• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tenaga Kerja Dan Jenis Upah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tenaga Kerja Dan Jenis Upah"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Daftar Isi ... 1

BAB I Pendahuluan ... 2

1.1 Latar Belakang ... 2

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

BAB II Tinjauan Pustaka ... 4

2.1 Mobilitas Penduduk ... 4

2.2 Sumber Dataa Demografi ... 4

BAB III Metode Penulisan ... 6

BAB IV Pembahasan ... 7

4.1 Peningkatan Prasaranan Transportasi Dan Komunikasi ... 7

4.2 Analisis Data Mobilitas Penduduk DI Indonesia ...12

BAB V Penutup ...16

5.1 Kesimpulan ...16

5.2 Saran ...16

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi pada suatu negara memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keseimbangan pasar domestik dan luar negeri. Keseimbangan ini diwujudkan dengan pertumbuhan ekonomi, kestabilan harga, dan tingkat pengerjaan yang optimal. Sedangkan kestabilan luar negeri berkaitan dengan neraca perdangan dan pembayaran yang terhindar dari defisit. Selama proses pembangunan dibutuhkan input dalam memproduksi output, yaitu sumber daya alam (raw material), sumber daya manusia (tenaga kerja), dan teknologi.

Pengembangan sumber daya manusia sebagai unsur pendukung utama pembangunan merupakan salah satu permasalahan dalam pembangunan ekonomi. Berdasarkan negara-negara industri baru (NICs), pertumbuhan ekonomi yang tinggi selalu bersumber dari efisiensi produksi. Efisiensi didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam jangka panjang, perluasan kesempatan kerja dan penggunaan tenaga kerja produktif serta pemberian upah yang layak memiliki peran dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Tingkat upah yang layak dapat meningkatkan pendapatan pekerja sehingga dapat meningkatkan daya beli. Secara analisis pasar, daya beli yang meningkat membawa dampak kenaikan permintaan efektif.

(3)

Tabel 1.1

Upah Minimum Regional/Propinsi

Provinsi 2012Upah Minimum Regional/Propinsi (Rupiah)2013 2014 2015 2016

ACEH 140000

UTARA 1200000 1375000 1505850 1625000 1811875

SUMATERA

BARAT 1150000 1350000 1490000 1615000 1800725

RIAU 123800

0 1400000 1700000 1878000 2095000

JAMBI 114250

0 1300000 1502300 1710000 1906650 SUMATERA

SELATAN 1195220 1630000 1825000 1974346 2206000

BENGKULU 930000 1200000 135000

BELITUNG 1110000 1265000 1640000 2100000 2341500

KEP. RIAU 101500

0 1365087 1665000 1954000 2178710

DKI JAKARTA 152915

0 2200000 2441000 2700000 3100000

JAWA BARAT 780000 850000 100000

0 1000000 2250000

JAWA TENGAH 765000 830000 910000 910000

-DI YOGYAKARTA 892660 947114 988500 988500

-JAWA TIMUR 745000 866250 100000

0 1000000

(4)

Agregasi dari kenaikan produksi pada masing-masing perusahaan diberbagai sektor akan menaikkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Selain itu mengurang pengangguran secara agregat dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

Di berbagai perusahaan terdapat berbagai macam sistem penggajian berdasarkan klasifikasi perusahaan tersebut bergerak di bidang tertentu. Contohnya, pekerja akan dibayar sesuai dengan waktu yang dihabiskan dalam bekerja atau output yang dihasilkan. Selain itu, terdapat perusahaan yang menggabungkan kedua sistem, yaitu upah borongan. Beberapa perusahaan rokok di Indonesia seperti, PT Gandum Sejahtera, PT GL, atau PT Bentoel menerapkan sistem borongan berdasarkan seberapa lama waktu bekerja, namun tetap memilhat output yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu diketahui lebih lanjut mengenai sistem pengupahan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme sistem upah satuan (Piece Rates) dan berdasarkan waktu (Time Rates)

2. Bagaimana tingkat efisiensi upah terbentuk 3. Bagaimana implikasi penetapan upah di Indonesia

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui mekanisme sistem upah satuan (Piece Rates) dan berdasarkan waktu (Time Rates)

2. Mengetahui tingkat efisiensi upah terbentuk

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Upah

Upah dimaksudkan sebagai pembayaran kepada pekerja kasar yang pekerjaannya selalu berpindah-pindah, seperti misalnya pekerja pertanian, tukang kayu, buruh kasar dan lain sebagainya. Teori ekonomi mengartikan upah sebagai pembayaran keatas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada pengusaha, dengan demikian dalam teori ekonomi tidak dibedakan antara pembayaran kepada pegawai tetap dan pembayaran kepada pegawai tidak tetap (Sukirno, 2008:350-351).

Pengertian upah menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 Tahun 2000, Bab I, pasal 1, Ayat 30): "Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha / pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan di bayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja / buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan."

Upah yang diberikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap sebagai harga dari tenaga yang dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi, sehubungan dengan hal itu maka upah yang diterima pekerja dapat dibedakan dua macam yaitu:

1. Upah Nominal, yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang diterima secara rutin oleh para pekerja

(6)

2.1.2 Definisi Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja.

Menurut Dumairy (1997) yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah penduduk yang mempunyai umur didalam batas usia kerja. Tujuan dari pemilihan batas umur tersebut, supaya definisi yang diberikan sedapat mungkin menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Setiap negara memilih batas umur yang berbeda karena situasi tenaga kerja pada masing-masing negara juga berbeda, sehingga batasan usia kerja antar negara menjadi tidak sama. Di Indonesia, batas umur minimal untuk tenaga kerja yaitu 15 (lima belas) tahun tanpa batas maksimal.

Menurut Simanjuntak (1998), tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun tidak bekerja, tetapi secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.

2.1.3 Produktivitas Pekerja

(7)

diartikan sebagai masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran di ukur dalam kesatuan fisik, bentuk dan nilai. Pada umumnya, seorang pegawai akan mengalami kepuasan kerja apabila mempunyai kebebasan dalam menentukan pekerjaan yang ingin dilakukan dengan cara yang diinginkannya. Demikian pula, peran serta dan keterlibatan diri tanpa paksaan akan meningkatkan motivasi kerja. Kesesuaian antara kebutuhan individual dan kebutuhan organisasi merupakan faktor yang penting untuk menunjang produktivitas kerja.

2.1.4 Sistem Upah

Menurut Malayu S.P. Hasibuan, system pembayaran upah yang umum digunakan adalah :

a. Sistem Upah Menurut Waktu

Sistem waktu biasanya ditetapkan jika prestasi kerja sulit diukur per unitnya dan bagi karyawan tetap kompensasinya dibayar atas sistem waktu secara periodik setiap bulannya. Besarnya upah sistem waktu hanya didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan kepada prestasi kerjanya.

b. Sistem upah menurut hasil (Output)

Besarnya kompensasi/upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter dan kilogram. Upah yang dibayarkan selalu didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya.

c. Sistem Upah Borongan

(8)

dapat juga dikatakan sebagai suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya.

Ada beberapa sistem yang digunakan untuk mendistribusikan upah, dirumuskan empat sistem yang secara umum dapat diklarifikasikan sebagai berikut :

1. Sistem upah menurut banyaknya produksi. Adalah Upah menurut banyaknya produksi diberikan dapat mendorong karyawan untuk bekerja lebih giat dan berproduksi lebih banyak. Produksi yang dihasilakan dapat dihargai dengan perhitungan ongkosnya. Upah sebenarnya dapat dicari dengan menggunakan standar normal yang membandingkan kebutuhan pokok dengan hasil produksi. Secara teoritis sistem upah menurut produksi ini akan diisi oleh tenaga-tenaga yang berbakat dan sebaliknya orang-orang tua akan merasa tidak kerasan.

2. Sistem upah menurut lamanya dinas adalah Sistem upah semacam ini akan mendorong untuk lebih setia dan loyal terhadap perusahaan dan lembaga kerja. sistem ini sangat menguntungkan bagi yang lanjut usia dan juga orang-orang muda yang didorong untuk tetap bekerja pada suatu perusahaan. Hal ini disebabkan adanya harapan bila sudah tua akan lebih mendapat perhatian. Jadi upah ini kan memberikan perasaan aman kepada karyawan, disamping itu sistem upah ini kurang bisa memotivasi karyawan.

(9)

4. Sistem upah menurut kebutuhan. Adalah Upah yang diberikan menurut besarnya kebutuhan karyawan beserta keluarganya disebut upah menurut kebutuhan. Seandainya semua kebutuhan itu dipenuhi, maka upah itu akan mempersamakan standar hidup semua orang.

Salah satu kelemahan dari sistem ini adalah kurang mendorong inisiatif kerja, sehingga sama halnya dengan sistem upah menurut lamanya kerja dan lamanya dinas. Kebaikan akan memberikan rasa aman karena nasib karyawan ditanggung oleh perusahaan.

2.1.5 Hak dan Kewajiban Pekerja Hak Pemberi Kerja :

a. Berhak sepenuhnya atas hasilkerja pekerja.

b. Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi. c. Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha.

Kewajiban Pemberi Kerja :

a. Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya.

b. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan.

c. Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan.

d. Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan.

e. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat/libur pada hari libur resmi. f. Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah

(10)

2.2 Penelitian Sebelumnya

Kebijakan pengupahan dan penggajian harus memperhatikan produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan produksi, maka perlu diarahkan pada peningkatan kesejahteraan dan peningkatan daya beli penerima upah dan gaji rendah. Krisnarini, et al (2008) menganalisis antara tingkat upah dan kesejahteraan pekerja di industri kecil menengah untuk pakaian jeans XYZ di Pondok Aren, Tanggerang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan upah dan kesejahteraan pekerja serta alternatif cara menaikkan upah dan kesejahteraan pekerja. Dari kajian diperoleh hasil skor rata-rata tingkat kepuasan pekerja terhadap upah dan komponen yang telah diterima pekerja sebesar 2,97, berarti hubungan antara upah dan kepuasan mendekati puas. Akan tetapi dari hasil analisa korelasi rank Spearman dengan korelasi -0,160, dapat diartikan bahwa upah pokok dan komponennya yang telah diberikan perusahaan belum dapat mencerminkan tingkat kepuasan pekerja.

Lama masa kerja, usia dan posisi di dalam perusahaan menjadi faktor yang mempengaruhi cara pandang para pekerja terhadap pentingnya upah. Walaupun masing-masing pekerja merasakan adanya ketidakpuasan pada beberapa bagian upah dan komponennya yang diberikan oleh perusahaan, tetapi dapat terlihat bagian yang dirasakan tidak puas adalah berbeda. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh lamanya masa kerja, faktor usia dan kedudukan pekerja pada perusahaan (Krisnarini, 2008)

(11)
(12)

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dimpulkan meliputi data sekunder yang berasal dari internet, jurnal penelitian, hasil survei, buku referensi atau artikel–artikel ilmiah dari sumber yang kredibel.

3.2. Teknik Pengolahan Data

input proses output

Input : Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang berasal dari jurnal penelitian dan hasil survei baik cetak maupun elektronik (internet), literatur buku maupun dari situs-situs koran online.

Proses : menganalisis data yang terkumpul yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat dalam karya tulis dan melakukan penghitungan Statistik sederhana guna mengkomparasi keadaan riil dengan data yang ada.

Output : penyajian data berupa makalah karya tulis

3.3. Teknik Analisis Data

(13)
(14)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Sistem Upah Satuan (Piece Rates) Dan Berdasarkan Waktu (Time Rates) Hubungan antara metode kompensasi dan insentif kerja bagi para pekerja adalah membandingkan dua sistem pembayaran, yakni piece rates dan time rates. Sistem upah satuan output (piece rate) mengkompesasi pekerja berdasarkan beberapa pengukuran dari tingkat output para pekerja. Sebagaimana pekerja garmen dibayar berdasarkan berapa banyak pasang celana pendek yang dapat diproduksi, Pegawai penjaja (sales) sering mendapat komisi berdasarkan volume penjualan yang dilakukan, semakin banyak produk yang dapat dijual, maka komisi yang didapatkan tentu lebih banyak, dan pemetik strawberi di California dibayar sesuai dengan banyaknya box strawberi yang dapat dikumpulkan.

Pada “Junk Bond King” tingkat gaji berasal dari 35 % komisi (upah satuan output) dari laba. Di sisi lain, kompensasi untuk pekerja berdasarkan tingkat waktu bergantung hanya pada jumlah jam yang dapat dialokasikan pada pekerjaan dan tidak berhubungan dengan unit yang dapat diproduksi (dalam jangka pendek). Dalam jangka panjang, perusahaan akan memutuskan penyimpanan dan promosi berdasarkan catatan performa pekerja selama ini. Secara singkat diasumsikan bahwa pendapatan mingguan dari pekerja harian (time-rate) bergantung pada jam bekerja dan tidak mempertimbangkan performanya.

(15)

4.1.1 Pemilihan Upah Tingkat Satuan Output (Piece Rates) Atau Waktu (Time Rates)

Dalam menentukan sistem pengupahan berdasarkan output yang dihasilkan atau waktu bekerja. Setiap pekerja memiliki produktivitas yang berbeda, baik dalam kemampuan yang berbeda atau ditempatkan pada seluruh bagian pekerjaan sedangkan pekerja lainnya tidak. Perusahaan memiliki pertimbangan dalam menentukan upah satuan output atau berdasarkan waktu bekerja. Apabila perusahaan menawarkan upah borogan, gaji pekerja harus sama dengan nilai dari marginal product. Apabila perusahaan menawarkan upah berdasarkan waktu bekerja, pekerja yang gajinya lebih rendah dari nilai marginal productnya akan mencari pekerjaan di perusahaan lain yang sanggup membayar lebih tinggi.

Perusahaan yang memilih menggaji menurut satuan output harus melakukan mengawasi produktivitas pekerja secara konstan. Hal ini juga dapat digunakan untuk menyewa modal tambahan untuk proses produksi. Perusahaan yang melakukan pengawasan akan menanggung biaya pengawasan, dimana setiap perusahaan memiliki variasi yang berbeda-beda tergantung pada kemudahan proses pengawasan dalam lingkup lingkungan kerja. Alternatif pembayaran lain, perusahaan memilih sistem tingkat waktu dan membayar pekerja dengan gaji tetap, misalnya Rp 1.000.000 setiap minggu. Minimal dalam jangka pendek, perusahaan yang memilih sisitem ini tidak memerlukan pengawasan kinerja pekerja.

4.1.2 Alokasi Upaya Pekerja Sistem Upah Satuan (Piece Rate)

Berdasarkan Gambar 4.1, tingkat satuan berada pada r dollar, sehingga pendapatan marjinal dari penambahan unit output sama dengan r. Pekerja mendapat disutilitas dari memproduksi output, hal ini diindikasikan dengan kurva upward-sloping biaya marginal dari usaha. Tingkat usaha yang dipilih oleh pekerja dengan upah satuan sama dengan perpotongan pendapatan marginal dan biaya marginal, atau

(16)

mereka, maka akan menemui kurva biaya marjinal yang lebih rendah dan output yang diproduksi lebih tinggi.

Sumber : Borjas (2013:466) Gambar 4.1

Kurva Alokasi Upaya Pekerja Sistem Upah Satuan (Piece Rates)

Pada pekerja yang digaji berdasarkan satuan waktu akan melakukan usaha dengan memenuhi tingkat output minimum, q

yang dengan mudah dapat diawasi oleh perusahaan. Disisi lain, perusahaan mengetahui ketika pekerja duduk pada meja kerja atau bekerja pada perakitan. Apabila pekerja tidak dapat mecapai tingkat minimum, maka akan dipecat. Sehingga pekerja dengan upah sesuai waktu (time rate) akan dibayar sebesar r*q (utilitas pekerja), dengan asumsi tidak ada tekanan pada tempat bekerja yang menyebabkan produksi output sangat minim dari yang diharapkan.

4.1.3 Penyortiran Pekerja Di Perusahaan

(17)

sama dengan pendapatnya (r*q dollars). Dengan asumsi bahwa

semua pekerja tidak memperdulikan kemampuan

mereka.Utilitasnya pada tingkat yang sama (semua pekerja mengalokasikan tingkat minimal yang sama dalam berusaha). Sedangkan, jika pekerja dibayar berdasarkan satuan output yang dihasilkan, utilitasnya bergantung pada kemampuannya.Pekerja dengan kemampuan rendah kesulitan untuk memproduksi banyak output sehingga menyebabkan rendahnya utilitas dan pendapatan. Sedangkan pekerja dengan kemampuan tinggi dapat memperoduksi output lebih banyak, sehingga memiliki pendapat dan utilitas yang lebih tinggi.

Sumber : Borjas (2013:467) Gambar 4.2

Kurva Usaha Dan Kemampuan Pekerja Pada Upah Satuan (Piece Rates) Dan Tingkat Waktu (Time Rates)

(18)

kerugian sistem ini terdapat pada perusahaan yang outputnya berbasis pengerjaan tim, contohnya produksi mobil. Sebagian pekerja menjadi “free rider” pada usaha pekerja lainnya karena produktivitasnya terakumulasi.

Orientasi pada jumlah output yang diproduksi sehingga sering mengabaikan kualitas dari output. Dampaknya akan menambah biaya pengawasan untuk menjaga kualitas output. Pekerja sering tidak menyukai sistem ini karena terdapat fluktuasi upah karena pengaruh cuaca atau faktor eksternal penghambat produktivitas. Kerugian terakhir adalah ratchet effect, yakni ketika pekrja menghasilkan output yang diharapkan lebih tinggi, maka ditafsirkan pekerjaan tersebut memiliki tingkat kesulitas rendah dan menganggap bayaran pekerja terlalu tinggi. Pada periode selanjutnya, piece rates diturunkan dan pekerja harus bekerja lebih keras.

4.1.3.2 Penghargaan Untuk Produktivitas Tinggi

Perusahaan memberikan berbagai bentuk penghargaan untuk mengapresiasi produktivitas yang tinggi. Pertama dengan bonus, pembayaran yang diberikan kepada pekerja di atas dandi luar gaji pokok dan biasanya terkait dengan kinerja pekerja (atau ke perusahaan) selama jangka waktu tertentu. Kedua yaitu profit sharing yang mendistribusikan kembali sebagian keuntungan perusahaan kembali ke pekerja. Selanjutnya ada tim insentif, tidak seperti sistem piece-rate yang diterapkan untuk para pekerja individu, bagaimanapun, program profit sharing mendapati masalah insentif yang menimpa usaha semua tim, hal ini disebut free-riding problem.

4.1.4 Aplikasi Kebijakan: Kompensasin Eksekutif 4.1.4.1 Masalah Principal-Agent

(19)

meningkatkan utilitas CEO. Konflik yang tak terelakkan antara kepentingan para pelaku dan kepentingan agen dikenal sebagai agen utama masalah.

4.1.4.2 Hubungan antara Kompensasi CEO dan Kinerja Perusahaan

Untuk terus mendapatkan insentif yang benar dari orang yang memenangkan turnamen, Kompensasi CEO harus dikaitkan dengan kinerja ekonomi perusahaan. CEO kemudian akan terkendali dari tindakan yang mengurangi kekayaan pemegang saham. Tindakan itu juga akan mengurangi kekayaannya. Bukti menunjukkan bahwa memang ada korelasi positif antara kinerja perusahaan dan kompensasi CEO, meskipun elastisitasnya CEO membayar sehubungan dengan tingkat pengembalian pemegang saham kecil. Secara khusus, 10 persen poin Kenaikan tingkat pengembalian pemegang saham meningkatkan gaji CEO hanya 1 persen. Dengan kata lain, gaji CEO hanya meningkat 2 sen untuk setiap orang $ 1.000 peningkatan kekayaan pemegang saham.

4.1.4.2 Insentif Kerja dan Kompensasi Tertunda

Pekerja yang melupakan alokasi waktu dan usaha karyawan untuk melakukan kegiatan selain kerja, dapat mengakibatkan kerugian finansial yang besar di banyak industri. Sebanyak 80 persen pengiriman kerugian dalam industri kargo dan penanganan kargo bandara timbul dari pencurian karyawan; 30 persentase pegawai ritel mencuri barang dagangan dari tempat kerja atau menyalahgunakan diskon hak istimewa; 27 persen pegawai rumah sakit mencuri perlengkapan rumah sakit; 9 persen pekerja di manufaktur memalsukan kartu waktu mereka; dan pegawai pemerintah federal A.S. penyalahgunaan sistem telepon jarak jauh pemerintah untuk lagu $ 100 juta per tahun. Mengingat biaya ini, pengusaha jelas ingin menyusun paket kompensasi itu mencegah dari kenakalan pekerja.

(20)

marjinal selama siklus hidup konstan. Profil penghasilan usia di pasar tenaga kerja spot (saat ini), dimana usaha pekerja dapat dikurangi dengan mudah kemudian akan horisontal, seperti yang digambarkan oleh garis VMP pada gambar.

Sebenarnya, usaha dan keluaran pekerja sulit untuk diamati, dan ini sangat mahal bagi perusahaan untuk memantau pekerja secara terus menerus. Perusahaan secara maksimal hanya bisa melakukan pengamatan acak dari kinerja pekerja dan mengambil tindakan yang tepat apabila pekerja tersebut tertangkap pengamatan. Pekerja yang mencuri persediaan dari majikannya mengetahui bahwa kemungkinannya tertangkap dan dipecat. Oleh karena itu, dia akan bersikap dengan cara membatasi dirinya pada produktivitas di bawah potensinya (sehingga kontribusi aktual pekerja terhadap perusahaan kurang dari pada VMP).

Sumber : Borjas (2013:466) Gambar 4.3

Kurva Upah Konstan dan Profile Pendapatan

(21)

Tahun-tahun awal bekerja di bawah nilai produk marjinalnya namun upahnya di kemudian hari berada di atas nilai produk marjinalnya.

Kurva AC pada Gambar 4.2 memberikan alternatif kontrak. Pekerja akan acuh tak acuh antara kontrak kompensasi tertunda dan kontrak yang membayar VMP dalam setiap periode waktu asalkan nilai sekarang dua aliran pendapatan itu sama. Dengan kata lain, pekerja akan bersikap acuh tak acuh antara upah konstan VMP dan profil penghasilan usia miring ke atas sepanjang segitiga DBA pada Gambar 4.2 memiliki nilai sekarang sama seperti segitiga BCE. Relatif upah rendah yang akan diterima pekerja pada awalnya dikompensasikan dengan upah tinggi yang pekerja akan dapatkan di tahun-tahun berikutnya.

4.2 Efisiensi Upah

Korelasi antara usaha yang dilakukan pekerja dan kompensasi yang didapatkan berdasarkan profitnya untuk mendorong pekerja lebih giat dalam berusaha didalam batas finansial yang diberlakukan oleh pasar yang kompetitif. Sebagai contohnya, titik optimal dari sistem upah satuan atau komisi yang diberlakukan oleh perusahaan sudah dipastikan mendapatkan profit normal, terlalu tinggi atau rendah upah yang diperlakukan akan mendorong keluar dan masuknya perusahaan, sehingga mendorong keuntungan pada tingkat normal.

(22)

4.2.1 Penentapan Upah Efisien

Pada tingkat pekerja yang telah ditetapkan, hubungan antara output perusahaan dan gaji ditunjukkan dengan kurva total produksi pada Gambar 4.4. Kurva total produksi menujukkan upward-sloping yang mengindikasikan bahwa pekerja memproduksi output lebih maka akan dibayar dengan upah yang lebih baik. Pada kurva total produksi menunjukkan produktivitas kerja dan usaha kerja bergantung pada upahnya. Awalnya output perusahaan meningkat sangat cepat seiring peningkatan gaji. Pada akhirnya, perusahaan akan mengalami diminishing return karena terus meningkatnya upah. Kemiringan dari kurva total produksi merupakan produk marjinal (penambahan pendapatan saat output bertambah) dari peningkatan gaji (MPw). Kecembungan dari kurva menunjukkan bahwa produk marjinal pada akhirnya menurun.

Sumber : Borjas (2013:486) Gambar 4.4

(23)

Perusahaan harus menentukan upah yang dibayarkan untuk memaksimalkan profit, yakni pada upah efisien ketika kemiringan dari kurva total produksi sama dengan kemiringan garis lurus yang berasal dari titik origin atau rata-rata produk.

Dengan keseimbangan sebagai berikut :

Δq

Δw

=

q

w

Upah efisien ada pada poin X pada Gambar 4.4, ketika produk marjinal dari upah (kemiringan dari kurva total produksi) sama dengan produk rata-rata dari upah (kemiringan garis dari titik origin). Tingkat upah efisien akan memaksimalkan keuntungan perusahaan.

4.3 Impilikasi Penetapan Upah Di Indonesia 4.3.1 Sistem Penentuan Upah Di Indonesia

Upah adalah segala macam pembayaran yang timbul dari kontrak kerja, terlepas dari jenis pekerjaan dan denominasinya. Sistem penentuan upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi dari tingkat kemakmuran, dengan kata lain berbasiskan angka Kehidupan Hidup yang Layak (KHL) dan tingkat inflasi.

(24)

Tabel 4.2

Rata-rata Upah/Gaji Bersih Sebulan Buruh/Karyawan/Pegawai Menurut Kelompok Umur dan Jenis Pekerjaan (Rupiah), Februari 2016 Kelom

1) Tenaga Profesional, Teknisi dan yang sejenis (0/1) 2) Tenaga Kepemimpinan dan Ketatalaksanaan 3) Tenaga Tata Usaha dan yang sejenis

(25)

5) Tenaga Usaha Jasa

6) Tenaga Usaha Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan

7/8/9 Tenaga Produksi, Operator Alat-alat Angkut dan Pekerja Kasar

X/00 Lainnya

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa untuk pekerja dengan klasifikasi pekerjaan professional gajinya terus mengalami peningkatkan seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan jenis pekerjaan lainnya rata-rata mengalami peningkatan hingga usia 40 tahun kemudian mengalami penurunan pada usia 50 tahun. Hal ini bergantung pada produktivitas tenaga kerja dan sistem pengupahan yang ditetapkan masing-masing perusahaan.

4.3.2 Penetapan Upah Lembur Di Indonesia

Upah lembur adalah upah yang diberikan ketika buruh bekerja melebihi waktu kerja yang telah diatur dalam peraturan perburuhan/ketenagakerjaan yaitu lebih dari 8 jam sehari untuk 5 hari kerja, dan 7 jam sehari untuk 6 hari kerja, atau jumlah akumulasi kerjanya 40 jam seminggu 6. Upah lembur juga diberikan ketika buruh bekerja pada waktu istirahat mingguan dan hari-hari besar yang ditetapkan pemerintah, peraturan membatasi waktu lembur selama 3 jam per hari atau 14 jam seminggu.

(26)

Tabel 4.3

Perhitungan Upah Lembur

(27)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Maqassary, Ardi. E-Jurnal. September 2013.

http://www.e-jurnal.com/2013/09/pengertian-produktivitas-kerja.html (accessed November 4, 2017).

Borjas, George. Labor Economics. United States: Douglas Reiner, 2013.

Kanzunnudin, Mohammad. "PENGARUH UPAH DAN PENGAWASAN

TERHADAP PRODUKTIVITAS KARYAWAN STUDI KASUS PADA PT. TONGA TIUR PUTRA KRAGAN KABUPATEN REMBANG." Jurnal Fokus Ekonomi, 2007: 13.

Krisnarini, Dwi. "Analisa Upah dan Kesejahteraan Pekerja Industri Kecil Menengah Pakaian Jeans XYZ di Pondok Aren, Tangerang." Jurnal Manajemen MPI, 2010: 9.

Manulang, Sendjun. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia. Jakarta: Rhineka Cipta, 2001.

"Menghimpun dan Mengetahui Pendapat Ahli Mengenai Sumber-Sumber Hukum Mengenai Ketenagakerjaan ." Jurnal Kajian Ekonomi , 2015: 14.

Sholeh, Maimun. "DAMPAK KENAIKAN UPAH MINIMUM PROPINSI

TERHADAP KESEMPATAN KERJA (STUDI KASUS PROPINSI JAWA TENGAH)." Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, 2005: 156-157.

(29)

Gambar

Tabel 1.1Upah Minimum Regional/Propinsi
Gambar 4.3Kurva Upah Konstan dan Profile Pendapatan
Gambar 4.4Kurva Penentu Efisiensi Upah
Tabel 4.2
+2

Referensi

Dokumen terkait

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha / pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan

Adapun yang dimaksud dengan upah menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak pekerja / buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

Adapun yang dimaksud dengan upah menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak pekerja / buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

menurut UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Tenaga Kerja menyatakan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 30 upah adalah hak pekerja/ buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari

Menurut Pasal 1 Angka 30 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan upah adalah: “Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari