• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Kulit Kerang Sebagai Koagulan untuk Purifikasi Air Rawa di Desa Gosong Telaga Barat Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Kulit Kerang Sebagai Koagulan untuk Purifikasi Air Rawa di Desa Gosong Telaga Barat Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air adalah salah satu elemen atau unsur yang berdiri sebagai pemegang

tonggak kehidupan makhluk hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuhan, oleh

karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

merupakan keperluan dasar yang berada dalam tingkatan keperluan primer dalam hal

konsumsi. Sekitar 71% bumi mengandung air dan tubuh kita sendiri juga

mengandung air sekitar 80%. Maka dari itu, air adalah barang yang sangat berharga

karena air memiliki kegunaan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dewasa

ini, sangat disayangkan karena banyak masalah yang timbul akibat dari kurangnya air

bersih. Semakin hari air bersih semakin langka, baik di perkotaan maupun di

pedesaan. Hal ini disebabkan karena rendahnya kualitas air baku dan banyaknya

terjadi pencemaran lingkungan seperti pembuangan limbah plastik, deterjen, DDT,

dan sebagainya.

Pemenuhan kebutuhan air bersih baik di daerah perkotaan maupun pedesaan

merupakan masalah yang tidak mudah penyelesaiannya. Hal ini berkaitan dengan

ketersediaan sumber air dan kebutuhan biaya dalam pelayanan penyediaan air bersih.

Langkah untuk mengantisipasi hal tersebut dilakukan secara terus menerus setiap

(2)

air yang memadai. Dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan air bersih, menjadi

tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang

dalam mendapatkan air bersih bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna

memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan

perundang-undangan (Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005).

Masalah air bersih merupakan masalah yang vital bagi kehidupan manusia.

Setiap hari kita membutuhkan air bersih untuk keperluan sehari-hari seperti minum,

memasak, mandi, mencuci, kakus dan sebagainya. Oleh karena itu, penyediaan air

bersih menjadi hal yang sangat penting untuk dikaji mengingat air merupakan

kebutuhan pokok yang selalu dikonsumsi oleh masyarakat dan dapat berpengaruh

besar pada kelancaran aktivitas masyarakat tersebut. Keterbatasan penyediaan air

bersih masyarakat yang berkualitas dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat,

produktifitas ekonomi dan kualitas kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

Menurut Slamet (2009) secara kuantitas di Indonesia diperkirakan kebutuhan

air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk minum 2 liter,

wudhu 16,2 liter, kebersihan rumah 31,4 liter, mandi,cuci kakus 12 liter, cuci pakaian

10,7 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, lain-lain 33,3 liter. Jika

kebutuhan akan air tersebut belum mencukupi maka akan memberikan dampak

kerawanan kesehatan.

Menurut Parahita (2009) air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia

untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air bersih

(3)

baik yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Ketersediaan air bersih yang ada

belum dapat melayani semua permintaan masyarakat baik di perkotaan maupun

pedesaan. Oleh karena itu, ketersediaan air dapat mengurangi penyakit karena air

(waterborne disease), sekaligus dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.

Namun sampai dengan tahun 2000, berdasarkan data Departemen Permukiman dan

Prasarana Wilayah, baru sekitar 19% penduduk Indonesia, dimana 39%-nya adalah

penduduk perkotaan yang dapat menikmati air bersih dengan sistem perpipaan.

Sedangkan di daerah pedesaan, berdasarkan data yang sama, hanya sekitar 5%

penduduk desa yang menggunakan sistem perpipaan, 48% menggunakan sistem

non-perpipaan, dan sisanya sebesar 47% penduduk desa menggunakan air yang bersumber

dari sumur gali dan sumber air yang tak terlindungi. Dalam Water World Forum

(WWF) ke-2 di The Haque, Belanda tahun 2000, telah dikeluarkan kesepakatan yang

dikenal dengan sebutan Millenium Development Goals (MDGs) 2015, dimana salah

satu target yang disepakati adalah mengurangi sekitar setengah jumlah penduduk

yang tidak memiliki akses terhadap “safe dringking water”.

Pengadaan air bersih di Indonesia khususnya untuk skala yang besar masih

terpusat di daerah perkotaan dan dikelola oleh Perusahaan Air Minum (PAM) kota

bersangkutan, namun demikian secara nasional jumlahnya masih belum mencukup i

yakni 55% hal ini masih diluar target pemerintah untuk pelayanan air bersih sebesar

68% pada tahun 2015 (BAPPENAS, 2013). Sedangkan untuk daerah yang belum

mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM umumnya mereka menggunakan air

(4)

Kondisi seperti kurangnya kualitas maupun kuantitas air bersih tersebut juga

terjadi pada daerah lokasi penelitian yaitu di Desa Gosong Telaga Barat Kecamatan

Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil. Masyarakat di desa tersebut terpaksa

menggunakan air rawa sumur gali yang tidak memenuhi syarat air bersih untuk

dikonsumsi atau dipakai guna keperluan sehari-hari tanpa melalui pengolahan terlebih

dahulu. Hal ini sesuai dengan hasil survei awal yang dilakukan peneliti yaitu setelah

melakukan uji laboratorium ditemukan bahwa tingginya kadar warna (176 TCU),

kekeruhan (36 NTU), kadar besi (3,2 mg/l) dan pH rendah (3,57) yang masih diatas

persyaratan baku mutu menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990.

Sedangkan kurangnya kuantitas air bersih juga disebabkan karena tidak sampainya

akses air PAM di desa tersebut sehingga pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat

tidak tercukupi.

Menurut Sutrisno (2006), karakteristik air rawa pada umumnya mengandung

kadar warna dan kekeruhan yang tinggi, air berwarna ini disebabkan oleh adanya

zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang

menyebabkan warna kuning kecoklatan. Sedangkan kekeruhan disebabkan karena air

mengandung banyak partikel bahan yang tersuspensi seperti tanah liat, lumpur,

bahan-bahan organik dan partikel-partikel kecil lainnya sehingga memberikan

warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Pembusukan kadar zat organis tinggi pada air

rawa umumnya diikuti pula dengan kadar besi (Fe) yang tinggi dan dalam keadaan

(5)

asam humus yang larut dalam air mengakibatkan derajat keasaman (pH) air pun

meningkat sehingga air rawa juga bersifat asam.

Berdasarkan data puskesmas setempat menunjukkan bahwa masyarakat

banyak mengalami gangguan penyakit kulit, penyakit kulit ini merupakan termasuk

dalam urutan sepuluh penyakit terbesar (Profil Kesehatan Puskesmas Singkil Utara,

2011). Gangguan penyakit kulit berhubungan dengan konsumsi air, baik karena tidak

cukupnya pemenuhan akan air secara kuantitas maupun kualitas.

Koagulasi merupakan salah satu cara pengolahan air dengan pembubuhan

bahan kimia (koagulan) kedalam air agar kotoran berupa padatan tersuspensi seperti

warna dan kandungan ion logam dapat menggumpal dan cepat mengendap. Proses

koagulasi menggambarkan interaksi antara koagulan dengan bahan polutan yang

hendak diolah dimana partikel-partikel kecil (koloid) dapat bergabung satu dengan

lainnya sehingga membentuk flok yang lebih besar, pada proses ini terjadi

pengurangan besarnya gaya tolak menolak antara partikel koloid didalam larutan.

Padatan tersuspensi berupa partikel kecil yang menyebabkan kekeruhan, warna dan

ion logam di dalam air setelah melalui proses koagulasi akan membentuk flok dan

mengendap sehingga air akan bersih dan jernih (Kusnaedi, 2006).

Menurut penelitian Budi (2006), salah satu cara untuk purifikasi air dengan

pengolahan kimia adalah mengggunakan kapur (lime) dan tawas sebagai koagulan

untuk menurunkan kadar fosfor pada limbah cair yang dihasilkan dari rumah sakit

yang mengandung fosfor tinggi. Kapur (lime) mengandung kalsium oksida (CaO) dan

(6)

dan larutan tawas efektif menurunkan kadar fosfat dalam limbah cair RS Bethesda

dengan persentase 97,92 %.

Menurut penelitian Sulfami (2011) penggunaan tanah liat dan dilanjutkan

dengan saringan pasir cepat juga dapat digunakan sebagai suatu cara pengolahan

alternatif untuk memperbaiki kualitas fisik pada air gambut. Setelah dilakukan

pengolahan dengan koagulasi tanah liat dan saringan pasir cepat kualitas fisik air

gambut mengalami perbaikan, rata-rata parameter warna turun 87,7% (26,4 TCU),

TDS turun sebesar 18,1% (52,4 mg/l) dan kekeruhan turun sebesar 46% (5,4 NTU).

Hasil Penelitian Khasanah (2009) bahwa biji kelor (Moringa Oleifera) juga bisa

digunakan sebagai koagulan untuk menurunkan kadar Fosfat dalam limbah cair rumah

sakit, dari penelitian ini menunjukkan hasil bahwa serbuk biji kelormampu menurunkan

konsentrasi fosfat total pada dosis 200 ppm dengan waktupengendapan 90 menit sebesar

27,82 % atau 8,068 ppm dan ortofosfat sebesar 29,87 % atau 3,195 ppm. Efektifitas biji

kelor pada pH 2 mampu menurunkan konsentrasi fosfat total sebesar 52,15 % atau 14,93

ppm dan ortofosfat sebesar 56,70 % atau 8,65 ppm. Penurunan konsentrasi fosfat dalam

limbah cair ini disebabkan adanya gaya tarik menarik antara gugus –NH3 + biji kelor

dengan H2PO4- dalam limbah cair, hal ini dikarenakan adanya kandungan protein di

dalambiji kelor.

Metode purifikasi air lainnya yang telah dilakukan dan diuji yaitu penggunaan

Poly Alluminium Clorida (PAC) sebagai koagulan. Menurut Wardhana (2009) dalam

Penjernihan Air Kali Porong untuk Keperluan Air Bersih, Hasil penelitian

(7)

campuran PAC dan CaO sebesar 200 ppm dalam waktu pengendapan 4 menit sudah

cukup menghasilkan air bersih yang jernih. Konsentrasi campuran koagulan PAC dan

CaO yang optimum digunakan untuk mendapatkan analisa sisa kering, sulfat, pH,

p-m alkalinity, kesadahan, pospat, besi, silikat, dan conductivity yang terbaik adalah

300 ppm, sedangkan konsentrasi campuran koagulan PAC dan CaO yang optimum

digunakan untuk mendapatkan analisa bilangan permanganat dan klorida yang terbaik

adalah 200 ppm.

Secara letak geografis desa ini berada pada daerah dataran rendah yang

berawa-rawa dan dekat dengan daerah aliran sungai sehingga komoditas hasil

perairan sangat banyak yaitu salah satunya kerang air tawar. Limbah kulit kerang

hasil sisa konsumsi pangan di daerah tersebut menjadi sampah dan menumpuk

sehingga mengganggu estetika lingkungan dan berdampak kesehatan bagi masyarakat

setempat.

Teknologi untuk memperbaiki kualitas air telah banyak tersedia, dibuat,

dikembangkan dan diterapkan sesuai dengan permasalahan yang ada di masyarakat.

Berdasarkan konsep pengelolaan lingkungan yaitu reuse, reduce dan recycle, maka

peneliti membuat sebuah metode pengolahan air secara koagulasi untuk purifikasi air

bersih dengan memanfaatkan kulit kerang yang menjadi limbah kemudian digunakan

kembali sebagai zat koagulan untuk purifikasi air rawa sumur gali di desa Gosong

Telaga Barat.

Menurut Siregar (2009), Kalsium Oksida (CaO) merupakan zat yang dominan

(8)

sehari-hari CaO lebih dikenal dengan sebutan kapur (lime). Penggunaan dari kapur

antara lain dibidang kesehatan lingkungan untuk pengolahan air kotor, air limbah

maupun industri lainnya. Pada pengolahan air kotor, kapur dapat mengurangi

kandungan bahan-bahan organik. Cara kerjanya adalah kapur (CaO) ditambahkan

untuk mereaksikan alkalibikarbonat serta mengatur pH air sehingga menyebabkan

pengendapan, pada koagulasi ini terjadi pengadukan cepat untuk membantu bahan

kimia (koagulan) menjadi homogen didalam air sehingga partikel tersuspensi akan

membentuk gumpalan yang lebih besar, kemudian dilanjutkan dengan pengadukan

lambat agar partikel yang telah membesar dan menggumpal tidak pecah menjadi

partikel-partikel semula. Dengan proses pengolahan air secara kimia (koagulasi)

menggunakan koagulan kulit kerang ini diharapkan kualitas fisik air bersih pada air

rawa sumur gali akan memenuhi persyaratan air bersih berdasarkan Peraturan

Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990.

1.2. Permasalahan

Desa Gosong Telaga Barat Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil

mempunyai masalah tentang ketersedian air bersih baik secara kualitas maupun

kuantitasnya. Secara topografis desa ini berada pada daerah rawa gambut dengan luas

yaitu sekitar ±350 Ha. Sumber air bersih untuk dikonsumsi sangat sulit dan jauh di

peroleh di daerah rawa-rawa. Kulitas air rawa yang tidak memenuhi persyaratan air

bersih menimbulkan resiko kesehatan dan estetika, sehingga diperlukan adanya suatu

(9)

penulis tertarik merancang suatu cara memperbaiki kualitas air rawa dengan

pemanfaatan limbah kulit kerang sebagai koagulan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kadar warna, kekeruhan,

pH dan kadar besi (Fe) air rawa sumur gali sebelum dan setelah melalui pengolahan

air secara koagulasi menggunakan kulit kerang sebagai bahan koagulan di Desa

Gosong Telaga Barat Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2013.

1.4. Hipotesis

Berdasarkan variabel-variabel penelitian yang dilakukan maka hipotesa pada

penelitian ini adalah :

1. Ada perbedaan antara kadar warna pada air rawa sumur gali sebelum dan sesudah

melewati proses koagulasi dengan pemanfaatan kulit kerang sebagai koagulan.

2. Ada perbedaan antara kadar kekeruhan pada air rawa sumur gali sebelum dan

sesudah melewati proses koagulasi dengan pemanfaatan kulit kerang sebagai

koagulan.

3. Ada perbedaan antara pH (Potensial of Hidrogen) pada air rawa sumur gali

sebelum dan sesudah melewati proses koagulasi dengan pemanfaatan kulit kerang

(10)

4. Ada perbedaan antara kadar besi (Fe) pada air rawa sumur gali sebelum dan

sesudah melewati proses koagulasi dengan pemanfaatan kulit kerang sebagai

koagulan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan suatu alternatif pengolahan air pada daerah rawa-rawa atau kawasan

yang sumber air bersih sulit diperoleh.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan limbah kulit

kerang sebagai bahan koagulan untuk purifikasi air.

3. Menambah khasanah ilmu pengetahuan kesehatan lingkungan khususnya tentang

metode pengolahan air bersih dan sebagai bahan referensi bagi peneliti

Referensi

Dokumen terkait

Dari dana bantuan yang telah diterima oleh desa maka harapan dari pemerintah pusat yaitu masing-masing desa dapat menggunakan dana secara optimal demi kesejahteraan masyarakat

[r]

A[7] disubsitusikan ke dalam

Direksi harus memperoleh persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Dewan Komisaris untuk: (i) membeli dan/ atau menjual saham perusahaan lain pada pasar modal;

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan maka menunjukkan previllage tax payer berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak sedangkan sosialisasi

Kunjungan Menristekdikti ke Technopark Bantaeng Dan Komersialisasi Benih Ikan Nila, Satoimo, Padi, Jagung, Rumput laut. 5 ToT Transfer Teknologi 9 10

Pengembangan kompetensi konselor, salah satunya bertujuan agar konselor dapat memberikan layanan bimbingan kelompok dengan teknik yang lebih variatif, materi yang

Kinerja Lembaga Manajemen Inovasi menjadi pertimbangan dalam Kebijakan Insentif dan Penghargaan yang terkait dengan prestasi Perguruan Tinggi/Lembaga Litbang. Perguruan