• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Organologi Instrumen Gonrang sipitu-pitu buatan Bapak Sahat Damanik di Desa Sirpang Dalig Raya Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Organologi Instrumen Gonrang sipitu-pitu buatan Bapak Sahat Damanik di Desa Sirpang Dalig Raya Kabupaten Simalungun"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SIMALUNGUN, LOKASI PENELITIAN, MASYARAKAT KEBUDAYAAN, DAN BIOGRAFI SINGKAT

BAPAK SAHAT DAMANIK

2.1 Asal-usul Simalungun

Kata “simalungun” dalam tulisan ini mengandung dua makna, yaitu makna

yang menyatakan tempat dan makna yang menyatakan suku. Kata Simalungun berasal dari sumpah ikrar raja-raja pada tahun 1367, pada waktu itu himpunan mereka

bernama Batak Timur Raya. Pada waktu itu mereka berikrar bahwa mereka menjadi “sisada parmahanan sisada lingun” artinya: senasib sepenanggungan. Akhirnya kesatuan kerajaan mereka ini bernama Simalungun. Jadi nama itu merupakan hasil

harunggunan bolon (kesepakatan raja-raja) dari raja-raja partuanon (raja) dan partuha maujana (tokoh adat) Simalungun, yaitu sesuai dengan latar belakang sejarah dan perasaan yang senasib sepenanggungan yang juga disebut ahap (rasa) Simalungun.

Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi

sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia. Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang:

1. Gelombang pertama (Simalungun Proto), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke

Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik. 2. Gelombang kedua (Simalungun Deutero), datang dari suku-suku di sekitar

(2)

Pada gelombang Proto Simalungun di atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari keturunan dari 4 Raja-raja besar

dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah sampai Batubara. Kemudian mereka

didesak oleh suku setempat hingga bergerak ke daerah pinggiran Danau Toba dan Samosir.

Dikutip dari Pustaha Parpandanan Na Bolag (pustaka Simalungun kuno),

bahwa Parpandanan Na Bolag (cikal bakal daerah Simalungun) merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka)

hingga ke Toba. Sebagian sumber lain menyebutkan bahwa wilayahnya meliputi Gayo dan Alas di Aceh hingga perbatasan sungai Rokan di Riau. Kini, di Kabupaten Simalungun sendiri, Akibat derasnya imigrasi, suku Simalungun hanya menjadi

mayoritas di daerah Simalungun Atas.

Karena minimnya data-data yang tertulis mengenai asal usul masyarakat

Batak Simalungun, dalam mengkaji tentang asal usul masyarakat Simalungun maka penulis mengacu dari tiga hal (1) pengertian Batak, (2) catatan sejarah mengenai Batak, (3) kisah/cerita yang berkembang pada masyarakat Batak Simalungun atau

mitologi tentang lahirnya suku Batak, juga dikarenakan bila dikaji lebih dalam, khususnya pada awal terjadinya marga dalam masyarakat Simalungun, merupakan

suatu hal yang sangat rumit, karena erat sekali hubungannya antara mitos dan sejarah penyebaran masyarakat Simalungun itu sendiri. Berdasarkan mitos dan sejarah dapat dikatakan bahwa menurut persepsi mereka pada umumnya setiap individu dalam

(3)

1.

Di Simalungun posisi raja diakui sebagai kekuatan tertinggi di Simalungun. Kekuasaan kadang-kadang bisa bersifat kejam dan sewenang-wenang sebagai mana

dinyatakan dalam istilah Simalungun “ raja do adat, adat do raja”. Raja di Simalungun berhak atas sejumlah kewajiban dari kawulanya menopang kehidupan di

pematang sebagai pusat pemerintahan dan kediaman raja beserta keluarganya. Konsep ini tidak ada di toba. Di Batak Toba gelar Raja memang ada, tetapi terbatas dalam pengertian, penghormatan, kepada lawan bicara. Pengertian raja di Batak Toba berarti

bukan budak (ndang hatoban). S.M. Siahaan dalam makalahnya mengenai peranan dan kedudukan raja. Raja di Simalungun ada tujuh yaitu :

2. Raja Raya “ Tuan Rondahaim Saragih Garingging Raja Purba “Tuan Rahalim Purba Pakpak

3. Raja Dolok Silou “ Tuan Ragaim Tambak”

4. Raja Tanah Jawa “ Tuan Sangmajadi Sinaga” 5. Raja Siantar “Tuan Sang Naualuh”

6. Raja Panei XIV “ Raja Bosar Simalam Purba Dasuha” 7. Raja Silimakuta “Tuan Pamoraidup Purba Girsang”

2.1.1 Letak Geografis Kabupaten Simalungun

Secara geografis letak Kabupaten Simalungun terletak diantara 02 0 36’ –

03 0 18’Lintang Utara dan 98 0 32’ – 99 0 35’ Bujur Timur di sebelah timur laut danau Toba. Bagian barat sebagian terdiri atas dataran tinggi, sebagian daratan pegunungan yang tidak rata, sementara bagian timur dipenuhi lereng bukit dari

pinggir danau Toba sampai ke dataran rendah daerah perkebunan pemerintahan pantai timur Sumatera. Letak diatas permukaan laut 20 m s.d 1400 m, Perbatasan

(4)

barat berbatasan dengan kabupaten Karo, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten serdang Bedagai, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten

Samosir. Wilayah ini terbagi atas 31 Kecamatan dan 345 Kelurahan/Desa, 22 Kelurahan. ( sumber : google/ situs resmi kabupaten Simalungun )

Gambar 1. Peta wilayah Simalungun (Sumber: Perpustakaan Nasional RI)

Sebagian besar daerah-daerah Simalungun berada di pedalaman Sumatera Timur, dataran rendah berada di daerah yang berbatasan dengan kesultanan-kesultanan Melayu. Secara geografis daerah Simalungun bisa kita bedakan dengan

daerah pegunungan yang terdiri dari dataran tinggi di dekat pesisir Danau Toba dengan kisaran tinggi dari permukaan laut antara 1200-1400 meter. Daerah

pegunungan ini sebagian besar berada di sebelah Barat. Di sebelah Timur secara umum terdiri dari dataran rendah yang luas yang rata-rata ketinggiannya 100 meter dari permukaan laut. Saribu Dolog berada pada ketinggian 1400 meter cukup dingin

(5)

2.1.2 Luas Wilayah Kabupaten Simalungun

Luas wilayahnya adalah 4.486,60 Km2 atau sekitar 6,12% dari luas wilayah

Sumatera Utara. Penetapan batas-batas Simalungun dengan Tapanuli ditetapkan dalam Staatsblad nomor 604 tahun 1908 sekaligus menetapkan batas daerah Aceh

dengan Tanah Karo. Untuk ketujuh daerah kerajaan-kerajaan Simalungun batas-batasnya ditetapkan dengan beslit (surat keputusan) gubernur jenderal tanggal 27 September 1913 nomor 24 bijblad nomor 7922. Sesuai pengukuran yang dilakukan,

daerah yang masuk ke dalam onderafdeeling Simeloengoen mencakup luas wilayah 441.380 hektar. Masing-masing luas ketujuh daerah swapraja Simalungun1

1. Siantar (93510 hektar).

adalah

berikut ini:

2. Tanah Jawa (158.140 hektar).

3. Panei (47.400 hektar). 4. Raya (58.900 hektar).

5. Dolog Silou (35.160 hektar). 6. Purba (23.270 hektar). 7. Silimakuta (25.000 hektar).

2.1.3 Letak Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis teliti berada di Desa Sirpang Dalig Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun yang merupakan tempat tinggal sekaligus sebagai tempat pembuatan instrumen gonrang sipitu-pitu Bapak Sahat Damanik.

Menurut data yang didapat dari kantor kepala desa, Desa Sirpang Dalig Raya secara geografis adalah terletak antara 02,56oLU80,03oBT. Dengan suhu maksimum

(6)

rata 30oC, dan suhu minimum rata-rata 21oC. Adapun luas wilayah Kecamatan siantar adalah 14.536 Ha. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Siantar

Sitalasari dengan Luas Wilayah 23.476 km2.

Adapun batas-batas wilayah Desa ………… adalah sebagai berikut :

1. Sebelah timur berbatasan dengan Kebun

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Dolok Hataran 3. Sebelah barat berbatasan dengan Sitalasari

4. Sebelah timur brebatasan dengan Nusa Harapan.

2.1.4. Keadaan Penduduk Desa Dalig Raya

Pada awalnya penduduk asli desa Dalig Raya didominasi oleh suku Simalungun, namun setelah terjadi urbanisasi kependudukan, desa Dali Raya menjadi

bersifat heterogen, kerena terdiri dari berbagai ragam suku dan etnis, yaitu Simalungun, Toba, Jawa, Pakpak, ,. Pada tahun 2009 penduduk desa Dalig Raya

mencapai 243.768 jiwa dengan kepadatan penduduk 3.146 jiwa per km2. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk desa Dalig Raya pada tahun 2010 sebesar 0,53 persen. Penduduk perempuan di desa Dalig Raya lebih banyak dari penduduk laki-laki. Pada

tahun 2009 penduduk desa Dalig Raya. yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 117.516 jiwa dan penduduk laki-laki 127.381 jiwa. Masyarakat yang tinggal di desa

(7)

2.2 Masyrakat dan Kebudayaan 2.2.1 Sistem Kepercayaan

Sepanjang yang dapat diketahui melalui catatan (analisis) Tiongkok sewaktu Dinasty SWI (570-620) Kerajaan Nagur sebagai Simalungun Tua, telah banyak

disebut-sebut dalam hasil penelitian Sutan Martua Raja Siregar yang dimuat dalam Buku Sejarah Batak oleh Batara Sangti Simanjuntak, dimana dinyatakan bahwa pada abad ke V sudah ada Kerajaan “Nagur” sebagai satu “Simalungun Batak Friest

Kingdom” yang sudah mempunyai hubungan dagang dengan bangsa-bangsa lain terutama dengan Tiongkok (China).

Menurut Hikayat “Parpandanan Na Bolag” (Pustaha Laklak lama Simalungun) bahwa wilayah Kerajaan Parpandanan Na Bolag (Nagur) hampir meliputi seluruh Perca (Sumatera) bagian Utara , yang terbentang luas dari

pantai Barat berbatas dengan Lautan Hindia, sampai ke Sebelah Timur dengan Selat Malaka, dari Sebelah Utara berbatas dengan yang disebut Jayu (Aceh

sekarang) sampai berbatas dengan Toba di sebelah Selatan. Agama yang dianut kerajaan Nagur adalah Animisme yang disebut dengan supajuh begu-begu/sipele begu. Sebagai jabatan pendeta disebut Datu, mereka percaya akan adanya sang

pencipta alam yang bersemayam di langit tertinggi, dan mengenal adanya tiga Dewa, yaitu :

1. Naibata na i babou/i nagori atas (di Benua Atas) 2. Naibata na i tongah/i nagori tongah (di Benua Tengah) 3. Naibata na i toruh/i nagori toruh (di Benua Bawah)

Pemanggilan arwah nenek moyang disebut “Pahutahon” yaitu melalui upacara ritual, dimana dalam acara itu roh tersebut hadir melalui “Paninggiran”

(8)

kemampuan sebagai perantara (paniaran). Menurut penelitian G.L Tichelman dan P. Voorhoeve seperti dimuat dalam bukunya “Steenplastiek Simaloengoen”

terbitan Kohler & Co Medan tahun 1936 bahwa di Simalungun (kerajaan Nagur) terdapat 156 Panghulubalang (Berhala) yaitu patung-patung batu yang ditempatkan

pada tempat yang dikeramatkan (Sinumbah) dan ditempat inilah dilakukan upacara pemujaan. Pelaksanaan urusan kepercayaan diserahkan kepada “Datu” yang disebut juga “Guru”. Pimpinan “datu-datu” ini ialah “GURU BOLON”. Setiap

Datu/Guru mempunyai “Tongkat Sihir” atau “Tungkot Tunggal Panaluan” (yang diperbuat dari kayu tanggulan yang diukir dengan gana-gana bersambung-sambung

untuk mengusir penyakit). Acara kepercayaan itu dipegang penuh oleh Datu, baik di istana maupun di tengah-tengah masyarakat umum. Raja-raja dan kaum bangsawan mereka sebut juga “tuhan” bukan saja disegani tetapi ditakuti

masyarakat, tetapi akhirnya sesudah masuknya agama Islam dan Kristen sebutan tersebut berubah menjadi Tuan. Masuknya Agama Islam ke Simalungun adalah

pada abad ke-15 melalui daerah Asahan dan Bedagai yang dibawa oleh orang-orang dari kerajaan Aceh. Awalnya perkembangan Agama Islam berada di daerah sekitar Perdagangan dan Bandar ( Sihotang 1993:23). Kemudian sekitar

tahun 1903, Gereja Batak Toba (HKBP) yang berada dalam fase perkembangan kemudian berkembang hingga menjangkau masyarakat di luar lingkungan mereka

sendiri. Pada suatu konferensi yang dilakukan pada tahun tersebut diambil suatu keputusan untuk memulai karya misi pada masyarakat Simalungun. Kelompok Kristen Simalungun yang masuk dari upaya ini pada awalnya hanya sekadar

bagian dari Gereja Batak Toba (dinamakan HKBP-S). Namun pada tahun 1964 terjadi pemisahan dan lahirlah organisasi baru yang menamakan diri sebagai

(9)

proses Kristenisasi adalah berupa pendirian gereja-gereja dan sekolah-sekolah. Di sana anak-anak dan orang-orang dewasa dapat belajar membaca dan menulis

dalam bahasa mereka sendiri dan kemudian dalam bahasa Indonesia.

2.2.2. Bahasa

Suku Batak Simalungun menggunakan bahasa Simalungun (Bahasa Simalungun: Hata/sahap Simalungun) sebagai bahasa ibu. Derasnya pengaruh dari

suku-suku disekitarnya mengakibatkan beberapa bagian suku Simalungun menggunakan bahasa Melayu, Karo, Toba dan sebagainya. Penggunaan bahasa Batak

Toba sebagian disebabkan penggunaan bahasa ini sebagai bahasa pengantar oleh penginjil yang menyebarkan agama Kristen pada suku ini. Aksara yang digunakan suku Simalungun disebut aksara surat sisapuluhsiah artinya surat yang kesembilan

belas.

Bahasa Simalungun atau marsahap Simalungun dalam bahasa aslinya adalah

bahasa yang dipergunakan oleh penduduk yang ada di Simalungun. Bahasa ini merupakan salah satu bahasa di dunia yang masih belum diketahui persis dari mana asal bahasa ini. Bahasa Simalungun yang sering dikatakan orang mirip dengan bahasa

Batak Toba dan mirip juga dengan bahasa Batak Karo, tetapi berbahasa Simalungun lebih lembut dan mengayun daripada Batak Toba dan Karo. Bila dikaji lebih luas lagi

alunan bahasa Simalungun juga mempunyai wilayah yang berbeda tetapi khususnya Simalungun yang lebih asli dan murni yaitu Simalungun Raya. Tetapi ada bahasa yang sudah terpengaruh oleh bahasa suku budaya lain seperti daerah Kerajaan

Pematang Siantar, Silimakuta, Harajaon Tanah Jawa, Harajaon Panai, Dolok Silou, Raja purba, dan Raja Raya. Berbeda daerah wilayah, maka berbeda juga bahasa dan

(10)

seperti bahasa tetangga Batak Toba, Karo, Melayu, Jawa, Pakpak, dan bahasa Indonesia. Tetapi, bahasa yang masih murni terdapat di daerah Pematang Raya yang

terletak di wilayah Harajaon Raja Raya (Tuan Rondahaim Saragih Garingging).

2.2.3. Sistem Kekerabatan

Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan Simalungun (1985), ada dua cara yang umum yang dipakai untuk menarik garis

keturunan, yaitu :

1. Menarik garis keturunan hanya dari satu pihak, yaitu mungkin dari pihak

laki-laki dan mungkin pula dari pihak perempuan. Masyarakat demikian dinamakan masyarakat unilateral. Jika masyarakat tersebut menarik garis keturunan dari pihak laki-laki atau ayah saja, maka keturunan tersebut disebut

masyarakat patrilineal. Dan jika menarik dari garis keturunan perempuan (ibu) maka disebut matrilineal.

2. Menarik garis keturunan dari kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu, masyarakat demikian disebut masyarakat bilateral atau masyarakat parental. Dari kedua cara tersebut diatas,masyarakat Simalungun termasuk masyarakat

yang menarik garis keturunan dari salah satu pihak saja, yaitu dari pihak laki -laki atau ayah. Dengan demikian masyarakat Simalungun adalah

masyarakat unilateral patrilineal , yang artinya bahwa setiap anak-anak yang lahir baik laki -laki maupun perempuan dengan sendirinya akan mengikuti klan atau marga dari ayahnya (1985:108).

Bukti bahwa garis keturunan diambil dari pihak laki-laki adalah dengan adanya marga dalam masyarakat Simalungun. Setiap anak yang lahir

(11)

yang sama dengan marga si ayah. Susunan masyarakat Simalungun didukung oleh berbagai marga yang mempunyai hubungan tertentu, yang disebabkan oleh

hubungan perkawinn. Hubungan perkawinan antar marga-marga mengakibatkan adanya penggolongan antar tiap-tiap marga. Marga yang satu akan mempunyai

kedudukan tertentu terhadap marga lain. Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai Partuturan. Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa

kategori sebagai berikut:

1. Tutur Manorus / Langsung

Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri. Misalnya: Botou artinya saudara perempuan baik lebih tua atau lebih muda. Mangkela (baca: Makkela) artinya suami dari saudara perempuan dari ayah. Sima-sima artinya anak dari Nono/Nini,

2. Tutur Holmouan / Kelompok

Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun. Misalnya: Bapa Tongah artinya saudara lelaki ayah yang lahir dipertengahan (bukan paling muda, bukan paling tua).

Tondong Bolon artinya pambuatan (orang tua atau saudara laki dari istri/suami). Panogolan artinya kemenakan, anak laki/perempuan dari

saudara perempuan.

3. Tutur Natipak / Kehormatan

Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat. Misalnya: Kaha digunakan pada istri dari saudara laki-laki yang lebih tua. Bagi wanita, kaha

(12)

seorang laki terhadap laki lain yang seumuran atau bawahan. Ikatan kekerabatan diklasifikasikan dalam suatu sistem yang dalam bahasa

Simalungun dikenal Tolu Sahundulan, yaitu : 1. Tondong (Pemberi istri)

2. Anak Boru/Boru (Penerima Istri)

3. Sanina/Sapanganonkon (Sanak saudara, individu semarga atau pembawa garis keturunan)

Dalam masyarakat Simalungun seorang pria belum dianggap sebagai orang dewasa dan belum dapat berperan serta dalam fungsi-fungsi adat bila

yang bersangkutan belum menikah atau sudah menikah tapi belum mempunyai keturunan.

2.2.4. Marga-marga Simalungun

Terdapat empat marga asli Simalungun yang populer dengan akronim

“Sisadapur” yaitu: Sinaga, Saragih, Damanik, Purba. Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara empat raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan, istilahnya:

marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang mussuh. dengan tidak saling menyerang maka bentuk-bentuk kesenian khas masyarakat Simalungun dapat

dilestarikan hingga sekarang. 1. Damanik

Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun,

Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas). Raja ini berasal dari kaum bangsawan India Selatan

(13)

dari Raja Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian

sesuai dengan jumlah puteranya: Marah Silau yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, tuan raja siantar dan tuan raja damanik

Soro Tilu (yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola) Timo Raya (yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan

keturunannya Damanik Tomok). Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari

Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun. 2. Saragih

Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana

Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang. Keturunannya adalah:

 Saragih Garingging yang pernah merantau ke Ajinembah dan kembali ke

Raya. Saragih Garingging kemudian pecah menjadi dua, yaitu: Dasalak, menjadi raja di Padang Badagei, Dajawak merantau ke Rakutbesi dan

Tanah Karo dan menjadi marga Ginting Jawak.

 Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni

Gonrang. Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada dua keturunan Raja Banua Sobou, pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu: Turnip,

(14)

Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir. Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba, Simalungun.

3. Purba

Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang

berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan atau sarjana. Keturunannya adalah: Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba

Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya. Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian

menetap di Haranggaol dan mengaku dirinya Purba. Purba keturunan Simamora ini kemudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu. 4. Sinaga

Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penyebab Gempa dan Tanah Longsor. Keturunannya adalah marga

Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan. Saat kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di Sumatera pada abad ke-14, pasukan dari Jambi yang dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa

dirinya adalah Sinaga. Menurut Taralamsyah Saragh, nenek moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia

mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu sumpah (Sibijaon). (Tideman, 1922).

2.3.Kesenian

Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap

(15)

deskriptif (Koentjaraniningrat, 1980:395-397). Kesenian pada masyarakat simalungun sangat banyak dan beragam. Taralamsyah Saragih dalam Seminar

Kebudayaan Simalungun 1964 mengatakan bahwa kesenian yang ada di Simalungun dapat dibagi atas Seni Musik (gual), Seni Suara (doding), Seni Tari

(tortor).

2.3.1 Seni Musik

Seni musik digunakan untuk upacara hiburan dan upacara-upacara adat lainnya misalnya upacara-upacara dukacita (pusok ni uhur) dan sukacita (malas

ni uhur). Alat-alat musik pada masyarakat simalungun dapat dimainkan secara ensambel dan dapat pula dimainkan secara tunggal. Alat musik yang dimainkan secara ensambel adalah Gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu. Penggunaan

instrumen sarunei dalam ensambel gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu sangat penting, diantaranya:

1. Manombah2 2. Maranggir

3

3. Ondos Hosah yaitu upacara khusus yang dilakukan suatu desa atau keluarga agar terhindar dari mara bahaya.

4. Rondang Bintang yaitu acara tahunan yang diadakan suatu desa karena mendapatkan panen yang baik. Muda-mudi menggunakan kesempatan tersebut untuk mencari jodoh. Adapun alat-alat musik yang dimainkan secara tunggal diantaranya Jatjaulul/Tengtung,

Husapi, Hodong-hodong, Tulila, Ole-ole, Saligung, Sordam dsb.

2

Manombah yaitu suatu upacara untuk mendekatkan diri kepada sembahan ( kamus bahasa Simalungun)

3

(16)

alat musik tersebut dimainkan untuk hiburan pribadi ketika lelah bekerja di ladang, maupun setelah pulang dari pekerjaan.

2.3.2. Seni Suara (Doding)

Musik vokal Simalungun dikenal dengan istilah doding dan ilah. Doding dipakai untuk nyanyian solo sedangkan ilah dipakai sebagai nyanyian kelompok. (Sihotang 1993:31). Nyanyian dalam masyarakat Simalungun sangat

banyak dan memiliki fungsi masing-masing. Selain itu masyarakat Simalungun memiliki teknik bernyanyi yang disebut inggou. Adapun nyanyian tersebut

diantaranya adalah :

1. Taur-taur yaitu nyanyian yang dilagukan oleh sepasang muda-muda secara bergantian untuk mengungkapkan perasaan stu sama lainnya.

2. Ilah yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda dan pemudi sambil menepuk tangan sambil membentuk lingkaran.

3. Doding-doding yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda dan pemudi atau orang tua untuk menyampaikan pujian atau sindiran. Nyanyian ini juga dapat dilagukan untuk mengungkapkan kesedihan dan

kesepian.

4. Urdo-urdo atau Tihtah yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang ibu kepada anaknya atau seorang anak perempuan kepada adiknya. Urdo-urdo untuk menidurkan sementara Tihtah untuk bermain.

(17)

6. Manalunda/Mangmang adalah mantera yang dinyanyikan oleh seorang datu untuk menyembuhkan suatu penyakit ataupun menobatkan seorang raja pada

waktu dulu.

2.3.3 Seni Tari (Tor-Tor)

Seni tari dalam masyarakat Simalungun banyak mengalami penurunan dari segi pertunjukan dimana pada saat ini sudah jarang dijumpai tor-tor yang

sering dilakukan pada zaman dahulu. Tor-tor yang dapat bertahan sampai saat ini adalah Tor-tor Sombah. Adapun tor-tor yang sering dipertunjukkan pada

zaman dahulu antara lain:

1. Tor-Tor Huda-Huda atau Toping-Toping yaitu tarian yang dilakukan untuk menghibur orang yang meninggal sayur matua yaitu orang yang telah berusia lanjut. Tarian ini merupakan tarian yang meniru gerakan kuda dan sebagian

permainannya memakai topeng. Pada waktu dulu tarian ini digunakan untuk menghibur keluarga raja yang bersedih karena anaknya meninggal. Tarian ini bertujuan untuk menyambut berbagai kelompok adat(

tondong,boru, dan sanina) dan menghibur para tamu undangan, namun mereka juga bertugas mengumpulkan oleh -oleh dari para tamu undangan.

Jaman dulu kegiatan tersebut biasa dilakukan dalam pemakaman seorang raja.

2. Tor-tor Turahan yaitu Tor-tor yang dilakukan untuk menarik kayu untuk membangun istana atau rumah besar. Seorang mandor bergerak melompati batang kayu yang ditarik sambil mengibaskan daun-daun yang

(18)

semangat. Pada masyarakat Simalungun juga terdapat kesenian lain yang pada saat sekarang ini sudah sangat jarang dijumpai diantaranya adalah Seni

Gorga yaitu seni ukir yang terdapat pada dinding-dinding rumah, Seni Pahat, yaitu seni membuat patung-patung dari batu ataupun dari kayu,

Seni Tenun yaitu seni membuat kayu dengan menggunakan benang-benang yang dibentuk dengan suatu keahlian, dan Seni Arsitektur yaitu seni untuk membangun rumah dengan arsitektur tradisional. Bentuk-bentuk kesenian

tersebut telah banyak yang ditinggalkan oleh masyarakat karena kurang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun meskipun begitu masih ada

sebagian orang yang tetap mempertahankan pengetahuan tersebut seperti Seni Tenun karena kain yang dihasilkan dari buatan tangan jauh lebih bagus daripada buatan pabrik.

2.4. Mata Pencaharian

Selama tahun 2012, Kabupaten Simalungun menghasilkan antara lain 440.992 ton padi, 383.813 ton jagung, dan 336.555 ton ubi kayu yang menjadikan

Kabupaten Simalungun sebagai penghasil padi, jagung, dan ubi kayu terbesar di Sumatera Utara. Produksi tanaman pangan lainnya yang cukup besar dari kabupaten

ini adalah kedelai, kacang tanah, dan ubi jalar. 2.4.1. Pertanian dan Perkebunan

Tanaman perkebunan rakyat yang memberikan kontribusi sebesar 25,41% terhadap PDRB Simalungun antara lain karet, kelapa sawit, kopi, aren, vanili, kelapa,

(19)

Kabupaten Simalungun memiliki 57 titik lokasi objek wisata, terdiri atas 30

lokasi wisata alam, 14 lokasi wisata agro, 4 lokasi wisata budaya, dan selebihnya adalah lokasi wisata rekreasi lainnya. Kecamatan Girsang Sipangan Bolon merupakan

kecamatan yang memiliki objek wisata terbanyak. Dan di kecamatan itu pula terdapat objek wisata yang paling diandalkan, yaitu DanauToba yang bisa dinikmati dari Parapat, berjarak tempuh 172 km dari Medan atau 74 km dari Raya.

2.4.2 Pariwisata

Pada tahun 2012, industri pariwisata Simalungun bertumpu pada 10 hotel bintang dan 43 hotel melati. Jumlah hotel bintang tersebut adalah yang terbanyak

kedua di Sumatera Utara setelah Kota Medan.

2.5. Pengertian Biografi dan Biografi Singkat Bapak Sahat Damanik

Dalam disiplin ilmu sejarah, biografi dapat didefenisikan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris

kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi

yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas.

Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya, sehingga dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan

(20)

Suatu karya biografi biasanya becerita tentang kehidupan orang terkenal dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan

menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika di dalam biografinya terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun demikian biasanya

biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh-tokoh terkenal saja.

Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih

hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa

dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan

utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau

sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain : (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta-fakta utama

mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) Pikirkan, hal apa lagi yang perlu anda ketahui mengenai orang tersebut,

bagian mana dari cerita tentang beliau yang ingin lebih banyak anda uraikan dan tuliskan.

Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan

yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau lakukan bagi

(21)

sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d) Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) Kejadian apa yang

membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f) Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam hidupnya; (g) Apakah beliau

mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko, atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa

demikian.

Pada Sub Bab ini, penulis akan membahas tentang riwayat hidup Bapak

Sahat Damanik, terutama yang berkaitan dengan peranan beliau sebagai pemusik dan pembuat alat musik tradisioanal Simalungun di Kabupaten Simalungun. Biografi yang akan dibahas disini hanya berupa biogarfi ringkas, artinya hanya memuat hal-hal

umum mengenai kehidupan Bapak Sahat Damanik dimulai dari masa kecil hingga masa kehidupannya sekarang ini, biografi yang ditulis disini adalah hasil wawancara

dengan Bapak Sahat Damanik.

2.5.1. Profile Bapak Sahat Damanik

Bapak Sahat Damanik adalah seorang Seniman Simalungun yang ahli dalam memainkan alat musik tradisional Simalungun dan masih aktif hingga saat

ini sebagai musisi tradisional Simalungun. Bapak Sahat Damanik lahir pada tanggal 24 April 1964 di kecamatan Sidamanik, kabupaten Simalungun yang saat ini berumur 52 tahun dan penganut agama Kristen Protestan. Bapak Sahat Damanik adalah anak

(22)

Pada tahun 1985 Bapak Sahat Damanik menikah dengan Ibu M. br Simarmata dan dikarunia 4 anak perempuan dan 2 anak laki-laki. Sekarang ini Bapak

Sahat Damanik sudah dikaruniai 2 orang cucu dari anak pertama.

Kehidupan keluarga Bapak Sahat Damanik cukup sederhana. Ibu M. br

Simarmata, selain menjadi ibu rumah tangga, beliau adalah seorang Pegawai Negeri Sipil.

2.5.2. Jenjang Pendidikan

Beliau memulai jenjang pendidikannya di Sekolah Dasar Sidamanik di

kecamatan Sidamanik, kabupaten Simalungun pada tahun 1970 – 1976. Kemudian pada tahun 1976 – 1979 melanjutkan pendidikan tinggkat Sekolah Menengah Pertama Negeri Sidamanik di kecamatan Sidamanik, kabupaten Simalungun. Setelah lulus

SMP, kemudian Bapak Sahat Damanik berangkat ke Jakarta dengan alasan melanjutkan sekolah.

Tetapi oleh karena alasan ekonomi yang kurang baik pada saat itu, jenjang pendidikan Bapak Sahat Damanik hanya sampai tingkat menengah pertama saja. Selanjutnya beliau kembali dari Jakarta dan bekerja kepada seorang kontraktor di

Pematang Siantar. Namun pada tahun 1987, oleh karena sesuatu hal beliau meninggalkan pekerjaannya dan kembali ke kampung halamannya di Desa Dalig

Kecamatan Dalik Raya.

2.5.3. Pengalaman Bermain Musik

Bapak Sahat Damanik mengatakan sejak kecil beliau sudah memiliki bakat seni. Di antara saudara-saudaranya hanya beliau yang memiliki bakat seni. Hal ini

(23)

pemusik Simalungun. Bakat yang paling menonjol pada Bapak Sahat Damanik adalah seni rupa, yaitu membuat lukisan, membuat ukir-ukiran. Di samping itu, beliau

juga mempunyai suara yang sangat merdu dan sangat cocok untuk menyanyikan lagu-lagu Simalungun.

Sejak di Sekolah Dasar Bapak Sahat Damanik sudah sering melakukan aktivitas bermain musik bersama teman-teman sepermainannya, yaitu memainkan ole-ole, husapi, gonrang. Namun musik yang dimainkan tidaklah berupa reportoar lagu melainkan hanya sebatas menghasilkan suara dan irama yang teratur.

Semasa remaja Bapak Sahat Damanik juga sering terlibat di acara-acara

pesta adat. Seperti halnya remaja lain di Simalungun, apabila ada sebuah acara adat, para remaja ataupun muda-mudi biasanya berkumpul bersama untuk menunggu giliran mereka menortor. Oleh karena senang dengan musik, Bapak Sahat Damanik

sering memperhatikan permainan para pemusik khususnya pemain gonrang.

Selain gemar bermain musik, Bapak Sahat Damanik juga mempunyai

keterampilan yang baik dan kreatifitas yang tinggi. Pada saat sekolah di tingkat SMP, beliau belajar membuat gonrang. Kegiatan tersebut beliau lakukan pada saat libur sekolah. Sepenuturannya, beliau berguru kepada seorang pembuat alat musik

tradisional Simalungun di Sidamanik, yaitu (Alm) Bapak J. Purba. Sambil belajar membuat gonrang, beliau juga belajar memainkan gonrang sipitu-pitu.

Aktivitas bermain musik dan membuat alat gonrang kembali ditekuni Bapak Sahat Damanik setelah beliau tidak lagi bekerja di Pematang Siantar. Dan hingga pada saat ini beliau telah membuka sanggar di Desa Dalig Raya, yaitu sanggar

(24)

Banyak acara-acara yang telah diikuti oleh sanggar Tor-tor Elak-elak khsusunya acara di daerah Sidamanik atau Pematang Raya. Namun menurutnya

Gambar

Gambar 1. Peta wilayah Simalungun

Referensi

Dokumen terkait

Tengtung adalah alat musik tradisional Simalungun jenis idiokord.Bahannya dibuat dari bambu besar, yang memiliki dua atau tiga senar.Senarnya itu diambil dari badan bambu

Dalam tulisan ini, penulis memilih Paingot Manik sebagai objek penelitian dikarenakan, beliau mampu memainkan dan membuat alat musik tradisional Pakpak di antaranya adalah: (a)

Skripsi sarjana ini berjudul “Kajian Organologi Sarunei Buluh Simalungun Buatan Bapak Rabes Saragih Di Desa Nagori Purba Tongah, Kecamatan Purba, Kabupaten

Judul skripsi: Sikap Berbahasa Masyarakat Batak Simalungun di Desa Tonduhan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun: Kajian Sosiolinguistik. Desa Tonduhan di

Adapun lokasi penelitian dalam mengumpulkan data untuk tulisan ini adalah di rumah Bapak Rabes Saragih yang berlokasi di desa Nagori Purba Tongah, Kecamatan Purba,

Kajian Organologis Tulila Buatan Bapak J Badu Purba Siboro Di Desa Lestari Indah Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun. Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas

Teori yang digunakan adalah teori yang dikemukakan oleh Khasima Shusumu dengan mendeskripsikan alat musik Garantung Simalungun dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Curt

Pekerjaan : PNS, Pemain Gonrang, Budayawan Simalungun, Pembuat alat musik Simalungun dan Toba. Nama :