Anak dan Bacaannya
Oleh Arif Saifudin Yudistira*)
Anak seringkali tak lagi memiliki memori tentang bacaan. Bacaan anak di sekolah bisa dibilang minim kalau bukan tak ada. Sekolah belum memikirkan urusan bacaan anak. Bacaan anak tak dikawal, tak diperhatikan dan cenderung diabaikan. Perpusatakaaan sekadar menjadi syarat dan pelengkap fasilitas sekolah. Sekolah mengabaikan perpustakaan. Anak-anak jadi seenaknya memilih bacaan, mereka tak mengerti bacaan yang baik dan tidak baik. Anak-anak tumbuh sendiri dan berkembang dengan apa yang mereka baca tanpa pengetahuan guru. Diwaktu istirahat, guru pun lebih sibuk dengan kesibukan administrasi mereka. Mereka lalai terhadap urusan bacaan ini. Maka tak heran, ketika mereka menemukan bacaan yang ganjil di buku pelajaran baru mereka merespon berlebihan. Maklum, buku pelajaran yang jadi pegangan guru-guru, itupun dibaca ketika mereka akan mengajar. Ingatan tentang buku pelajaran pun jadi pendek antara guru dan anak. Guru tak begitu memperhatikan persoalan buku pelajaran, anak pun memperlakukan buku pelajaran sebagai sekadar cara memperoleh nilai bagus dikelas.
maksud cerita yang mengandung nilai moralitas dan kebaikan. Misal saja pada salah satu judul cerita di buku ini yang berjudul “ Anak yang kasih pada ibunya”, kita menemukan kisah sang anak yang malam-malam berkorban harus ke kota untuk mencari obat buat ibunya yang sakit. Cerita ini menggambarkan betapa anak mesti sayang dan mencintai ibunya. Anak akan merasa sakit kalau ibunya sakit. Cerita ini jelas mengajarkan nilai-nilai dan cara menghormati kepada ibu. Di cerita lain berjudul “Anak yang takabur” kita akan menemukan kisah anak yang sombong, yang sesumbar kemana-mana sebagai anak yang pemberani, tetapi setelah melihat hantu dan beruk, tiba-tiba anak ini ketakutan lari tak karuan. Sifat sombong pada akhirnya digambarkan sebagai sesuatu yang tak baik.
Minim
lagi,anak-anak tak mendapati rekomendasi, saran, atau cerita dan kisah tentang buku bacaan untuk mereka yang bagus.
Kita patut sedih, kurikulum 2013 juga belum mengurusi secara konsisten tentang kitab bacaan anak. Mereka lebih mengurusi buku pelajaran. Seolah nasib anak bergantung pada buku pelajaran. Mereka memerlukan bacaan lain selain buku pelajaran. Ini terlihat ketika mereka lebih sumringah dan berseri-seri tatkala mereka menyentuhi buku bacaan anak. Buku bacaan anak menjadi kebutuhan yang mendesak selain kebutuhan lain misalnya membangun gedung. Bukankah lebih penting membangun karakter dan jiwa anak, daripada memperbanyak kelas dan gedung, tapi melupakan anak kita akan kita apakan?. Dari buku bacaan pendamping itulah, anak-anak kita akan lebih betah di sekolah mereka, mereka lebih senang berteman dengan buku-buku bervariasi dan tanpa sadar kita telah membentuk jiwa dan mengajarkan mereka nilai-nilai kebaikan melalui bacaan. Hal ini justru lebih efektif ketimbang kita berceramah dan menyerukan moralitas di kelas-kelas kita. Dengan menambah dan mengurusi kitab bacaan anak, kita juga mengajarkan kepada anak kita bagaimana cara mencintai dan merawat buku. Buku bacaan anak patut diurus, mendapatkan perhatian, dan dikembangkan di sekolah-sekolah kita.
*) Penulis adalah Pengasuh MIM PK Kartasura, Menulis buku