• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum atas Legal Personality Or (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Hukum atas Legal Personality Or (1)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Hukum atas Legal Personality Organisasi

Negara-Negara

Kawasan Asia Tenggara (ASEAN)

Sebagai Subjek Hukum Internasional

Disusun Oleh :

1. Dhezya Pandu Satresna (8111416007)

2. Bagas Bimo Seto (8111416037)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG

2017

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 5 Oktober 2017

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR PUTUSAN/KASUS v BAB 1 PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 3 C. Metode Penulisan 4 BAB II PEMBAHASAN 4

A. Peran Piagam ASEAN (ASEAN Charter) Dalam Menjadikan ASEAN Sebuah Subyek Hukum (Legal Personality) 4

B. Personalitas Hukum ASEAN Terhadap Kedudukan ASEAN Dalam

Perjanjian Yang Dibuat Dengan Negara Atau Organisasi Internasional 8

C. Perjanjian Hak Istimewa Dan Kekebalan ASEAN 11 BAB III PENUTUP 14

A. Kesimpulan 14 DAFTAR PUSTAKA 15

(4)

DAFTAR GAMBAR

1

DAFTAR KASUS

1https://brainly.co.id/tugas/2172443diakses pada Rabu, 11 Oktober 2017, pukul 08.30 WIB

(5)

a. Sengketa Indonesia dan Malaysia mengenai garis perbatasan di perairan laut Sulawesi menyusul perubahan status kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan, dan garis perbatasan di pulau Kalimantan (salah satunya mengenai blok Ambalat);

b. Sengketa Myanmar dan Thailand, mengenai perbatasan ke dua negara;

c. Sengketa antara Cina dan Vietnam tentang pemilikan wilayah perairan di sekitar Kepulauan Paracel;2

BAB I

2

http://www.tnial.mil.id/TroopInfo/PeneranganPasukan/tabid/104/articleType/ArticleView/articleId/42/Default. aspx diakses pada Rabu, 11 Oktober 2017, pukul 08.25 WIB

(6)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum internasional yang ada pada saat ini memilik peranan yang sangat efektif dalam mengatur kehidupan serta pergaulan masyarakat internasional. Salah satu subjek hukum internasional ialah organisasi internasional. Selayaknya kehidupan bermasyarakat, maka negara pun tidak dapat berdiri sendiri, sehingga negara perlu untuk bergaul dengan negara lain. Berkumpulnya negara-negara dalam satu pergaulan dengan kepentingan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dibalut dalam satu kelompok yang biasa disebut organisasi internasional. Organisasi terbesar yang dimasuki Indonesia adalah Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dimana organisasi tersebut beranggotakan hampir seluruh negara merdeka di dunia. Indonesia resmi menjadi negara anggota PBB ke-60 pada tanggal 28 September 1950, yang ditetapkan dengan revolusi Majelis Umum PBB Nomor A/RES/491 (V) tentang "Penerimaan Republik Indonesia dalam keanggotaan di Perserikatan Bangsa-Bangsa". Organisasi dengan ruang lingkup terdekat yang melibatkan Indonesia sebagai negara anggotanya ialah ASEAN (Association of South East Asian Nations).

ASEAN terdiri dari sepuluh negara di Asia Tenggara. Lima negara anggota ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand, merupakan pendiri ASEAN yang menandatangani Deklarasi Bangkok pada 8 Agustus 1967. Brunei Darussalam bergabung pada tahun 1948. Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja bergabung dengan ASEAN pada tahun 1995 hingga 1999.

Sebelumnya saya jelaskan secara singkat sejarah terbentuknya ASEAN. Ini semua berawal pada abad pertama Masehi, sebagian besar Asia Tenggara mendapat pengaruh dari luar. Berbagai kerajaan besar dan kecil telah lahir, bangun, berkembang dan kemudian jatuh kembali di kawasan ini. Hal ini disebabkan masuknya pengaruh dan peradaban dari luar seperti Hindu dan Budha yang dari India. Kekuasaan kolonial Eropa terhadap bangsa-bangsa Asia Tenggara terjadi sejak abad ke-17 dimana pemerintah kolonial Belanda menguasai daerah-daerah di Indonesia, diikuti oleh imperialis Inggris yang menguasai Malaysia, Singapura, Myanmar, dan Kalimantan Utara sepanjang abad ke-19, dan imperialis Prancis yang menguasai Filipina hingga akhir abad ke-19. Bahkan seluruh Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1908. Pada waktu meletusnya Perang Dunia II, Jepang

(7)
(8)

Rajaratnam (Singapura), dan Narcisco Ramos (Filipina). Kesepakatan ini dihasilkan melalui pertemuan yang diadakan di Bangkok pada tanggal 5-8 Agustus 1967. Adapun kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan ini dijadikan suatu pernyataan yang bernama Deklarasi Bangkok. Deklarasi Bangkok tersebut menjadi dasar terbentuknya sebuah organisasi kerja sama Negara-Negara Asia Tenggara yang dinamakan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Deklarasi Bangkok merupakan instrumen penting bagi ASEAN, karena dalam Preamble Deklarasi menegaskan bahwa Negara-Negara anggota mempunyai keinginan untuk mendirikan suatu federasi yang kokoh untuk tindakan bersama guna memajukan kerja sama regional, memperkuat stabilitas ekonomi dan sosial serta memelihara keamanan dari campur tangan pihak luar.

Suatu organisasi sosial yang dibentuk melalui suatu perjanjian atau persetujuan internasional yang kemudian dituangkan dalam instrument pendiriannya akan memiliki suatu personalitas hukum internasional.3 Hukum internasional menempatkan International Legal Personality sebagai status yang memungkinkan suatu entitas dianggap sebagai subyek hukum intenasional tersendiri yang dapat memiliki hak dan sekaligus dibebani kewajiban berdasarkan norma-norma hukum internasional, atau seperti istilah menurut Harris, di dalam “personality” terkandung makna bahwa suatu entitas merupakan “legal actor.” Gagasan mengenai personalitas hukum telah digambarkan dengan baik dalam pernyataan Mahkamah Internasional tentang organisasi internasional khususnya PBB. Personalitas hukum menyangkut kualitas suatu organisasi selaku subyek hukum internasional sedangkan kapasitas hukum terkait dengan kemampuan organisasi internasional melakukan tindakan hukum. Oleh sebab itu penegasan status personalitas hukum ini sangat penting terkait pelaksanaan fungsi dan pencapaian tujuan-tujuannya.

Organisasi Internasional publik adalah organisasi yang dibentuk di bawah hukum internasional dan memiliki personalitas hukum internasional. Oleh karenanya organisasi internasional dibentuk atas dasar perjanjian internasional atau instrument hukum internasional lainnya, missal, atas dasar resolusi organisasi internasional lainnya atau pernyataan bersama negara-negara. Untuk mendapatkan personalitas hukum ia harus memiliki organ otonom yang

3Setyo Widagdo.”Masalah-Masalah Hukum Internasional Publik.(Malang : Bayumedia, 2008), hlm. 178.

(9)

dapat bertindak atas dasar keputusan mayoritas. Selain itu organisasi internasional pun dapat dibedakan atas dasar keanggotaan. Ada yang dikatakan sebagai universal di mana keanggotaan tidak dibatasi atas kriteria-kriteria tertentu, misal PBB. Sedangkan yang disebut dengan tertutup adalah organisasi yang keangotaannya didasarkan pada wilayah, misal ASEAN. Sehingga dalam ASEAN keanggotaan bersofat ekslusif hanya untuk negara-negara yang berada di wilayah Asia Tenggara.4

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah peran Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dalam menjadikan ASEAN sebuah subyek hukum (Legal Personality)?

b. Bagaimanakah Personalitas Hukum ASEAN terhadap Kedudukan ASEAN dalam perjanjian yang dibuat dengan Negara atau Organisasi Internasional?

c. Bagaimanakah Perjanjian Hak Istimewa dan Kekebalan ASEAN?

C. Metode Penulisan

Metode penulisan yang dipakai dalam makalah ini adalah menggunakan metode pustaka dimana metode yang dilakukan adalah mempelajari dan mengumpulkan dari pustaka yang berhubungan dengan permasalahan yang di bahas, baik berupa buku, jurnal, mauun informasi di internet.

BAB II PEMBAHASAN

A. Peran Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dalam menjadikan ASEAN sebuah subyek hukum (Legal Personality)

Piagam ASEAN adalah kerangka kerja hukum dan kelembagaan yang

mengikat seluruh negara anggota ASEAN, dan menjadikan ASEAN sebagai organisasi yang memiliki status hukum (legal personality). Piagam ASEAN ditandatangani pada KTT Ke-13 ASEAN tanggal 20 November 2007 di Singapura oleh sepuluh kepala negara/pemerintahan negara anggota ASEAN. Piagam ASEAN mulai berlaku efektif tanggal 15 Desember 2008 setelah semua negara

4Iskandar, Pranoto.” Hukum HAM Internasional: Sebuah Pengantar Kontekstual”.(Cianjur : IMR Press, 2012), hlm. 299-300.

(10)

anggota ASEAN menyampaikan dokumen pemberitahuan pengesahan ke Sekretariat ASEAN. Indonesia mengesahkan Piagam ASEAN melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008. Piagam ASEAN dapat ditinjau kembali setelah lima tahun terhitung sejak Piagam ASEAN resmi diberlakukan.5 Piagam ASEAN

sebagai dokumen konstitusional memuat beberapa elemen yang sangat penting antara lain:

1. Pernyataan secara tegas bahwa ASEAN adalah organisasi internasional yang memiliki kepribadian hukum internasional, dengan demikian ASEAN mampu melaksanakan hak dan kewajiban di tingkat internasional

2. Pernyataan secara tegas bahwa ASEAN memiliki tujuan-tujuan, fungsi-fungsi dan kewenangan-kewenangan seperti organisasi internasional lainnya. Dengan kata lain, Piagam ini akan mengubah ASEAN menjadi into a rulesbased Organization

3. Pembentukan mekanisme legislatif, the rule-making mechanism/organs and procedures di dalam ASEAN

4. Pembentukan sebuah mekanisme eksekutif atau organ yang bertugas untuk melaksanakan serta memonitoring pelaksanaan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan organisasi

5. Pembentukan mekanisme judicial dan quasi judicial yang berfungsi untuk menginterpretasikan dan melaksanakan setiap peraturan dan keputusan yang dikeluarkan oleh ASEAN

6. Secara langsung Piagam ASEAN akan membantu untuk mendorong dan memperkuat penataan terhadap perjanjian-perjanjian ASEAN oleh negara anggotanya dan secara tidak langsung dapat meningkatkan sense of region di antara pemerintah ASEAN6

Tranformasi mendasar yang dilakukan oleh Piagam ASEAN telah memberikan legal personality kepada ASEAN. Kini ASEAN sebagai organisasi kerja sama antarpemerintah memiliki identitas tersendiri terpisah dari identitas negara anggota ASEAN. Sebagai legal personality, ASEAN beraktivitas dan membuat perjanjian atas namanya dan dapat pula menuntut dan dituntut secara hukum. Sejalan dengan transformasi ini dilakukan pula penyempurnaan kelembagaan, sehingga ASEAN diharapkan dapat merespons lebih baik

5http://setnas-asean.id/tentang-asean diakses pada Minggu, 08 Oktober 2017, pukul 16.20 WIB

6 Liona Nanang Supriatna, Piagam ASEAN : Menuju Pemajuan Dan Perlindungan HAM di Asia Tenggara, “Jurnal Hukum Internasional (Indonesian Journal of International Law), Vo. 5, 3 April 2008, hal. 557-558

(11)

berbagai permasalahan regional dan global yang semakin kompleks di masa yang akan datang.7

Dengan berlakunya Piagam ASEAN dimaksudkan untuk mendorong transformasi ASEAN dari suatu organisasi yang bersifat longgar menjadi organisasi yang memiliki landasan hukum yang kuat (legally binding). Hal ini akan berimplikasi bagi negara-negara anggotanya, yaitu negara-negara anggota wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan termasuk pembuatan legislasi dalam negeri yang sesuai guna melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Piagam ini secara efektif dan mematuhi kewajiban- kewajiban keanggotaan (Pasal 5 ayat (2) Piagam ASEAN). Dengan demikian setiap negara anggota dituntut untuk menyesuaikan peraturan di negaranya masing-masing agar sesuai dengan substansi dan isi Piagam ASEAN, demi mencapai cita-cita ASEAN. Negara-negara anggota ASEAN juga dituntut untuk menerapkan Piagam ASEAN dan TAC dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi (Bab XIII Piagam ASEAN). Dalam TAC tersebut kemudian diatur mengenai tujuan dan prinsip-prinsip dasar dalam hubungan persahabatan dan kerjasama sesama negara anggota ASEAN. Mekanisme penyelesaian sengketa secara damai juga diadopsi dalam perjanjian tersebut. Dengan terbentuknya perjanjian tersebut diharapkan setiap perselisihan yang terjadi antara negara-negara anggota ASEAN dapat diselesaikan dalam kerangka TAC. Untuk melengkapi TAC maka telah disusun aturan dan prosedur (Rules and Procedure of High Council of the Treaty of Amity and Cooperation in South East Asia) pada tanggal 23 Juli 2001 di Hanoi, Vietnam. Dinamika baik internal maupun eksternal di ASEAN pada akhirnya telah membuat para pemimpin ASEAN bekerja untuk memperkuat organisasi guna menghadapi tantangan yang akan dihadapi dikemudian hari.8

Beberapa implikasi langsung dari pemberlakuan Piagam ASEAN adalah :

1. Ikatan hubungan antar negara-negara ASEAN secara menyeluruh diperkuat secara hukum

2. ASEAN menunjukkan pada dunia bahwa kekompakan ASEAN selama 41 tahun dengan nilai tambah stabilitas keamanannya yang dapat dikatakan

7R. Winantyo dkk.”Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 : Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global”.(Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 14.

8Dewa Gede Sudika Mangku, Peluang dan Tantangan ASEAN Dalam Penyelesaian Sengketa Kuil Preah Vihear di Perbatasan Kamboja dan Thailand”.Pandecta Volume 6. Nomor 2. Juli 2011, 107-108.

(12)

paling aman di dunia, hal tersebut ditopang pula oleh kekompakan untuk memberlakukan Piagam ASEAN yang akan berimplikasi pula secara global

3. Piagam ASEAN pada prinsipnya diharapkan dapat mendorong integrasi ekonomi, memperkuat prinsip demokrasi, perlindungan hak asasi dan pelestarian alam lingkungan hidup. Tujuan ASEAN dinyatakan dalam Pasal 1 Piagam ASEAN, yaitu :1. Memelihara dan meningkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta lebih memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan; 2. Meningkatkan ketahanan kawasan dengan memajukan kerja sama politik,keamanan, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih luas; 3. Mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Senjata Nuklir dan bebas dari semua jenis senjata pemusnah massal lainnya;

4. Menjamin bahwa rakyat dan Negara-Negara Anggota ASEAN hidup damai dengan dunia secara keseluruhan di lingkungan yang adil, demokratis, dan harmonis;

5. Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yang lebih bebas;

6. Mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pembangunan di ASEAN melalui bantuan dan kerja sama timbal balik;

7. Memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan yang baik dan aturan hukum,

dan memajukan serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental, dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari Negara-Negara Anggota ASEAN;

8. Menanggapi secara efektif, sesuai dengan prinsip keamanan menyeluruh, segala bentuk ancaman, kejahatan lintas-negara dan tantangan lintas-batas; 9. Memajukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin perlindungan lingkungan hidup di kawasan, sumber daya alam yang berkelanjutan, pelestarian warisan budaya, dan kehidupan rakyat yang berkualitas tinggi; 10. Mengembangkan sumber daya manusia melalui kerja sama yang lebih erat di bidang pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat, serta di bidang ilmu

(13)

pengetahuan dan teknologi, untuk pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan Komunitas ASEAN;

11. Meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi rakyat ASEAN melalui penyediaan akses yang setara terhadap peluang pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan sosial, dan keadilan;

12. Memperkuat kerja sama dalam membangun lingkungan yang aman dan terjamin bebas dari narkotika dan obat-obat terlarang bagi rakyat ASEAN;

13. Memajukan ASEAN yang berorientasi kepada rakyat yang di dalamnya seluruh lapisan masyarakat didorong untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari, proses integrasi dan pembangunan komunitas ASEAN;

14. Memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi akan keanekaragaman budaya dan warisan kawasan; dan

15. Mempertahankan sentralitas dan peran proaktif ASEAN sebagai kekuatan penggerak utama dalam hubungan dan kerja samanya dengan para mitra eksternal dalam arsitektur kawasan yang terbuka, transparan, dan inklusif.9

Simon Chestermen berpendapat bahwa ASEAN sebagai sebuah organisasi internasional memperoleh personalitas hukumnya berdasarkan “Will Theory” (Simon Chesterman, 2010: hlm.202). Will theory adalah sebuah teori yang menyatakan bahwa personalitas hukum dari sebuah organisasi internasional diberikan berdasarkan kehendak para pendirinya (Simon Chesterman, 2010: hlm.202). Adanya will theory dalam ASEAN dapat dilihat dari bunyi Pasal 3 Piagam ASEAN yang menyatakan bahwa ASEAN sebagai sebuah organisasi antar pemerintah dengan ini diberikan status hukum”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa ASEAN sebagai sebuah organisasi internasional mempunyai personalitas hukum yang sah berdasarkan hal berikut ini:

a. ASEAN adalah organisasi yang bersifat permanen dengan tujuan yang sah dan mempunyai organ-organ kelengkapannya. Hal ini dapat dilihat isi Deklarasi ASEAN sebagai dasar pembentukan ASEAN dan dibentuknya Sekretariat ASEAN pada tahun 1976;

b. Pemisahan fungsi dan kewenangan hukum antara ASEAN dan negara-negara anggotanya dapat tercapai setelah dikeluarkannya 2011 Rules of Procedure for

9 Zainuddin Djafar, Piagam ASEAN, Legalitas Tonggak Baru Menuju Integrasi Regional?, “Jurnal Hukum Internasional (Indonesian Journal of International Law),Vol. 6, No. 2, Januari 2009, hal.197-198

(14)

The Conclusion of International Agreements by ASEAN. Prosedur tentang pembuatan perjanjian internasional oleh ASEAN sebagai entitas yang mandiri dan dibedakan dari negara anggotanya akan dijelaskan dalam bab tersendiri dalam tulisan ini;

c. ASEAN melaksanakan kewenangan hukumnya berdasarkan hukum internasional. Hal ini dapat dilihat dari kewenangan ASEAN dalam membuat perjanjian internasional dengan pihak lain. ASEAN dalam berbagai kesempatan telah menandatangani Nota kesepahaman (MOU) (Bryan A. Garner, ed., 2004: hlm. 924) dengan pihak lain.10

B. Personalitas Hukum ASEAN terhadap Kedudukan ASEAN dalam perjanjian yang dibuat dengan Negara atau Organisasi Internasional

Rules of Procedure for Conclusion of International Agreements by ASEAN (selanjutnya disebut sebagai ROP) merupakan salah satu instrumen pelaksanaan Pasal 41 ayat (7) Piagam ASEAN yang menjelaskan mengenai kemampuan ASEAN untuk membuat perjanjian dengan negara atau organisasi internasional.11 ROP diadopsi dalam Pertemuan Dewan Koordinasi ASEAN IX,

tanggal 16 November 2011 di Bali, Indonesia.338 Sebagaimana djelaskan dalam “The Making of ASEAN Charter,” salah satu latar belakang dibuatnya Piagam ASEAN adalah untuk mengarahkan ASEAN menjadi sebuah organisasi yang berdasar hukum (rule-based), di mana keputusan-keputusan yang diambil dapat mengikat secara hukum. Oleh karena itu, Pasal 41 ayat (7) Piagam ASEAN menjelaskan bahwa pedoman pelaksanaan (rules of procedure) untuk pembuatan perjanjian antara ASEAN dengan negara dan organisasi internasional dibuat oleh Dewan Koordinasi ASEAN dengan berkonsultasi dengan Dewan-dewan Komunitas ASEAN. “Perjanjian internasional” yang tunduk pada ROP adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat berikut:12

10Yustisia. KEWENANGAN HUKUM ASEAN DALAM MEMBUAT PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN PIHAK EKSTERNAL BERDASARKAN PIAGAM ASEAN Vol. 4 No. 3 September – Desember 2015, hlm. 726.

11 National University of Singapore Centre for International Law, “Document Database: 2007 Charter of the Association of Southeast Asian Nations signed on 20 November 2007 in Singapore by the Heads of State/Government,” http://cil.nus.edu.sg/2007/2007-charter-of-theassociation-of-southeast-asian-nations-signed-on-20-november-2007-in-singapore-by-the-headsof-stategovernment/ , diakses pada Rabu, 11 Oktober 2017, pukul 23.20 WIB

(15)

1) Perjanjian tertulis; 2) Untuk tujuan apapun;

3) Diatur berdasarkan hukum internasional; serta

4) Melahirkan hak dan kewajiban bagi ASEAN sebagai entitas yang berbeda dari negara-negara anggotanya.

ROP hanya berlaku bagi perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh ASEAN sebagai entitas dan bukan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh negara-negara anggota ASEAN secara kolektif. Perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh negara-negara anggota ASEAN secara kolektif tidak terikat pada ROP ini, melainkan prosedurnya ditentukan berdasarkan persetujuan negara-negara anggota ASEAN secara kasuistik. Adapun perjanjian-perjanjian yang terikat pada ROP adalah perjanjian yang dibuat oleh ASEAN sebagai organisasi antarpemerintah setelah adopsi perjanjian ini pada bulan November 2011. Berdasarkan ROP, sebelum dilakukan negosiasi atas perjanjian internasional, pejabat senior Badan Kementerian Sektoral ASEAN yang relevan harus terlebih dahulu mengkoordinasikan proposal dengan Komite Wakil Tetap ASEAN. Proposal tersebut kemudian diterima atau ditolak oleh Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN. Selanjutnya Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN mengutus perwakilan dari ASEAN yang akan melakukan negosiasi atas nama ASEAN sebagai organisasi antarpemerintah. Perwakilan ASEAN yang diutus untuk melakukan negosiasi harus memberikan informasi mengenai perkembangan negosiasi kepada pejabat senior Badan Kementerian Sektoral dan Komite Wakil Tetap ASEAN. ROP mengatur proses pembuatan perjanjian internasional oleh ASEAN secara komprehensif, bahkan hingga mengenai surat kuasa (full powers). Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN, bertindak sendiri atau melalui Komite Wakil Tetap ASEAN, menginstruksikan Sekretaris Jenderal ASEAN untuk mengeluarkan full powers untuk keperluan negosiasi dan/atau penandatanganan perjanjian internasional. Setelah proses negosiasi, perwakilan ASEAN tersebut membubuhkan parafnya pada draf perjanjian internasional semata-mata untuk menegaskan bentuk dan isi dari teks perjanjian. Selanjutnya, draf yang telah dibubuhi paraf tersebut harus diajukan kepada pejabat senior Badan Kementerian Sektoral ASEAN yang relevan untuk disahkan. Pengesahan tersebut dikonsultasikan dengan Komite Wakil Tetap ASEAN. Komite Wakil Tetap ASEAN mengajukan teks perjanjian yang telah disahkan kemudian kepada Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN untuk

8

(16)
(17)

instrumen konfirmasi oleh Sekretaris Jenderal ASEAN. Rule 10 ROP menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan dalam ROP berlaku secara mutatis mutandis bagi amandemen, penangguhan, dan pengakhiran perjanjian internasional yang melibatkan ASEAN sebagai pihak. Artinya, amandemen, penangguhan, maupun pengakhiran terhadap semua perjanjian internasional yang dibuat oleh ASEAN sebelum adopsi ROP tunduk kepada ketentuan-ketentuan ROP. Belum ada amandemen, penangguhan, pengakhiran, maupun proposal untuk melakukan hal-hal tersebut (setelah adopsi ROP) terhadap perjanjian yang dibuat sebelum adopsi ROP. Edmund Sim menyatakan bahwa sebelum berlakunya Piagam ASEAN, tidak ada dasar hukum tertulis yang memberikan ASEAN kewenangan untuk membuat perjanjian internasional. Pasal 41 ayat (7) Piagam ASEAN memberikan ASEAN kewenangan untuk menandatangani perjanjian-perjanjian dengan negara-negara atau organisasi-organisasi internasional. Hal ini juga terkait dengan Pasal 3 Piagam ASEAN yang menyatakan bahwa ASEAN merupakan organisasi antarpemerintah yang memiliki personalitas hukum. Rule 2 ROP menyatakan bahwa perjanjian internasional yang tunduk pada ROP sebagai pedoman teknis adalah perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban bagi ASEAN sebagai entitas yang berbeda dari para anggotanya. Tentunya sebelum ada Pasal 3 Piagam ASEAN, belum ada instrumen hukum yang menyatakan secara tegas mengenai personalitas hukum ASEAN. Sebagai konsekuensinya, tidak dibuat suatu pedoman untuk prosedur pembuatan perjanjian internasional oleh ASEAN sampai setelah adopsi Piagam ASEAN. Praktik pembuatan perjanjian internasional oleh ASEAN yang telah berjalan selama ini memperlihatkan hal yang berbeda dengan apa yang telah dijelaskan di atas. Hal tersebut mengingat begitu banyak perjanjian internasional yang dibuat oleh ASEAN sebelum adanya Piagam ASEAN. Namun tidaklah relevan untuk membuat sebuah pedoman teknis mengenai pembuatan perjanjian tanpa adanya instrumen hukum yang mendasari pembentukan pedoman teknis tersebut, dalam hal ini Pasal 47 ayat (1) Piagam ASEAN merupakan dasar pembentukan ROP. Dalam periode antara mulai berlakunya Piagam ASEAN pada tanggal 15 Desember 2008, hingga diadopsinya ROP, tidak ada pedoman mengenai prosedur pembuatan perjanjian internasional oleh ASEAN.

C. Perjanjian Hak Istimewa dan Kekebalan ASEAN.

(18)

Perjanjian Hak Istimewa dan Kekebalan ASEAN berlaku terhadap personalitas hukum ASEAN seperti yang dinyatakan di Piagam ASEAN Bab VI Pasal 17 ayat 1 yang menyatakan” ASEAN memiliki kekebalan –kekebalan dan hak-hak istimewa di wilayah negara-Negara-Negara Anggota sebagaimana diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa;

” Kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewa akan diatur dalam perjanjian-perjanjian terpisah antara ASEAN dan Negara Anggota yang menjadi tuan rumah”.

Perjanjian tersebut menetapkan pelaksanaan personalitas hukum dalam transaksi dalam negeri diwakili oleh Seketaris Jenderal, Wakil Seketaris Jenderal atau pejabat Seketariat ASEAN lainnya yang diberi wewenang oleh Seketaris Jenderal. Sehubungan dengan pelaksanaan personalitas internasional, Perjanjian tersebut menyatakan didalam Bab XII Pasal 41 ayat 7 bahwa ” ASEAN dapat menandatangani perjanjian-perjanjian dengan negara-negara atau organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga sub-kawasan, kawasan dan internasional”. Prosedur pembuatan perjanjian dimaksud diatur oleh Dewan Koordinasi ASEAN melalui konsultasi dengan Dewan Komunitas ASEAN”. Di samping itu, karena bukan merupakan suatu entitas yang berdaulat, sehingga ASEAN tidak memiliki imunitas, ada kebutuhan untuk

menentukan imunitas dan batasannya, seperti hak istimewa dan imunitas orang-orang yang melaksanakan tugas-tugas ASEAN.

Dalam masyarakat internasional telah lama diberikan hak-hak tertentu yang diterapkan cukup baik mengenai hak istimewa dan kekebalan untuk diplomatik mereka. Secara umum, hak-hak yang diperoleh sudah termasuk hak seperti tidak dapat diganggu gugat tempat misi dari masuknya wakil-wakil atau orang dari negara penerima kecuali dengan persetujuan kepala misi, pembebasan dari pajak tertentu negara penerima, memperoleh kekebalan dari proses penuntutan dan kekebalan untuk menikmati status diplomatik penuh termasuk keluarga diplomat serta kekebalan lebih terbatas untuk anggota staf administrative dan teknis misi. Hak-hak mengenai istimewa diatur dalam Konvensi Wina tahun 1961 tetang Hubungan Diplomatik.13

Konvensi Wina tidak menjelaskan dengan jelas hak istimewa dan kekebalan terhadap perwakilan negara-negara dengan organisasi internasional

13 Frederic L Kigris, Jr, International Organizations and Their Documens, Comments and question, (Minnesota : West Publishing Company, 1977), hal. 49.

(19)

serta tidak mengenai hal tentang hak istimewa dan kekebalan terhadap orang dalam pelayanan langsung organisasi internasional. Perwakilan dalam organisasi internasional dan personil sekertariat bisa dikatakan bukan seorang diplomat dalam arti sempit, karena mereka tidak terakreditasi ke negara penerima. Sampai batas tertentu aturan-aturan tradisional yang berlaku untuk diplomat dapat digubakan oleh perwakilan organisasi internasional dengan analogi, keadaan perwakilan organisasi internasional tidak dalam semua hal yang sejajar dengan orang-orang yang ditunjuk sebagai diplomat suatu negara. Kehadiran organisasi internasional sebagai sebuah pribadi internasional dan atribusi pada fungsi-fungsinya sering dianalogikan dengan kedaulatan negara-negara yang untuk pelaksanaan efektifnya memerlukan konsensi hak-hak istimewa dan kekebalan dari negara-negara. Telah membawa kepada upaya-upaya pembentukan serangkaian hukum yang berkenaan dengan hak-hak istimewa dan kekebalan dari organisasi-organisasi internasional, tempat-tempat kedudukan organisasi internasional tersebut. Terdapat perbedaan khusus antara hak kekebalan diplomatik dan kekebalan internasional. Pertama, kekebalan internasional mungkin merupakan yang paling penting dalam kaitan hubungan antara seorang pegawai dan negara asalnya sedangkan seorang warga dari negara penerima untuk tujuan kekebalan diplomatik diterima sebagai anggota suatu misi asing hanya dengan persetujuan tegas dengan hak-hak istimewa serta kekebalan minimum khusus dalam kaitan tindakannya sebagai pegawai. Kedua, sementara diplomat yang memiliki kekebalan dari yuridiksi negara tuan rumah berada di bawah yuridiksi negara pengirimnya tidak ada yuridiksi yang serupa itu dalam lingkungan pegawai organisasi internasional. Terakhir jika pentaatan pada hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik dijamin melalui pelaksanaan prinsip resiprositas, untuk sebuah organisasi internasional tidak ada dimiliki sanksi efektif demikian.14

ASEAN dengan adanya Piagam ASEAN menjadi organisasi internasional yang utuh, terdapatnya aturan-aturan yang jelas mengenai ASEAN. Diantaranya mengenai hak istimewa dan kekebalan bagi Perwakilan Tetap dan pejabatdiplomatik di Sekretariat ASEAN. Sebelum adanya Piagam ASEAN, dalam aspek hukum tidak sebagaimana organisasi internasional atau regional lainnya seperti dikemukakan terlebih dahulu bahwa ASEAN tidak memiliki instrument pokok seperti piagam melainkan hanya suatu deklarasi seperti yang 14Bowett, D. W,The Law of International Institution,(London : Steven & Sons, 1982)

(20)

disepakati di Bangkok tahun 1967 memuat prinsip-prinsip serta tujuan dan persyarata keanggotaan. Sedangkan mengenai kapasitas hukum/legal capacity ASEAN untuk membuat kontrak-kontrak, penyediaan dan pengaturan mengenai barang-barang milik baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak termasuk mengajukan tuntutan secara hukum ke pengadilan. Keistimewaan dan kekebalan bagi pejabat-pejabat sekretariat dan gedung-gedung atau tempat tinggal telah diatur melalui host country’s agreement yaitu antara ASEAN dan pemerintah Indonesia.15 Contoh dari perjanjian tersebut adalah Agreement

Between the Government of Republic of Indonesia and the ASEAN Relating to Privileges and Immunities of the ASEAN Secretariat atau Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia Dengan ASEAN Mengenai Hak Istimewa Dan Kekebalan Kepada Sekretariat ASEAN. Berbeda setelah adanya Piagam ASEAN, tidak hanya mengatur tentang hak kekebalan dan hak istimewa antara Indonesia dengan Sekretariat ASEAN saja melainkan antara negara-negara anggota ASEAN dengan Sekretariat ASEAN.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Piagam ASEAN adalah kerangka kerja hukum dan kelembagaan yang mengikat seluruh negara anggota ASEAN, dan menjadikan ASEAN sebagai organisasi yang memiliki status hukum (legal personality). Sebagai legal personality, ASEAN beraktivitas dan membuat perjanjian atas namanya dan 15Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, (Bandung: PT. Alumni,1997)

(21)

dapat pula menuntut dan dituntut secara hukum. Dengan berlakunya Piagam ASEAN dimaksudkan untuk mendorong transformasi ASEAN dari suatu organisasi yang bersifat longgar menjadi organisasi yang memiliki landasan hukum yang kuat. Simon Chestermen berpendapat bahwa ASEAN sebagai sebuah organisasi internasional memperoleh personalitas hukumnya berdasarkan “Will Theory. Will theory adalah sebuah teori yang menyatakan bahwa personalitas hukum dari sebuah organisasi internasional diberikan berdasarkan kehendak para pendirinya.

Rules of Procedure for Conclusion of International Agreements by ASEAN (selanjutnya disebut sebagai ROP) merupakan salah satu instrumen pelaksanaan Pasal 41 ayat (7) Piagam ASEAN yang menjelaskan mengenai kemampuan ASEAN untuk membuat perjanjian dengan negara atau organisasi internasional. ROP hanya berlaku bagi perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh ASEAN sebagai entitas dan bukan perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh negara-negara anggota ASEAN secara kolektif. Perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh negara-negara anggota ASEAN secara kolektif tidak terikat pada ROP ini, melainkan prosedurnya ditentukan berdasarkan persetujuan negara-negara anggota ASEAN secara kasuistik. . ROP mengatur proses pembuatan perjanjian internasional oleh ASEAN secara komprehensif, bahkan hingga mengenai surat kuasa (full powers).

Perjanjian Hak Istimewa dan Kekebalan ASEAN berlaku terhadap personalitas hukum ASEAN seperti yang dinyatakan di Piagam ASEAN Bab VI Pasal 17 ayat 1 yang menyatakan” ASEAN memiliki kekebalan –kekebalan dan hak-hak istimewa di wilayah negara-Negara-Negara Anggota sebagaimana diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Perjanjian tersebut menetapkan pelaksanaan personalitas hukum dalam transaksi dalam negeri diwakili oleh Seketaris Jenderal, Wakil Seketaris Jenderal atau pejabat Seketariat ASEAN lainnya yang diberi wewenang oleh Seketaris Jenderal. Hak-hak mengenai istimewa diatur dalam Konvensi Wina tahun 1961 tetang Hubungan Diplomatik. Konvensi Wina tidak menjelaskan dengan jelas hak istimewa dan kekebalan terhadap perwakilan negara-negara dengan organisasi internasional serta tidak mengenai hal tentang hak istimewa dan kekebalan terhadap orang dalam pelayanan langsung organisasi internasional.

DAFTAR PUSTAKA

(22)

Association of Southeast Asian Nations, Rules of Procedure for Conclusion of International Agreement by ASEAN, (Bali, 16 November 2011), Rule 2.

Bowett, D. W,The Law of International Institution,(London : Steven & Sons, Thailand”.Pandecta Volume 6. Nomor 2. Juli 2011, 107-108.

Frederic L Kigris, Jr, International Organizations and Their Documens, Comments and question, (Minnesota : West Publishing Company, 1977), hal. 49.

https://brainly.co.id/tugas/2172443 diakses pada Rabu, 11 Oktober 2017, pukul

08.30 WIB

http://setnas-asean.id/tentang-asean diakses pada Minggu, 08 Oktober 2017,

pukul 16.20 WIB

http://www.tnial.mil.id/TroopInfo/PeneranganPasukan/tabid/104/articleType/Artic

leView/articleId/42/Default.aspx diakses pada Rabu, 11 Oktober 2017, pukul

08.25 WIB

Iskandar, Pranoto.” Hukum HAM Internasional: Sebuah Pengantar Kontekstual”.

(Cianjur : IMR Press, 2012), hlm. 299-300.

Liona Nanang Supriatna, Piagam ASEAN : Menuju Pemajuan Dan Perlindungan HAM di Asia Tenggara, “Jurnal Hukum Internasional (Indonesian Journal of International Law), Vo. 5, 3 April 2008, hal. 557-558

National University of Singapore Centre for International Law, “Document Database: 2007 Charter of the Association of Southeast Asian Nations signed on 20 November 2007 in Singapore by the Heads of State/Government,”

http://cil.nus.edu.sg/2007/2007-charter-of-theassociation-of-southeast-asian-

nations-signed-on-20-november-2007-in-singapore-by-the-headsof-stategovernment/ , diakses pada Rabu, 11 Oktober 2017, pukul 23.20 WIB

(23)

Yustisia. KEWENANGAN HUKUM ASEAN DALAM MEMBUAT PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN PIHAK EKSTERNAL BERDASARKAN PIAGAM ASEAN

Vol. 4 No. 3 September – Desember 2015, hlm. 726.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

pelaksanaan melebihi dok. Metode plaksanaan tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditawar. RK3K tidak sesuai jenis pekerjaaan yang ditawar. Tidak ada Surat Penawaran. SKT

Tema'oPenfulgnratam K-uali'tas Profesiomalitas Gutrn.Loo Yang Diselenggarakan Oleh Ikatan Alumni Komisariat Fakultas Ilmu Pendidikan U'niversitas Negeri Yogyakarta. Pada

Sehubungan dengan telah diadakannya evaluasi formulir isian Dokumen Kualifikasi untuk penawaran pada Pekerjaan tersebut diatas melalui aplikasi SPSE di LPSE Kabupaten

YA Admin Panel YA User Panel Index.php Movie Order.php Logout.php Index.php New Release.php Movie Order.php Tentang Kami.php Kontak.php Guest Panel Index.html New Release.htm

Dana dalam perusahaan dapat digunakan untuk membeli bahan, upah buruh, aktiva dan membayar berbagai biaya untuk kegiatan operasional perusahaan?. Dana secara

[r]