• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPINION LEADERSHIP DALAM PEMANFAATAN TEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "OPINION LEADERSHIP DALAM PEMANFAATAN TEL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

OPINION LEADERSHIP DALAM PEMANFAATAN TELECENTER KARUNIA

SEBAGAI UPAYA MEMBANGUN MASYARAKAT DESA BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

(Studi Analisis Jaringan Komunikasi Mengenai Opinion Leadership di Desa Sumbergondo Kecamatan Bumiaji Kota Batu)

Mutiara Aprilia

Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya Jl. Pattimura No 10 RT 01/RW 02 Besuki-Situbondo

Email: april_tyara@yahoo.co.id

Abstrak- Penelitian ini bertujuan untuk melihat struktur jaringan komunikasi dalam upaya mencari opinion leader di Desa Sumbergondo terkait pemanfaatan Telecenter Karunia. Di samping itu juga, untuk melihat opinion leadership yang tercermin dalam aktivitas yang dilakukan oleh opinion leader dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan analisis jaringan komunikasi, observasi, dan wawancara semistruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur jaringan komunikasi pada pemanfaatan Telecenter Karunia terbagi atas dua jaringan besar yakni jaringan aktor yang memberi informasi mengenai fasilitas di Telecenter Karunia dan jaringan aktor yang dimintai informasi mengenai fasilitas di Telecenter Karunia. Adapun opinion leadership dalam penyebarluasan informasi mengenai Telecenter Karunia masih menggunakan cara-cara konvensional seperti melalui rapat, pertemuan-pertemuan, maupun secara langsung melalui lisan. Sehingga bisa dikatakan opinion leader dalam pemanfaatan Telecenter Karunia di Desa Sumbergondo mempengaruhi pengambilan keputusan orang lain melalui word of mouth.

Keyword: analisis jaringan komunikasi, opinion leader, opinion leadership, word of mouth.

PENDAHULUAN

Pada era digital seperti saat ini, tidak dapat dipungkiri kemajuan teknologi informasi dan komunikasi semakin berkembang pesat mengikuti perkembangan zaman. Hampir di setiap daerah, kita bisa melihat orang-orang memanfaatkan berbagai media terkini untuk mengakses informasi maupun menjalin relasi. Bahkan Mc Luhan (dikutip dari West & Turner 2010) yang menggunakan istilah global village untuk mendeskripsikan bagaimana media mengikat dunia menjadi sebuah sistem politik, ekonomi, dan sosial yang besar.

Ironisnya, di balik munculnya berbagai media yang memudahkan kehidupan manusia, fenomena digital divide (kesenjangan digital) masih nyata terlihat antara masyarakat kota dan masyarakat desa. Organization for Economic Cooperation and Development (dikutip dari Nasution 2004) mendefinisikan kesenjangan digital sebagai jurang antar individu, rumah tangga, kawasan bisnis, dan geografis pada berbagai tingkatan sosio-ekonomik dalam hal mengakses teknologi informasi dan komunikasi, dan menggunakan internet untuk berbagai macam kegiatan.

Kesenjangan ini tentunya menjadi permasalahan serius yang harus dihadapi pemerintah Indonesia. Sebagaimana diungkapkan Dahlan (dikutip dari Widiastuti 2010, h. 11) yang menyatakan bahwa:

(2)

Salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Komunikasi dan Informasi untuk mengatasi masalah kesenjangan digital dan pemerataan pembangunan ialah dengan membentuk telecenter. Telecenter merupakan sebuah tempat umum dimana orang dapat mengakses komputer, internet, dan teknologi digital lainnya yang memungkinkan orang untuk mengumpulkan informasi, membuat, belajar, dan berkomunikasi dengan orang lain saat mereka mengembangkan keterampilan digital abad ke-21 (Filip & Foote, 2007).

Sumbergondo sebagai salah satu daerah yang terkenal dengan daerah pertanian, merupakan salah satu tempat berdirinya telecenter. Telecenter di Desa Sumbergondo kerap kali dimanfaatkan sebagai media pembelajaran bagi masyarakat seperti mengoperasikan komputer, mengakses informasi pertanian melalui internet, dan sarana belajar bagi siswa. Di dalam melakukan manajemen terhadap keberadaan telecenter, tentu dibutuhkan peran yang harmonis di antara berbagai lapisan masyarakat terutama opinion leader. Mengingat peran opinion leader di suatu desa turut mendukung penyampaian pesan-pesan pembangunan. Opinion leader merupakan perantara, bahkan penerjemah pesan atas berbagai informasi yang diterima olehnya untuk selanjutnya diteruskan kepada masyarakat (Nurudin, 2010, h. 155). Pengenalan para pemimpin opini ini menjadi penting mengingat peran pemimpin opini di kalangan lapisan masyarakat yang berkekurangan (disadvantage) dalam membantu mengkomunikasikan pesan-pesan pembangunan merupakan salah satu cara agar komunikasi pembangunan berhasil mencapai sasarannya (Harun & Ardianto 2012, h. 64).

Studi yang membahas tentang opinion leadership dan telecenter sebenarnya telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan dan peneliti. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Kittikumpanat & Elsey (2005) mengenai peran opinion leader dalam komunikasi pemasaran; Segev, Fillar, & Fiske (2012) yang mengkaji opinion leadership dan motivasi penggunaan blog dalam aktivitas Public Relation; Hedberg (2010) tentang kinerja telecenter; dan Mukerji (2008) yang membahas tipologi pemanfaatan telecenter. Namun, sejauh ini penulis masih belum menemukan studi yang membahas secara eksplisit tentang opinion leadership dalam pemanfaatan telecenter, khususnya di Indonesia.

Di dalam penelitian ini, untuk memperoleh data yang akurat mengenai struktur jaringan komunikasi pemanfaatan telecenter, penulis menggunakan metode analisis jaringan komunikasi (communication network analysis) sebagai langkah awal menemukan opinion leader. Rogers (1983, h. 294) menjelaskan jaringan komunikasi (communication network) sebagai komunikasi yang terdiri dari individu-individu yang terhubung oleh arus informasi yang berpola. Metode analisis jaringan komunikasi dipilih oleh penulis karena memiliki kelebihan dibandingkan metode lainnya. Kim (dikutip dari Ghani 2012) menjelaskan kelebihan metode analisis jaringan komunikasi diantaranya: Pertama, metode analisis jaringan komunikasi mendalami hubungan yang tercipta antar anggota berdasarkan arah hubungan. Kedua, metode analisis jaringan komunikasi menghasilkan berbagai peta jaringan sosial untuk menunjukkan hubungan komunikatif antara anggota suatu sistem sosial. Ketiga, metode analisis jaringan komunikasi memberikan analisis yang lebih akurat dan realistis karena data di bangun dengan menghubungi sebagian besar, atau bahkan semua populasi dalam kelompok sosial.

Analisis Jaringan Komunikasi (Communication Networks Analysis) untuk Menjelaskan Struktur Jaringan Komunikasi Pemanfaatan Telecenter

(3)

Metode analisis jaringan menempatkan individu yang memiliki kedekatan dalam link jaringan sebagai satu kelompok yang sama. Pada konteks ini, communication proximity (kedekatan komunikasi) menurut Rogers (1983, h. 295) diartikan sebagai sejauh mana dua individu terkait dalam jaringan komunikasi yang saling tumpang tindih.

Di dalam penelitian ini, metode analisis jaringan komunikasi digunakan oleh peneliti untuk mengidentifikasi struktur jaringan komunikasi para aktor yang terlibat dalam pemanfaatan telecenter di Desa Sumbergondo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Melalui analisis jaringan komunikasi, dapat diketahui density, centrality degree, centrality closeness, centrality betweeness, geodesic distance, klik, serta beberapa pengukuran lainnya diantara para aktor yang terlibat.

Density menurut Prell (2012, h. 166) mengacu pada proporsi hubungan dalam jaringan yang benar-benar terjadi. Adapun Kim et al (dikutip dari Ghani 2012) mendefinisikan (1) centrality degree sebagai upaya untuk melihat berapa banyak koneksi langsung tiap-tiap individu (tingkat hubungan) di dalam jaringan, (2) centrality closeness sebagai upaya untuk melihat bagaimana individu mengontrol aliran informasi diantara individu lain atau jaringan komunikasi yang berbeda, dan (3) centralitybetweeness sebagai cara untuk melihat seberapa cepat individu melakukan akses terhadap individu lain dengan jarak paling singkat di dalam jaringan. Sedangkan geodesic distance menurut Monge & Contractor, (2003, h. 41) ialah jalur terpendek di antara dua node. Demikian juga dengan klik, Monge & Contractor, (2003, h. 43) mendefinisikan klik sebagai jumlah maksimum individu dalam jaringan yang semua langsung terhubung satu sama lain, tetapi tidak semua langsung terhubung ke setiap individu tambahan dalam jaringan. Atau dengan kata lain, satu atau lebih individu dapat menjadi anggota lebih dari satu klik.

PARADIGMA, METODOLOGI, DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma post-positivistik. Denzin & Lincoln (2009, h. 136) mendefinisikan paradigma post-positivistik sebagai sebuah metode atau pendekatan yang bertujuan untuk melakukan penelitian dalam setting yang lebih alami, mengumpulkan informasi yang lebih situasional, serta memunculkan sudut pandang emik (culture-specific) untuk membantu menentukan makna dan tujuan yang dilekatkan manusia kepada tindakan-tindakan mereka. Sedangkan metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan analisis jaringan komunikasi (communication network analysis) atau biasa dikenal pula dengan nama social network analysis. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah melalui survei sosiometri melalui penyebaran kuesioner secara snowball, observasi, dan wawancara semistruktur.

TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah melalui dua tahap yakni: Pertama, analisis data dilakukan terhadap data relasional. Data relasional ini bersumber dari kuesioner yang disebarkan oleh peneliti kepada masyarakat Desa Sumbergondo secara snowball. Data kemudian diolah dalam software UCINET sehingga menghasilkan sosiogram yang menunjukkan hubungan tiap-tiap aktor. Melalui UCINET juga diketahui density, centrality degree, centrality betweeness, centrality closeness, geodesic distance, dan klik yang menjelaskan posisi masing-masing aktor di dalam jaringan.

(4)

mencari makna melalui analisis tematik, (c) menginterpretasikan makna, dan (e) menarik kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui: (1) struktur jaringan komunikasi dalam pemanfaatan Telecenter Karunia di Desa Sumbergondo Kecamatan Bumiaji Kota Batu, (2) opinion leadership dalam pemanfaatan Telecenter Karunia pada masyarakat Desa Sumbergondo Kecamatan Bumiaji Kota Batu.

Struktur Jaringan Komunikasi Pada Pemanfaatan Telecenter Karunia di Desa Sumbergondo Kecamatan Bumiaji Kota Batu

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa jaringan komunikasi Telecenter Karunia terbagi menjadi dua bagian yakni: jaringan aktor yang memberi informasi mengenai fasilitas di Telecenter Karunia dan jaringan aktor yang dimintai informasi mengenai fasilitas di Telecenter Karunia. Jaringan terbagi menjadi jaringan aktor yang memberi dan jaringan aktor yang dimintai informasi beralasan sebab aktor yang berberan dalam penyebaran informasi tentang Telecenter Karunia, belum tentu juga merupakan aktor yang dipercaya masyarakat sebagai sumber rujukan informasi (dimintai informasi) tentang Telecenter Karunia. Berikut kedua jaringan yang terbentuk.

A. Jaringan Aktor yang Memberi Informasi Mengenai Fasilitas di Telecenter Karunia

Gambar 1: Sosiogram Jaringan Aktor yang Memberi Informasi Mengenai Fasilitas di Telecenter Karunia Sumber: Diolah dari data penelitian dan UCINET

B. Jaringan Aktor yang Dimintai Informasi Mengenai Fasilitas di Telecenter Karunia

(5)

Tabel 1. Perbandingan Temuan Jaringan A dan B

Pengukuran Jaringan A Jaringan B

Density 0.037 0.037

Degree 2.976 2.737

Betweenness 1.146 0.684

Closeness 2.690 2.830

Geodesic distance

Hubungan bernilai 1 sebanyak 60, hubungan bernilai 2 sebanyak 39, dan hubungan bernilai

3 sebanyak 4

Hubungan bernilai 1 sebanyak 48, hubungan bernilai 2 sebanyak 22, dan

hubungan bernilai 3 sebanyak 2

Klik Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Sumber: Diolah dari data penelitian dan UCINET

Keterangan: (1) Jaringan A yakni Jaringan Aktor yang Memberi Informasi Mengenai Fasilitasi di Telecenter Karunia, (2) Jaringan B yakni Jaringan Aktor yang Memberi Informasi Mengenai Fasilitas di Telecenter

Karunia

Secara umum kedua jaringan memiliki nilai pengukuran yang hampir sama. Namun, terdapat perbedaan pada temuan aktor yang terlibat dalam masing-masing jaringan. Berikut penjelasan dari temuan pada kedua jaringan:

Density

Di dalam esensinya, density terlihat pada sejauh mana semua aktor individual dalam jaringan dihubungkan secara bersama. Pada umumnya, nilai density berada pada rentang 0 sampai dengan 1, dimana nilai tersebut menunjukkan kohesifitas atau kekompakan di dalam jaringan secara keseluruhan (Martino & Spoto, 2006). Density keseluruhan dalam kedua jaringan menunjukkan angka 0.037 atau 3,7% artinya peluang terjadinya hubungan antar aktor di dalam jaringan secara kebetulan yakni 3,7%. Atau dengan kata lain, nilai density 0.037 memiliki makna bahwa tingkat kohesifitas di dalam jaringan tergolong rendah (menunjukkan kerenggangan hubungan antar aktor).

Centrality degree

Rata-rata nilai degree dalam jaringan A adalah 2.976. Adapun aktor yang memiliki degree di atas rata-rata pada jaringan A yakni Suliyatim, Mas’ud, Susiwi, Anggono, Suwito, Rupendi, Totok, Deny, Jumiati, Krismiati, Ubaidilah, Sutiyami, Wiwin, Sumantono, Nuryuwono, Tri, Sri, dan Sukemi. Sedangkan rata-rata nilai degree dalam jaringan B adalah 2.737. Adapun aktor yang memiliki degree di atas rata-rata pada jaringan B yakni Suliyatim, Saman, Mas’ud, Susiwi, Suyanti, Deny, Ubaidilah, Anggono, Sutiyami, Wiwin, Kusrianto, Suwito, dan Sri. Degree di atas rata-rata menunjukkan bahwa aktor tersebut tidak terisolir dari aktor lainnya.

Centrality betweenness

Rata-rata nilai betweenness dalam jaringan A adalah 1.146. Adapun aktor yang memiliki betweenness di atas rata-rata pada jaringan A yakni Susiwi, Rupendi, Suwito, Ubaidilah, Jumiati, Deny, Krismiati, Sutiyami, dan Sumantono. Sedangkan rata-rata nilai betweenness pada jaringan B adalah 0.684. Adapun aktor yang memiliki betweenness di atas rata-rata pada jaringan B yakni Susiwi, Ubaidilah, Sutiyami, Deny, Wiwin, dan Suwito. Nilai betweenness di atas rata-rata menunjukkan bahwa aktor memiliki kemampuan mengendalikan informasi di dalam jaringan. Aktor-aktor dengan nilai betweenness tinggi menurut Ennett et al (dikutip dari Lewis, Kaufman, Gonzales, Wimmer, & Christakis 2008) memainkan peran sentral dalam transmisi perilaku, norma, dan pengetahuan budaya. Dengan demikian aktor-aktor yang memiliki nilai betweenness di atas rata-rata perlu mendapatkan perhatian lebih mengingat peran mereka dalam mempengaruhi perilaku aktor lain di dalam jaringan.

Centrality closeness

(6)

yakni 2.830. Adapun aktor-aktor yang memiliki nilai closeness di atas rata-rata pada jaringan B yakni Suliyatim, Saman, Anggono, Mas’ud, Ubaidilah, Susiwi, Totok, Nuryuwono, dan Suwito. Nilai closeness di atas rata-rata menunjukkan bahwa aktor banyak berbagi informasi. Geodesic Distance

Pada kedua jaringan sebagian besar hubungan bernilai 1 (hubungan langsung). Atau dengan kata lain, hubungan yang terjadi antar aktor bersifat informatif.

Klik

Pada kedua jaringan, tidak ada klik (sub grup dalam jaringan) yang ditemukan. Hal ini disebabkan karena posisi setiap node berdekatan dan hubungan yang dihasilkan bersifat satu arah. Selain itu juga diakibatkan oleh informasi yang mengalir dari aktor ke aktor lainnya bersifat memusat bukan menyebar.

Sebagai upaya untuk menemukan opinion leader pada kedua jaringan yang terbentuk, maka peneliti melakukan analisis dengan menggunakan pengukuran tiga aspek centrality utama yakni centrality degree, centrality betweenness, dan centrality closeness dengan memilih beberapa aktor yang memiliki nilai centrality degree, centrality betweenness, dan centrality closeness paling menonjol di antara aktor lainnya. Penggunaan konsep network centrality ini menjadi landasan karena beberapa alasan seperti diungkapkan Freeman, Wellman, Wellman & Berkowitz (dikutip dari Raghupathi, Arazy, Kumar, & Shapira 2009) yang menyatakan bahwa ukuran analisis sentralitas jaringan sosial digunakan untuk memperkirakan posisi relatif anggota dalam jaringan. Tidak hanya itu saja, Nov & Wittal; Wasko & Faraj (dikutip dari Raghupathi, Arazy, Kumar, & Shapira 2009) juga menyatakan bahwa sentralitas telah terbukti pada kesediaan orang untuk berbagi informasi dan berhubungan positif dengan kepemimpinan pendapat.

Tabel 2. Analisis Opinion Leader Jaringan Aktor yang Memberi Informasi Mengenai Fasilitas di Telecenter Karunia (Jaringan A)

No Nama aktor Centrality degree Centrality betweenness

Centrality

closeness Jumlah

1 Suliyatim V V 2

2 Mas’ud V V 2

3 Susiwi V V 2

4 Anggono V V 2

5 Rupendi V 1

6 Suwito V 1

7 Ubaidilah V 1

8 Totok V 1

Sumber: Diolah dari data penelitian

Berdasarkan temuan tiga aspek centrality utama yakni centrality degree, centrality betweenness, dan centrality closeness maka dapat disimpulkan yang menjadi opinion leader pada jaringan aktor yang memberi informasi mengenai fasilitas di Telecenter Karunia (jaringan A) adalah Suliyatim, Mas’ud, Susiwi, Anggono.

Tabel 3. Analisis Opinion Leader Jaringan Aktor yang Dimintai Informasi Mengenai Fasilitas di Telecenter Karunia (Jaringan B)

No Nama Aktor Centrality Degree

Centrality Betweenness

Centrality

Closeness Jumlah

1 Suliyatim V V 2

2 Saman V V 2

3 Mas’ud V V 2

4 Susiwi V V 2

(7)

6 Sutiyami V 1

7 Deny V 1

8 Anggono V 1

Sumber: Diolah dari data penelitian

Berdasarkan temuan tiga aspek centrality utama yakni centrality degree, centrality betweenness, dan centrality closeness maka dapat disimpulkan yang menjadi opinion leader pada jaringan aktor yang dimintai informasi mengenai fasilitas di Telecenter Karunia (jaringan B) adalah Suliyatim, Saman, Mas’ud, Susiwi. Peneliti juga memilih 2 (dua) orang aktor yang memiliki peluang atau berpotensi untuk menjadi opinion leader yakni Totok dan Rupendi. Hal tersebut beralasan karena kedua aktor tersebut adalah aktor yang rutin memberikan informasi kepada masyarakat namun masih belum banyak menjadi rujukan masyarakat akan informasi baru. Sehingga dengan demikian, opinion leader yang ditemukan dari kedua jaringan yang terbentuk sebanyak tujuh orang yakni Suliyatim, Mas’ud, Susiwi, Anggono, Saman, Totok, dan Rupendi.

Opinion Leadership dalam Pemanfaatan Telecenter Karunia pada Masyarakat Desa Sumbergondo Kecamatan Bumiaji Kota Batu

Rogers & Kincaid (1981, h. 123) mendefinisikan opinion leadership sebagai sejauh mana individu dapat secara informal mempengaruhi sikap individu lain atau atau tingkah laku terbuka lainnya dengan frekuensi yang relatif. Kemampuan tersebut bisa disebabkan karena status sosial yang dimiliki individu berbeda dengan kebanyakan masyarakat pada umumnya. Atau bisa juga disebabkan karena tingkat pengetahuan individu lebih tinggi daripada masyarakat lainnya. Di dalam adopsi inovasi Telecenter Karunia, penyebaran infomasi mengalir dari orang-orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih tentang internet, yakni pengelola telecenter, perangkat desa, dan kelompok kader kelembagaan tertentu.

Opinion leadership pada pemanfaatan Telecenter Karunia secara umum dapat dikatakan belum optimal karena strategi yang digunakan oleh opinion leader dalam menjangkau target sasaran bisa dikatakan masih menggunakan cara-cara konvensional seperti melalui rapat, pertemuan-pertemuan, maupun secara langsung melalui lisan. Chau & Hui (dikutip dari Merwe & Heerden 2009) mengemukakan bahwa ada tiga cara yang digunakan opinion leader dalam mempengaruhi pengambilan keputusan orang lain yakni berperan sebagai model yang menginspirasi imitasi, penyebar informasi dari satu orang ke orang lainnya (word of mouth) atau hanya bertindak sebagai pemberi saran/nasihat bagi pengikutnya. Sedangkan opinion leader dalam pemanfaatan Telecenter Karunia di Desa Sumbergondo dapat dikatakan berperan sebagai penyebar informasi melalui word of mouth. Padahal, untuk mencapai tujuan penyampaian pesan secara optimal opinion leader harus memiliki ketiga peran tersebut.

Demikian pula dengan metode khusus yang digunakan untuk membidik masyarakat, para opinion leader mengaku tidak memiliki metode khusus yang cukup signifikan sehingga diperlukan upaya pengembangan diri bagi opinion leader dalam konteks ini bisa berupa kegiatan pelatihan, workshop, dan seminar. Pengembangan diri bagi opinion leader untuk menciptakan program yang tepat guna dan sasaran menjadi penting sebagaimana diungkapkan Mtega dan Ronald (2013) yang menyatakan bahwa untuk mencapai potensi penuh dari layanan informasi pedesaan, masyarakat harus memahami kegunaan dari layanan yang ditawarkan. Hal ini penting untuk menilai manfaat yang dirasakan terkait dengan penggunaan layanan. Jika masyarakat pedesaan mengakui manfaat dan kegunaan dari layanan informasi yang disediakan, layanan kemungkinan akan diterjemahkan ke dalam pembangunan sosial ekonomi.

(8)

perkembangan, dimana terdapat peningkatan kapasitas untuk memahami dunia pribadi dan interpersonal dengan perspektif yang lebih kompleks yang memungkinkan kapasitasnya sebagai pemimpin untuk memimpin orang lain. Sehingga, leadership yang terjadi tidak hanya sebatas ‘memimpin’ akan tetapi mampu untuk ‘bekerja sama’ secara baik.

Berbicara mengenai media yang digunakan, sebagian besar opinion leader menyatakan bahwa mereka tidak menggunakan media tertentu untuk menyebarkan pesan tentang Telecenter Karunia. Meskipun, beberapa diantaranya mengaku memanfaatkan media seremonial desa untuk menyisipkan pesan tentang Telecenter Karunia. Pemanfaatan media seremonial desa seharusnya juga lebih dioptimalkan mengingat media tersebut merupakan salah satu media yang ‘akrab’ bagi masyarakat desa. Sebagaimana diungkapkan oleh Machmud (2013) yang menyatakan bahwa penggunaan heritage media (media warisan leluhur) yang telah digunakan oleh masyarakat secara turun temurun dapat membantu adopsi media massa modern.

Adapun hambatan yang ditemui oleh opinion leader dalam mengkomunikasikan pemanfaatan telecenter seperti: kurang pahamnya masyarakat tentang internet, sikap acuh masyarakat terhadap kegiatan Telecenter Karunia, dan image negatif yang melekat di kalangan masyarakat pada teknologi terutama internet. Ellen (dikutip dari Mtega & Malekani 2009) menyatakan bahwa hambatan psikologis individu seperti ketakutan dalam mengakses informasi biasanya disebabkan oleh kegagalan memperoleh informasi dari penyedia yang tepat. Oleh karena itu, dalam upaya meminimalisir hambatan tersebut studi mengenai peran opinion leader menjadi penting karena melalui peran mereka segala elemen masyarakat dapat dijangkau.

Hal tersebut juga semakin menunjukkan perlunya upaya dalam mengetahui kepemimpinan pendapat yang terjadi pada masyarakat Sumbergondo untuk mengetahui aktor yang menjadi rujukan masyarakat akan sebuah informasi, sehingga melalui aktor-aktor tersebut penyampaian informasi yang tepat dapat dioptimalkan. Berikut pernyataan Chaudhry & Irshad (2013, h. 18) yang menyatakan bahwa:

The information flows through networks. The nature of networks and the roles opinion leaders play in them determine the likelihood that the innovation will be adopted. Innovation diffusion research has attempted to explain the variables that influence how and why users adopt a new information medium, such as the Internet.Opinion leaders exert influence on audience behavior via their personal contact, but additional intermediaries called change agents and gatekeepers are also included in the process of diffusion.

Maksud pernyataan tersebut yakni informasi mengalir melalui jaringan. Sifat jaringan dan peran para pemimpin bermain di dalamnya dan menentukan kemungkinan bahwa inovasi akan diadopsi. Penelitian difusi inovasi telah berusaha untuk menjelaskan variabel-variabel yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa pengguna mengadopsi media informasi baru, seperti internet. Pemimpin opini memberikan pengaruh pada perilaku khalayak melalui kontak pribadi mereka, tetapi perantara tambahan yang disebut agen dan gatekeeper perubahan juga termasuk dalam proses difusi.

(9)

langsung, dan kedua, pengaruh pada anggota kelompok eksternal melalui peran mereka dalam menjembatani kelompok lain yang tidak terhubung secara langsung.

Hambatan yang dialami opinion leader dalam mengkomunikasikan pemanfaatan Telecenter Karunia kemudian diselesaikan melalui pertemuan antar pengurus, pengomunikasian langsung kepada masyarakat, dan melibatkan pemerintah dan perangkat desa setempat untuk terlibat dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. Cara tersebut sebagai salah satu bentuk aktivitas opinion leader dalam mengoptimalkan pemanfaatan Telecenter Karunia di Desa Sumbergondo. Melalui cara-cara tersebut, diharapkan akan tercipta keberlanjutan pemanfaatan Telecenter Karunia di kalangan masyarakat Desa Sumbergondo. Drath, Komives, Lucas, McMahon, & Rost (dikutip dari Priest, Kaufman, Brunton, & Seibel 2013) menyatakan bahwa konsepsi modern kepemimpinan menekankan perspektif relasional dan proses dimana pemimpin dan pengikut bekerja sama untuk menciptakan perubahan positif. Sehingga dengan menciptakan leadership yang melibatkan semua komponen masyarakat konsepsi kepemimpinan modern yang maksimal akan terwujud.

Konsepsi kepemimpinan modern yang melibatkan semua elemen masyarakat juga harus ditinjau berdasarkan kualitas sumberdaya manusia sebagaimana diungkapkan Mtega & Malekani (2009, h. 74) yang menyatakan bahwa: “Human resource sustainability is very important for each telecenter. Most telecenters can be at a risk of human resource instability due to the fact that most learnt people do not like to work in rural areas.” Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa keberlanjutan sumber daya manusia sangat penting bagi tiap-tiap telecenter. Kebanyakan telecenter bisa berada pada risiko ketidakstabilan sumber daya manusia karena fakta bahwa orang-orang paling terpelajar tidak suka bekerja di daerah pedesaan. Masalah ini harus menjadi perhatian serius pengelola telecenter, opinion leader, dan perangkat desa setempat untuk memberdayakan sumber daya manusia potensial sebagai upaya menciptakan keberlanjutan pemanfaatan telecenter di Desa Sumbergondo.

KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum struktur jaringan komunikasi yang terbentuk pada pemanfaatan Telecenter Karunia terbagi atas jaringan aktor yang memberi informasi mengenai fasilitas di Telecenter Karunia dan jaringan aktor yang dimintai informasi mengenai fasilitas di Telecenter Karunia. Meskipun pada kedua jaringan terdapat perbedaan temuan pada peran masing-masing aktor, namun secara umum pengukuran density, centrality degree, centrality betweenness, centrality closeness, geodesic distance, dan klik menunjukkan hasil yang serupa yakni cenderung rendah. Serta jumlah hubungan langsung satu arah yang dominan dan tidak ditemukannya klik.

Sedangkan opinion leadership dalam penelitian ini tercermin pada aktivitas yang dilakukan oleh opinion leader dalam mempengaruhi pengambilan keputusan orang lain mulai dari metode, strategi, hingga media yang digunakan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti ditemukan bahwa penyebarluasan informasi mengenai Telecenter Karunia masih menggunakan cara-cara konvensional. Demikian pula dengan media yang digunakan, sebagian besar opinion leader menyatakan bahwa mereka tidak menggunakan media tertentu untuk menyebarkan pesan tentang Telecenter Karunia. Sehingga bisa dikatakan opinion leader dalam pemanfaatan Telecenter Karunia di Desa Sumbergondo mempengaruhi pengambilan keputusan orang lain melalui word of mouth.

(10)

rutin oleh Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Batu agar mereka mampu menerapkan strategi komunikasi yang efektif dan tepat sasaran. Ketiga, Pemanfaatan secara maksimal saluran tradisional dalam penyebarluasan informasi mengenai Telecenter Karunia untuk menjangkau khalayak awam teknologi.

DAFTAR PUSTAKA

Barbuto, Jr. J. E., & Millard, M. L. (2012). Wisdom development of leaders: A constructive developmental perspective. International Journal of Leadership Studies, 5(1), 233-245.

Chaudhry, S. A., & Irshad, W. (2013). Opinion leadership and its role in buyer decision making. Academy of Contemporary Research Journal, 2(1), 16-23.

Denzin, N. K., & Lincoln , Y. S. (2009). Handbook of qualitative research. (Dariyatno, B. S. Fata, Abi, J. Rinaldi, Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Filip, B., & Foote, D. (2007). Making the connection: Scaling telecenters for development. Washington: Information Technology Applications Center (ITAC) of the Academy

for Education Development. Tersedia dari

http://connection.aed.org/pages/MakingConnections.pdf

Genis, M. (2008). So many leadership programs, so little change: Why many leadership development efforts fall short. Journal for Non Profit Management, 12(1), 32-40. Ghani, M. A. (2012). Identifying opinion leaders using social network analysis a study in an

Egyptian village. Russian Journal of Agricultural and Socio-Economic Sciences, 4(4), 12-19.

Harun, R., & Ardianto, E. (2012). Komunikasi pembangunan & perubahan sosial. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Hedberg, L., J. (2010). Telecentre for community development: Evaluation of the tunjang telecentre Malaysia. The Journal of Community Informatics, 6 (2), -

Kittikumpanat, M., & Elsey, B. (2005). Opinion leader and nutritional marketing communication of nutritional product in Thailand. ABAC Journal, 25(2), 35-51. Lewis, K., Kaufman, J., Gonzales, M., Wimmer, A., & Christakis, N. (2008). Tastes, ties, and

time: A new social network dataset using facebook.com. Social Networks, 30(4), 330-342.

Machmud, M. (2013). Heritage media and local wisdom of Indonesian society. Global Journal of Human Social Science, 13(6), 57-66.

Martino, F., & Spoto, A. (2006). Social network analysis: A brief theoretical review and further perspectives in the study of information technology. Psychnology Journal, 4(1), 53-86.

Merwe, R. V. D & Heerden, G. V. (2009). Finding and utilizing opinion leaders: Social networks and the power of relationships. S.Afr.J.Bus.Manage, 40(3), 65-75.

Monge, P. R., & Contractor, N. S. (2003). Theories of communication networks. New York: Oxford University Press.

Mtega, W. P., & Malekani A. W. (2009). Analyzing the usage patterns and challenges of telecenters among rural communities: Experience from four selected telecenters in Tanzania. International Journal of Education and Development using Information and Communication Technology, 5 (2), 68-87.

Mtega, W. P., & Ronald, B. (2013). The state of rural information and communication services in Tanzania: A meta-analysis. International Journal of Information and Communication Technology Research, 3(2), 64-73.

(11)

Nasution, Z. (2004). Komunikasi pembangunan: Pengenalan teori dan penerapannya. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Nurudin. (2010). Sistem komunikasi indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

O’leary, Z. (2010). The essential guide to doing your research project. London: Sage Publication Ltd.

Prell, C. (2012). Social network analysis. London: Sage Publication Ltd.

Priest, K. L., Kaufman, E. K., Brunton, K., & Seibel, M. (2013). Appreciative inquiry: A tool for organizational, programmatic, and project-focused change. Journal of Leadership Education, 12(1), 18-33.

Raghupathi, V., Arazy, O., Kumar, N., & Shapira, B. (2009). Opinion leadership: Non-work-related advice in a work setting. Journal of Electronic Commerce Research, 10(4), 220-234.

Rogers, E. M., & Kincaid, D. L. (1981). Communication networks. New York: The Free Press.

Rogers, E. M., (1983). Diffusion of innovation. New York: The Free Press.

Segev, E., Villar, M. E., & Fiske, R. M. (2012). Understanding opinion leadership and motivations to blog: Implications for public relations practice. Public Relations Journal, 6(5), 1-31.

Widiastuti, T. (2010). Kemiskinan struktural informasi. Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(1), 11-26. West, R., & Turner, L. H. (2010). Pengantar teori komunikasi. (M. Natalia Damayanti Maer,

Gambar

Gambar 1: Sosiogram Jaringan Aktor yang Memberi Informasi Mengenai Fasilitas di Telecenter KaruniaSumber: Diolah dari data penelitian dan UCINET
Tabel 1. Perbandingan Temuan Jaringan A dan B Jaringan A

Referensi

Dokumen terkait

Rencana pembangunan yang berbasis keruangan dalam skala Daerah yang telah ditetapkan adalah Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bantul Nomor 1 Tahun

string bagianhutan_nama = tx_namahutan.Text;

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang mengenai Slack Anggaran, dalam Partisipasi Anggaran, Informasi Asimetri, dan Budget Emphasis merupakan variabel yang diduga

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode purposive sample yakni sampel dipilih atas Wajib pajak pelaku usaha yang

Mengingat penggunaan SAHA dalam klinik sebagai anti-kanker semakin intensif, semakin luasnya target IHD pada berbagai kondisi patologis, dan semakin

[r]

Gjuhësia shqiptare sot e ka përqafuar gjerësisht tezën për shqipen si pasardhëse të ilirishtes së vjetër, ndërkohë që këto nuk mund të argumentohen përmes dokumentesh

“engkok anikah bik atul polanah epaksa bik mattoah, pas engkok ngajar ebungkonah atul, ben engkok tak andik kesiapan anikah, tapeh engkok bik bapaeng atul epaksah soro anikah,