PANDANGAN TENTANG POTENSI MANUSIA
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Teori Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr. Mahmud Arif M. Pd.
Disusun Oleh: Nama : Kuni Safingah
NIM : 1620411068
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhuk ciptaan Tuhan yang sempurna. Dikatakan sempurna karena manusia memiliki banyak potensi atau kecerdasan untuk mengaktualisasikan dirinya. Selain itu, manusia juga dibekali akal untuk mengontrol semua tindakan yang akan dilaksanakannya.
Potensi atau kecerdasan yang telah ada di dalam diri manusia seharusnya senantiasa untuk diasah dan dikembangkan sehingga mampu menjadi manusia yang seutuhnya. Manusia yang seutuhnya yaitu manusia memberi
kemanfaatan bagi dirinya dan orang lain. Semua tindakannya didasarkan atas kebaikan dan kebenaran.
Manusia memiliki dimensi jasmani dan rohani. Kedua dimensi tersebut harus dikembangkan secara maksimal. Hal yang penting namun sering kita kesampingkan yaitu dimensi rohani. Dimensi rohani memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia.
Tidak mudah menciptakan sosok manusia seutuhnya, diperlukan usaha-usaha yang tepat dalam mendidiknya. Seringkali pendidik keliru dalam
mengembangkan potensi yang ada pada manusia, sehingga mereka belum bisa menjadi manusia yang seutuhnya.
Sebagai akademisi yang berkecimpung dibidang pendidikan sudah selakyaknya untuk mengetahui, mempelajari dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada manusia agar pendidikan yang kita berikan mampu menjadikan manusia menjadi individu yang dapat mengaktualisasikan diri dengan baik sampai akhirnya terbentuk menjadi manusia yang seutuhnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah hakikat manusia?
2. Seperti apakah pandangan tentang manusia? 3. Apa sajakah potensi yang ada pada manusia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui hakikat manusia
2. Mengetahui beberapa pandangan mengenai manusia 2. Mengetahui potensi yang ada pada manusia
BAB II PEMBAHASAN A. Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk Tuhan yang otonom, pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonik jiwa raga dan eksis sebagai individu yang memasyarakat. Manusia lahir dalam keadaan serba misterius. Manusia dilahirkan oleh “Tuhan melalui manusia lain (orang tua), sadar akan hidup dan kehidupannya, dan sadar pula akan tujuan hidupnya (kembali kepada Tuhan). Kenyataan itu memberikan kejelasan bahwa sesunggguhnya manusia adalah makhluk yang lemah. Keberadaannya sangat bergantung kepada Penciptanya (Tuhan). Segala potensi dirinya ditentukan secara mutlak oleh Sang Pencipta. 1
Akan tetapi, ketergantungannya kepada Sang Pencipta dalam
perkembangannya diterima dengan disertai otonomi dan kreativitas yang sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan serta mengembangkan hidup dan kehidupannya. Dengan otomomi dan kreativitasnya, manusia dapat menyelesaikan dan mengatasi segala macam problem hidupnya. Manusia mencari dan menciptakan makanan, minuman, tempat berteduh, kehangatan, keamanan, ketentraman, dan sebagainya.2
Antara ketergantungan (dependensi) dan otonomi (independensi) adalah dua unsur potensi kontradiktif yang ada di dalam kesatuan dinamis.
Keberadaannya justru memberikan makna jelas kepada diri manusia sebagai makhluk Sang Pencipta.3
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa hakikat manusia dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain : manusia sebagai makhluk berpikir, makhluk berkepribadian utuh, makhluk individu dan sosial serta sebagai khalifah fil ardhi.4
Hakikat pribadi manusia sebagai jiwa dan raga mempunyai kebutuhan dan kepentingan masing-masing. Jiwa dan raga sering mempunyai kebutuhan yang selaras dan berimbang, tetapi kadang-kadang bertolak belakang. Untuk
1 Undang Ahmad Kamaluddin, Filsafat Manusia Sebuah Perbandingan antara Islam dan Barat, (Bandung : Pustaka Setia, 2013), hal. 13.
2 Ibid., hal. 13. 3 Ibid., hal. 14.
menyelaraskan kebutuhan jiwa dan raga, manusia harus memerhatikan batas-batas yang sesuai, bukan berlebih-lebihan. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan raga bisa memberikan ketenangan jiwa dan kesegaran raga. 5
Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari
kumpulan terpadu dari apa yang disebut dengan hakikat manusia. Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh
manusia dan tidak terdapat pada hewan. Pemahaman pendidikan terhadap sifat hakikat manusia akan membentuk peta tentang karakteristik manusia dalam bersikap, menyusun strategi, metode dan teknik serta memilih pendekatan dan orientasi dalam merancang dan melaksanakan komunikasi dalam interaksi edukatif. Sebagai pendidik bangsa Indonesia, kita wajib memiliki kejelasan mengenai hakikat manusia Indonesia seutuhnya. sehingga dapat tepat menyusun rancangan dan pelaksanaan usaha kependidikannya. Selain itu, seorang pendidik juga harus mampu mengembangkan tiap dimensi hakikat manusia, sebagai pelaksanaan tugas kependidikannya menjadi lebih profesional.6
Kaitannya dengan pendidikan seutuhnya, menurut Pedoman dan Penghayatan Pancasila, setiap manusia memiliki keinginan untuk mempertahankan hidup, dan menjaga kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat dalam diri manusia. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan negara memberikan pedoman bahwa kebahagiaan hidup manusia itu akan tercapai apabila kehidupan manusia diselaraskan dan seimbang, baik hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, alam, bangsa dan Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.7
Penulis menyimpulkan bahwa hakikat manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki keistimewaan berupa akal yang membedakan dengan makhluk selainnya, dengan akal tersebut diharapkan manusia mampu menjadi sosok
5 Ibid., hal. 15.
6 Chairul Anwar, Hakikat Manusia dalam Pendidikan: Sebuah Tinjauan Filosofis, (Yogyakarta: SUKA-Press, 2014), hal. 2.
yang mampu membuat keputusan yang baik dan benar dalam setiap tindakannya.
B. Pandangan Tentang Manusia
Dibawah ini akan dipaparkan beberapa pandangan-pandangan mengenai manusia:
1. Manusia menurut pandangan Islam
Islam memandang manusia sebagai makhluk sempurna dibandingkan dengan hewan dan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, karena itu manusia disuruh menggunakan akalnya dan inderanya agar tidak salah memahami mana kebenaran sesungguhnya dan mana kebenaran yang dibenarkan, atau dianggap benar.8
Menurut Murtadlo Mutahari, manusia adalah makhluk serba dimensi. Pertama, secara fisik, manusia hampir sama dengan hewan yang
membutuhkan makan, minum, dan berkembang biak. Kedua, manusia memiliki sejumlah emosi, yaitu memperoleh keuntungan daripada kerugian. Ketiga, manusia mempunyai perhatian terhadap keindahan. Keempat, manusia mempunyai dorongan untuk menyembah Tuhan. Kelima, memiliki kemampuan dan kekuatan yang berlipat ganda karena dikaruniai akal, pikiran, dan kehendak.9
Mustafa Zahri di dalam Jamal Syarif mengatakan bahwa unsur-unsur imateri yang ada pada diri manusia adalah sebagai berikut:
a. Roh adalah pemberian hidup dari Allah kepada manusia. Manusia tidak diberi ilmu yang mendetail tentang roh, bentuk maupun warnanya, karena roh adalah rahasia Allah.
b. Hati (qalb) adalah tempat tersembunyinya yang dianugerahkan kepada manusia. Hati merupakan sentral kebaikan dan kejahatan walaupun hati lebih cenderung pada kebaikan.
c. Akal adalah pemberian Allah yang paling sempurna. Dengan akal, manusia dapat mempelajari alam semesta. Akal mendorong
8 Jalaluddin, Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hal. 110.
manusia untuk terus menggali ilmu pengetahuan, dan diharapkan manusia akan mampu mengemban amanah sebagai khalifah Allah. d. Nafsu adalah kemauan atau kehendak yang ada didalam diri
manusia. Nafsu dapat juga dikatakan dorongan manusia untuk berbuat sesuatu. Biasanya nafsu selalu cenderung pada keburukan karena sifat ini dipengaruhi oleh godaan setan. Akan tetapi, jika nafsu dikendalikan, manusia akan memperoleh kebaikan.
Misalnya, manusia yang selalu ingin makan enak apabila tidak bisa mengendalikan rasa laparnya, ia akan kekenyangan, tetapi apabila dapat mengendalikan rasa lapar tersebut, ia tidak akan
kekenyangan.10
2. Manusia menurut pandangan filsuf a. Socrates
Socrates berpendapat bahwa manusia adalah seorang pelaku yang memiliki kemampuan akal budi dan organisasi diri.
Menurutnya hakikat manusia adalah jiwa dan batinnya. Jiwa atau batin adalah faktor pembeda dasariah dan esensial antara manusia dan benda makhluk lainnya. Jiwa berkaitan dengan kesadaran berfikir dan berkarya, bersingggungan dengan nalar dan tempat aktivitas berfikir, aku yang sadar dan personalitas intelektual dan moral.11Menurut Socrates, kewajiban seseorang mengetahui dirinya
sendiri lebih dahulu jika ia ingin mengetahui hal-hal diluar dirinya. Salah satu hakikat manusia adalah ia ingin tahu, dan untuk itu harus ada membantunya.12
b. Plato
Menurut Plato, jiwa manusia adalah entitas non material yang terdapat terpisah dari tubuh. Menurutnya, jiwa itu ada sejak sebelum kelahiran, jiwa itu tidak dapat hancur alias abadi. Plato mengatakan bahwa hakikat manusia itu ada dua yaitu rasio dan kesenangan
10 Undang Ahmad Kamaluddin, Filsafat Manusia Sebuah Perbandingan antara Islam dan Barat, (Bandung : Pustaka Setia, 2013), hal. 144-145.
11 Ibid., hal. 72.
(nafsu). Pada bagian ini, Plato berteori bahwa jiwa manusia memiliki tiga elemen yaitu roh, nafsu, dan rasio. Dalam hal hidup
bermasyarakat , Plato berpendapat bahwa hidup bermasyarakat itu merupakan keharusan bagi manusia; manusia tidak dapat hidup sendirian. Berdasarkan tiga unsur hakikat manusia, Plato membagi manusia menjadi tiga kelompok. Pertama, manusia yang didominasi oleh rasio yang hasrat utamanya ialah meraih pengetahuan; kedua, manusia yang didominasi roh yang hasrat utamanya ialah meraih reputasi; dan ketiga, manusia yang didominasi nafsu yang hasrat utamanya pada materi. Tugas rasio adalah pengontrol roh dan nafsu.13
c. Rene Descartes
Descrates berpendapat bahwa ada dua macam tingkah laku, yaitu tingkah laku mekanis yang ana pada binatang dan tingkah laku rasional yang ada pada manusia. Ciri rasional pada tingkah laku manusia ialah ia bebas memilih, pada hewan kebebasan itu tidak ada. Descrates berpendapat bahwa berpikir itu sangat sentral pada
manusia, manusia menyadari keberadaannya karena ia berpikir (cogito ergo sum). Descrates mengatakan bahwa manusia memiliki emosi yang muncul dalam berbagai kombinasi yaitu cinta (love), gembira (joy), keinginan (desire), benci (rage), sedih (sorrow) dan kagum (wonder). Yang terpenting dalam pemikiran Descartes ialah pendapatnya tentang posisi sentral (rasio) sebagai esensi (hakikat) manusia.14
d. Thomas Hobbes
Ia mengatakan bahwa tingkah laku manusia ada dasar dan tujuan. Ia mengatakan bahwa hakikatnya semua orang bersifat mementingkan diri sendiri. Dengan demikian, manusia menyusun dan menyetujui semacam kontrak sosial yang mengatakan bahwa
13 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2010), hal. 10-11.
setiap orang harus menghargai dan menjaga hak orang lain. Akhirnya kontrak sosial inilah yang menjadi salah satu hakikat manusia. Dengan kata lain, hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial yang ditandai dengan keberadaan kontrak sosial di dalamnya. Manusia tidak dapat menjalani kehidupannya secara sendiri-sendiri, oleh karena itu harus ada saling menghargai antar sesama dan saling menjaga hak-hak orang lain. Dua hal ini diperlukan untuk menjaga keharmonisan hidup manusia. 15
e. John Locke
Ia terkenal dengan teori tabula rasa yang mengatakan bahwa jiwa manusia itu saat dilahirkan laksana kertas (istilahnya meja lilin) kemudian diisi dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dalam hidupnya. Hakikat manusia adalah manusia sebagai makhluk sosial di dalamnya. Manusia tidak dapat menjalani kehidupannya secara sendiri-sendiri, oleh karena itu harus ada saling menghargai antarsesama dan saling menjaga hak-hak orang lain. Dua hal ini diperlukan untuk menjaga keharmonisan manusia.16
f. Immanuel Kant
Menurutnya manusia adalah makhluk rasional yang bebas bertindak berdasarkan alasan moral, manusia bertindak bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Hampir sama dengan Descartes, Knt mendefinisikan manusia sebagai makhluk rasional yang
mengandalkan rasio tersebut, sehingga manusia dituntut untuk berbuat bukan hanya untuk kepentingannya sendiri, tetapi juga harus memeperhatikan kepentingan orang lain di dalamnya. Pendapat Kant yang penting bagi dunia pendidikan adalah bahwa manusia adalah makhluk rasional, manusia itu bebas bertindak berdasarkan alasan
15 Chairul Anwar, HakikatManusia dalam Pendidikan: Sebuah Tinjauan Filosofis, (Yogyakarta: SUKA-Press, 2014), hal. 241.
moral, manusia bertindak bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri.17
3. Manusia menurut Pandangan Psikologi
Pandangan psikologi ini diwakili oleh pandangan Barat. Para ahli psikologi Barat umumnya berpandangan bahwa kondisi ragawi, kualitas kejiwaan, dan situasi lingkungan merupakan penentu-penentu utama perilaku dan corak kepribadian manusia. Menurut Sigmund Freud, kepribadian manusia terdiri dari tiga kategori: aspek biologis (struktur ID), psikologis (struktur ego), dan sosiologis (struktur super ego).18
4. Manusia menurut Pancasila
Manusia Pancasila merupakan konsepsi manusia Indonesia yang digagas oleh para pemimpin bangsa ini sebagai gambaran bagaimana manusia negeri ini sebenarnya. Pancasila adalah dasar negara ini sebagai pedoman dan acuan dasar untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam falsafah Pancasila, manusia dipandang memiliki sudut pandang yang monodualistik, monopluralistik, keselarasan, keserasian dan keseimbangan.19
Dari berbagai pandangan mengenai hakikat dan potensi manusia, penulis menyimpulkan bahwasannya setiap manusia hakikatnya sama memiliki potensi jasmani dan ruhani. Manusia seharusnya mengembangkan potensi yang telah dimilikinya bukan hanya untuk kepentingannya sendiri, karena sesungguhnya manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Kebahagiaan manusia dan makhluk disekitarnya merupakan suatu tujuan kehidupan yang diharapkan oleh bangsa dan agama yang merupakan perwujudan dari manusia sebagai khalifah fil ardhi.
C. Potensi-potensi Manusia
Keutuhan potensi subyek manusia sebagai subyek yang berkembang. Kepribadian manusia lahir batin ialah satu kebutuhan yang utuh antara potensi-potensi hereditas (kabawaan) dengan faktor-faktor lingkungan (pendidikan, tata potensi:
a) Potensi jasmaniah, fisik badan, dan pancaindra yang sehat (normal),
b) Potensi pikir (akal, rasio, intelegensi, intelek)
c) Potensi rasa( perasaan emosi) baik perasaan etis moral maupun perasaan estetis,
d) Potensi karsa (kehendak, keinginan, termasuk prakarsa),
e) Potensi cipta (daya cipta, kreativitas, khayal, dan imajinasi),
f) Potensi karya (kemauan menghasilkan, kerja, amal, sebagai tindak lanjut 1-5),
g) Potensi budi nurani (kesadaran budi, hati-nurani, yang bersifat superrasional).
Ketujuh potensi ini, merupakan potensi dan watak bawaan yang potensial; artinya dalam proses berkembang dan tidak. perkembangan atau aktualitas itu akan menentukan kualitas pribadi seseorang. 20
Ibnu Taimiyah, menyampaikan bahwasanya terdapat tiga potensi dalam diri manusia, yaitu:
a) Daya intelektual (quwwat al-aql), yaitu potensi dasar yang
memungkinkan manusia dapat membedakan nilai baik dan buruk. Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan mengesakan Tuhannnya.
b) Daya ofensif (quwwat al-syahwat), yaitu potensi dasar yang mampu menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan seimbang.
c) Daya defensif (quwwat al gadab) yaitu potensi dasar yang dapat menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang membahayakan dirinya. Diantara ketiga potensi tersebut, disamping agama-potensi akal menduduki posisi sentral sebagai alat kendali (kontrol) dua potensi lainnya. Dengan demikian, akan teraktualisasinya seluruh potensi yang ada secara maksimal, sebagiamana yang disinyalisasi
oleh Allah dalam kitab dan ajaran-ajaranNya. Pengingkaran dan pemalsuan manusia akan potensi yang dimilikinya itualah yang akan menyebabkan melakukan perbuatan amoral.21
Seringkali pendidik hanya terpusat pada pengembangan potensi pikir, padahal sebenarnya masih banyak sekali potensi-potensi lainnya yang seharusnya dikembangkan secara seimbang untuk keberhasilan anak didik dimasa yang akan datang.
D. Pengembangan Potensi Manusia
Pendidikan adalah manusia. Artinya subjek maupun sasaran pendidikan adalah manusia, sehingga pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi tugas pendidik. Ketika terlahir ke dunia manusia telah dikaruniai oleh Tuhan dimensi manusia dalam wujud potensi, namun belum teraktualisasi menjadi wujud kenyataan atau aktualisasi. Dari kondisi “potensi” menjadi wujud aktualisasi terdapat rentang-rentang proses yang mengundang pendidikan untuk berperan. Meskipun pada dasarnya pendidikan itu baik tetapi dalam pelaksanaan mungkin saja terjadi kesalahan –kesalahan yang secara lazimnya disebut salah didik. Hal itu bisa terjadi karena pendidik itu adalah manusia biasa, yang tidak luput dari kelemahan-kelemahan. Oleh karena itu, hasil dari pengembangan dimensi hakikat manusia menjadi dua hal yaitu:22
a. Pengembangan yang utuh
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidik yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya. Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu: wujud dimensi dan arahnya.
1) Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividuan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagaman, antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengembangan aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara
seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagaman dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan dengan baik, tidak terjadi pengabaian terhadap salah satunya.
2) Dari arah pengembangan
Keuntungan pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagaman secara terpadu.
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras. Perkembangan mencakup yang bersifat horizontal (yang menciptakan keseimbangan) dan bersifat vertikal (yang menciptakan ketinggian martabat manusia). Dengan demikian secara totalitas membentuk manusia yang utuh.
b. Pengembangan yang tidak utuh
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi jika di dalam proses pengembangan ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi keindividualan atau pun domain afektif di dominasi oleh pengembangan domain kognitif. Demikian pula jika secara vertikal ada domain tingkah laku yang terabaikan penanganannya. Mengingat banyaknya potensi yang dimiliki oleh manusia, pendidik seharusnya mampu mengembangkannya. Corak pendidikan humanis merupakan salah satu corak pendidikan yang tepat untuk mengembangkan potensi yang ada pada manusia.
Kalangan humanis menghadirkan lingkungan belajar yang akan mengarah pada pertumbuhan individual. Dari sini, tujuan mendasar pendidikan bagi
penuh pengetahuan sebagai tujuan akhirnya. Dengan demikian, keterbukaan, penggunaan imajinasi, dan eksperimentasi dalam fantasi sangat dianjurkan.23
Mengingat banyaknya potensi yang dimiliki oleh manusia, pendidik manusia tersebut seharusnya mempersiapkan dan merencanakan dengan matang mengenai hal-hal yang seharusnya dilakukan untuk mengembangkan potensi manusia tersebut.
Pengembangan potensi manusia tersebut harus dimulai sejak dini bahkan sejak anak tersebut belum dilahirkan oleh orang tuanya. Orang tua harus
mempersiapkan jasmani dan rohaninya karena hereditas berpengaruh terhadap potensi yang akan dimiliki oleh anak. Orang tua juga harus menyediakan lingkungan yang kondusif tempat anak memperoleh pendidikan baik dirumah disekolah maupun dimasyarakat.
Manusia yang telah direncanakan sejak dini pengembangan potensinya, akan dengan mudah mengaktualisasikan dirinya dengan baik, sehingga
terbentuklah manusia seutuhnya yang diharapkan untuk bangsa Indonesia.
BAB III PENUTUP Kesimpulan
Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling unik dalam penciptaannya. Keunikannya yaitu terletak pada akal yang dimilikinya. Memanfaatkan akal secara baik, akan berdampak pada terciptanya hakikat manusia yang sesungguhnya.
Manusia juga mempunyai potensi yang luar biasa dibandingkan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Terdapat potensi-potensi baik jasmani maupun rohani yang tak terhitung jumlahnya.
Potensi-potensi yang telah ada pada manusia tersebut seharusnya
dikembangkan dengan seimbang agar kelak dapat terbentuk manusia yang mampu memberikan kebahagiaan bagi dirinya dan makhluk sekitarnya. Usaha
pengembangan potensi manusia harus direncanakan sejak dini, agar kelak mampu membawa perubahan pada bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairul . 2014. Hakikat Manusia dalam Pendidikan: Sebuah Tinjauan Filosofis, Yogyakarta: SUKA-Press.
Jalaluddin, Idi, Abdullah. 1997. Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Kosim, Muhammad. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam Ibn Khaldun: Kritis, Humanis dan Religius, Jakarta: Rineka Cipta.
Mutahari, Murtadlo.1992. Perspektif Al-Qur’an tentang Manusia dan Agama, Bandung : Mizan.
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.