• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANUSIA dan MENURUT ISLAM (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANUSIA dan MENURUT ISLAM (1)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

MANUSIA MENURUT ISLAM

Ditulis Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Dosen pengampu:

Asep Rahmatullah, M.Pd.I

Oleh:

Reni Wulandari (932138514) Fadhilah Tamimi (932136914)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Islam sebagai sebuah sistem kehidupan sesungguhnya telah menawarkan sebuah solusi. Dalam pandangan Islam, problem solving yang paling mendasar bagi persoalan-persoalan yang dihadapi manusia modern adalah masalah pendidikan. Segala persoalan manusia, entah itu berkaitan dengan masalah spiritual, material, sosial, politik, ataupun peradaban kiranya dapat diatasi dengan penyelesaian masalah pendidikan dengan sebaik-baiknya.

Untuk mengetahui tujuan pendidikan, penting dipahami apa sebenarnya objek dan subjek pendidikan, dalam hal ini manusia. Dengan apa Allah menciptakan manusia, dan untuk tujuan apa manusia diciptakan. Makalah ini membahas hakikat manusia, potensi apa saja yang dimiliki manusia, dan bagaimana potensi itu dikembangkan berdasarkan Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat manusia menurut Islam? 2. Apa saja potensi manusia menurut Islam?

3. Bagaimana martabat dan eksistensi manusia menurut Islam?

C. Tujuan

1. Mengetahui hakikat manusia menurut Islam.

2. Mengetahui apa saja potensi manusia menurut Islam.

(3)

BAB II PEMBAHASAN A. Hakikat Manusia

Islam berpandangan bahwa hakikat manusia ialah manusia itu merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan ruh masing-masing merupakan substansi yang berdiri sendiri, yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. islam secara tegas mengatakan bahwa kedua substansi (unsur asal sesuatu yang ada) dua-duanya adlah substansi alam. Sedang alam adalah makhluk. Maka keduanya juga makhluk yang diciptakan Allah.1

Dalam Al-Qur’an ada tiga istilah kunci untuk mengacu pada makna pokok

manusia. Al-Basyar (

رشب

), Al-Insan (

ناسانلا

), dan An-Nas (

سانللا

). Dalam bentuk ayat, Al-Basyar memberikan referen pada manusia sebagai makhluk biologis. Seperti contoh, Nabi Muhammad SAW pernah disuruh mengaku dan menegaskan bahwa dirinya adalah sebagai Basyar pada umumnya.

ْمُكُهَلإإ اَمّا

َأ ّيَلإإ ىَحوُي ْمُكُلْثّم ٌر َشَب اَاَأ اَمّاإإ ْلُق

ً لَمَع ْلَمْعَيْلَف إهّبَر ءاَقإل وُجْرَي َناَك نَمَف ٌدإحلاَو ٌهَلإإ

- ًلادَحَأ إهّب َر إةَداَبإعإب ْكإر ْشُي َنَو ًاحإلاَص

١١٠

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" (QS. Al-Kahfi: 110)

Menurut Ali Sari’ati, Al-Basyar adalah manusia yang esensi kemanusiaannya tidak nampak dan aktifitasnya serupa dengan binatang. Ia hanya wujud (being), ia memang makhluk Allah SWT, tapi bukan hamba dan khalifah -Nya, karena esensi kemanusiaannya tidak nampak adanya. Dengan demikian, Al-Basyar menunjukkan manusia dalam dimensi biologis.

(4)

Hal ini berbeda dengan ekspresi manusia dalam istilah Al-Insan, karena

Al-Insan adalah manusia yang bergerak maju ke taraf menjadi (becoming) atau menyempurna. “Menjadi” adalah bergerak maju, mencari kesempurnaan, merindukan keabadian, tidak pernah menghambat dan menghentikan proses terus menerus ke arah kesempurnaan.

Keistimewaan Al-Insan adalah berilmu pengetahuan, mempunyai daya nalar, manusia demikian disebut ulul albab. Dengan ilmunya itu mereka mampu mengomunikasikannya, makhluk yang menerima amanah dan mempertanggung jawabkannya. Manusia dalam kategori kedua, kata insan dihubungkan dengan predisposisi negatif pada diri manusia, misalnya cenderung dhalim dan kafr, tergesa-gesa, bakhil, bodoh, banyak membantah dan mendebat, gelisah, resah, dan segan membantu, ditakdirkan bersusah payah dan menderita, tidak berterimakasih, berbuat dosa, dan meragukan hari akhir.

إض ْر

َ ْللاَو إتلاَواَمّسللا ىَلَع َةَااَمَ ْللا اَنْضَرَع اّاإإ

اَهْنإم َنْقَف ْشَأَو اَهَنْلإمْحَي نَأ َنْيَبَأَف إلاَبإجْللاَو

- ًنوُهَج ًاموُلَظ َناَك ُهّاإإ ُناَساإ ْللا اَهَلَمَحَو

٧٢

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab: 72)

Istilah ketiga yang dipakai untuk menunjukkan manusia adalah An-Nas, yaitu konsep yang mengacu pada manusia sebagai makhluk sosial. Dicontohkan oleh Jalaludin Rahmat bahwa ayat yang menunjukkan kelompok dengan karakteristiknya, misalnya ayat yang menggunakan ungkapan “waminan nas” (dan diantara sebagian manusia) ada sebagian manusia yang menyatakan beriman, tetapi sebetulnya tidak beriman.

(5)

Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah: 8)

Dengan demikian (melihat makna ketiga istilah tersebut), maka dapat disimpulkan bahwa manusia itu dapat diklasifikasikan sebagai makhluk biologis, psikologis, dan sosial. Ketiga-tiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak dan kewajibannya secara seimbang, dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).2

1. Proses Penciptaan Manusia

Manusia diciptakan Tuhan melalui sebuah proses alami yang berlangsung dalam beberapa tahap. Musa Asy’arie menyebutkan empat tahap proses penciptaan manusia, yaitu tahap jasad, tahap hayat, tahap ruh, dan tahap nafs. Berikut penjelasan keempat tahapan ini.

a. Tahapan Jasad

Al-Qur’an menjelaskan bahwa permulaan penciptaan manusia adalah dari tanah (turab), yaitu tanah berdebu. Al-Qur’an terkadang menyebut tanah ini dengan istilah tin dan terkadang juga dengan istilah

shalshal. Namun, yang jelas, yang dimaksud dengan tanah ini adalah saripatinya atau sulalah.

- ٍنيإط نّم ٍةَل َلُس نإم َناَساإ ْللا اَنْقَلَآ ْدَقَلَو

١٢

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (QS. Al-Mu’minun: 12)

Penciptaan dari tanah ini tidak berarti bahwa manusia di cetak dari bahan tanah, seperti orang membuat patung dari tanah. Penciptaan ini bermakna simbolik, yaitu saripati yang membentuk tumbuhan atau binatang yang kemudian menjadi bahan makanan bagi manusia.

b. Tahap Hayat

2 Ahmad Ludjito dkk., Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Semarang: Pustaka Pelajar, 1996),

(6)

Awal mula kehidupan manusia menurut Al-Qur’an adalah air, sebagaimana kehidupan tumbuhan dan binatang.

إتلاَواَمّسللا ّن

َأ لاوُرَفَك َنيإذّللا َرَي ْمَلَوَأ

َنإم اَنْلَعَجَو اَمُهاَنْقَتَفَف ًاقْت َر اَتَااَك َض ْر

َ ْللاَو

- َنوُنإمْؤُي َلَفَأ ّيَح ٍءْي َش ّلُك ءاَمْللا

٣٠

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman. (QS. Al-Anbiya’: 30)

Maksud air kehidupan disini adalah air yang hina atau sperma. Sperma ini kemudian membuahi sel telur yang ada di dalam rahim seorang ibu. Sperma inilah yang merupakan awal mula hayat (kehidupan) seorang manusia.

c. Tahap Ruh

Maksud dari ruh disini adalah sesuatu yang dihembuskan Tuhan dalam diri manusia dan kemudian menjadi bagian dari diri manusia. Pada saat yang sama, Tuhan juga menjadikan bagi manusia pendengaran, penglihatan, dan hati.

ُمُكَل َلَعَجَو إهإحو ّر نإم إهيإف َخَفَاَو ُهلاّوَس ّمُث

- َنو ُرُك ْشَت اّم ًليإلَق َةَدإئْفَ ْللاَو َراَصْبَ ْللاَو َعْمّسللا

٩

Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS. As-Sajdah: 9)

(7)

dalam diri manusia adalah ruh. Ruhlah kiranya yang dapat membimbing pendengaran, penglihatan, dan ahti untuk memahami kebenaran.

d. Tahap Nafs

Kata “nafs” dalam Al-Qur’an mempunyai empat pengertian, yaitu nafsu, napas, jiwa, dan diri (keakuan). Dari keempat pengertian ini, Al-Qur’an lebih sering menggunakan kata “nafs” untuk pengertian diri (keakuan). Diri atau keakuan adalah kesatuan dinamik dari jasad, hayat, dan ruh. Dinamikanya terletak pada aksi atau kegiatannya. Kesatuannya bersifat spiritual yang tercermin dalam aktfitas kehidupan manusia.3 2. Tujuan Hidup Manusia

Al-Qur’an menjelaskan bahwa tidaklah semata-mata Allah menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya.

- إنوُدُبْعَيإل ّنإإ َساإ ْللاَو ّنإجْللا ُتْقَلَآ اَمَو

٥٦

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Al-Dzariyat: 56)

Ibadah (pengabdian) dalam hal ini tidak dimaksudkan dalam pengertiannya yang sempit, tetapi dalam pengertiannya yang luas. Yaitu, nama bagi segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Pendeknya, tujuan hidup manusia adalah ibadah kepada Allah dalam segala tingkah lakunya.

Tujuan hidup ini pada gilirannya akan bersinggungan dengan tujuan pendidikan Islam, sebab pendidikan pada dasarnya bertujuan memelihara kehidupan manusia. Tujuan pendidikan Islam, tidak boleh tidak, harus terkait dengan tujuan hidup manusia. manusia seperti apa yang hendak dibentuk dan diinginkan oleh pendidikan Islam, jawabannya tergantung kepada tujuan hidup yang hendak ditempuh oleh seorang muslim. Dengan demikian, tujuan hidup Muslim sebenarnya merupakan tujuan akhir pendidikan Islam.4

(8)

3. Kedudukan Manusia

Kedudukan manusia menurut Al-Qur’an adalah khalifah Allah di bumi. Kata “khalifah” dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak sepuluh kali. Diantaranya:

إض ْر

َ للا يإف ٌلإعاَج يّاإإ إةَكإئَلَمْلإل َكّبَر َلاَق ْذإإَو

اَهيإف ُدإسْفُي نَم اَهيإف ُلَعْجَتَأ ْلاوُلاَق ًةَفيإلَآ

ُسّدَقُاَو َكإدْمَحإب ُحّبَسُا ُنْحَاَو ءاَمّدللا ُكإف ْسَيَو

- َنوُمَلْعَت َن اَم ُمَلْعَأ يّاإإ َلاَق َكَل

٣٠

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui" (QS. Al-Baqarah: 30)

لاوُلإمَعَو ْمُكنإم لاوُنَمآ َنيإذّللا ُهّلللا َدَعَو

اَمَك إضْرَ ْللا يإف مُهّنَفإلْخَتْسَيَل إتاَحإلاّصللا

ْمُهَل ّنَنّكَمُيَلَو ْمإهإلْبَق نإم َنيإذّللا َفَلْخَتْسلا

إدْعَب نّم مُهّنَلّدَبُيَلَو ْمُهَل ىَضَت ْرلا يإذّللا ُمُهَنيإد

ًائْي َش يإب َنوُكإر ْشُي َن يإنَاوُدُبْعَي ًانْمَأ ْمإهإفْوَآ

- َنوُقإساَفْللا ُمُه َكإئَلْوُأَف َكإلَذ َدْعَب َرَفَك نَمَو

٥٥

(9)

Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur: 55)

Banyak pengertian yang dimaksudkan Al-Qur’an dengan kata ini, diantaranya: mereka yang datang kemudian, sesudah kamu, yang diperselisihkan, silih berganti, berselisih, dan pengganti. Namun demikian, pengertian khalifah dalam hal kedudukan manusia adalah pengganti. Jadi,

khalifah Allah berarti pengganti Allah. Pengertian ini menurut Dawam Rahardjo mempunyai tiga makna. Pertama, khalifah Allah itu adalah Adam. Oleh karena Adam adalah simbol bagi seluruh manusia, dapat dikatakan bahwa manusia adalah khalifah. Kedua, khalifah Allah itu adalah suatu generasi penerus atau pengganti, yaitu bahwa kedudukan khalifah diemban secara kolektif oleh suatu generasi. Ketiga, khalifah Allah itu adalah kepala negara atau kepala pemerintahan. Dari ketiga makna ini, makna pertama kiranya lebih mendukung untuk dapat diterapkan dalam hal posisi manusia sebagai khalifah Allah.

Manusia selaku khalifah Allah di bumi, menurut Hasan Langgulung, mempunyai beberapa karakteristik, sebagai berikut:

1. Manusia semenjak awal penciptaannya adalah baik secara fitrah. Ia tidak mewarisi dosa karena Adam meninggalkan surga.

2. Interaksi antara badan dan ruh menghasilkan khalifah. Karakteristik ini yang membedakan manusia dengan makhluk lain.

3. Manusia selaku khalifah memiliki kebebasan berkehendak (free will), suatu kebebasan yang menyebabkan manusia dapat memilih tingkah lakunya sendiri.

4. Manusia dibekali akal yang dengan akal itu manusia mampu membuat pilihan antara yang benar dan yang salah.5

4. Tugas Manusia

(10)

lain, manusia sesungguhnya diperintahkan untuk mengembangkan sifat-sifat Tuhan menurut perintah dan petunjuk-Nya. Sifat-sifat Tuhan ini dalam bahasa agama biasa disebut al-asma al-husna, yang berjumlah 99. Sebagai contoh, Tuhan adalah maha pengasih (ar-Rahman), manusia diperintahkan untuk bersifat asih terhadap dirinya dan makhluk lain.6

Dalam diri manusia, pada hakikatnya terdapat sifat dan unsur-unsur ketuhanan, karena dalam proses kejadiannya kepada manusia telah ditiupkan ruh dari Tuhan. Sifat dan unsur ketuhanan dalam diri manusia tersebut, berupa potensi-potensi pembawaan yang dalam proses kehidupannya manusia merealisir dan menjabarkannya dalam tingkah laku dan perbuatan nyata.7

Satu hal yang perlu dikemukakan di sini adalah sifat-sifat Tuhan itu hanya dapat di manifestasikan oleh manusia dalam bentuk dan cara yang terbatas. Hal ini, selain karena watak keterbatasan manusia, juga dimaksudkan agar manusia tidak mengaku dirinya sebagai Tuhan. Seyogianya manusia menganggap proses perwujudan sifat-sifat Tuhan ini sebagai suatu amanah, agar manusia mempunyai tanggung jawab yang besar dalam melaksanakan tugas ini.8

Sebagai makhluk Allah SWT, manusia mendapat amanat Allah yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas ke khalifahan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah SWT di muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam. Manusia memperoleh mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan Allah kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah serta mendayagunakan apa yan ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Allah SWT.

Agar manusia dapat menjalankan kekhalifahannya dengan baik, Allah SWT telah mengajarkan kepada manusia kebenaran dalam segala ciptaan-Nya dan melalui pemahaman serta penguasaan terhadap hukum-hukum yan

6 Ibid., 70.

(11)

terkandung dalam ciptaan-Nya, amnusia dapatb menyusun konsep-konsep serta melakukan rekayasa membentuk wujud baru dalam alam kebudayaan.9

B. Potensi Manusia

Di dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fithrah. Kedua orangtuanya lah yang memungkinkan ia menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

ْنَع ُسُاوُي اَا َرَبْآ

َأ إهّلللا ُدْبَع اَاَرَبْآَأ ُنلاَدْبَع اَنَثّدَح

ّنَأ إنَمْح ّرللا إدْبَع ُنْب َةَمَلَس وُب

َأ يإاَرَبْآَأ ّيإرْهّزللا

َلاَق ُهْنَع ُهّلللا َيإضَر َةَرْيَرُه اَبَأ

ْنإم اَم َمّلَسَو إهْيَلَع ُهّلللا ىّلَص إهّلللا ُلوُس َر َلاَق

إهإالاَدّوَهُي ُهلاَوَب

َأَف إةَرْطإفْللا ىَلَع ُدَلوُي ّنإإ ٍدوُلْوَم

ًةَميإهَب ُةَميإهَبْللا ُجَتْنُت اَمَك إهإااَسّجَمُي ْو

َأ إهإالاَرّصَنُيَو

ُلوُقَي ّمُث َءاَعْدَج ْنإم اَهيإف َنوّسإحُت ْلَه َءاَعْمَج

ُهْنَع ُهّلللا َيإض َر َة َرْي َرُه وُب

َأ

{ َليإدْبَت َن اَهْيَلَع َساّنللا َرَطَف يإتّللا إهّلللا َةَرْطإف

ُمّيَقْللا ُنيّدللا َكإلَذ إهّلللا إقْلَخإل }

Telah menceritakan kepada kami 'Abdan telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhriy telah mengabarkan kepada saya Abu Salamah bin 'Abdurrahman bahwa Abu Hurairah

radliallahu 'anhu berkata; Telah bersabda Rasulullah

Shallallahu'alaihiwasallam: "Tidak ada seorang anak pun yang terlahir kecuali dia dilahirkan dalam keadaan fithrah. Maka kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya". Kemudian Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, (mengutip firman Allah subhanahu wata'ala QS Ar-Ruum: 30 yang artinya: ('Sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia

(12)

menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus").

Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa manusia semenjak lahir sudah dibekali dengan berbagai potensi yang disebut dengan fithrah. Fithrah adalah suatu istilah dari bahasa Arab yang berarti tabiat yang suci atau baik, yang khusus diciptakan Tuhan bagi manusia. Fithrah kiranya merupakan modal dasar bagi manusia. Pandangan pesimistik pada hakikatnya merupakan implikasi dari suatu pemikiran yang menganggap manusia terlahir dengan membawa doa warisan. Pada sisi lain, pandangan optimistik juga bertentangan dengan pandangan behavioristik yang memandang manusia itu netral, bukan baik dan bukan pula jahat. Ia adalah tabula rasa, putih seperti kertas. Dalam hal ini, pandangan Islam ini merupakan pandangan moderat, yang berupaya mensintesiskan antara pandangan pesimistik dengan pandangan behavioristik.10

Fithrah yang dibawa semenjak lahir bagi anak itu sangat besar dipengaruhi oleh lingkungan. Fithrah itu sendiri tidak akan berkembang tanpa dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar, yang mungkin dapat dimodifikasikan atau dapat diubah secara drastis manakala lingkungannya itu tidak memungkinkan menjadikannya lebih baik. Faktor-faktor eksternal bergabung dengan fithrah, sifat dasarnya bergantung kepada sejauh mana interaksi eksternal dengan fithrah itu berperan. Lingkungan adalah faktor yang dapat mempengaruhi tingkah laku manusia, namun bukan satu-satunya faktor tanpa adanya faktor lain.11

10 Ibid., 70-71.

11Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka

(13)

C. Eksistensi dan Martabat Manusia

Al-Qur’an menggambarkan eksistensi manusia sebagai makhluk pilihan Allah, sebagai khalifahnya dimuka bumi, yang dalam drinya ditanamkan sifat mengakui Allah, bebas, terpercaya, rasa tanggung jawab terhadap dirinya maupun alam semesta, serta karunia keunggulan atas alam semesta, langit dan bumi. Manusia dipusakai dengan kecenderungan ke arah kebaikan maupun kejahatan. Keberadaan manusia dimulai dari kelemahan dan ketidakmampuan yang kemudian bergerak kearah kekuatan, tetapi hak itu tidak menghapus kegelisahan, kecuali manusia dekat dengan Allah dan mengingat-Nya. Kapasitas manusia tidak terbatas, baik dalam kemampuan belajar maupun dalam penerapan ilmu. Manusia memiliki suatu keluhuran dan martabat naluriah. Motivasi dan pendorong manusia, dalam banyak hal, tidak bersifat kebendaan. Manusia dapat leluasa memanfaatkan rahmat dan karunia yang dilimpahkan kepada dirinya, namun pada saat yang sama, manusia harus menunaikan kewajiban kepada Tuhan.

Kalaupun manusia itu merupakan makhluk yang mulia, terlahir ke dunia dalam keadaan fithrah, dan memiliki tanggung jawab sebagai khalifah dimuka bumi, bukanlah berarti manusia itu tak berpotensi membuat kerusakan di muka bumi. Manusia memiliki dua potensi yang saling berlawanan, baik dan buruk. Tinggal bagaimana manusia menjalani kehidupannya. Sisi lain manusia selain hamba Allah yang mulia adalah dimilikinya beberapa karakter, antara lain adalah adanya hawa nafsu yang menyuruh pada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahamt oleh Allah.

Kelemahan dalam diri manusia bukanlah menunjukkan bawa manusia itu dilahirkan dalam keadaan salah, terkutuk, atau memikul dosa warisan. Manusia dalam perspektif Islam tetap dilahirkan dalam keadaan fithrah, yakni suci, bersih, bebas dari segala dosa turunan, dan memiliki kecenderungan menerima agama, iman, dan tauhid. Manusia menjadi baik atau buruk adalah akibat dari faktor pendidikan dan lingkungan, bukan kepada tabiat aslinya.12

(14)

BAB III PENUTUP KESIMPULAN

Pandangan Islam terhadap manusia memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban manusia sebagai individu, sosial, budaya, dan makhluk Allah SWT. Manusia hidup dibekali fithrah dan bertugas menjadi khalifah Allah dimuka bumi.

Dengan adanya fithrah, manusia mempunyai kemampuan yang dibawa sejak lahir, namun lingkungan juga sangat mempengaruhi bagaimana fithrah bisa berkembang. Sebagai khalifah dimuka bumi, manusia memiliki tugas untuk mengelola dan memelihara alam, juga untuk memakmurkan bumi.

Manusia adalah makhluk yang mulia, terlahir ke dunia dalam keadaan

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdurrahman Saleh. Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

Assegaf, Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2011.

Ludjito, Ahmad dkk. Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam. Semarang: Pustaka Pelajar, 1996.

Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2014

Referensi

Dokumen terkait

Please refer to ICSE2012 website http://icse2011.upsi.edu.my/ for your further information and action.. Kindly please register to participate in ICSE2012 as soon

Kemunculan istilah situasi psikologis kelompok, situasi psikologis kolektif, iklim organisasi, budaya organisasi yang sering diukur dengan mengumpulkan persepsi

Penelitian juga membuktikan bahwa tingkat pengungkapan sukarela perusahaan yang memiliki ikatan interlock auditor eksternal secara positif berpengaruh terhadap

 struktur tanah : kering, endapan, pasir, humus (dari lapukan tumbuhan), podzolit (umumnya di pegunungan), vulkanik (dari zat vulkanik).  tanah humus paling berguna sebagai

Hasil pengolahan data dengan menggunakan bantuan Software SPSS di peroleh 3 Faktor yang terdiri dari 7 variabel yang dominan penyebab keterlambatan pelaksanaan proyek sistem

Saya setuju juga dengan pendapat izzat anuar yang mengatakan kerajaan akan mengambil tindakan untuk menyekat rancangan yang berbentuk hiburan ini ditayangkan terlalu

Dalam mengembangkan sebuah kegiatan promosi harus selalu keratif dan inovatif, harus memperbaharui cara-cara kegiatan yang sesuai dengan aspirasi generasi muda

No Nama Perguruan Tinggi Skema Judul NIM Nama Mahasiswa Insentif (Rp.) Universitas Pembangunan. Nasional Veteran Jawa Timur