda kayu dimasak dengan larutan natrium hidroksida. Larutan
sisa pemasakan dipekatkan dan kemudian dibakar, yang akan menghasilkan
natrium karbonat, dan apabila diolah dengan menambahkan batu kapur akan
ditambahkan kedalam prosesnya berupa sodium karbonat. Proses ini sekarang
sudah tidak dipakai lagi.
b.Proses Sulfit
Pada proses sulfit, larutan pemasak yang dipakai adalah asam-asam yang
mengandung sulfur dari logam alkali, atau alkali tanah berupa bisulfit.
Campuran asam sulfit dan ion bisulfit digunakan untuk menyerang dan
melarutkan lignin. Sulfit bersatu dengan lignin membentuk garam dari asam
lignosulfonik yang dapat larut dalam larutan pemasak dan struktur kimia dari
lignin masih utuh. Bahan kimia dasar dari bisulfit dapat berupa ion kalsium,
magnesium, natrium atau ammonium. Pulp sulfit rendemen tinggi dapat
dihasilkan dengan proses sulfit bersifat asam, bisulfit atau sulfit yang bersifat
basa. Biasanya dalam proses pembuatan pulp sulfit bersifat asam rendemen
tinggi (dengan kalsium, magnesium atau natrium sebagai basa) laju reaksi turun
dengan pemasakan pada suhu rendah (120-1300C) dan dengan keasaman lindi
pemasak yang rendah, yaitu lebih sedikit belerang dioksida daripada pembuatan
pulp sulfit penuh. Pulp sulfit bersifat asam rendemen tinggi sering diproduksi
dalam pabrik sulfit kertas koran, yang menghemat kayu 30% dibandingkan
dengan pulp kimia penuh. (Fengel. 1995)
c.Proses Sulfat/Kraft (Sulphate/Kraft Process)
Kraft berasal dari bahasa Jerman yang berarti “kuat”, dimana pada proses
sulfat/kraft menghasilkan kertas yang kuat tetapi pulp yang belum diputihkan
berwarna coklat. Proses sulfat melibatkan pemasakan chip dengan menggunakan
bahan pemasak yang disebut dengan white liquor. Dimana white liquor
dan natrium sulfida dengan perbandingan molar kira-kira : 5NaOH + 2Na2S
dengan pH antara 13,5 sampai dengan 14,0. Garam-garam natrium yang juga
terdapat dalam larutan pemasak dengan jumlah yang tidak terlalu banyak seperti
natrium karbonat. White liquor dibuat dengan proses ―causticizing” dari “green
liquor”dengan batu kapur (CaO). (Sjostrom, 1995)
PT. Toba Pulp Lestari,Tbk memproduksi pulp dengan menggunakan
proses kraft. Proses kraft ini merupakan pembuatan pulp yang paling banyak
dipakai saat ini adalah proses sulfat atau disebut juga proses kraft.
Keuntungan-keuntungan dari proses sulfat ini adalah sebagai berikut :
a. Pulp yang dihasilkan mempunyai kekuatan yang tinggi.
b. Dapat dipakai untuk proses pembuatan pulp dari bahan baku kayu dari spesies
yang berbeda.
c. Tersedianya bahan kimia pengganti dengan berbagai alternatif dan harganya
tidak mahal.
d. Tersedianya peralatan-peralatan operasi yang standart.
e. Banyak pilihan yang dapat dipakai untuk proses pemucatan.
f. Dampak pencemarannya terhadap lingkungan bisa dikatakan sangat rendah.
g. Pendaur ulangan bahan kimianya sangat efisien.
h. Pendaur ulangan panas yang begitu efisien.
i. Masalah getah (pitch) dari kayu yang mengandung resin-resin sangat
berkurang.
Tujuan Pembuatan Pulp dengan Proses Kraft yang menjadi target pada proses
ini adalah untuk memisahkan serat-serat yang terdapat dalam kayu secara kimia
dan melarutkan sebanyak mungkin lignin yang terdapat pada dinding-dinding
serat. Pemisahan serat terjadi karena larutan lignin yang ada
diantara/ditengah-tОnРaС ―lamОla‖ yanР bОrfunРsi sОbaРai pОnРikat sОrat. BaСan kimia yanР tОrНapat
pada larutan pemasak juga merembes/terserap ke dinding serat dan melarutkan
lignin tsb. (PT TPL ,2002)
2.4. Tahap-Tahap Proses Pembuatan Pulp
2.4.1.Unit Pemasakan (Digester)
Proses pemasakan kayu yang telah dibuat menjadi chip dilakukan di digester
plant. Digester adalah sebuah bejana bertekanan yang di dalammya serpihan
kayu, yang dimasak dengan sejumlah larutan kimia diserta dengan panas dan
tekanan untuk memisahkan serat dengan cara melarutkan bagian-bagian yang
bukan serat, dimana prosesnya dinamakan “COOKING”. Chip dimasak di dalam
digester dengan menggunakan panas dan reaksi kimia. Bahan kimia yang
digunakan adalah Caustic Soda (NaOH), Sodium Sulfide (Na2S), campuran ini
dinamakan white liquor. Digester mempunyai tinggi sekitar 18,6 m dengan
diameter 4,2 m dan volume 200 m3. Pengoperasian digester dibagi menjadi 6
tahapan, yang dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :
1.Chip Filling
Chip diangkut ke digester dari tempat penyimpanan dengan menggunakan
pemasakan dan merupakan proses penting pada pembuatan pulp yang dihasilkan
digester, sebaliknya digester yang terlalu penuh akan mengakibatkan kesulitan
pada peredaran liquor dan pada saat blow. Jumlah chip dalam digester harus
betul–betul sesuai sehingga ada cukup ruang untuk tempat liquor dan edarannya.
Sebelum pengisian chip dimulai, harus diperhatikan hal-hal berikut :
a. Digester harus dalam keadaan kosong dan katup blownya harus sudah
tertutup.
b. Top cover atau capping valve pada posisi terbuka
c. Shuttle conveyor harus tepat posisinya pada digester yang akan chip filling.
Agar dapat dicapai keseragaman pada setiap pemasakan maka harus diketahui
berapa berat serpihan kayu yang dimasukkan kedalam digester, kandungan air
pada chip dan berat jenis keseluruhan kayu.
2.Liquor Filling
Pada proses BKP ( Bleached Kraft Pulp ) pengisian liquor dilakukan segera
setelah pengisian chip. Larutan pemasak panas yang dimasukkan kedalam
digester didapat dari relief heat recovery system pada temperatur 1200C harus
dengan perbandingan yang sesuai sebagai mana diperlukan untuk pemasakan dan
black liquor penambah sebagai pengencer yang harus dengan perbandingan yang
sesuai. Penambahan white liquor didasarkan pada persentase bahan kimia yang
dibutuhkan untuk memasak dengan berat kering ( Bone dry/ Oven dry) kayu yang
dimasukkan. Persentase ini juga tergantung dari seberapa jauh kita mengurangi
kandungan lignin dari dalam kayu (degree of delignification). Misalnya untuk
memproduksi pulp BKP dibutuhkan sekitar 17,5%-21% AA (Active Alkali)
melarutkan komponen atau kotoran yang bukan selulosa yang ada dalam kayu,
bertambahnya jumlah alkali yang dimasukkan akan melarutkan lebih banyak lagi
komponen-komponen itu, sebaliknya berkurangnya jumlah alkali yang
dimasukkan akan menyebabkan kayunya tidak masak (hard cook) yang berakibat
banyaknya kayu yang akan terbuang berupa reject atau serpihan kayu yang hanya
sebagian saja yang masak yang disebut knots.
Perlu diingat bahwa untuk penambahan alkali yang terlalu tinggi, disertai
dengan temperatur yang terlalu tinggi (170oC) maka dalam digester proses
penghilangan lignin tidak henti-hentinya, sehingga bahan kimia pemasak tadi juga
akan menyerang serat selulosa, hal ini akan berakibat rendah dan lemahnya
rendemen pemanasan. Degree of Delignification dapat ditunjukkan dari hasil
percobaan yang disebut Bilangan Kappa, yang menyatakan berapa jumlah lignin
yang masih tersisa dalam pulp setelah pemasakan.
Kekuatan atau konsentrasi dari White liquor (WL) juga merupakan hal
yang sangat penting. Konsentrasi/ strength dinyatakan sebagai gram per liter (g/l)
dari alkali aktif (NaOH + Na2S) sebagai Na2O. Jika strength (g/l) white liquornya
rendah maka proses penghilangan lignin akan menjadi kurang baik sehingga
menghasilkan banyak reject, sebaliknya apabila strength white liquor nya tinggi
maka serat selulosa juga akan terserang dan rusak yang berakibat pada rendahnya
strength dan rendemen pada pulp.
Untuk menjaga berlangsungnya peredaran liquor dalam digester dan
blowing yang bersih, perlu diperhitungkan jumlah perbandingan antara liquor dan
perbandingan terhadap kayu kering yang dimasukkan kedalam digester, sehingga
diperlukan liquor sebanyak 168,75 m3. Jumlah liquor itu terlihat dari white liquor
dan air yang terkandung dalam chip dihitung dari moisture content dan jumlah
black liquor sebagai penambahannya.
3.Kraft Ramping
Setelah pengisian larutan pemasak, sejumlah volume white liquor dan black
liquor yang telah dihitung banyaknya dipompa ke digester dan diedarkan melalui
alat penukar panas dimana uapnya yang berasal dari boyler dipakai sebagai
pemanasnya. Larutan pemasak dengan temperatur 110oC akan dipanaskan dengan
menggunakan MPS ( Medium Pressure Steam ) dimana cairan pemasak tersebut
akan disirkulasikan melalui liquor heater ( indirect cooking) hingga tercapai
temperatur cooking.
4.Kraft cooking
Proses pemasakan secara kraft cooking dilaksanakan setelah penambahan white
liquor dan black liquor kedalam chip. Digester yang berisi chip dan larutan
pemasak dipanaskan hinggga temperatur 1700C dan tekanannya mencapai 7
kg/cm2. Pada temperatur dan tekanan ini, chip dimasak dengan alkali untuk
periode waktu tertentu.
Kualitas pulp, jika chip dimasak dalam jangka waktu yang terlalu lama,
maka akan dihasilkan pulp dengan kualitas rendah dengan rendemen yang rendah
pula. Temperatur yang optimum untuk reaksi pencernaan / pemasakan adalah
170oC dan temperatur ini harus dikontrol secara seksama. Temperatur dibawah
1700C tidak berpengaruh apa-apa terhadap kualitas rendemennya, tetapi diatas
temperature 200oC akan sangat jelas pengaruhnya, jadi temperatur yang
diinginkan pada pemasakan adalah 170oC.
Pada proses kraft cooking ini, untuk memperoleh hasil pulp yang baik,
maka proses pemasakan juga harus baik. Untuk itu pada proses pemasakan ini
harus mencapai H-factor yaitu perbandingan antara waktu dan temperatur
pemasakan. Pada proses ini, dibutuhkan waktu sekitar 100 menit dengan
temperatur dan waktu tersebut maka chip tersebut telah masak.
5.Kraft Relief
Setelah chip-chip di dalam digester masak, maka tekanan di dalam digester akan
naik, untuk itu dibutuhkan proses kraft relief untuk mengurangi tekanan di dalam
digester selama kira-kira 2-5 menit sampai tekanan di dalam digester turun
menjadi kira-kira 6 kg/cm2.
6.Blowing
Tujuan utama pada pengoperasian blowing adalah untuk mengeluarkan atau blow
semua isi digester kedalam blow tank. Waktu yang diperlukan pada saat blowing
adalah sekitar 15 menit. Tipe blow tank yang dipakai adalah sama dengan jenis
digester plant dengan volume 600 m3, diameter 8250 mm, tinggi 21.000 mm.
(PT. TPL, 2002)
2.4.2. Pencucian ( washing )
Pulp yang berasal dari blow tank di pompakan melewati unit pemisahan mata
kayu yang disebut dengan pressure knotter kemudian menuju unit pencucian tiga
ke pencucian tahap ke empat. Bubur kertas coklat setelah melalui unit pencucian
tahap yang ke empat di simpan dalam High Density Unbleached Storage Tower
dengan konsistensi 12 %
Tujuan dari proses ini adalah untuk memisahkan kandungan lignin yang
masi tersisa setelah proses pemasakan pada digester sebelum dilanjutkan proses
pemutihan (bleaching).
2.4.3 Pemutihan (bleaching)
Warna pada pulp yang belum diputihkan umumnya di sebabkan oleh lignin yang
tersisa. Penghilangan lignin dapat lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi
akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan merusak serat, jadi menghasilkan
kualitas pulp yang rendah.
Tujuan utama proses pemutihan secara umum dapat diringkaskan sebagai
berikut:
1. Memperbaiki brightness
2. Memperbaiki kemurnian
3. Degradasi serat selulosa seminimum mungkin. (Suhunan,2003)
2.4.4 Pulp Machine
Pulp Machine adalah bagian terpenting dari operasi pabrik pulp yang mana fungsi
utamanya adalah mengambil air sebanyak mungkin tanpa merusak lembaran pulp.
Pulp Machine menghasilkan kekuatan lembaran yang maksimum dan yang
dari unit bleaching selanjutnya dikirim ke Pulp Machine untuk di keringkan
menjadi lembaran pulp.
Proses di Pulp Machine:
1. Bleach screening yaitu pembersihan pulp dari kotoran
2. Forming Section yaitu membentuk lembaran pulp diatas Fourdrinier Wire
3. Press Section, memadatkan lembaran pulp dengan cara di press
4. Dryer Section, pengeringan lembaran pulp sampai 10% kandungan air
5. Cutter & Layboy, proses pemotongan lembaran pulp dengan ukuran tertentu
6. Baling Ball, penataan lembaran pulp menjadi bale dan unit setelah lembaran
pulp dibungkus dan diikat dengan kawat selanjutnya siap untuk dikirim ke
pelanggan. (PT TPL,2002)
2.5. Larutan Pemasak
Larutan pemasak atau white liquor, adalah larutan berair dari natrium hidroksida
(NaOH) dan natrium sulfida (Na2S). White liquor juga mengandung bahan kimia
yang tidak aktif seperti natrium karbonat (Na2CO3). (Sjostrom, 1995)
2.5.1 Natrium Hidroksida( NaOH )
Natrium Hidroksida adalah merupakan bahan dasar atau bahan pembantu yang
sangat diperlukan dalam pabrik kertas, makanan, plastik, smelter, dan lan-lain.
Dalam keadaan normal NaOH berbentuk cair dan memiliki bau yang sangat
merangsang cukup kuat (Irribilitas yang tinggi) yang sangat berbahaya bagi
pernafasan. Titik didih dan titik leleh NaOH adalah masing-masing 1390 dan
terionisasi menjadi ion, hal ini terjadi karena NaOH bersifat basa. Larutan ini
terdiri dari tiga atom masing-masing satu atom Na, O, H, dimana dalam hal ini
atom O dan H tetap bersatu, oleh karena itu apabila NaOH menjadi ion, ia akan
terpecah menjadi ion Na+ dan ion H+ yang disebut dengan hidroksil yang terdiri
dari atom oksigen dan atom hidrogen. (Riawan,S,1990)
Natrium hidroksida adalah alkali paling penting yang digunakan didalam
industri. Produksi pada skala besar (34 juta ton pertahun pada tahun 1985) melalui
elektrolisis larutan aqueous dari NaCl (garam) menggunakan sel diafragma atau
sel katoda merkuri. Pada suatu waktu dapat juga dibuat dari senyawa Na2CO3
melalui kapur pada proses kaustik soda. ( Lee,J.D. 1991 )
Sifat fisik NaOH
1. Berwarna putih
2. Bentuk kristal
3. Berat molekul 40
4. Viskositasnya 2,95 cp pada 100
5. Densitasnya 1,426 kg/m3
6. Kelarutan dalam air 42 gr/100 gr air pada 0
7. Titik lebur 318,4
8. Titik didih 1390
9. Sangat larut dalam 95% ethyl alcohol dan ethyl ester
Sifat kimia NaOH
1. Panas spesifik 0,782 cal/gr pada 27
2. Panas pembentukan 2000 cal/mol
3. Berbau sangat merangsang
4. Sangat beracun
5. Berbahaya dalam udara
6. Sangat merangsang dalam jaringan tubuh
Dewasa ini penggunan NaOH dibumi sebagian besar dipakai sebagai
regensia di laboratorium (chemicals), dan juga digunakan sebagai bahan baku dan
bahan–bahan penolong untuk industri-industri kimia seperti pabrik sabun, smelter,
pulp, tektil, dan lain-lain, adapun besarnya persentase penggunan soda kautik di
Amerika sejak tahun 1955 sampai sekarang terjadi peningkatan yang cukup
drastis dimana cakupan penggunan antara lain:
1. Regensia untuk laboratorium
2. Industri rayon dan film
3. Industri Petrolium
4. Industri smelter
5. Industri pulp dan kertas
6. Zat alkali dan pembersih
7. Industri tektil
8. Industri sabun
9. Industri minyak
Natrium hidroksida dapat merubah lakmus merah menjadi biru dan
termasuk larutan yang elektrolit. Larutan NaOH apabila dibiarkan diudara (kontak
dengan udara) maka akan berubah menjadi natrium karbonat, reaksinya adalah
sebagai berikut:
2NaOH + CO2 Na2CO3 + H2O
Larutan NaOH yang kuat memiliki daya aksi dan reaksi yang merusak bagi
kehidupan sekitarnya sehingga menyebabkan NaOH disebut larutan alkali.
Dalam proses pembuatan natrium hidroksida (NaOH) di kenal 4 macam
proses yaitu:
A.Proses reaksi logam Na direaksikan dengan air
Pada proses ini terjadi reaksi sebagai berikut:
Na + H2O NaOH + H+
Proses ini jarang digunakan pada skala industri karena membutuhkan bahan
baku Na yang sangat tinggi, proses ini hanya pada skala laboratorium.
B. Pemanasan Na2CO3 dan Fe2O3 dengan penambahan air
Pada proses ini terjadi reaksi sebagai berikut:
3 Na2CO3 + Fe2O3 + 3 H2O 6NaOH + Fe2(CO3)3
Proses ini jarang digunakan pada skala industri, hanya digunakan dalam skala
laboratorium karena untuk bahan baku (terutama Fe2O3) lebih mahal dari
produksinya .
C. Proses kapur soda (lime soda proses)
Pada proses kapur soda larutan Na2CO3 diolah dengan Ca(OH)2 untuk
Na2CO3 + Ca(OH)2 2NaOH + CaCO3
Dimana pada reaksi ini terjadi pada suhu 85 dengan konversi 95-96%
didasarkan kepada Na2CO3 dengan menghasilkan 10-12% larutan NaOH.
Untuk mendapatkan yang lebih pekat digunakan multi effect evaporator , pada
proses produk ini mula-mula dipisahkan dengan endapan Na2CO3 dengan
menggunakan pengentalan (thickener).
D. Proses elektolisa larutan NaCl
Proses elektrolisa adalah proses peruraian larutan elektrolit dengan arus listrik
yang diikuti reaksi-reaksi kimia. Berdasarkan sifat arus listrik terhadap larutan
dapat dibagi dua jenis:
1. Larutan yang apabila diberi arus listrik tanpa terjadi perubahan kimia,
hanya sebagai penghantar panas, larutan ini disebut larutan elektrolit.
2. Larutan yang diberi arus listrik akan terurai oleh larutan kimia, disebut
larutan elektrolit. (Riawan,S,1990)
Proses elektrolisa adalah salah satu cara untuk memproduksi NaOH (soda
kaustik) yang paling banyak digunakan dalam skala industri. Proses elektrolisa ini
dapat dikenal tiga jenis sel yaitu:
a. Proses elektrolisa dengan sel diafragma
Kelebihan dan kelemahan dari sel diafragma : Pada sel diafragma segi
yang paling menguntungkan adalah bahwa sel dapat beroperasi dengan air
garam encer (20%) yang kurang murni, tetapi hal yang paling
menimbulkan masalah dari pemakaian sel ini adalah NaOH yang di
b. Proses elektrolisa dengan sel membran
Kelebihan dan kelemahan dari sel membran adalah sel ini beroperasi
dengan menggunakan air garam yang lebih pekat dan menghasilkan
produk yang lebih murni dan lebih pekat (28% NaOH yang mengandung
50 ppm NaCl), tetapi oleh karena itu kesulitan dan biaya pemekatan dan
pemurnian cukup besar, hanya sel membran yang besar- besar saja yang
cukup layak untuk di dirikan.
c. Proses elektrolisa dengan sel merkury
Kelebihan dan kelemahan dari sel merkury adalah pada sel ini di hasilkan
NaOH 50% dengan kandungan garam yang sangat rendah (30 ppm) tanpa
memerlukan penguapan. Tetapi kehilangan raksa kelingkungan walaupun
sedikit saja, akan menumbuhkan masalah yang sangat gawat.
(Austin,G.T.1996)
Pada proses elektrolisa akan terjadi reaksi secara umum yaitu:
NaCl + H2O NaOH + H2 + Cl2 (Riawan,S,1990)
Reaksi kimia yang terjadi selama pemasakan.
i. Terhadap lignin
Reaksi lignin selama pembuatan pulp merupakan reaksi yang sangat
kompleks dan tidak/belum diketahui secara pasti. Sebagaimana diketahui
bahwa keberadaan ion-ion hidrosulfida akan mempercepat terlarutnya
ii. Terhadap karbohidrat
Kita mengharapkan hanya lignin saja yang terlarut selama proses
pembuatan pulp, tetapi pada kenyataannya selulosa dan hemiselulosa pun
bereaksi dengan ion-ion hidroksil pada larutan pemasak. Reaksi ini akan
memutus rantai karbohidrat menjadi molekul yang lebih pendek dan dapat
larut, yang akan mengakibatkan rendemen menjadi lebih rendah. Lebih
dari 20% kayu akan hilang karena kehilangan selulosa dan hemiselulosa.
Kebanyakan kehilangan ini terjadi pada saat awal pemasakan.
Hemiselulosa lebih cepat terputus rantainya dibandingkan selulosa karena
ia merupakan molekul bercabang dan lebih kecil.
iii. Terhadap ekstraktif
Ekstraktif bereaksi dengan white liquor dan mengkonsumsi bahan-bahan
kimia. Kebanyakan dari ekstraktif ini terlarut dalam larutan selama
pemasakan. Beberapa ekstraktif yang terlarut dapat didaur ulang yang
akan menghasilkan produk-produk samping. (PT.TPL,2002)
Sifat reaksi natrium hidroksida (NaOH)
1. Menciptakan dalam larutan lingkungan yang sangat basa.
2. Sangat mengurangi kelarutan banyak garam natrium dalam air.
3. Tidak larut dalam amonia cair.
4. Dinetralkan oleh asam,
5. Bereaksi dengan oksida asam.
6. Menyerap CO2 dari udara.
E. Bereaksi dengan silika
(www.allreactions.com/index.php/group-la/natrium/sodium-hydroxide)
2.6. Teori bilangan kappa
Bilangan kappa merupakan pengujian kimia yang diperlukan terhadap pulp untuk
menentukan tingkat delignifikasi, kekuatan relatif dari pulp dan kesanggupannya
Permaanganat (KMnO4). Normalnya pulp coklat dan pulp setelah melewati tahap
proses alkali ekstraksi diperiksa bilangan kappanya di laboratorium. (Arif,H,2003)
2.7. Teori viskositas
Viskositas merupakan suatau pengujian yang mengukur panjang rantai molekul
dari selulosa dan hemiselulosa terhadap contoh pulp. Nilai viskositas makin tinggi
maka pulp semakin kuat.
Viskositas merupakan salah satu dari beberapa metode penting dalam
analisa pulp yang digunakan untuk penelitian dan juga kontrol kerja industri pulp,
dimana viskositas di tentukan dengan mengevaluasi derajat polimerisasi dari
selulosa contoh pulp. Uji viskositas juga membantu penelitian pada tingkat
degradasi yang di sebabkan pada saat pemasakan dan proses pemutihan, dimana
uji ini sangat mempengaruhi kualitas dari kertas dan pulp rayon yang di hasilkan.
Pada prinsipnya, contoh pulp dilarutkan dengan pelarut yang sesuai dan
dengan konsentrasi tertentu, biasanya 1 atau 0,5%, lalu penentuan viskositas pada
sebuah viskometer kapiler. Bagaimanapun, banyak hambatan yang di dapat dalam
pencapaian nilai viskositas yang sesuai dengan keinginan. Contoh yang dapat
menyebabkan kesalahan adalah adanya partikel gel yang menyumbat pipa kapiler.
Pelarut yang sering di gunakan dalam uji ini adalah larutan Cuproo (II) Etilen
Diamine (CED). Degradasi oksidasi dari pulp selama pelarutan dan penentuan
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1.Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
a. Buret digital
b. Pipet volume Pyrex
c. Erlenmeyer 250 ml Pyrex
d. Hot plate
e. Magnetic Stirrer
f. Gelas ukur 50 ml Pyrex
g. Beaker glass 250 ml Pyrex
h. Propipet
i. Alat sheet
j. Oven
k. Desikator
l. Neraca analitis
m. Beaker glass 1000 mL Pyrex
n. Buret digital
o. Stop watch
p. Erlenmeyer 50 mL Pyrex
q. Viskometer bath
s. Sinar IR Lamb
t. Alat shekeer
u. Alat vakum
v. Matt pipet
w. Desikator
x. Neraca analitis
y. Tungku kaki tiga
3.1.2. Bahan
a. White liquors
b. BaCl2 10%
c. Formaldehyde 40%
d. HCl 0,5 %
e. Indikator Phenolftalein
f. Indikator Metil Orange
g. Air demineralisasi
h. Larutan H2SO4 4N
i. Larutan KMnO4 0,1 N
j. KI 0,1 N
k. Larutan standart Na2S2O3 0,1N
l. Indikator Starch
m. CED ( Cuppro (II) Etilen Diamin )
n. Alkohol
3.2. Prosedur Kerja
3.2.1. Menganalisa jumlah NaOH dalam White Liquor:
a. Dipipet dengan menggunakan pipet volume sebanyak 2 mL white liquor
dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL
b. Ditambahkan 150 mL air destilat
c. Ditambahkan 25 ml Barium Klorida (BaCl2) 10%
d. Ditambahkan 3 tetes indikator phenolftalein (PP)
e. Dititrasi dengan asam klorida (HCl) 0,5 N sampai terjadi perubahan warna
dari merah rose menjadi putih susu. Dihentikan titrasi dan dicatat volume
HCl yanР tОrpakai sОbaРai ―A‖ mL.
f. Ditambahkan 5 ml Formaldehyde 40 %
g. Dititrasi kembali sampai terjadi perubahan warna dari merah rose menjadi
putih susu. Dihentikan titrasi dan dicatat volume HCl yang terpakai
sОbaРai―B‖ mL
h. Ditambahkan 3 tetes indikator Metil Orange
i. Dititrasi kembali dengan HCl 0,5 N sampai terjadi perubahan warna dari
kuning menjadi merah kekuningngan. Dihentikan titrasi dan dicatat
volume HCl yang terpakai sОbaРai ―C‖ mL
Perhitungan:
3.2.2. Penentuan Bilangan Kappa
a. Diambil Sampel dari washer 4 dicuci dengan air demineralisasi lalu
disheetkan
b. Dikeringkan dalam oven pada suhu 150 0C selama ± 10 menit
c. Didinginkan dalam desikator lalu ditimbang
d. Ditimbang dan ambil sampel sebanyak 2,5 gram
e. Dimasukkan kedalam beaker glass 1000 ml di tambahkan 400 mL air
demineralisasi
f. Diaduk dengan magnetic stirrer
g. Ditambahkan H2SO4 4N sebanyak 50 mL dan KMnO4 0,1 N sebanyak 50
mL secara bersamaan dengan sampel kedalam beaker glass
h. Dilakukan pengadukan selama ± 10 menit
i. Ditambahkan 10 mL KI 0,1 N
j. Dititrasi dengan larutan standart Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berwarna
kuning
k. Ditambahkan indikator starch
l. Dititrasi kembali sampai berubah warna menjadi bening
m. Dicatat volume Na2S2O3 yang terpakai dalam titrasi. DiРunakan sОbaРai ―a‖
n. Dilakukan penetuan blanko dengan prosedur yang sebelumnya tanpa
menggunakan pulp, di catat volume larutan Na2S2O3 yang ter pakai,
digunakan sОbaРai ― b‖ .
Perhitungan:
Keterangan:
F : Faktor Koresik terhadap pemakaian permanganat , tergantung kepada nilai P
T : Temperatur Larutan
N : Normalitas Na2S2O3
a : volume Na2S2O3 0,1 N digunakan untuk sampel
b : volume Na2S2O3 0,1 N digunakan untuk larutan blanko
W : Berat Sampel
3.2.3. Penentuan Viskositas
a. Sampel dicuci dan dibentuk menjadi sheet
b. Diambil 1/3 dan ditimbang sebagai berat A
c. Dikeringkan dengan menggunakan Sinar IR ± 5 menit kemudian
ditimbang sebagai berat B
d. Berat sheet yang dibutuhkan untuk mengetahui Viskositas adalah :
A/B x 0,125 = C gram
e. Ditimbang berat sampel seberat C gram
f. Dimasukkan kedalam erlenmeyer 50 mL yang telah berisi 12,5 mL
aquadest dan 12,5 mL CED
g. Diaduk sampai semua sampel larut dengan menggunakan alat sheeker
selama ± 15 menit
h. Diangkat dan dimasukkan kedalam viskometer dengan menggunakan alat
vakum
i. Dimasukkan kedalam viskometer bath dengan T = 250C.
Perhitungan:
Berat Sampel = 0.125 g
V = C
Keterangan:
V = Viskositas Pulp
C = Konstanta Viskometer Kapiler
D = Densitas CED
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Hasil Pengamatan
Dari hasil pengamatan praktek kerja lapangan di PT.Toba Pulp Lestari,Tbk yang
dilakukan, diperoleh data NaOH didalam white liquor yang di gunakan dalam
pemasakan di digester dan data pengamatan Bilangan Kappa dan viskositas di
PT.Toba Pulp Lestari,Tbk. Hasil pengamatan tersebut di tunjukkan pada tabel
berikut :
Tabel 4.1.1. Data pengamatan konsentrasi NaOH, Bilangan Kappa dan Viskositas yang di peroleh dari dcs (directory control system) No NaOH ( g/l ) Bilangan kappa Viskositas ( Cp )
1 68,3 16,1 19,8
2 68,4 13,1 15,9
3 69,1 14,5 16,7
4 69,9 13,0 15,0
5 77,1 13,2 16,7
6 77,2 12,7 15,4
7 78,0 11,5 13,2
8 79,0 12,0 14,1
9 79,3 12,2 13,6
10 80,9 11,8 13,4
11 86,0 10,3 12,4
12 86,1 11,1 13,6
13 86,6 12,1 14,5
Gambar 1
Grafik Konsentrasi NaOH vs Bilangan Kappa
4.2. Perhitungan
4.2.1. Perhitungan Analisa NaOH
Perhitungan berikut di ambil dari data No.6 yang mewakili semua data :
Diketahui :
Volume pertama titrasi larutan HCl ( A ) = 11,18 mL
Volume kedua titrasi Larutan HCl ( B ) = 12,41 mL
Normalitas HCl = 0,5 N
Volume sampel = 2 mL
Berat ekivalen Na2O = 31
Konsentrasi NaOH =
=
= 77,2 g/l
4.2.2. Perhitungan Pengujian Bilangan Kappa
Perhitungan berikut diambil dari data No.6 yang mewakili semua data:
Diketahui:
Berat sampel yang dikeringkan (W) = 2,8268 gram
Volume Na2S2O3 0,1 N digunakan untuk sampel(a) = 22,36 mL
Volume Na2S2O3 0,1 N digunakan untuk larutan blanko(b) = 56,47 mL
Temperatur larutan (T) = 26
Tabel 4.1.2.Faktor Koreksi Nilai F = P x 2
F+ 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 30 0,958 1,960 0,962 0,964 0,966 0,968 0,970 0,973 0,975 0,977 40 0,979 0,981 0,983 0,985 0,987 0,989 0,991 0,994 0,996 0,998 50 1000 1,002 1,004 1,006 1,009 1,011 1,013 1,015 1,017 1,019 60 1,022 1,024 1,026 1,028 1,030 1,033 1,035 1,037 1,039 1,042 70 1,044 *** *** *** *** *** *** *** *** *** Sumber.Technical Department PT.TPL,Tbk,2002
P=
=
=
34,11F = P x 2
= 34,11 x 2
= 68,22 dengan membaca tabel faktor koreksi , maka di peroleh
F = 1,039
Bil. Kappa =
=
=
12,74.2.3. Perhitungan Pengujian Viskositas
Perhitungan berikut di di ambil dari data No.6 yang mewakili semua data:
Diketahui:
Konstanta Viskometer Kapiler ( C ) = 0,1057
Densitas ( D ) = 1,052
Berat Sampel = 0.125 g = 0,3467 g
V = C
= 0,1057 x 1,052 x 139
= 15.4 Cp
4.3. Pembahasan
Natriun Hidroksida dalam white liquor merupakan bahan yang sangat dibutuhkan
dalam pemasakan di digester karena sangat berpengaruh terhadap bilangan kappa
dan viskositas pulp.
Pada data diperoleh adanya jumlah bilangan kappa dan viskositas yang kurang
dari range yang biasanya dicapai di PT.Toba Pulp Lestari,Tbk. Hal ini
disebabkan:
a. Penggunaan senyawa NaOH di dalam white liquor yang tinggi
b. Perusahaan tidak ingin menggunakan banyak bahan kimia pada proses
bleaching untuk degradasi lignin sisa
c. Pemasakan yang terlalu lama
Pada data diperoleh adanya jumlah bilangan kappa dan viskositas yang
melebihi range yang biasanya di capai di PT.Toba Pulp Lestari,Tbk. Hal ini di
sebabkan :
a. Penggunaan senyawa NaOH di dalam white liquor yang rendah
b. Perusahaan mengiginkan viskositas yang tinggi pada proses Bleaching
Dari hasil pengamatan data yang di peroleh dapat di nyatakan bahwa tinggi
konsentrasi NaOH yang digunakan maka bilangan kappa dan viskositas semakin
rendah dan sebaliknya apabila konsentrasi NaOH yang digunakan rendah maka
bilangan kappa dan viskositas semakin tinggi. Dimana tinggi rendahnya bilangan
kappa menunjukkan masih adanya kadar lignin yang terkandung pada pulp yang
di hasilkan setelah pemasakan chip. Tinggi rendahnya bilangan kappa ini juga
berbanding lurus dengan nilai viskositas pulp yang di hasilkan setelah pemasakan
chip. Konsentrasi NaOH yang bagus untuk digunakan agar mendapatkan hasil
range bilangan kappa dan viskositas yang ingin di capai perusahaan yaitu
konsentrasi NaOH antara 69,9 g/l – 86,0 g/l. Dari pengamatan data bila
penggunaan konsentrasi NaOH yang lebih tinggi dari 86,0 g/l maka akan
menghasilkan bilangan kappa dan viskositas yang rendah. Ini bagus untuk masuk
ke proses bleaching karena bilangan kappanya rendah tetapi tidak bagus lagi
untuk viskositas yang rendah karena pulp yang viskositas nya rendah berati
serat-serat selulosa dan hemiselulosa sebagian besar sudah rusak. Apabila
menggunakan konsentrasi NaOH yang rendah dari 69,9 g/l maka akan
menghasilkan bilangan kappa dan viskositas yang tinggi. Dengan begitu
penambahan konsentrasi NaOH dalam pemasakan di digester sangat
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang di lakukan dapat di peroleh kesimpulan sebagai
berikut:
Penambahan NaOH sangat berpengaruh terhadap bilangan kappa dan viskositas.
Semakin banyak NaOH yang ditambahkan dalam proses pemasakan maka akan
menyebabkan bilangan kappa dan viskositas pulp rendah, semakin sedikit NaOH
yang ditambahkan dalam proses pemasakan maka bilangan kappa dan viskositas
pulp tinggi. Dengan demikian maka hubungan NaOH terhadap bilangan kappa
dan viskositas pada hasil pemasakan di digester adalah berbanding terbalik.
5.2.Saran
a. Sebaiknya penggunaan NaOH pada white liquor harus lebih di perhatikan
dalam setiap pemasakan chip, karena akan mempegaruhi bilangan kappa
dan viskositas pulp yang di hasilkan dan akan mengalami kesulitan di
tahap bleaching nantinya.
b. Sebaiknya pada proses pemasakan chip perlu di perhatikan temperatur dan
waktu pemasakan agar diperoleh bilangan kappa dan viskositas yang
DAFTAR PUSTAKA
Arif, H. 2003. Karft Pulping Tinjaun Proses Kimia. TAPPI-Press.
Austin, G.T. 1996. Industri Proses Kimia. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Erlangga
Dumanauw, J.F. 1990. Mengenal Kayu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Fengel, D. dan Wegener, G. 1995. Kayu: Kimia, Ultra struktur, Reaksi-Reaksi. Terjemahan Hardjono Sastrohamidjojo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Haygreen, J.H. 1996. Hasil Hutan Dan Ilmu Kayu. Terjemahan Sudjipto. A Hadikusumo. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Lee, J.D. 1991. Concise Inorganic Chemistry. Fourth Edition. New york: Chapman & Hall
PT. TPL. 2002. Buku Manual Training Digester Plant. Porsea: PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Learning and Development Centre.
Riawan,S. 1990. kimia organik. Edisi I. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara.
Sirait, Suhunan. 2003. Module Bleaching. Porsea: PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Learning and Development Centre.
Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu, Dasar-Dasar, dan Penggunaan. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Smith, K.E.1981.Pulping processess,Mill Operations, Technology and Practices. San Francisco:Miller Freeman Publications,Inc.
http://id,wikipedia.org/wiki/Hemiselulosa. Diakses tanggal 24 April,2012
PULP PRODUCTION FLOW DIAGRAM
White Liquor Weak BlackLiquor
LOGS DEBARKING CHIPPING CHIPS