• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL ILMIAH BAGAIMANA HOAX MEMPENGARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL ILMIAH BAGAIMANA HOAX MEMPENGARU"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL ILMIAH - BAGAIMANA HOAX MEMPENGARUHI KEJIWAAN

DAN SOSIAL MASYARAKAT

Oleh : Ilham Satria Utama Jurusan Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pasundan

Abstrak

Hoax adalah suatu kata yang pada umumnya digunakan untuk menunjukan sesuatu yang palsu atau usaha untuk menipu orang lain supaya mereka memercayainya, padahal sudah jelas berita itu palsu, kasus hoax biasanya mengenai klaim suatu kejadian tertentu dengan sebutan yang berbeda dengan kejadian sebenarnya. hoax di berbagai negara erat kaitannya dengan April Mop yang umumnya dirayakan setiap tanggal 1 April.Sejarah penggunaan kata hoax sendiri berasal dari filsuf asal Inggris, Robert Nares. Menurut Nares, Hoax berasal dari kata “Hocus”, yang berarti menipu. Hocus sendiri merupakan mantra sulap yang merupakan kependekan dari “Hpcus Pocus”. Populernya kata hoax bermula sejak pemutaran film The Hoax yang dibintangi Richard Gere pada tahun 2006. Film yang disutradarai oleh Lasse Hallstrom yang skenarionya ditulis oleh William Wheeler ini diangkat dari sebuah buku yang berjudul sama karya Clifford Irving. Hoax akan sangat berpengaruh pada kejiwaan masyarakat, terutama orang-orang yang tidak kritis dan labil sehingga mudah percaya dan merasa perlu untuk menyebarkannya, akan fatal akibatnya bila hoax tersebut dipercayai oleh banyak orang karena akan ada pihak yang dirugikan, ketelitian dan pencarian sumber berita menjadi hal penting dalam klarifikasi sebuah berita demi menjaga diri agar tidak mudah tertipu oleh sesuatu yang belum jelas kebenarannya.

Kata kunci: Hoax, kejiwaan masyarakat

PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini, kabar hoax alias palsu bertebaran di media social. Mulai dari soal agama, astronomi, hingga masalah politik. Di Indonesia, hoax paling kental adalah soal politik yang berkaitan dengan agama. Fenomena itu ternyata bukan hal baru. Menurut Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO), produksi kabar hoax di Indonesia mulai marak sejak pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Dua tahun kemudian makin meningkat saat pemilihan presiden. Hingga kini, jelang Pilkada Serentak 2017, khususnya pemilihan Gubernur DKI Jakarta.

Situs-situs hoax itu biasanya dilatari oleh dua kepentingan, yaitu motif ekonomi untuk meraup uang dan motif politik. Dengan hoax yang sensasional untuk mengundang pembaca, situs-situs itu berharap memanen trafik para pengunjungnya. Selanjutnya, pendapatan mengalir masuk dari pemasangan iklan, penyebarannya di media sosial dilakukan oleh

beberapa influencer dan buzzer. Ketika berita-berita ini dibagikan dibagikan di Facebook atau Twitter, influencer ini bisa mendorong trafik yang luar biasa besar, mencapai ribuan atau puluhan ribu klik. Dari segi psikologis, masyarakat cenderung membaca berita yang disukainya atau berasal dari tokoh yang memiliki pandangan yang sama.

Rumusan Masalah 1. Pengertian hoax 2. Sebab terjadinya hoax

3. Dampak hoax terhadap kejiwaan masyarakat

4. Cara bijak dalam mencegah hoax

Tujuan

1. Mengetahui pengertian hoax

2. Mengetahui penyebab terjadinya hoax 3. Mengetahui dampak buruk hoax

(2)

PEMBAHASAN

Hoax didefinisikan sebagai penyalahgunaan informasi dengan berisikan fakta yang salah dan dengan sengaja disebarluaskan untuk menipu atau membohongi publik, hoax ini sudah sering ditemukan yang utamanya setelah media sosial menjamur. Pembaca sekaligus menjadi loper media, turut menjajakannya di linimasa. Korbannya pun tak pandang bulu, mulain dari orang awam hingga kaum intelektual, fenomena hoax tidak hanya memperlihatkan karakter masyarakat informasi yang belum teredukasi dengan baik. Bisa juga terjadi pada masyarakat yang sudah teredukasi baik tetapi belum bijak dalam menyikapi informasi, penelitian yang dilakukan Kementrian Komunikasi dan Informatika (kemenkominfo) menunjukkan tren mengkhawatirkan soal pengaruh berita palsu alias hoax. Kaum intelektual dengan gelar doctor dan professor ternyata ikut menjadi korban berita-berita bohong tersebut. “pengaruh media sosial memang luar biasa, tinggal dikasih foto dan judul langsung menyebar berita hoax tersebut. Mereka yang percaya pada kabar tersebut sebagian besar adalah generasi transisi”, ujar Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid (Hilmar,

2017, from berdasarkan penelitian yang dilakukannya bersama dengan Kemenkominfo pada 2015. Dari hasil penelitian tersebut, malah yang menjadi korban berita bohong di media sosial maupun pesan singkat penipuan malah orang-orang yang mempunyai tingkat intelektualitas yang tinggi. Anak-anak yang lahir sudah bersinggungan dengan teknologi tidak mudah percaya dengan kabar bohong yang beredar, malah mereka lebih selektif karena bisa melacak sumber berita itu dengan teknologi. Kabar bohong tersebut kerap dimanfaatkan sebagian orang untuk membenarkan opininya terhadap suatu hal, mereka bukan mencari informasi, melainkan konfirmasi. hoax dianggap mempunyai potensi memecah belah bangsa karena suatu peristiwa yang terjadi dimanipulasi

sedemikian rupa sehingga menimbulkan perbedaan pandangan dan biasanya menebar kebencian karena mungkin memang itu yang diinginkan dari para pembuatnya, ancaman berita-berita palsu yang marak belakangan juga diiyakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. ‘Penyebab informasi dan berita-berita bohong (hoax) melalui media sosial juga dapat menyebabkan perpecahan, membahayakan persatuan dan kesatuan, Ke-Bhineka Tunggal Ika-an dan munculnya radikalisme’ pembuat hoax menyebarkan beritanya melalui media sosial seperti Twitter, Facebook, BBM, dan WA. Hukum yang tentang hoax pun sudah diatur dalam pasal 28 ayat 2 UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan terancam dengan hukuman 6 tahun penjara, pelaku juga terancam denda maksimal Rp. 1 miliar.

Sebab terjadinya hoax

Para pembuat hoax biasanya dilatari dua jenis kepentingan, yaitu motif meraup uang dan kepentingan politik, meski masih banyak latar belakang pembuatan hoax namun kedua motif tersebut menjadi yang paling sering mendasari pembuatan hoax.

- Dari kepentingan politik, hoax mulai menjadi tren ketika adanya pihak-pihak yang terganggu atau mulai merasa diganggu secara politik. Gangguan ini dianggap membahayakan bagi status quo atau keharmonisan pihak tertentu, berita tentang pihak yang dianggap membahayakan dibuat tidak sesuai faktanya demi membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pihak tersebut sehingga proses yang diinginkan pihak pembuat hoax berjalan tanpa hampatan dari pesaingnya.

(3)

pendapatan yang menggiurkan sehingga berita hoax semakin menjamur dan sulit dibendung. Faktor lain penyebab dan tujuan pembuatan hoax antara lain :

- Bosan

Manusia pada dasarnya mudah bosan melihat yang itu-itu saja. Dalam peristiwa besar, berhari-hari orang mendapat berita yang mirip dan serupa, membuat banyak yang jenuh membacanya. Padahal, dalam pemuatan suatu berita, media punya banyak kepentingan dan banyak pertimbangan sebelumnya. Maka, sering kali dalam peristiwa heboh, orang mencari berita alternatif. Rasa ingin tahu mendapat berita yang berbeda inilah yang menjadi salah satu pemicu orang iseng untuk membuat berita yang berbeda dari yang sudah ada. Apalgi sekarang, begitu mudahnya membuat akun media sosial, maka ketika terjadi peritiwa besar, banyak orang yang membuat berita iseng atau hoax semaunya. Tak pelak lagi, begitu banyak berita iseng dan Entah bisa untuk meraup keuntungan finansial, kepuasan, atau sekedar ingin dikenal saja. Tidak mudah untuk bisa menjadi populer, harus punya bakat, uang, koneksi dan lain lain. Nekat menjadi orang gila juga salah satu cara untuk menjadi populer. Di dunia internet sekarang, seakan semua sudah tidak ada batas lagi. Yang mana berita-berita luar negeri dengan mudah bisa didapat, tanpa harus pergi ketempat kejadian. Namun secara nyatanya kita tetap terkendala oleh jarak dan bahasa. Jadi jarak yang secara nyatanya sangat jauh ditempuh, perbedaan bahasa dan kemudahan mendapat berita luar negeri, bisa menjadi penyebab yang membuat berita hoax semakin banyak bertebaran. Dengan kemampuan bahasa, sedikit edit dan mengutak atik tulisan berita luar negeri, ditambah lagi dengan gambar gambar yang diberi keterangan sesuai kehendak penulisnya, maka jadilah berita hoax dianggap nyata. Untuk yang sepaham dengan penulisnya, tentu berita yang seperti inilah yang dinanti nanti. Dan berita yang seperti inilah yang sekarang semakin

diminati orang. Sebuah berita alternatif yang aneh. Maka berpijak dari situlah, mengapa banyak orang, pihak atau media yang ingin cepat populer dengan cara menampilkan atau memaki dan menghujat, justru membuat mereka semakin senang. Mereka puas, senang karena misinya menjadi populer sudah tercapai. Mereka rela membayar kepopuleran dengan caci maki dan hujatan terhadap dirinya. Hanya saja sangat miris jika melihat mereka menggunakan berita tentang konflik dan musibah kemanusiaan sebagai berita hoax. Yang akhirnya bisa mengundang konflik lain bahkan bisa memicu kebencian sara.

- Rating

Di saat arus deras informasi, setiap saat orang ingin secepatnya mendapat berita terkini. Maka, ketika terjadi sebuah ledakan peristiwa, merupakan panen raya bagi media guna menaikan ratingnya. Sehingga media berlomba lomba secepatnya meng-update data. Media yang terlambat meng-update data akan segera ditinggalkan penggunanya. Maka dalam beberapa peristiwa, banyak media yang hanya menampilkan beritanya cuma beberapa kalimat saja. Jurnalis sangat paham, bahwa judul berita membuat daya tarik yang paling besar minat orang untuk membaca atau setidaknya mengklik. Maka untuk menaikan rating, sering kali media atau penulis membuat judul tulisan seheboh mungkin, sedangkan isi tulisan jauh berbeda dari judulnya.

(4)

kemampuannya lebih hebat daripada orang lain pada umumnya. Bias ini diakibatkan oleh ketidakmampuan orang tersebut secara metakognitif untuk mengetahui segala kekurangannya (Morris,1999:6) Kompetensi yang nyata bisa melemahkan kepercayaan diri, karena orang-orang yang kompeten bisa saja salah mengira bahwa orang lain memiliki pemahaman yang sama. David Dunning dan

Justin Kruger dari Cornell

University menyimpulkan bahwa, "kesalahan dalam menilai orang yang inkompeten berawal dari kesalahan menilai diri sendiri, sedangkan kesalahan dalam menilai orang yang sangat kompeten berawal dari kesalahan menilai orang lain. Masyarakat menjadi percaya diri dan merasa harus menyebarkan informasi yang didapatnya tanpa menelusuri sumber-sumber terpercaya, dan bila mereka diragukan maka yang melibatkan 11 orang anak setingkat SD itu menyatakan, keberhasilan menarik informasi dari internet melalui membaca, butuh kemampuan kompleks. Misalnya butuh pengetahuan yang diperoleh sebelumnya, mampu menarik kesimpulan dengan argumen yang tepat secara rasional, dan proses membaca yang terkendali. Kemampuan-kemampuan itu, mensyaratkan tingkat literasi yang tinggi. Semakin rendah kemampuan literasi seseorang, semakin sulit membedakan mana yang hoax dan bukan. Hal ini juga bisa dikarenakan penggunaan teknologi yang tidak dibarengi dengan budaya kritis melihat persoalan. "Kita itu termasuk lima besar pengguna smartphone oax.di.medsos.). penyebaran hoax saat ini jauh lebih masif lantaran didorong oleh media sosial. Di internet, penyebar hoax merasa "aman" karena tidak berhadapan langsung dengan pihak lain yang dijadikan sasaran hoax. Jonah Berger, profesor bidang marketing dari University of

Pennsylvania yang mengkhususkan diri pada soal getok tular (word of mouth) dan pengaruh sosial mendeteksi, pilihan konten mempengaruhi cepatnya penyebaran sebuah konten. Berger meneliti empat jenis muatan konten; marah, humor, sedih, dan senang.

Hasilnya ditemukan, konten marah paling cepat menyebar (viral). "Sama halnya saat kita marah, kita lebih mudah berteriak," tulisnya dalam buku bertajuk Contagious. Tak heran, konten-konten yang memancing kemarahan mudah menyebar dari pada konten yang memancing respons lain. Hoax adalah hal berbahaya yang akibatnya bisa sangat merugikan bagi pihak yang menjadi korban, mulai dari kehilangan reputasi, materi, bahkan juga bisa mengancam nyawa. Selain itu, penyebaran hoax berdampak negatif bagi masyarakat sehingga menimbulkan kekerasan, kebingungan, rasa tidak aman, bahkan hoax pun memiliki konsekuensi serius terhadap kehidupan sosial dan politik yang mana meliki 4 poin akibat dari menyebarnya berita palsu terseut, yaitu :

Pertama, berita bohong atau hoax sebetulnya melanggar etika komunikasi dan secara spesifik dalam dunia jurnalistik melanggar etika jurnalistik. Alasannya adalah informasi yang disebarluaskan sering tidak berdasarkan fakta atau mendistorsi fakta (Van Dijk, 2006). Dalam dunia jurnalisme, sebuah berita harus menyampaikan informasi yang dapat diverifikasi dan dibuktikan secara empiris, bukan hanya sekedar informasi yang berdasarkan pada asumsi pribadi penulis/wartawan yang tidak dapat diverifikasi kebenarannya.

(5)

orang selama mereka memiliki akun dan data internet, namun di sisi lain juga memiliki dark side (sisi buruk) yaitu penyebarluasan informasi atau berita bohong yang dapat mempengaruhi persepsi publik tentang sesuatu isu.

Ketiga, karena sifat berita, baik benar atau bohong, menyediakan informasi dan sebentuk pengetahuan kepada khalayak, maka hoax sebagai suatu diskursus publik bisa menjadi alat yang efektif untuk memanipulasi pikiran (cognitive manipulation) publik untuk mempercayai sesuatu yang salah sebagai suatu kebenaran (believing a falsity as a truth). Istilah manipulasi kognitif sengaja diangkat sebagai bagian dari judul artikel ini sebab inti dari penyebarluasan hoax adalah memanipulasi dan mengontrol pikiran pembaca yang selanjutnya dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya. manipulasi wacana (contonya melalui hoax) selalu bersifat sosial, kognitif, dan diskursif. Bersifat sosial, sebab hoax diproduksi dan disebarluaskan dengan sengaja oleh suatu kelompok atau aktor sosial kepada individu atau kelompok sosial lain; bersifat kognitif karena dapat memanipulasi pikiran audiens ; dan bersifat diskursif karena manipulasi atau kebohongan dikonstruksi dalam teks dan pesan-pesan visual. Sifat manipulatif hoax ini dikonstruksi dengan sengaja oleh aktor sosial tertentu berdasarkan kepentingan ideologisnya dan yang menjadi persoalan besar jika informasi dalam hoax yang bersifat ideologis justru dipahami oleh publik sebagai informasi yang alamiah.

Keempat, efek dari manipulasi kognitif ini adalah pikiran publik diajak untuk mengaitkan satu isu dengan isu lain atau biasa dikenal dengan rantai wacana dalam kajian analisis wacana kritis. Dalam pendekatan sosio-historis, suatu wacana di masa lampau dapat dihadirkan kembali pada teks atau genre teks yang berbeda dan dalam konteks yang berbeda pula (Wodak and Reisigl, 1999). Teks-teks historis di masa lampau bisa didaurulang dalam bentuk teks masa kini pada waktu dan tempat yang berbeda dengan tujuan-tujuan ideologis tertentu.

Cara bijak dalam mencegah hoax

Perdebatan yang mengemuka akibat berita hoax makin meresahkan. Kelompok gabungan yang menamakan dirinya sebagai Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) menjabarkan

beberapa langkah yang bisa diterapkan pengguna internet untuk mengetahui sebuah informasi layak dikonsumsi atau tidak. Dalam buku panduan yang dirilis Mafindo setidaknya ada 5 cara yang patut diperhatikan mengantisipasi kualitas informasi.

- Memeriksa ulang judul berita provokatif. Judul berita kerap dipakai sebagai jendela untuk mengintip keseluruhan tulisan. Namun tak jarang hal itu dimanfaatkan para penyebar berita palsu dengan mendistorsi judul yang provokatif meski sama sekali tak relevan dengan isi berita. Mafindo menyarankan pembaca untuk mengecek sumber berita lain agar informasi yang diterima bukan hasil rekayasa.

- Meneliti alamat situs web. Dewan Pers memiliki data lengkap semua institusi pers resmi di Indonesia. Data yang terhimpun itu bisa digunakan oleh pembaca sebagai referensi apakah sumber berita yang dibaca telah memenuhi kaidah jurnalistik sesuai aturan Dewan Pers. Cukup mengetik nama situs berita di kolom data pers, pembaca dapat mengetahui status media yang mereka konsumsi berdasarkan standar Dewan Pers.

- Membedakan fakta dengan opini. Mafindo menganjurkan pembaca tidak menelan mentah-mentah ucapan seorang narasumber yang dikutip oleh situs berita. Sering kali hal itu luput dari pembaca karena pembaca terlalu cepat mengambil kesimpulan. Semakin banyak fakta yang termuat di sebuah berita, makin banyak dari foto yang diterima, pembaca bisa membuka Google Images di aplikasi penjelajah lalu menyeret foto yang dimaksud ke kolom pencarian.

(6)

menyaring dan mengklarifikasi informasi yang meragukan kebenarannya.1

Kesimpulan

Hoax didefinisikan sebagai penyalahgunaan informasi dengan berisikan fakta yang salah dan dengan sengaja disebarluaskan untuk menipu atau membohongi publik, penyebaran hoax terus terjadi dikarenakan penyebarnya memiliki kepentingan dari segi ekonomi maupun politik, bahkan ada dari mereka yang menyebarkan hoax demi memuaskan dirinya sendiri melihat masyarakat yang dengan cerobohnya percaya dan menyebar luaskan berita palsu tersebut tanpa mengkaji dan menelusuri sumber berita tersebut. Fenomena hoax tidak hanya memperlihatkan karakter masyarakat informasi yang belum teredukasi dengan baik. Bisa juga terjadi pada masyarakat yang sudah teredukasi baik tetapi belum bijak dalam menyikapi informasi, maka dari itu korban hoax ada mulai dari orang awam hingga kaum intelektual. Penyebaran hoax yang sifatnya massif akan mempengaruhi kejiwaan dan perilaku masyarakat, terutama bagi mereka yang memiliki edukasi dalam mengolah berita yang rendah. Untuk menangkis banyaknya kabar bohong tersebut, perlu dilakukan literasi media. Perlu disebarkan pengetahuan kepada masyarakat untuk memilah mana yang berita palsu dan yang bukan serta situs yang memberitakannya kredibel atau tidak. Bila terdeteksi hoax, masyarakat bisa melaporkan kepada kelompok yang menghimpun hoax agar penyebarannya tidak terus berlanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Rochmi, Muhammad Nur. 2016. Kenapa hoax mudah tersebar. Diakses tanggal 4 Januari 2017.

https://beritagar.id/artikel/berita/kenapa-hoax-mudah-tersebar

Eko, Muhammad Firman. 2016. Berita hoax, mesin pencetak uang dan kegaduhan. Diakses

tanggal 4 Januari 2017

1http://www.cnnindonesia.com/teknologi /201612012 00807-185-176705/lima-cara-antisipasi-berita-hoax-di- media-sosial/ diakses 5 januari 2017

http://Katadata.Co.Id/Telaah/2016/12/15/Situs- Berita-Hoax-Mesin-Pencetak-Uang-Dan-Kegaduhan/1

Agung, Bintoro. 2016. Lima Cara Antisipasi Berita Hoax di Media Sosial. Diakses tangga 4

Januari 2017

http://www.cnnindonesia.com/teknologi/201612 01200807-185-176705/lima-cara-antisipasi-berita-hoax-di-media-sosial/

Agung, Bintoro. 2016. Cara mudah mengenali situs Hoax. Diakses tangga 4 Januari 2017

http://www.cnnindonesia.com/teknologi/201612 14171142-185-179610/cara-mudah-mengenali-situs-hoax/

Lee, chris. 2016. Revisiting why incompetents think they’re awesome. Diakses tangga 5 Januari 2017.

http://arstechnica.com/science/2016/11/revisitin g-why-incompetents-think-theyre-awesome/

Zamzami, Fitriyan. 2017. Kaum Intelektual tak kebal Hoax. Diakses tangga 5 Januari 2017

http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman -1/17/01/05/ojam016-kaum-intelektual-tak-kebal-hoax

Antara, Agregasi. 2017. Pengaruh medsos, Profesor dan Doktor pun percaya berita hoax. Diakses pada tanggal 5 Januari 2017.

http://news.okezone.com/amp/2017/01/04/65/15 83195/pengaruh-medsos-profesor-dan-doktor-pun-percaya-berita-hoax

Morris, Errol (20 June 2010). "The Anosognosic's Dilemma: Something's Wrong but You'll Never Know What It Is (Part 1)". New York Times. Diakses tanggal 4 Januari 2017.

Kruger, Justin; David Dunning (1999). "Unskilled and Unaware of It: How Difficulties in Recognizing One's Own Incompetence Lead to Inflated Self-Assessments". Journal of Personality and Social Psychology 77 (6): 1121– 34

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu perancangan ulang fasiitas kerja berdasarkan hasil pengujian normalitas data, keseragaman data, kecukupan data, dan percentil 95 th pada

1) Penyedia Jasa berkewajiban untuk mengusahakan agar tempat kerja, peralatan, lingkungan kerja dan tata cara kerja diatur sedemikian rupa sehingga tenaga kerja

Dalam kajian teori yang telah dilakukan, model penelitian ini mengidentifikasikan bahwa ikatan emosional antara pendukung Arema Indonesia dan klub tersebut ( Brand

Pada umumnya dalam kehidupan sosial masyarakat senantiasa melakukan interaksi satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk maupun aspek kehidupan. Hubungan antara

Terbentuknya Undang-Undang PKDRT yang disahkan pada tanggal 22 Sepetember 2004 tidak terlepas dari peran pemerintah di dalamnya karena Undang- undang

Ketiga, ada perbedaan yang signifikan pemahaman konsep antara siswa yang dibelajarkan dengan model siklus belajar 7E dengan siswa yang dibelajarkan dengan model

 Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab  Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan..