• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asas Asas dalam Hukum Acara Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asas Asas dalam Hukum Acara Pidana"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Asas-Asas dalam Hukum Acara Pidana.

Adapun asas hukum acara pidana tersebut antara lain : 1. Asas Legalitas.

Penuntut umum wajib menuntut setiap orang yang melakukan tindak pidana tanpa kecuali. Bahwa penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang berwenang oleh Undang-Undang dan hanya untuk hal yang diatur dalam Undang-Undang. Asas Legalitas dalam Hukum Acara Pidana adalah hal yang berbeda dengan Asas Legalitas dalam KUHP.

Dalam KUHP asas legalitas adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dihukum tanpa adanya aturan yang mengatur sebelumnya. Namun dalam Hukum Acara Pidana asas legalitas dimaknai sebagai asas yang menyatakan bahwa setiap Penuntut Umum wajib menuntut setiap perkara. Artinya, legalitas yang dimaksudkan dalam hal ini adalah bahwa setiap perkara hanya dapat diproses di pengadilan setelah ada tuntutan dan gugatan terhadapnya. Asas ini diatur dalam pasal 137 KUHAP.

Sedangkan Asas Oportunitas adalah asas yang menyatakan bahwa Penuntut Umum memiliki hak untuk menuntut atau tidak menuntut sebuah perkara. Kedua asas ini pada dasarnya bukanlah hal yang kontradiksi, karena Asas Legalitas berkenaan dengan Perkara yang akan diproses di pengadilan (legalitas terhadap perkaranya) sedangkan asas oportunitas berkenaan dengan hak penuntut umum. Apabila Penuntut Umum menggunakan haknya untuk menuntut di pengadilan maka perkara tersebut mendapatkan legalitasnya untuk diproses di pengadilan.

2. Asas Oportunitas.

Asas Oportunitas adalah asas yang menyatakan bahwa Penuntut Umum memiliki hak untuk menuntut atau tidak menuntut sebuah perkara. Penuntut umum berwenang menutup perkara demi Kepentingan Umum bukan hukum. Menurut asas ini Penuntut Umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan tindak pidana, jika menurut pertimbangan akan merugikan kepentingan umum.

(2)

Menurut Pasal 14 KUHAP, merupakan wewenang Jaksa Agung dengan pertimbangan dari Pemerintah dan DPR untuk menyampaikan perkara demi kepentingan umum. Yaitu hak seorang Jaksa untuk menuntut atau tidak demi kepentingan umum.

3. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence).

Seseorang wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahannya, dan putusan itu sudah In Kracht (telah berkekuatan hukum tetap). Jadi seseorang hanya dapat dikatakan bersalah, sepanjang hal tersebut telah dinyatakan dalam putusan hakim dan telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Setiap orang yang ditangkap, dituntut, ditahan dan atau dihadapkan di muka sidang wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan bersalah dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Adanya penahanan semata-mata untuk mempermudah proses pemeriksaan bukan untuk penghukuman (penahanan tidak sama dengan penghukuman). Asas ini diatur dalam pasal 8 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 jo. Pasal 8 ayat (1) Undang-undang No.48 Tahun 2009.

4. Asas Peradilan Bebas.

Hakim dalam memberikan putusan, bebas dari adanya campur tangan dan pengaruh dari pihak atau kekuasaan manapun. Contoh pada masa Orde Baru, Hakim berbaju ataupun bermuka dua dimana di satu pihak secara administrasi (karir, gaji, mutasi, dan sebagainya) di bawah Departemen Kehakiman (Lembaga Eksekutif), di lain pihak secara operasional (perkara) di bawah Mahkamah Agung atau MA (Lembaga Yudikatif). Saat ini dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Hakim baik secara administrasi maupun operasional di bawah Mahkamah Agung.

5. Asas Perlakuan yang Sama di Muka Hukum (Equal Justice Under The Law).

Setiap orang (tersangka maupun terdakwa) baik miskin maupun kaya, pejabat maupun orang biasa di dalam pemeriksaan baik di hadapan penyidik, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan harus diperlakukan sama. Asas ini merupakan asas yang fundamental. Dalam pelaksanaan KUHAP tidak boleh membedakan perbedaan status, dan sebagainya. Dalam setiap beracara pidana di Indonesia kita harus mempunyai kedudukan yang sama.

(3)

Asas terbuka untuk umum pada pemeriksaan pengadilan maupun pembacaan putusan. Untuk tindak pidana tertentu, (misalnya tindak pidana pemerkosaan) pemeriksaan acara pembuktian dilakukan tertutup untuk umum, begitu pula dalam pengadilan anak. Asas bahwa pengadilan terbuka untuk umum (kecuali diatur dalam UU), serta dihadiri oleh terdakwa. Hal ini supaya pengadilan transparan, bahwa pengadilan itu benar, dan tidak hanya menindas terdakwa.

Terdakwa harus hadir di pengadilan karena yang memberikan jawaban atas tindak pidana yang didakwakan padanya adalah terdakwa, sehingga terdakwa harus hadir. Pada prinsipnya setiap persidangan harus dilakukan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara anak dan kesusilaan. Hal ini sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 153 ayat (3) KUHAP. Apabila sidang pengadilan tidak terbuka untuk umum maka putusan hakim akan dianggap batal demi hukum sesuai dengan ketentuan dalam pasal 153 ayat (4) KUHAP.

7. Pemeriksaan dalam Perkara Pidana dilakukan secara Langsung dan Lisan.

Berbeda dengan perkara perdata dapat dikuasakan dan hanya perang surat menyurat. Sedangkan perkara pidana (langsung) Terdakwa tidak dapat dikuasakan hanya dapat didampingi, pemeriksaan secara lisan (menggunakan bahasa Indonesia).

8. Peradilan dilakukan secara Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan.

Prakteknya sulit dilakukan apalagi terdakwa tidak ditahan. Bahwa setiap pemeriksaan harus dilaksanakan dalam waktu yang singkat. Adanya asas cepat ini karena pemeriksaan dalam Hukum Acara Pidana sangat berhubungan pada nasib tersangka. Pada tahun 1977 terdapat kasus “Sekon dan Karta” yang selama 12 tahun di pemeriksaan sebelum akhirnya dinyatakan tidak terbukti bersalah.

(4)

9. Asas Perlindungan Hak Asasi Manusia.

Dalam pemeriksaan, baik tahap penyidikan, penuntutan maupun di pengadilan, Tersangka maupun Terdakwa harus mendapat perlakuan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia yang diberi hak untuk membela diri (akuisator), tidak dianggap sebagai barang atau objek yang diperiksa wujudnya (Inkuisator).

Asas Akuisator dan Inkuisator adalah asas yang berkenaan dengan proses pemeriksaan terdakwa di Pengadilan. Asas Akuisator adalah asas dimana pemeriksaan dilakukan dengan memposisikan terdakwa sebagai subjek pemeriksaan. Sedangkan Asas Inkuisator adalah asas dimana pemeriksaan dilakukan dengan memposisikan terdakwa sebagai objek pemeriksaan.

10. Asas Tiada Hukuman Tanpa Kesalahan.

Pengadilan hanya dapat menghukum Tersangka atau Terdakwa yang nyata-nyata memiliki kesalahan atas perbuatannya, ada peraturan yang dilanggarnya sebelum perbuatan itu dilakukan.

Asas Pranata Baru dalam Hukum Acara Pidana. 1. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi.

Asas yang fundamental ini, juga ada dalam asas dalam deklarasi HAM. Dalam setiap pelaksanaan Hukum Acara Pidana sejak dari tingkat penyidikan sampai dengan pemeriksaan di persidangan apabila terjadi kesalahan wajib diberikan ganti rugi dan rehabilitasi.

Hal ini menunjukkan bahwa, tidak boleh terjadi kesewenang-wenangan dalam pemeriksaan aparat penegak hukum. Asas tentang perlunya memberikan ganti rugi dan rehabilitasi kepada masyarakat yang dirugikan akibat putusan peradilan yang salah. Misalnya dalam kasus error in persona.

2. Asas Memperoleh Bantuan Hukum.

Bahwa sejak dari mulai menjadi tersangka sampai dengan pengadilan, pelaku tindak pidana wajib memperoleh bantuan hukum. Konsekuensinya aparat hukum pertama kali harus menawarkan perlu atau tidak memperoleh bantuan hukum. Dan jika tidak mampu negara harus menyediakan. Jika tidak ditawarkan maka seluruh pemeriksaan batal demi hukum. Fungsi dari pengacara atau bantuan hukum ini adalah untuk menjaga hak-hak tersangka di dalam setiap pemeriksaan.

(5)

Bahwa setiap pemeriksaan di Hukum Acara Pidana para pihak (tersangka dan pengacara) wajib diberitahukan dasar hukumnya, serta wajib diberitahukan hak-haknya.

4. Asas Pemeriksaan Secara Langsung

Asas ini adalah asas yang menyatakan bahwa proses pemeriksaan yang dilakukan dalam Peradilan Pidana adalah proses pemeriksaan secara langsung dengan kehadiran terdakwa (in presentia) dan juga kepada para saksi.

5. Asas Keseimbangan

Asas ini adalah asas bahwa Hukum Acara Pidana dalam penerapannya harus memperhatikan keseimbangan antara perlindungan harkat dan martabat manusia di satu sisi dan perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat disisi yang lainnya. Oleh karena itu, setiap hukuman yang diputuskan harus mengandung dua unsur ini agar asas keseimbangan dapat diwujudkan dalam setiap proses Peradilan Pidana.

6. Asas Pemeriksaan Tersangka/Terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum

Asas ini selain diatur dalam KUHAP juga merupakan asas utama yang tercantum dalam ICCPR (International Convention of Civil and Political Rights) bahwa setiap terdakwa berhak untuk didampingi oleh penasehat hukum di semua tingkatan peradilan, berhak untuk memilih sendiri penasehat hukumnya, dan wajib untuk diberikan bantuan secara cuma-cuma untuk terdakwa dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara 15 tahun atau bagi yang tidak mampu dengan ancaman penjara 5 tahun atau lebih.

2. Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan

(6)

Asas Perlakuan Yang Sama Di Muka Hukum ( Equality Before The Law ) Asas ini sesuai dengan UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, Pasal 5 Ayat 1 yang berbunyi: Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Terdapat juga dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 a yang berbunyi: perlakuaan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan. 3. Asas Praduga Tak Bersalah ( Presumption Of Innocent ) Asas ini dapat di jumpai dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 huruf c. juga dirumuskan dalam UU Pokok kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970, Pasal 8 yang berbunyi: “ setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan

kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Menurut M. Yahya Harahap, asas praduga tak bersalah di tinjau dari segi teknis penyidikan

dinamakan “ Prinsip Akusator “.

Prinsip Akusator menempatkan kedudukan tersangka / terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan adalah sebagai subyek bukan sebagai obyek pemeriksaan. Oleh karena itu tersangka / terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat dan martabat harga diri. Yang menjadi obyek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah kesalahan ( tindak Pidana ) yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa, maka kea rah itulah pemeriksaan ditujukan.

4. Asas Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan, Dan Penyitaan Dilakukan

Berdasarkan Perintah Tertulis Pejabat Yang Berwenang.

Asas ini terdapat dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 b. Penangkapan diatur secara rinci dalam pasal 15 sampai pasal 19 KUHAP. Dalam peradilan Militer diatur dalam pasal 75 sampai

77 UU No. 31 Tahun 1997.

(7)

Tentang Penyitaan diatur dalam pasal 38 sampai pasal 46 KUHAP. Dalam peradilan Militer diatur dalam pasal 87 sampai pasal 95 UU No. 31 Tahun 1997.

5. Asas Ganti Kerugian Dan Rehabilitasi

Asas ini juga terdapat dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 d. Pasal 9 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970 yang juga mengatur ganti rugi. Secara rinci mengenai ganti rugi dan rehabilitasi diatur dalam pasal 95 sampai pasal 101 KUHAP. Kepada siapa ganti rugi ditujukan, memang hal ini tidak diatur secara tegas dalam pasal-pasal KUHAP. Namun pada tanggal 1 Agustus 1983 dikeluarkan peraturan pelaksananya pada bab IV PP No. 27 / 1983. Dengan peraturan ini ditegaskan bahwa ganti kerugian dibebankan kepada negara ( depertemen keuangan ). Dengan tata cara pembayarannya Menteri keuangan juga mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 983 / KMK. 01 / 1983 pada tanggal 31

Desember 1983.

Selain itu juga terdapat penggabungan pidana dengan ganti rugi yang terdapat dalam pasal 98 sampai pasal 101 KUHAP.

6. Asas Peradilan Cepat, Sederhana Dan Biaya Ringan.

Tidak bertele-tele dan berbelit-belit. Mengenai asas ini terdapat beberapa ketentuan dalam KUHAP diantaranya pada pasal 50 yang berbunyi: Tersangka atau terdakwa berhak segera mendapat pemeriksaan penyidik, segera diajukan ke penuntut umum oleh penyidik, segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum, segera diadili oleh pengadilan. Juga pasal-pasal lain yaitu pasal 102 ayat 1, pasal 106, pasal 107 ayat 3 dan pasal 140 ayat 1. Tentang asas ini juga dijabarkan oleh KUHAP dalam pasal 98.

7. Asas Tersangka / Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum.

KUHAP pasal 69 sampai pasal 74 mengatur Bantuan Hukum yang mana tersangka atau terdakwa

mendapat kebebasan yang sangat luas.

(8)

8. Asas Pengadilan Memeriksa Perkara Pidana dengan Hadirnya Terdakwa. Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam pasal 154, 155 dan seterusnya dalam KUHAP. Yang menjadi pengecualiannya ialah kemungkinan dijatuhkan putusan tanpa hadirnya terdakwa yaitu putusan Verstek atau in Absentia tapi ini hanya dalam pengecualian dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas. Pasal 214 mengatur mengenai acara pemeriksaan verstek. Dalam hukum acara pidana khusus seperti UU No. 31 Tahun 1971 Tentang Tindak Pidana Korupsi dan lainnya dikenal pemeriksaan pengadilan secara in absentia atau tanpa hadirnya terdakwa.

9. Asas Peradilan Terbuka Untuk Umum.

Pasal yang mengatur asas ini adalah pasal 153 ayat 3 dan 4 KUHAP yang berbunyi: Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua membuka siding dan menyatakan terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara mengadili kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.

Asas Teritorial

Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.

Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalan kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.

Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana yang terjadi di dalam kapal atau pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau berada di wilayah udara bebas, tidak termasuk wilayah territorial suatu Negara, sehingga ada yang mengadili apabila terjadi suatu perbuatan pidana.

Asas Personal (Nasionaliteit aktif)

(9)

Indonesia di negara asing yang telah menghapus hukuman mati, maka hukuman mati tidak dapat dikenakan pada pelaku kejahatan itu, hal ini diatur dalam pasal 6 KUHP.

Asas Perlindungan (Nasional Pasif)

Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:

1. Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan Martabat kepala negara RI;

2. Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara;

3. Keamanan perekonomian;

4. Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI;

5. Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan

Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah:

1. Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI pada waktu perang, keamanan Martabat kepala negara RI;

(10)

3. Keamanan perekonomian;

4. Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI;

5. Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan;

Asas Universal

Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan pidanan dapat dituntut undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah Negara untuk kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Asa ini melihat hukum pidanan berlaku umum, melampaui batas ruang wilayah dan orang, yang dilindungi disini ialah kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang dicantumkan pidanan menurut asas ini sangat berbahaya tidak hanya dilihat dari kepentingan Indonesia tetapi juga kepentingan dunia. Secara universal kejahatan ini perlu dicegah dan diberantas.

Asas-asas Hukum Pidana Menurut Tempat

Asas Legalitas

Secara Hukum Asas legaliatas terdapat di pasal 1 ayat (1) KUHP: “Tiada suatu perbuatan dapat di pidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”

Dalam bahasa Latin: ”Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali”, yang dapat diartikan harfiah dalam bahasa Indonesia dengan: ”Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya”. Sering juga dipakai istilah Latin: ”Nullum crimen sine lege stricta, yang dapat diartikan dengan: ”Tidak ada delik tanpa ketentuan yang tegas”.

Moelyatno menulis bahwa asas legalitas itu mengandung tiga pengertian :

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.

(11)

3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

4.

Asas transitoir

Adalah asas yang menentukan berlakunya suatu aturan hukum pidana dalam hal terjadi atau ada perubahan undang-undang

Asas retroaktif

Asas retroaktif ialah suatu asas hukum dapat diberlakukan surut. Artinya hukum yang aru dibuat dapat diberlakukan untuk perbuatan pidana yang terjadi pada masa lalu sepanjang hukum tersebut mengatur perbuatan tersebut, misalnya pada pelanggaran HAM berat.

7. Asas Kesalahan dan Asas-Asas Penghapusan Pidana

Pendapat para ahli pada umumnya mengakui berlakunya asas tidak tertulis dalam hukum pidana, yaitu asas “geen straf zonder schuld”, atau tiada pidana tanpa kesalahan. Di samping itu juga dikenal beberapa asas yang berlaku dalam ilmu pengetahuan pidana, tetapi dalam beberapa hal telah ada yang dirumuskan terbatas dalam undang-undang: a. Alasan pembenar (rechtsvaardigingsgronden), yaitu menghapuskan sifat melawan hukumnya

perbuatan, sehingga menjadi perbuatan yang benar;

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Agar dapat menyampaikan informasi pelayanan terbaru, mengenai aplikasi LAKSA (Layanan Aspirasi Kotak Saran Anda) yang lebih efektif sebagai media komunikasi yang

Hasil analisis minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng tahu beberapa kali menunjukkan terjadinya trend peningkatan beberapa profil asam lemak yaitu elaidic (asam

Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur panen, jumlah biji per

[r]

antara aspek fisik dan aspek sosial dalam kajian geografi yang terdapat pada gambar yang diamati. 

Singkatnya, perilaku OCB menggambarkan segala kegiatan atau aktivitas yang bukan merupakan tugas utama dari karyawan, namun apabila dikerjakan, akan memberikan dampak positif

[r]

Kelengkapan dokumen permohonan, dan bukti-bukti yang dapat menunjukkan, bahwa kerugian nyata-nyata dialami oleh korban, akibat suatu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang