• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Statistik Produksi ANALISIS DAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Statistik Produksi ANALISIS DAYA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Statistik Produksi

ANALISIS DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM INDONESIA

TAHUN 2000-2016

Disusun oleh:

Aryadi Solana – 15.8530

Eka Nurhidayati – 15.8594

Lukman Huq M.S – 15.8717

Niken Dita Lestari – 15.8583

Martin Dwi Kristianto – 15.8731

Retno Wulansari – 15.8845

Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Jakarta

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris, dimana sektor pertanian merupakan salah satu penggerak terbesar perekonomian negara. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik RI, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB sebesar 13,83 persen pada tahun 2017 yang menempatkan sektor pertanian pada urutan kedua setelah sektor industri pengolahan sebagai kontributor terbesar terhadap PDB Indonesia. Salah satu subsektor yang cukup besar peranannya dalam memberikan kontribusi adalah subsektor perkebunan. Kontribusi subsektor perkebunan terhadap PDB sekitar 3,62 persen pada tahun 2017, sehingga jika dibandingkan dengan subsektor-subsektor pertanian lainnya, subsektor perkebunan menempati urutan kedua terbesar dalam memberikan kontribusi terhadap PDB setelah sub sektor tanaman pangan.

Karet merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Karet merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara selain minyak dan gas. Karet adalah komoditi yang digunakan di banyak produk dan peralatan di seluruh dunia (mulai dari produk-produk industri sampai rumah tangga). Ada dua tipe karet yang dikenal yaitu karet alam dan karet sintetis. Karet alam dibuat dari getah (lateks) dari pohon karet, sementara tipe sintetis dibuat dari minyak mentah. Kedua tipe karet ini saling bergantungan, ketika harga minyak mentah naik maka permintaan terhadap karet alam akan meningkat, karena karet sintesis bahan bakunya berasal dari fraksi minyak bumi. Begitupun ketika persediaan dari karet alam bermasalah, maka permintaan terhadap karet sintetis mengalami peningkatan. Akan tetapi, karet alam merupakan tipe karet yang tidak sepenuhnya dapat digantikan oleh karet sintesis. Hal ini dikarenakan karet alam memiliki beberapa kelebihan dibanding karet sintesis, sehingga persediaan terhadap karet alam menjadi penting.

(3)

merupakan negara utama yang menjadi tujuan ekspor Indonesia. Hal ini menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara yang menguasai pangsa pasar karet dunia.

Akan tetapi, berdasarkan data Gapkindo, volume ekspor karet Indonesia dari tahun 2012 hingga 2015 terus mengaami penurunan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya faktor-faktor yang memeberikan pengaruh negatif terhadap volume ekspor karet Indonesia. Selain itu, penurunan volume ekspor juga dapat mengindikasikan penurunan daya saing ekspor karet Indonesia dibanding negara lainnya. Oleh sebab itu, penelitian yang kami lakukan berjudul “Analisis Daya Saing Ekspor Karet Alam Indonesia di Pasar Dunia”.

1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah

Pertumbuhan produksi karet alam Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari tumbuhnya produksi karet dari 1,63 juta ton pada tahun 2002 menjadi 2,77 juta ton pada 2010 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Angka ini merupakan angka produksi terbesar kedua di dunia setelah Thailand (Food and Agriculture Organization, 2010). Jumlah produksi yang demikian besar kemudian dihadapkan pada kondisi penetrasi pasar di mana Indonesia harus bersaing dengan negara-negara produsen lain, serta adanya fluktuasi harga (Parhusip, 2008).

Harga karet alam pada perdagangan internasional cenderung fluktuatif (International Rubber Concortium Limited, 2010). Hal ini merupakan salah satu ciri yang berkelanjutan. Fluktuasi harga tersebut berdampak pada arus perdagangan karet alam dan upaya pengembangan ekspor karet alam Indonesia dalam rangka meningkatkan devisa negara yang memiliki konsekuensi pada perubahan lingkungan ekonomi atau kebijakan perdagangan yang secara signifikan mempengaruhi distribusi pendapatan.

(4)

Atas dasar tersebut analisis terhadap perkembangan ekspor karet alam menjadi sangat penting sebagai informasi awal untuk menjelaskan kondisi daya saing komoditas karet alam Indonesia di pasar ekspor. Untuk mengetahui posisi daya saing karet alam Indonesia, perlu juga diketahui perkembangan komoditas tersebut pada negara lain yang menjadi pesaing dalam pasaran internasional. Informasi-informasi ini berguna untuk melihat seberapa besar penguasaan pasar oleh eksportir karet alam di lingkup global yang pada akhirnya akan menentukan kondisi pasar yang terbentuk dari pangsa pasar tersebut.

Kondisi struktur pasar yang terbentuk secara langsung memiliki pengaruh terhadap daya saing produk. Tingkat daya saing suatu negara penting diketahui untuk dapat menilai kinerja suatu komoditas dalam perkembangannya di dunia perdagangan. Dengan mengetahui kondisi struktur pasar yang terbentuk pada komoditas karet alam, maka kebijakan yang akan diterapkan terhadap komoditas tersebut akan dapat dirumuskan secara tepat guna pengembangan daya saing ekspor komoditas terkait di pasaran internasional. Penelitian ini memfokuskan daya saing ekspor karet Indonesia dengan negara-negara pesaing terbesar pada komoditas karet pada kawasan ASEAN seperti Thailand, Vietnam dan Malaysia.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, masalah-masalah yang akan diuraikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan ekspor komoditas karet alam Indonesia ?

2. Bagaimana kondisi daya saing karet alam Indonesia di pasar dunia ?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap perkembangan ekspor komoditas karet alam Indonesia

(5)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1. Karet

Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor (Deptan, 2006).

2.1.2. Klasifikasi Karet

Menurut Setiawan dan Andoko (2005), klasifikasi tanaman karet (Hevea brasiliensis) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Family : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Brasiliensis

Nama ilmiah : Hevea brasiliensis

Muell Arg. Genus Hevea terdiri dari berbagai species, yang keseluruhannya berasal dari lembah sungei Amazon. Beberapa diantara species tersebut mempunyai morfologi dan sitologi yang berbeda.

(6)

lateksnya cukup baik. Species-species lain yang hanya digunakan sebagai sumber plasma nutfah dalam program pemuliaan, antara lain :

a. H. benthamiana digunakan sebagai sumber genetik untuk ketahanan terhadap penyakit rapuh daun Mycrocyclus ulei

b. H. spruceana dan H. pauciflora untuk mendapat kejaguran tanaman

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Dewi, 2008).

Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama di Brazil yang beriklim tropis, maka karet juga cocok ditanam di daerah-daerah tropis lainnya. Daerah tropis yang baik ditanami karet mencakup luasan antara 15o Lintang Utara sampai 10o Lintang

Selatan. Walaupun daerah itu panas, sebaiknya tetap menyimpan kelembapan yang cukup. Suhu harian yang diinginkan tanaman karet rata – rata 25 – 30o C. Apabila dalam jangka

waktu panjang suhu harian rata-rata kurang dari 20o C, maka tanaman karet tidak cocok di

tanam di daerah tersebut. Pada daerah yang suhunya terlalu tinggi, pertumbuhan tanaman karet tidak optimal (Setiawan, 2000).

Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1-600 m dari permukaan laut. Curah hujan yang cukup tinggi antara 2000-2500 mm setahun. Akan lebih baik lagi apabila curah hujan itu merata sepanjang tahun (Nazarrudin dan Paimin, 2006).

2.1.3 Jenis-jenis Karet Alam

Karet alam memiliki banyak jenis berdasarkan pengolahannya. Berikut tujuh jenis karet alam yang dikenal di pasaran (Setiawan & Andoko, Petunjuk lengkap budidaya karet, 2008)

1. Bahan olah karet

(7)

(bahan olah karet rakyat). Berdasarkan proses pengolahannya bokar terdiri atas empat jenis, yaitu lateks kebun, sheet angina, slab tipis, lump segar.

2. Karet alam konvensional

Terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Dalam Green Book yang diterbitkan oleh International Rubber Quality and Packing Conference, jenis-jenis karet alam olahan yang termasuk karet alam konvensional adalah Ribbed Smoked Sheet (RSS), White crepe pale crepe, state brown crepe, Compo crepe, Thin brown crepe remills, Thick blanket crepe ambers, Flat bark crepe, Pure smoked blanket crepe, dan Off crepe.

3. Lateks pekat

Berbeda dengan jenis karet lain yang berbentuk lembaran atau bongkahan, lateks pekat berbentuk cairan pekat. Pemrosesan bahan baku menjadi lateks pekat bisa melalui pendadihan (creamed latex) atau pemusingan (centrifuged latex). Lateks pekat ini biasanya merupakan bahan untuk pembuatan barang-barang yang tipis dan bermutu tinggi.

4. Karet bongkah

Karet bongkah berasal dari karet remah yang dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.

5. Karet spesifikasi teknis

Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber merupakan karet yang dibuat secara khusus, sehingga mutu teknisnya terjamin yang penetapannya didasarkan pada sifat-sifat teknis. Penilaian mutu yang hanya berdasarkan aspek visual, seperti berlaku pada karet sheep, crepe dan lateks pekat tidak berlaku untuk karet jenis ini. Karet spesifikasi teknis ini dikemas dalam bongkah-bongkah kecil dengan berat dan ukuran seragam.

6. Tyre Rubber

(8)

karet alam. Tujuan pembuatan tyre rubber adalah meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintetis. Karet ini juga memiliki daya campur yang baik, sehingga mudah digabungkan dengan karet sintetis.

7. Karet reklim

Karet reklim atau reclaimed rubber adalah karet yang didaur ulang dari karet bekas. Umumnya bekas ban mobil atau ban berjalan di pabrik pabrik besar. Karet reklim diusahakan pertama kali pada tahun 1848 oleh Alexander Parkes dan ternyata tetap dibutuhkan sampai sekarang, bahkan dalam jumlah yang cukup banyak. Kelebihan karet reklim ini adalah daya lekatnya bagus, kokoh, tahan lama dalam pemakaian, serta lebih tahan terhadap bensin dan minyak pelumas dibandingkan dengan karet yang baru dibuat. Kelemahannya, kurang kenyal dan kurang tahan gesekan.

2.1.4 Penggunaan Karet Alam

Sangat banyak diversifikasi bahan, alat dan barang yang dapat dibuat dengan bahan baku getah karet. Perkembangan teknologi dan kebutuhan konsumen masyarakat modern telah menjadikan karet alam semakin berkembang penggunaannya. Dilihat dari sektor utama saat ini, karet alam memberikan kontribusi yang besar pada sektor transportasi, sektor industri, sektor barang kebutuhan seharihari dan sektor kesehatan, berikut penjelasannya (Siregar & Suhendry, 2013)

• Sektor transportasi : ban penumatik dan produk ban, tabung-tabung internal, belt mobil, dan berbagai perlengkapan alat transportasi

• Sektor industri : produk untuk berbagai sistem (misalnya conveyor, transmisi, ban berbagai kereta/alat, bangunan tahan gempa, dan lain-lain). Produk industri lainnya (packaging, sarung tangan industri, dan lain-lain)

• Sektor kebutuhan : baju, sarung tangan, sepatu. Produk lainnya (penghapus, alas kaki, bola golf, dan lain-lain)

(9)

2.1.5. Produktivitas Pertanian

Nurmala, dkk (2012), produktivitas adalah kemampuan tanah untuk menghasilkan produksi tanaman tertentu dalam keadaan pengolahan tanah tertentu. Produktivitas merupakan perwujudan dari keseluruhan faktor-faktor (tanah dan non tanah) yang berpengaruh terhadap hasil tananman yang lebih berdasarkan pada pertimbangan ekonomi.

Menurut Dewan Produktivitas Nasional (2009) dalam Farizal (2015) menjelaskan bahwa produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keberhasilan antara hasil yang digunakan. Dengan kata lain produktivitas memeliki dua dimesni. Dimensi pertama adalah efektivitas yang mengarah pada pencapaian target berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan aktu. Yang kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaa atau bagaimana pekerja tersebut dilaksanakan.

2.1.6. Ekspor dan Impor

Transaksi ekspor-impor adalah transaksi perdagangan internasional (international trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di negara yang berbeda.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan faktor utama yang mempengaruhi ekspor. Perdagangan dan aturan nilai tukar (tarif impor, kuota dan nilai tukar), akses transportasi yang aman (biaya transportasi yang wajar) dan pemasaran dianggap faktor penting yang berpengaruh pada perilaku ekspor (Seyoum, 2013).

Umumnya, studi yang menyelidiki faktor penentu kinerja ekspor pertanian menunjukkan di banyak negara kurang berkembang, variabel harga komoditas adalah driver yang sangat penting dari ekspor. Harga umumnya berfungsi sebagai saluran melalui mana kebijakan ekonomi yang relevan mempengaruhi variabel pertanian seperti produksi, pasokan, ekspor dan pendapatan (Dercon, 1993).

(10)

Kuantitas ekspor dari suatu Negara sering mengalami perubahan, peningkatan maupun penurunan kuantitas. Hal itu terjadi karena ada faktor-faktor yang mempengaruhi, berikut penjelasan faktor-faktor tersebut

1. Harga dunia/internasional

Harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan/atau aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk (Tjiptono, Chandra, & Adriana, 2008). Sedangkan pengertian internasional berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menyangkut bangsa atau negeri seluruh dunia atau antarbangsa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga internasional merupakan harga yang menyangkut bangsa atau negeri seluruh dunia, dan menjadi acuan harga bagi negara-negara di seluruh dunia.

2.Harga domestik

Harga dapat diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan/atau aspek lain (non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk (Tjiptono, Chandra, & Adriana, 2008). Sedangkan pengertian domestik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhubungan dengan atau mengenai permasalahan dalam negeri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga domestik merupakan sejumlah uang yang diperlukan untuk mendapatkan suatu produk dimana penentuan jumlahnya berdasarkan produsen domestik dan tidak terpengaruh dengan biaya terkait ekspor, seperti supply dan demand, lokasi dan lingkungan pasar luar negeri, kebijakan ekonomi seperti nilai tukar, pengendalian harga, tarif (Seyoum, 2013).

3.Nilai Tukar

(11)

harga, sehingga hubungan dari satu mata uang dengan yang lainnya dinyatakan oleh nilai tukar. Sebagian besar transaksi valuta asing yang dilakukan setiap hari adalah antara bank-bank di negara yang berbeda. Transaksi tersebut merupakan keinginan pelanggan bank untuk mewujudkan transaksi komersial, yaitu, pembayaran untuk impor atau penerimaan ekspor.

Perdagangan valuta asing tidak terbatas pada satu lokasi tertentu. Tempatnya bisa dimana pun penawaran tersebut dibuat, misalnya di kantor swasta atau bahkan di rumah. Sebagian besar transaksi tersebut dilakukan antara bank komersial dan pelanggan mereka atau antara bank-bank komersial, yang membeli dan menjual mata uang asing untuk memenuhi kebutuhan klien (Seyoum, 2013). Fluktuasi nilai tukar dapat memiliki efek mendalam pada perdagangan internasional. Perusahaan ekspor-impor rentan terhadap risiko valuta asing setiap kali mereka menerima atau memberikan jumlah tertentu dari mata uang asing.

Transaksi penting terkait dengan risiko valuta asing dalam perdagangan internasional adalah sebagai berikut (Seyoum, 2013)

- Pembelian barang dan jasa yang harganya dinyatakan dalam mata uang asing, yaitu, hutang dalam mata uang asing

- Penjualan barang dan jasa yang harganya dinyatakan dalam mata uang asing, yaitu, piutang dalam mata uang asing

4. Suku Bunga

Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para pengusaha. Semakin rendah tingkat bunga pinjaman yang harus dibayar para pengusaha, semakin banyak usaha yang dapat dilakukan para pengusaha. Semakin tinggi tingkat bunga tabungan semakin banyak investasi yang dilakukan para pengusaha (Sukirno, 1998).

Adapun fungsi suku bunga yaitu (Sunariyah, 2004)

(12)

- Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.

- Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.

Untuk memahami apa yang menentukan tingkat bunga dalam perekonomian, pertama kita harus melihat apa yang bank lakukan (Blanchard & Johnson, 2013) -what banks do

Ekonomi modern ditandai dengan adanya berbagai jenis perantara keuangan, lembaga menerima dana dari orang-orang dan perusahaan kemudian menggunakan dana tersebut untuk membeli aset keuangan atau untuk membuat pinjaman kepada orang-orang lain dan perusahaan. Aset lembaga ini adalah aset keuangan mereka sendiri dan pinjaman yang telah mereka buat. Kewajiban mereka memberikan hutang kepada orang-orang dan perusahaan-perusahaan - The supply and the demand for central bank money

2.1.7. Konsep Daya Saing

Porter (1990) menyebutkan bahwa “istilah daya saing sama dengan competitiveness atau competitive, sedangkan istilah keunggulan bersaing sama dengan competitive advantage”. Hal ini saling berhubungan dan terikat antara faktor yang satu dengan yang lain.

(13)

Sedangkan Institute of Management and Development (IMD) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambahan dalam rangka menambahkan kekayaan nasional dengan cara mengelola asset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globalilsasi dan proksimitas, serta dengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model ekonomi dan social (Hady, 2004). Tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu: faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage) (Apidar,2009).

Faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan. Tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang sedemikian lama menjadi sedemikian ketat/keras atau Hyper Competitive (Budiman, 2004).

Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage) merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo. Menurutnya, perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antarnegara. Ia berpendapat bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lainnya.

2.2 Penelitian Terkait

(14)

RCA menunjukan bahwa industri sawit, hasil hutan, alas kaki, kakao, kopi, karet, dan tekstil pada tahun 20102014 (RCA>1) artinya ekspor tersebut memiliki daya saing diatas daya saing rata-rata dunia.

Penelitian yang juga mengangkat daya saing ekspor dilakukan oleh Tartila Fitri dan Suhartini dengan judul Analisis Daya Saing Ekspor Tomat Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Tomat adalah salah satu produk hasil pertanian Indonesia yang diekspor. Menurut data Food Agriculture Organization/FAO (2016) ekspor tomat Indonesia selama periode 2009 – 2013 bergerak secara fluktuatif. Selama periode 2005 – 2013, ekspor tomat tertinggi mencapai 675 ton pada tahun 2011. Menurut Zikria (2014) Indonesia adalah negara yang memproduksi tomat paling tinggi di bandingkan negara lain di ASEAN. Setelah itu di posisi ke dua ada negara Filipina dan posisi ketiga terdapat Thailand sebagai negara produksi tomat terbesar di kawasan ASEAN. Data diperoleh lembaga-lembaga internasional dan nasional yaitu Food Agriculture Organization (FAO), dan Badan Pusat Statistik (BPS). Sumber-sumber informasi lainnya didapatkan melalui buku, artikel, jurnal, maupun sumber pendukung lain dan lembaga-lembaga terkait.

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Indeks Spesialisasi perdagangan bertujuan untuk melihat apakah suatu negara cenderung sebagai eksportir atau importir untuk suatu produk. Adapun rumus matematis dari ISP adalah :

ISP = (XiaMia) / (XiaMia)

Analisis Daya Saing Kompetitif Export Competitiveness Index (Xci) untuk mengetahui komoditas tomat disuatu negara memiliki daya saing yang kuat dibandingkan negara lain yang merupakan negara pesaing. Indeks ini juga dapat melihat perkembangan di suatu negara untuk komoditas tertentu terhadap rata-rata perkembangan komoditas tersebut di pasar ASEAN. XCI dapat dirumuskan sebagai berikut :

1

(15)

Analisis Daya Saing Komparatif Dalam penelitian ini untuk melihat daya saing suatu komoditas dari segi keunggulan komparatif menggunakan metode Revealed Comparative Trade Advantage. Menurut tambunan (2004) rumus RCTA adalah:

RCTA = RXAiaRMPia

RXA = (Xia/ Xi w a(  )) / [ (X k i ) / (a X k i )(w a ))

RMP = (M / Mia i w a(  )) / [M(k i ) / M(a k i )(w a ))

Hasil analisis spesialisasi perdagangan pada komoditas tomat dalam periode 1994 sampai 2013 adalah nilai ISP tomat Indonesia (0,89) lebih tinggi dibandingkan nilai ISP tomat Thailand (0,87) dan Malaysia (0,61). Pada analisis ini dibuktikan bahwa perdagangan tomat Indonesia dan Thailand memasuki tahap kematangan di kawasan ASEAN. Sedangkan Malaysia memasuki tahap pertumbuhan. Hasil analisis ini di pengaruhi oleh nilai ekspor dan nilai impor dari suatu negara, (2) Hasil analisis daya saing dari segi keunggulan komparatif tomat pada periode 1994 sampai 2013 adalah komoditas tomat Indonesia mempunya daya saing dar segi keunggulan komparatif lebuh unggul (0,75) dibandingkan dengan komoditas tomat Thailand (0,08). Sedangkan daya saing dari segi keunggulan komparatif Indonesia (0,75) lebih rendah dibandingkan komoditas tomat Malaysia (37,84). Nilai RCTA Malaysia yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain disebabkan oleh sumberdaya yang dimiliki oleh Malaysia dikelola secara efisien, baik dalam perencanaan kuantitas komoditas tomat, dan fasilitasfasilitas yang memadai dalam usahatani tomat, (3) Hasil analisis daya saing dari segi keunggulan kompetitif tomat pada periode 1994 hingga 2013 adalah Indonesia memiliki daya saing dari segi keunggulan kompetitif lebih tinggi (1,216) dibandingkan Malaysia (0,924), namun lebih rendah jika dibandingkan dengan Thailand (1,217). Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki trend perkembangan perdagangan tomat yang meningkat di pasar ASEAN dibandingkan Malaysia.

(16)

produknya mempunyai pasar yang luas baik lokal, regional, dan global; (3) menciptakan nilai tambah melalui kegiatan pascapanen, pengolahan, dan distribusi; (4) sebagai sumber devisa nonmigas melalui kegiatan ekspor ke beberapa negara tujuan dan (5) menciptakan pasar bagi produk-produk nonpertanian (Hutabarat et al., 2004). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks”Revealed Comparative Advantage (RCA)”, yang pertama kali dikenalkan oleh Balassa pada tahun 1965 (Cai & Liung, 2005). Indeks RCA didefinisikan sebagai berikut :

RCApi = (Eip/Edp) / (Eit/Edt) atau (Eip/Eit)/(Edp/Edt).

dimana:

E = Volume (atau nilai) ekspor

i = Indeks negara

p = Komoditas kopi

t = Total

d = Dunia

(17)

daerah tersebut telah diekspor ke beberapa negara Eropa. Permintaan kopi organik tersebut tampaknya akan terus meningkat seiring dengan kesadaran dan keamanan pangan masyarakat. Harga jual pun cukup menjanjikan, sehingga peluang ini jika bisa diraih akan dapat meningkatkan pendapatan usahatani secara signifikan

Penelitian dengan judul topik yang sama tentang analisis daya saing ekspor kopi indonesia di pasar dunia yang ditulis oleh Meidiana Purnamasari, Nuhfil Hanani, dan Wen-Chi Huang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi daya saing ekspor dari kopi Indonesia di pasar dunia. Hal ini dianalisis menggunakan beberapa indikator seperti Revealed Comparative Advantage (RCA), Comparative Export Performance (CEP) dan Market Share Index (MSI) untuk menganalisis perdagangan yang terjadi pada beberapa ekportir utama lainnya seperti Brazil, Kolombia dan Vietnam sebagai kompetitor dari kopi Indonesia. Analisis ini akan memberikan interpretasi awal mengenai posisi dan spesialisasi perdagangan kopi Indonesia di pasar dunia. Hasilnya akan memberikan kontribusi untuk mengevaluasi akibat tekanan pasar yang semakin kompetitif dan tantangan yang dihadapi pada pasar kopi dunia. Metode penghitungan yang digunakan menggunakan tiga indikator yaitu (1) Revealed Comparative Advantage (RCA) Index, (2) Comparative Export Performance (CEP) Index, (3) Market Share Index. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa penyebab utama rendahnya nilai ekspor yang diterima Indonesia tidak terlepas dari rendahnya kualitas kopi itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan oleh sebagian besar kopi yang di ekspor Indonesia berupa bahan mentah yang belum proses dan penanganan pasca panen yang cenderung kurang tepat serta masih menggunakan alat tradisional. Selain itu pada sisi produksi sendiri, walaupun luas area kopi Indonesia merupakan terbesar setelah Brazil, produksinya masih lebih rendah jika dibandingkan Kolombia dan Vietnam. Sedangkan dari segi market share, Jepang merupakan pasar potensial bagi Indonesia. Market share yang cenderung stabil pada 10 tahun terakhir ini merupakan sebuah potensial dalam upaya peningkatan pada tahun- tahun berikutnya.

(18)

melakukan perhitungan tingkat daya saing ekspor karet. Setelah dilakukan perhitungan daya saing ekspor dilakukan tahap kedua, identifikasi masalah dianalisis dengan uji beda rata-rata (compare means). Dalam penelitian ini yang akan dibandingkan adalah negara Indonesia dan negara Thailand dengan menggunakan uji Mann-Whitney (U test) pada SPSS. Uji MannWhitney (U test) merupakan alternatif bagi uji-t dan bersifat independen. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. ada perbedaan yang nyata jumlah produksi karet alam dan karet sintetis antara negara Indonesia dengan negara Thailand.

2. Tidak ada perbedaan yang nyata jumlah konsumsi karet alam dan karet sintetis antara negara Indonesia dengan negara Thailand

3. .Ada perbedaan yang nyata jumlah impor karet alam antara negara Indonesia dengan negara Thailand dan tidak ada perbedaan yang nyata jumlah impor karet sintetis antara negara Indonesia dengan negara Thailand.

4. Ada perbedaan yang nyata jumlah ekspor karet alam dan karet sintetis antara negara Indonesia dengan negara Thailand.

(19)

2.3 Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Volume produksi karet, luas areal karet, PDB, nilai tukar riil, tingkat inflasi, dan volume ekspor pada periode sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor karet

Volume Produksi Karet (X1t)

Luas Areal Karet (X2t)

Produk Domsetik Bruto (X3t)

Daya Saing Ekspor Karet Volume Ekspor Karet

(Yt)

Tingkat Inflasi (X5t)

Nilai Tukar Riil (X4t)

Volume Ekspor Karet Periode Sebelumnya

(20)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi daya saing ekspor karet alam Indonesia yang akan dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang juga memiliki potensi karet terbesar di dunia yaitu Thailand, Malaysia, dan Vietnam; serta fakotr-faktor yang mempengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia dari tahun 2000-2016.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan di dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data runtut waktu (time series) dari tahun 2000 hingga 2016. Data-data tersebut antara lain Volume Ekspor Karet Indonesia, Volume Produksi Karet Indonesia, Luas Areal Karet Indonesia, Produk Domestik Bruto Indonesia, Nilai Tukar Riil Indonesia, Tingkat Inflasi, Harga Karet Alam Dunia, dan Harga Minyak Mentah Dunia. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini didapatkan dari instansi dan dinas terkait, Ditjen. Perkebunan dan Pusdatin, Badan Pusat Statistik (BPS), World Bank, dan International Monetary Fund (IMF). Selain data-data diatas, dibutuhkan juga data-data negara-negara yang akan dibandingkan seperti nilai ekspor karet dan nilai total ekspor Thailand, Vietnam, Malaysia yang didapatkan dari ITC calculation based on UN Comtrades.

3.3 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu analisis deskriptif dan analisis inferensia.

Analisis Deskrptif

Analisis deskriptif yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi daya saing ekspor karet alam Indonesia. Adapun metode yang digunakan yaitu :

Comparative Export Performance (CEP)

(21)

CEP = ln ( XiWXiB/XB

/XW )

XiB : ekspor negara B untuk produk i (Nilai)

XB : total ekspor negara B (Nilai)

XiW : total ekspor dunia untuk produk i (Nilai)

XW : total ekspor dunia (Nilai)

Revealed Competitive Advantage (RCA)

Beberapa literatur menyebutkan beberapa metode dalam menghitung keunggulan komparatif suatu negara. Jika suatu negara dapat memproduksi pada tingkat biaya yang rendah dari pada negara lainnya, maka negara tersebut menjual dengan harga yang rendah, sehingga dapat dikatakan dia memiliki keunggulan komparatif. Di sisi lain, keungulan komparatif mendeskripsikan kecenderungan suatu negara untuk mengekspor komoditi unggul dari negaranya dibandingkan negara lain. Metode yang paling sering digunakan ada konsep tentang Revealed Comparative Advantage (RCA) oleh Balassa (1965). Index ini digunakan untuk menghitung spesialisasi dalam suatu industri yang menggunakan data perdagangan internasional. RCA dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

RCA = XiB/XB XiA/XA

XiB : ekspor negara B untuk komoditi I ke pasar dunia. (Nilai)

XB : totak ekspor negara B ke pasar dunia. (Nilai)

XiA : ekspor negara pesaing untuk komoditi I ke pasar dunia. (Nilai)

XA : total ekspor negara pesaing ke pasar dunia. (Nilai)

Ketika suatu Negara memiliki RCA >1, maka Negara tersebut memeliki keunggulan komparatif dan spesialisasi pada komoditi tersebut. Ketika memiliki RCA<1, Negara tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif. Semakin tinggi nilai RCA indexnya maka semakin baik kinerja perdagangan dalam Negara tersebut, dan sebaliknya.

Indeks Spesoalisasi Perdagangan (ISP)

(22)

eksportir atau importir. ISP akan mengidentifikasi tingkat pertumbuhan suatu produk dalam perdagangan ke dalam 5 tahap sebagai berikut:

1. Tahap pengenalan, jika nilai ISP antara -1 sampai -0,50

2. Tahap substitusi impor, jika nilai ISP antara -0,50 sampai 0,00

3. Tahap pertumbuhan, jika nilai ISP antara 0,01 sampai 0,80

4. Tahap kematangan, jika nilai ISP antara 0,81 sampai 1,00

5. Tahap kembali mengimpor, jika nilai ISP kembali menurun dari 1,00 sampai 0,00

Secara matematis, ISP dirumuskan sebagai berikut:

ISP = XitMit Xit+Mit

Xi : Nilai ekspor produk i pada tahun t (Volume)

Mi : Nilai impor produk i pada tahun t (Volume)

Analisis Inferensia

Analisis inferensia yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk faktor-fakotr yang berpengaruh terhadapa volume ekspor karet alam Indonesia. Adapun metode yang digunakan yaitu :

Error Correction Model (ECM)

Error Correction Model (ECM) atau yang dikenal dengan model koreksi kesalahan adalah suatu model yang digunakan untuk melihat pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari peubah bebas terhadap peubah terikat. ECM digunakan dalam analisis ekonometrika untuk data runtun waktu karena kemampuan yang dimiliki ECM dalam meliput banyak peubah untuk menganalisis fenomena ekonomi jangka panjang dan mengkaji kekonsistenan model empirik dengan teori ekonometrika, serta dalam usaha mencari pemecahan terhadap persoalan peubah runtun waktu yang tidak stasioner dan regresi semu (spurious regression) dalam analisis ekonometrika yang menyebabkan hubungan yang didapatkan dari persamaan regresi yang ada menjadi meaningless.

Dalam menentukan model regresi linear melalui pendekatan ECM, terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebagai berikut :

1. Uji Kestasioneran

(23)

Yt = ρ Yt-1 + Ut

Hipotesis :

H0 : ρ = 1 (Terdapat unit root, peubah tidak stasioner)

H1 : ρ < 1 ( Tidak terdapat unit root, peubah stasioner)

Kesimpulan hasil root test diperoleh dengan membandingkan nilai hitung dengan t-tabel pada t-tabel Dickey-Fuller. Jika < dari nilai statsistik DF maka H0 ditolak.

2. Uji Derajat Integrasi

Uji ini dilakukan apabila data tidak stasioner pada level, dengan uji ini kita mengetahui pada derajat berapakah data akan stasioner. Biasanya data yang tidak stasioner pada level memiliki regresi yang semu, dapat dilihat dari nilai R2 yang lebih

besar daripada nilai Durbin-Watson. Data yang kita gunakan harus tidak stasioner di level dan stasioner pada difference yang sama. Secara umum apabila suatu data memerlukan deferensiasi sampai ke d supaya stasioner, maka dapat dinyatakan sebagai I (d).

3. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi ini adalah lanjutan dari uji akar unit dan uji derajat integrasi. Apabila data tidak stasioner di level dan stasioner di difference yang sama, serta terjadi spurious regression / regresi semu maka dapat kita lanjutkan dengan uji kointegrasi ini. Uji ini dimaksud untuk melihat apakah residual dari regresi yang dihasilkan stasioner atau tidak. Apabila terjadi satu atau lebih peubah mempunyai derajat integrasi yang berbeda , maka peubah tersebut tidak dapat berkointegrasi (Engle dan Granger, 1987). Ketika ut stasioner ketika membuat regresi antara peubah bebas dan peubah terikat,

maka dapat dinyatakan bahwa antara peubah bebas dan peubah terikat terkointegrasi pada derajat nol atau dinotasikan dengan I(0). Dalam ekonometrika peubah yang saling terkointegrasi dikatakan dalam kondisi seimbang jangka panjang (long-run equilibrium).

Ada dua cara pengujian kointegrasi antara lain : a) Uji Engle-Granger ( Augmented Engle-Granger)

Uji Engle-Granger dilakukan dengan memanfaatkan uji DF-ADF. Adapun tahapannya adalah :

(24)

2) Hitung residualnya

3) Jika residualnya stasioner, berarti regresi tersebut merupakan regresi kointegrasi.

b) Uji kointegrasi Durbin-Watson (Cointegrating Regression Durbin-Watson) Tahapan pengujiannya sebagai berikut :

1) Hitung statistik Durbin-Watson (d), dengan d = 2(1 − q), pada saat q bernilai 1, maka d bernilai 0. Oleh karena itu hipotesis yang digunakan:

HO: d = 0

H1: d ≠ 0

2) Bandingkan nilai d hitung dengan d tabel.

Jika d hitung lebih besar dari d tabel (dhitung > dtabel), dengan dtabel adalah

nilai diperoleh dari tabel Durbin Watson dengan α = 0,05 maka hipotesis HO

ditolak artinya ut stasioner dan terjadi kointegrasi antar peubah.

Model Kointegrasi (Jangka Panjang) :

Y = C + β1X1 + β2X2 + β3X3 + … + βnXn

Pemodelan Error Correction Model (ECM)

Model ECM dapat dibentuk ketika terjadi kointegrasi pada data yang kita miliki. Ketika data yang kita miliki memiliki hubungan jangka panjang, dengan ECM ini kita dapat melihat apakah ada hubungan jangka pendek antara data yang kita miliki. Kita sebut sebagai error correction model karena model ini memasukkan penyesuaian untuk melakukan koreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang.

Model ECM (Jangka Pendek) dua peubah : ∆Yt = α0 + α1∆Xt + α2ECTt + et

∆ = diferensiasi

ECTt = êt-1 = lag 1 periode dari nilai residual yang diartikan sebagai kesalahan

keseimbangan periode waktu sebelumnya (t-1) et = error yang memenuhi asumsi klasik

(25)

koefisien α2 harus lebih kecil dari nol (negatif) dan signifikan secara statistik yaitu nilai

(26)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Posisi Daya Saing Ekspor Karet Alam Indonesia

Comparative Export Performance

Nilai ekspor komoditas karet Indonesia dibandingkan dengan negara-negara eksportir karet terbesar di dunia yaitu Thailand, Vietnam dan Malaysia dari tahun 2007-2016. Dari perhitungan didapat nilai CEP sebagai berikut :

Tabel 1. Nilai CEP Komoditas Karet Alam Negara Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Malaysia Tahun 2007 - 2016

CEP i Thailand CEP i Malaysia CEP i Vietnam CEP i Indonesia

3,43 2,32 2,98 3,58

3,42 2,28 2,82 3,57

3,38 2,12 3,35 3,36

3,20 2,17 2,23 3,34

3,12 2,02 2,14 3,12

2,96 1,73 2,58 3,04

3,28 1,96 2,62 3,32

3,39 1,90 2,88 3,41

3,38 1,86 2,55 3,42

3,31 1,81 1,86 3,43

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 1 2 3 4

Comparative Export Perfomance

CEP i Thailand CEP i Malaysia CEP i Vietnam CEP i Indonesia

(27)

Dengan rata-rata nilai CEP sebagai berikut :

Tabel 2. Rata-rata Nilai CEP Komoditas Karet Alam Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Malaysia

CEP Thailand CEP Malaysia CEP Vietnam CEP Indonesia

3,29 2,02 2,60 3,36

Dari Hasil tersebut terlihat bahwa nilai CEP Indonesia pada komoditas karet lebih tinggi dari negara Thailand, Malaysia dan Vietnam dari tahun 2007-2016. Rata-rata nilai CEP Indonesia bernilai 3,359 lebih besar dari satu, ini berarti bahwa Indonesia unggul dalam Ekspor pada komoditi Karet dibanding ketiga negara tersebut.

Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)

Pada metode ini kita ingin melihat bagaimana perkembangan ekspor komoditas karet Indonesia dari tahun 2007-2016. Didapat hasil perhitungan ISP sebagai berikut :

Tabel 3. Nilai ISP Komoditas Karet Alam Indonesia Tahun 2007 -2016

Tahun

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

0,995 0,992 0,988 0,990 0,989 0,982 0,985 0,980 0,978 0,981

Dari hasil ISP tersebut nilai ISP Indonesia pada komoditas karet bernilai 0,97-0,99 dengan rata-rata nilai ISP 0,986 ini berarti Indonesia pada komoditas ini sudah masuk pada tahap kematangan Ekspor dan bisa disebut eksportir komoditas karet.

Revealed Competitive Advantade

(28)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 0.85

0.9 0.95 1 1.05 1.1 1.15 1.2

RCA Indonesia dengan Thailand

Gambar 2. Nilai RCA Indonesia dengan Thailand Tahun 2007-2016

Indeks RCA, perbandingan antara Indonesia dengan Thailand dari tahun-tahun ketahun relative konstan di angka 1. Akan tetapi pada tahun 2009, nilai RCA kurang dari satu, yang berarti keunggulan komparatif tergolong rendah untuk komoditas tersebut yaitu di bawah rata-rata Thailand.

Negara pengekspor karet terbesar selanjutnya setelah Indonesia adalah Malaysia. Saat dilihat daya saing keunggulan komparatifnya, disimpulkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dibandingkan Malaysia, dengan nilai RCA jauh diatas satu, yaitu 4,81 pada tahun 2016. Bahkan hasil yang sama terlihat dari tahun ke tahun. Terlihat pada grafik berikut.

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 0

1 2 3 4 5 6

RCA Indonesia dengan Vietnam

(29)

Negara pengekspor karet terbesar selanjutnya adalah Vietnam. Saat dilihat daya saing keunggulan komparatifnya, disimpulkan bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dibandingkan Vietnam, dengan nilai RCA jauh diatas tiga, yaitu 5,07 pada tahun 2016. Hasil yang sama terlihat dari tahun ke tahun. Terlihat pada grafik berikut.

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 0

1 2 3 4 5 6

RCA Indonesia dengan Malaysia

Gambar 4. Nilai RCA Indonesia dengan Malaysia Tahun 2007-2016

Indeks RCA, perbandingan antara Indonesia dengan Malaysia dari tahun- ketahun selalu diatas 3.

20070 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 1

2 3 4 5 6

RCA Indonesia dengan Thailand, Vietnam, dan Thailand

RCA T RCA V RCA M

Gambar 4. Nilai RCA Indonesia dengan Thailand, Vietnam, dan Malaysia Tahun 2007-2016

(30)

4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

Error Correction Model

1. Uji stationeritas

Menggunakan Unit Root Test Yt = ρ Yt-1 + Ut

Hipotesis :

H0 : ρ = 1 (Terdapat unit root, peubah tidak stasioner)

H1 : ρ < 1 ( Tidak terdapat unit root, peubah stasioner)

Berdasarkan hasil output di Lampiran., diketahui bahwa variable dependen Y (volume ekspor karet) diuji bersamaan dengan X1(volume produksi karet), X4(nilai tukar riil), X5(tingkat inflasi), X6(harga karet alam dunia), X7(harga minyak mentah dunia), dan X8 (volume ekspor karet periode sebelumnya) tidak ada yang stasioner pada level. Oleh karena itu, dilakukan pengujian stasioneritas selanjutnya pada difference 1.

Pengujian stasioneritas pada difference 1 menunjukan bahwa variabel-variabel yang diuji sudah stasioner. Hal tersebut ditunjukan oleh nilai Prob. yang bernilai lebih kecil dari alpha. Stasioneritas variabel-variabel pada difference dengan ordo yang sama merupakan salah satu syarat dari penggunaan metode ECM.

2. Pengecekan kointegrasi

Residual error

Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=3)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.155467 0.0005 Test critical values: 1% level -2.740613

5% level -1.968430

10% level -1.604392

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations

and may not be accurate for a sample size of 14

(31)

Dependent Variable: D(RESID01) Method: Least Squares

Date: 01/22/18 Time: 07:23 Sample (adjusted): 4 17

Included observations: 14 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

RESID01(-1) -3.663531 0.881617 -4.155467 0.0016 D(RESID01(-1)) 2.302192 0.853787 2.696448 0.0208 D(RESID01(-2)) 1.122793 0.627799 1.788460 0.1012

R-squared 0.742933 Mean dependent var -25637.88 Adjusted R-squared 0.696193 S.D. dependent var 214181.6 S.E. of regression 118054.1 Akaike info criterion 26.38308 Sum squared resid 1.53E+11 Schwarz criterion 26.52002 Log likelihood -181.6816 Hannan-Quinn criter. 26.37041 Durbin-Watson stat 1.917172

Dari hasil output pengujian di atas, terlihat residula stasioner pada level, sehingga dapat dikatakan bahwa variable Y dan variable X1, X4, X5, X6, X7 dan X8 ter-kointegrasi. Dengan terkointegrasinya variabel-variabel pada model, maka metode ECM dapat digunakan sebagai metode forecasting.

3. Persamaan Jangka Pendek

Dependent Variable: D(Y) Method: Least Squares Date: 01/22/18 Time: 08:06 Sample (adjusted): 2 17

Included observations: 16 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -13979.01 73165.74 -0.191060 0.8532 D(X1) 1.143337 0.340979 3.353100 0.0100 D(X4) -18.39956 64.61623 -0.284751 0.7831 D(X5) 890.9098 15801.53 0.056381 0.9564 D(X6) -39443.43 90646.08 -0.435137 0.6750 D(X7) -1019.380 2851.204 -0.357526 0.7299 D(X8) -0.298786 0.333621 -0.895584 0.3966 RESID01(-1) -1.605393 0.435933 -3.682663 0.0062

(32)

Prob(F-statistic) 0.016815

D(Y) = 13932.4593 + 1.1431D(X1) 18.3999D(X4) + 881.4281D(X5) -39533.9977D(X6) - 1018.1798D(X7) - 0.2990D(X8) - 1.6053RESID01(-1)

Interpretasi :

 Berdasarkan hasil output di atas, diketahui variable yang berpengaruh terhadap variable dependen Y (volume ekspor karet) secara signifikan adalah variable X1 (volume produksi karet) dan residual

 Adapun bentuk pengaruh dari masing-masing variabel ada yang memiliki pengaruh positif dan negative terhadap nilai Y

 Persamaan tersebut memberikan kita informasi bahwa dalam jangka pendek, variable X1 berpengaruh signifikan terhadap Y.

 Kenaikan perubahan X1 sebesar 1 unit akan menyebabkan kenaikan perubahan Y sebesar 1.1433 unit.

 Dilihat dari parameter resid01 diketahui bahwa 160% variable-variabel bergerak menuju keseimbangan pada satu periode berikutnya. Disisi lain nilai parameter resid yang memiliki nilai yang lebih kecil daripada 0 sudah menunjukkan bahwa persamaaan stabil dan memiliki arti.

4. Uji Asumsi

-200000 -100000 1 100001 200001

Series: Residuals Skewness 0.239612 Kurtosis 2.832390

Jarque-Bera 0.171832 Probability 0.917671

H0 : Residual berdistribusi normal

H1 : Residual tidak berdistribusi normal

Dari hasil uji normalitas di atas diketahui bahwa residual model berdistribusi normal karena H0 gagal ditolak (p-value > α)

Dengan demikian asumsi klasik untuk normalitas terpenuhi.

(33)

Date: 01/22/18 Time: 08:24 Sample: 1 17

Included observations: 16

Q-statistic probabilities adjusted for 7 dynamic regressors

Autocorrelation Partial Correlation AC PAC Q-Stat Prob*

1 -0.201 -0.201 0.7795 0.377 2 -0.357 -0.415 3.4082 0.182 3 -0.129 -0.396 3.7751 0.287 4 0.231 -0.142 5.0527 0.282 5 0.101 -0.080 5.3206 0.378 6 -0.049 0.006 5.3894 0.495 7 -0.152 -0.070 6.1303 0.525 8 0.024 -0.038 6.1517 0.630 9 -0.015 -0.182 6.1612 0.724 10 0.119 -0.038 6.8369 0.741 11 -0.097 -0.176 7.3798 0.768 12 -0.009 -0.098 7.3852 0.831

*Probabilities may not be valid for this equation specification.

H0 : Tidak terdapat autokorelasi

H1 : Terdapat autokorelasi

Dengan tingkat signifikansi 5% terdapat cukup bukti untuk menyatakan bahwa residual model tidak terdapat autokorelasi karena gagal menolak H0 (p.value > α).

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapa disimpulkan bahwa :

1. Dilihat dari analisis CEP, Indonesia memiliki keunggulan dalam ekspor karet alam dibanding tiga negara ASEAN (Thailand, Malaysia, dan Philipina) dilihat dari sisi perbandingan nilai ekspor negara tersebut dibandingkan dengan dunia.

2. Dilihat dari analisis ISP, Indonesia sudah termasuk sebagai eksportir karet alam karena sudah memasuki tahapan kematangan dalam komoditi karet alam.

3. Dilihat dari nilai RCA, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam komoditas karet alam dibanding negara Malaysia dan Vietnam dilihat dari sisi perbandingan nilai ekspor Indonesia dengan nilai ekspor negara-negara tersebut. Akan tetapi, komoditas ini bukan merupakan keunggulan komparatif Indonesia jika dibandingkan dengan Thailand.

4. Volume ekspor karet alam Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh volume produksi karet alam Indonesia.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang diberikan melalui penelitian ini adalah : 1. Volume ekspor karet alam Indonesia dapat ditingkatkan melalui peningkatan volume

(35)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Output Uji Stasioneritas Untuk Variabel Y, X1, X4, X5, X6, X7, X8 pada Level

Null Hypothesis: Unit root (individual unit root process) Series: X1, X4, X5, X6, X7, X8, Y

Date: 01/22/18 Time: 08:13 Sample: 1 17

Exogenous variables: None

Automatic selection of maximum lags

Automatic lag length selection based on SIC: 0 Total (balanced) observations: 112

Cross-sections included: 7

Method Statistic Prob.**

ADF - Fisher Chi-square 6.24739 0.9599

ADF - Choi Z-stat 1.97193 0.9757

** Probabilities for Fisher tests are computed using an asymptotic Chi

-square distribution. All other tests assume asymptotic normality.

Intermediate ADF test results UNTITLED

Series Prob. Lag Max Lag Obs

X1 0.9821 0 3 16

X4 0.9392 0 3 16

X5 0.3063 0 3 16

X6 0.4740 0 3 16

X7 0.4903 0 3 16

X8 0.9476 0 3 16

Y 0.7072 0 3 16

Lampiran 2. Output Uji Stasioneritas Untuk Variabel X1 pada Difference 1

Null Hypothesis: D(X1) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=3)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.692816 0.0108 Test critical values: 1% level -2.728252

5% level -1.966270

(36)

*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Date: 01/22/18 Time: 07:49 Sample (adjusted): 3 17

Included observations: 15 after adjustments

Variable

(37)
(38)

Exogenous: None

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=3)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.620598 0.0014 Test critical values: 1% level -2.728252

5% level -1.966270 Date: 01/22/18 Time: 07:53 Sample (adjusted): 3 17

Included observations: 15 after adjustments

(39)

122

Lampiran 4. Output Uji Stasioneritas Untuk Variabel X5 pada Difference 1

Null Hypothesis: D(X5) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=3)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.642348 0.0000 Test critical values: 1% level -2.728252

5% level -1.966270 Date: 01/22/18 Time: 07:53 Sample (adjusted): 3 17

Included observations: 15 after adjustments

(40)

21 3184

Lampiran 5. Output Uji Stasioneritas Untuk Variabel X6 pada Difference 1

Null Hypothesis: D(X6) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=3)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.054274 0.0005 Test critical values: 1% level -2.728252

5% level -1.966270 Date: 01/22/18 Time: 07:54 Sample (adjusted): 3 17

Included observations: 15 after adjustments

(41)

effi

Lampiran 6. Output Uji Stasioneritas Untuk Variabel X7 pada Difference 1

Null Hypothesis: D(X7) has a unit root Exogenous: None

Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=3)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.466147 0.0002 Test critical values: 1% level -2.728252

5% level -1.966270

10% level -1.605026

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

(42)

and may not be accurate for a sample size of 15

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(X7,2)

Method: Least Squares Date: 01/22/18 Time: 07:55 Sample (adjusted): 3 17

Included observations: 15 after adjustments

Variable

Lampiran 7. Output Uji Stasioneritas Untuk Variabel X8 pada Difference 1

Null Hypothesis: D(X8) has a unit root Exogenous: None

(43)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.413867 0.0022 Test critical values: 1% level -2.728252

5% level -1.966270 Date: 01/22/18 Time: 07:55 Sample (adjusted): 3 17

Included observations: 15 after adjustments

(44)

Durbin-Watson stat

(45)

Gambar

Tabel 1. Nilai CEP Komoditas Karet Alam Negara Indonesia, Thailand, Vietnam, dan
Tabel 2. Rata-rata Nilai CEP Komoditas Karet Alam Indonesia, Thailand, Vietnam, dan
Gambar 2. Nilai RCA Indonesia dengan Thailand Tahun 2007-2016
Gambar 4. Nilai RCA Indonesia dengan Thailand, Vietnam, dan Malaysia Tahun 2007-2016

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dibuktikan dengan hasil P value yaitu 0,000 &lt; 0,05 yang menunjukan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan penerapan perilaku hidup bersih

Disini terlihat bahwa bukan hal yang mudah untuk membangun kesadaran dan kecintaan terhadap lingkungan karena untuk membangun kesadaran dan kecintaan terhadap lingkungan

APAC INTI CORPORA Bawen, Semarang berdasarkan SNI 7231:2009 tentang Metode Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja dan hubungannya pada perubahan nilai ambang

Seperti yang terdapat di Tim LIPIO (Liga Pendidikan Indonesia) Universitas Negeri Semarang (Unnes), yang merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Tim LIPIO tersebut

bahwa merokok dapat menyebabkan terganggunya atau menurunnya kesehatan bagi perokok maupun masyarakat bukan perokok yang terpapar asap rokok sehingga diperlukan

Dalam rangka menjamin pasien memperoleh pelayanan asuhan keperawatan berkualitas, maka perawat sebagai pemberi pelayanan harus bermutu, kompeten, etis

a. Pengelolaan tenaga kependidikan dalam pembagian job description di pesantren Darul Ihsan Siem Aceh Besar, secara keseluruhan sudah berjalan dengan baik,

Berdasarkan perhitungan diketahui nilai r-hitung lebih besar dari r-tabel yakni r-hitung = 0,7436 r-tabel = 0,516, maka dikatakan data yang digunakan merupakan data