• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Final rancangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB III Final rancangan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH

3.1. Kondisi ekonomi daerah tahun 2007 dan perkiraan tahun 2008

3.1.1. Kondisi Ekonomi daerah Tahun 2007

Selama tahun 2007 perekonomian Jawa Timur mengalami perkembangan

yang cukup signifikan. Secara agregat, pada tahun 2007 ekonomi Jawa Timur tumbuh sebesar 6,02% (BPS Jatim) lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun 2006 sebesar 5,80%. Pertumbuhan ekonomi tersebut terutama didukung oleh kinerja sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi. Sementara itu kontribusi tertinggi masih didominasi oleh tiga sektor andalan yaitu sektor perdagangan, hotel dan

restoran, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian. Tabel.3.1

Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Peranan Sektoral Terhadap PDRB Jawa Timur

Tahun 2007

No Sektor Pertumbuhan

(%)

Kontribusi (%)

I Pertanian 3,89 16,87

II Pertambangan dan Penggalian 8,94 2,10

III Industri Pengolahan 3,68 28,51

IV Listrik, Gas dan Air Bersih 11,81 1,93

V Konstruksi 0,45 3,35

VI Perdagangan, Hotel dan Restoran 9,19 28,99

VII Pengangkutan dan Komunikasi 6,85 5,52

VIII Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 7,88 4,57

IX Jasa-jasa 5,13 8,15

PDRB 6,02 100

Apabila diukur dengan angka absolut PDRB atas dasar harga berlaku, PDRB Jawa Timur pada tahun 2007 mencapai Rp. 531,613 trilyun atau meningkat

sebesar 12,96% bila dibandingkan dengan tahun 2006 yang tercatat Rp. 470,619 trilyun. Dengan data jumlah penduduk dari hasil proyeksi penduduk berdasarkan P4B yaitu sebesar 37.478.737 jiwa dengan pertumbuhan sebesar 1,06% maka PDRB per kapita Jawa Timur tahun 2007 mencapai Rp. 14,18 juta per kapita per tahun. Angka ini secara kasar menunjukkan, bahwa secara rata-rata setiap penduduk memiliki pendapatan sekitar Rp. 14,18 juta dalam

(2)

setahun atau Rp.1,18 juta dalam sebulan, suatu angka diatas upah minimum Kabupaten/Kota (UMK). Namun demikian PDRB per kapita tersebut, walaupun nilainya telah mencapai diatas UMK, akan tetapi secara absolut masih terkoreksi oleh besarnya nilai inflasi pada tahun berjalan. Nilai inflasi Jawa Timur (kumulatif Januari-Desember 2007) mencapai angka sebesar 6,20% lebih rendah dari inflasi tahun 2006 sebesar 6,29 %, sehingga daya beli

masyarakat pada tahun 2007 lebih tinggi dan akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur secara menyeluruh.

Selanjutnya ditinjau berdasarkan pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Jawa

Timur banyak ditopang oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 7,98% yang mencapai angka lebih tinggi dibanding tahun 2006 sebesar 7,11%. Sedangkan, peranan konsumsi rumah tangga menunjukkan penurunan dari 62,26% pada tahun 2006 menjadi sebesar 61,91% pada tahun 2007. Penuruan peranan konsumsi rumah tangga ini, terutama didorong oleh penurunan

konsumsi makanan. Walaupun demikian, terjadi peningkatan pertumbuhan dan peranan konsumsi non-makanan, yang menunjukkan meningkatnya daya beli masyarakat akan barang – barang non makanan seperti mobil, televisi, pakaian, dsb. Hal ini tentunya merupakan insentif bagi kegiatan ekonomi terkait dengan peluang investasi serta kesempatan kerja.

Tabel 3.2

Pertumbuhan dan Kontribusi PDRB menurut penggunaan Tahun 2007

No Sektor Pertumbuhan

(%)

Kontribusi (%)

I Konsumsi rumah tangga 7,98 61,91

II Konsumsi lbg Sos tdk mencari untung 4,94 0,69

III Konsumsi pemerintah 8,25 6,37

IV Pembentukan Modal Tetap Bruto 2,71 17,41

V Perubahan stok -31,30 11,48

VI Ekspor 7,09 43,52

VII Impor 4,58 41,39

PDRB 6,02 100

Sementara itu, pertumbuhan pengeluaran ekspor, impor dan Pembentukan Modal Tetap Bruto menunjukkan perlambatan. Perlambatan ini banyak disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan ekspor dan impor baik antar Pulau luar Propinsi dan antar Propinsi melalui darat. Sementara itu pertumbuhan

pengeluaran impor antar negara menunjukkan peningkatan dari 2,22% (2006)

(3)

menjadi 2,43% (2007). Hal ini mengindikasikan meningkatnya impor bahan baku. Melambatnya pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto dari 6,04% tahun 2006 menjadi 2,71% tahun 2007 hal ini menunjukkan belum membaiknya kondisi investasi swasta.

Nilai ekspor Jawa Timur Tahun 2007 sebesar US$ 11,770 milyar atau mengalami peningkatan sebesar 30,50% dibandingkan tahun 2006 yaitu US$ 9,019 milyar. Pencapaian ini menempatkan Jawa Timur pada posisi kedua dalam memberikan kontribusi ekspor nasional, setelah sebelumnya menempati urutan ketiga. Pesatnya pertumbuhan ekspor ini didukung oleh 10 komoditi

utama Jawa Timur yaitu pengolahan tembaga, timah; kimia dasar; pengolahan kayu; besi baja; Pulp & kertas; makanan & minuman; tekstil; pengolahan karet; udang dan alat-alat listrik. Kesepuluh komoditas tersebut memberikan kontribusi terbesar terhadap ekspor Jawa Timur yaitu sebesar 78,10%. Adapun 10 negara tujuan utama ekspor Jawa Timur adalah Jepang, Amerika Serikat,

Malaysia; RRC; Thailand, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Australia dan Jerman.

Sedangkan nilai impor Jawa Timur sampai dengan Desember tahun

2007 tercatat sebesar US$ 5,619 milyar atau relatif sama dibandingkan periode yang sama tahun 2006 yaitu US$ 5,689 milyar. Adapun 10 komoditi utama impor non migas Jawa Timur adalah besi baja; kimia dasar; makanan & minuman; makanan ternak; Pulp & kertas; hasil pertanian; pengolahan aluminium; barang-barang kimia; tekstil dan biji lainnya. Sedangkan 10 negara utama asal impor Jawa Timur meliputi Singapura, RRC, Korea Selatan,

Amerika Serikat, Australia, Malaysia, Jepang, India, Thailand dan Taiwan.

Propinsi Jawa Timur sebagai pusat perdagangan dapat dilihat dari kontribusi ekspor sebesar 43,52% dan impor sebesar 41,39%. Perdagangan

antar Pulau dan Propinsi mendominasi kegiatan ekspor dan impor masing-masing sebesar 23,89% dan 23,56%. Hal ini menunjukkan Jawa Timur sebagai pusat perdagangan domestik.

(4)

92,567 trilyun atau 17,41% dari total PDRB. Investasi yang ditanam ini berasal baik dari masyarakat Jawa Timur sendiri maupun dari masyarakat luar Jawa Timur. Investasi berguna untuk memacu kapasitas dari unit kegiatan ekonomi yang belum terpakai secara optimal.

Sejalan dengan lebih rendahnya realisasi APBD tahun 2007 yang diakibatkan perubahan tata kelola keuangan negara berdampak pada pertumbuhan konsumsi pemerintah dari 15,99% tahun 2006 menjadi 8,25% pada tahun 2007. Namun demikian dari sisi nilai konsumsi pemerintah naik dari Rp. 30,661 Trilyun menjadi Rp.33,886 Trilyun.

Sementara itu, perekonomian Jawa Timur di tahun 2007 mencatat laju inflasi kumulatif sebesar 6,29%, lebih rendah daripada tahun lalu yang sebesar 6,64%. Angka ini menunjukkan bahwa harga-harga di Jawa Timur pada tahun 2007 relatif masih terkendali dan berada dalam rentang 6,1% yang ditargetkan oleh pemerintah. Dampak lanjutan kenaikan harga BBM di tahun 2005

terhadap harga barang-barang telah sepenuhnya hilang di tahun 2007, sehingga beban inflasi yang ditanggung masyarakat menjadi lebih ringan.

Penyumbang utama inflasi Jawa Timur pada tahun 2007 tetaplah

berasal dari barang-barang kelompok volatile foods utamanya minyak goreng dan beras. Harga minyak goreng mulai menanjak sejak Januari 2007 seiring meningkatnya harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar dunia. Sejak saat itu, harga minyak goreng terus membubung tinggi hingga berakhirnya 2007 meskipun berbagai kebijakan telah ditempuh pemerintah untuk

mengendalikannya. Harga CPO di pasar dunia tetap merupakan insentif yang menarik bagi produsen untuk mengekspor produknya daripada untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Sementara itu, inflasi beras di Jawa Timur sempat mencapai angka 20% di awal tahun 2007 sebagai akibat kelangkaan pasokan dan permasalahan distribusi. Tingkat inflasi beras

kemudian mulai menurun pada triwulan II-2007 namun akhirnya tetap bertengger di kisaran 10% hingga tahun 2007 berakhir.

Di sisi lain, tidak terdapat tekanan yang signifikan di sepanjang 2007

(5)

dan listrik. Meskipun harga minyak mentah dunia meroket, pemerintah masih bertahan untuk tidak mencabut subsidi terhadap bahan bakar minyak di tahun 2007. Strategi ini sukses menjaga inflasi administered-price goods pada tingkat yang rendah dan terkendali.

Sementara itu, kenaikan harga barang-barang pembentuk inflasi inti (core inflation) sempat mewarnai perekonomian Jawa Timur pada triwulan III-2007. Kenaikan ini berasal dari dua faktor yang mempengaruhi core inflation

yaitu ekspektasi inflasi yang melonjak tajam di akhir Agustus 2007 dan

melemahnya nilai tukar Rupiah. Kita mengingat periode tersebut sebagai masa-masa merebaknya isu tentang kenaikan harga minyak mentah dunia dan gagal bayar debitur KPR di Amerika (masalah subprime-mortgage). Meningkatnya harga minyak mentah dunia dibaca oleh masyarakat sebagai ancaman terhadap stabilitas harga-harga domestik sehingga mendorong ekspektasi inflasi mereka. Sementara itu, fenomena subprime-mortgage di

pasar keuangan internasional mendorong investor asing untuk menyesuaikan portofolio investasinya di Indonesia yang berakibat pada melemahnya nilai tukar Rupiah di sepanjang bulan Agustus 2007.

Adapun kesenjangan output (output gap) yang merupakan faktor pembentuk core inflation lainnya tercatat masih negatif, yang berarti masih banyak ruang bagi perekonomian Jawa Timur untuk meningkatkan kapasitas produksinya dalam merespon peningkatan permintaan. Hasil Survei Kegiatan

Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia Surabaya menunjukkan bahwa tingkat utilisasi kapasitas di berbagai sektor ekonomi di Jawa Timur rata-rata hanya sebesar 70% di sepanjang 2007.

3.1.2. Proyeksi Makro Ekonomi Jawa Timur Tahun 2008

(6)

Lingkungan eksternal (Global)

Pertama, memburuknya perekonomian dunia yang diawali dengan adanya krisis ekonomi di Amerika Serikat yang disebabkan oleh jatuhnya pasar surat utang ”subprime mortgage” atau kredit kepemilikan rumah (KPR) di Amerika

Serikat. Melemahnya ekonomi Amerika Serikat menyebabkan meningkatnya persentase gagal bayar debitor KPR segmen tersebut. Akibatnya, harga surat utang subprime mortgage jatuh. Kejatuhan harga surat utang subprime mortgage membawa kerugian bagi bank dan perusahaan pengelola dana (fund

management) yang membeli surat utang tersebut dan ternyata yang memiliki surat utang subprime mortgage bukan hanya perbankan di Amerika Serikat, tetapi ada juga perbankan di Australia, Singapura, Taiwan, China, atau di India. Perbankan di benua lain pasti juga memiliki eksposur ke surat utang subprime

mortgage yang akibatnya, harga saham perbankan di seluruh dunia jatuh. Berhubung psikologi pasar selalu cenderung ekstrem, banyak pelaku pasar

percaya bahwa meruginya perbankan besar akan berdampak kepada pelambatan laju pertumbuhan kredit, dan pelambatan kegiatan ekonomi yang selanjutnya berdampak pada jatuhnya harga saham nonperbankan di seluruh dunia yang tentu saja akan mempengaruhi nilai perdangangan antar negara.

Kedua,melambungnya harga minyak mentah dunia yang menembus US$ 100 per barrel akan berdampak pada ketidakstabilan ekonomi dunia. Kenaikan harga minyak akan berdampak pada kenaikan harga-harga komoditi lainnya yang bisa memicu tingginya laju inflasi dunia dan kenaikan suku bunga perbankan.

Ketiga:Melambungnya harga bahan baku pangan khususnya biji-bijian seperti jagung, kedelai di tingkat nasional sebagai akibat lonjakan harga di tingkat dunia akan memberi dampak terhadap kenaikan barang – barang subtitusi

serta ketahanan pangan di Jawa Timur, sehingga diperlukan upaya untuk tetap menjaga kestabilan harga di tingkat nasional.

(7)

keterlibatan Jawa Timur dalam hal kerjasama ekonomi di kawasan-kawasan tersebut.

Kelima : Makin kuatnya isue-isue non tarif (misalnya isue HAM, Trafficking,

illegal logging) yang dikenakan oleh negara-negara maju terhadap produk-produk dari negara berkembang.

Lingkungan Internal (Nasional)

Pertama: Membaiknya kondisi ekonomi makro nasional didukung oleh

terjaganya laju inflasi, stabilnya nilai tukar rupiah, dan suku bunga SBI yang makin kondusif bagi percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Kedua : Tingginya komitmen pemerintah pusat terhadap pemberdayaan

sektor riil dan UMKM serta penanggulangan kemiskinan dan pengganguran.

Ketiga : Besarnya komitmen pemerintah pusat terhadap pemberantasan

korupsi, kolusi dan nepotisme.

Lingkungan Internal (propinsi)

Pertama: Tingginya komitmen pemerintah propinsi terhadap pemberdayaan sektor riil dan UMKM serta penanggulangan kemiskinan dan pengangguran

sehingga bisa meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang berkualitas.

Kedua : Membaiknya kondisi makro ekonomi Jawa Timur didukung dengan tingkat inflasi Jawa Timur yang tetap terkendali, hal ini ditandai dengan masih terkendalinya stabilitas harga-harga di Jawa Timur bahkan angka inflasi Jawa Timur ini masih lebih rendah dari nasional.

Ketiga : Intermediasi sektor perbankan untuk bisa mendorong percepatan ekonomi daerah masih relatif rendah. Hal ini ditandai dengan tingkat penyaluran kredit perbankan di Jawa Timur yang masih rendah.

(8)

Kelima: adanya pemilihan kepala daerah yang salah satunya Pemilihan Gubernur Jawa Timur untuk masa jabatan 2008-2013, akan menyebabkan dunia usaha menghadapi ketidakpastian di bidang stabilitas politik dan keamanan

Dengan memperhatikan kondisi ekonomi makro Jawa Timur tahun 2007 dan proyeksi makro ekonomi tahun 2008 seperti yang telah diuraikan diatas, maka kebijakan ekonomi Jawa Timur tahun 2009 diarahkan pada:

Pertama: memperkuat kualitas pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada peningkatan produksi bukan lagi konsumsi, sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi juga diiringi dengan peningkatan penyediaan lapangan kerja baru untuk menampung bertambahnya angkatan kerja baru maupun pengangguran serta penurunan kemiskinan.

Kedua: memperkuat keterkaitan pembangunan perkotaan dan perdesaan untuk mengurangi kesenjangan dan menciptakan kesempatan kerja di perdesaan.

Ketiga: peningkatan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi, kelancaran dan efisiensi jaringan distribusi, penguatan kelembagaan pertanian, peningkatan infrastruktur pertanian, stabilisasi harga serta penelitian dan

pengembangan teknologi pertanian.

Keempat: perkuatan struktur ekonomi, dengan mengembangkan sektor industri pengolahan yang berbasis bahan baku lokal dengan pengembangan

energi alternatif serta menjamin kepastian harga produk pertanian.

Kelima: peningkatan daya saing UMKM dan pemberdayaan ekonomi sektor riil melalui fasilitas permodalan berupa program subsidi bunga pinjaman serta

penjaminan kredit.

Keenam: mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan dan kemandirian dalam rangka peningkatan produktivitas melalui inovasi, kerjasama, penelitian,

pengembangan dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan Tekonologi.

(9)

Khusus (KEK) di Jawa Timur dalam rangka percepatan investasi baru dengan pemberian insentif serta kepastian hukum bagi calon investor baru di kawasan tersebut, untuk mendukung pengembangan industri di Jawa Timur.

Kedelapan: menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik melalui reformasi birokrasi, pelayanan dan kebijakan publik yang lebih transparan dan akuntabel.

3.2. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Tahun 2009 dan Tahun 2010.

3.2.1. Tantangan Perekonomian 2009 dan 2010

Dengan kemajuan perekonomian yang dicapai pada tahun 2007 dan masalah yang

diperkirakan dihadapi pada tahun 2008, maka tantangan pokok yang akan dihadapi pada tahun 2009 dan 2010 adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan Penanggulangan kemiskinan

Tingginya jumlah penduduk miskin merupakan masalah yang harus diupayakan penanggulangannya. Hal ini memerlukan upaya yang bersifat pemberdayaan masyarakat miskin, ini akan menjadi penting karena akan mendudukan

masyarakat miskin bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Selain itu diperlukan upaya pemberdayaan agar masyarakat miskin dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi sehingga mengubah pandangan terhadap masyarakat miskin dari beban (Liabilities) menjadi potensi (asset).

2. Peningkatan penanganan pengangguran

Pertumbuhan ekonomi Tahun 2007 yang mencapai 6,02% dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2008 masih didominasi oleh sektor konsumsi, sehingga

belum dapat sepenuhnya menciptakan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang setiap tahunnya bertambah, terutama penciptaan lapangan kerja di sektor formal. Disamping itu tingkat pendidikan, ketrampilan/keahlian dan kompetensi tenaga kerja masih rendah. Sementara disisi lain tuntutan dunia kerja akan kebutuhan tenaga kerja trampil, ahli dan kompeten semakin meningkat seiring dengan tuntutan

(10)

3. Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas

Tantangan ini cukup berat mengingat pertumbuhan ekonomi saat ini masih didominasi oleh sektor konsumsi bukan produksi, belum bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu diperlukan upaya-upaya yang bisa menggerakkan kegiatan ekonomi sektor riil, yang bisa meningkatkan produktifitas. Terutama peningkatan peran APBD propinsi yang mampu mendorong dan

merangsang investasi dan sektor riil untuk terus berkembang. Selain itu, kebijakan pengembangan industri berorientasi kepada industri yang padat karya, berbahan baku local serta memiliki keterkaitan kedepan dan kebelakang yang besar.

4. Stabilitas Sosial dan Politik (penciptaan ketentraman dan ketertiban masyarakat).

Pada tahun 2008 akan dilaksanakan pemilihan Gubernur Jawa Timur untuk masa jabatan 2008-2013. Kondisi ini diperkirakan akan menciptakan kenaikan suhu politik

dan kerawanan keamanan di Jawa Timur. Tentunya hal itu akan berdampak pada keberlangsungan pembangunan sosial dan ekonomi.

5. Penanganan Bencana Alam.

Kejadian Bencana yang akhir-akhir ini sering terjadi di Jawa TImur menjadikan suatu persoalan yang harus selalu mendapatkan perhatian, hal ini disebabkan

bencana yang terjadi tidak saja membawa penderitaan bagi penduduk yang tertimpa bencana, namun juga dapat menyebabkan sarana dan prasarana yang sudah terbangun rusak dan hilang fungsinya. Kondisi ini selanjutnya dapat membawa dampak gangguan kepada transportasi, areal produksi (sawah/industri) serta mobilitas masyarakat dan perdagangan (business) yang akhirnya mempengaruhi kinerja perekonomian.

3.2.2. Prospek Ekonomi Tahun 2009 dan Tahun 2010

Kondisi perekonomian di Jawa Timur sudah mengindikasikan ke arah keadaan yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonominya yang menunjukkan peningkatan secara signifikan. Setelah sempat mengalami kontraksi minus 16,12 % pada tahun 1998, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur

(11)

5,84%, yang merupakan angka pertumbuhan tertinggi sejak krisis. Sedangkan pada tahun 2006 untuk pertumbuhan ekonomi Jawa Timur telah mencapai 5,80% dan terus meningkat pada tahun 2007, dimana pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mencapai 6,02% (angka sementara) dan diharapkan setelah dilakukan validasi pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2007 bisa mencapai 6,10%. Selanjutnya pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi Jawa

Timur diproyeksikan bisa mencapai 6,3% dan diperkirakan masih bisa ditingkatkan lagi pada tahun 2009 menjadi 6,4% dan tahun 2010 dapat mencapai 6.5%.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 2009 dan 2010, jika ditinjau berdasarkan sektor ekonomi diperkirakan tidak banyak mengalami perubahan yang mendasar bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana pertumbuhannya masih akan ditopang oleh tiga sektor pendukung utama yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan,

Pengangkutan dan Komunikasi, dan sektor pertanian.

Dari sisi moneter, Kondisi stabilitas ekonomi makro, seperti kestabilan nilai tukar rupiah, terkendalinya laju inflasi dan kestabilan tingkat suku bunga

perbankan akan mempengaruhi prospek perekonomian Jawa Timur tahun 2009 dan 2010. Dengan perkiraan relatif stabilnya nilai tukar rupiah dan suku bunga perbankan serta dukungan kebijakan moneter yang hati-hati, serta laju inflasi rata-rata bisa ditekan pada angka 5 - 7 % per tahun, maka prospek ekonomi Jawa Timur 2009 dan 2010 akan lebih baik dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya, sehingga pertumbuhan ekonomi Jawa Timur pada tahun-tahun

2009 sebesar 6.4% dan tahun 2010 bisa mencapai 6,50%.

Dibidang perbankan, diharapkan bank-bank di Jawa Timur dapat terus meningkatkan dukungannya pada sektor riil dengan difasilitasi oleh

(12)

3.3. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

Dalam rangka mewujudkan perekonomian daerah yang diinginkan dan untuk mencapai target yang sudah ditetapkan dan melihat tantangan yang dihadapi, maka ke depan diarahkan pada upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi

yang berkualitas serta memperkuat landasan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan upaya penanganan kemiskinan, melalui:

1) Menciptakan Regulasi yang menjamin kepastian usaha dan penegakkan hukum;

2) Meningkatkan efisiensi usaha dan daya saing Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan memantapkan penerapan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas dan responsibilitas;

3) Meningkatkan pertumbuhan ekspor non migas berbasis sumber daya lokal

melalui pengembangan teknologi untuk meningkatkan daya saing produk unggulan daerah;

4) Meningkatkan daya saing industri pengolahan melalui penguatan keterkaitan kedepan (forward) dan kebelakang (backward);

5) Mengembangkan Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUMKM)

dengan memperluas basis dan kesempatan berusaha serta menumbuhkembangkan wirausaha baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja;

6) Pengembangan potensi pariwisata melalui peningkatan jaringan informasi wisata (nasional dan internasional), peningkatan mutu obyek dan usaha jasa pariwisata yang memenuhi Standart Kompetensi Nasional Indonesia (SKNI)

dalam rangka meningkatkan daya saing regional maupun global;

7) Penguatan pembangunan perdesaan melalui penumbuhan dan penguatan kelembagaan di perdesaan, revitalisasi sistem penyuluhan dan fasilitasi kemitraan;

8) Perkuatan kualitas perkembangan ekonomi yang didukung oleh pembangunan infrastruktur dan pengembangan agrobisnis melalui sistem

cooperative farming dan good agriculture practice;

(13)

10)Peningkatan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan produktivitas pertanian dengan meningkatkan penyediaan benih unggul dan faktor penunjangnya;

11)Pengembangan diversifikasi pola konsumsi pangan berbasis pangan lokal, beragam, bergizi dan berimbang;

12)Pemantapan reformasi birokrasi dibidang pelayanan publik serta kebijakan

publik;

3.4. Analisa dan Perkiraan Sumber-sumber Pendanaan Dearah

3.4.1. Dana Desentralisasi / APBD

Dana desentralisasi merupakan dana yang pengelolaannya merupaan urusan Pemerintah Daerah dengan berbagai perundangan yang mengatur pengelolaan keuangan Daerah. Sumber-sumber dana desentralisasi berasal

dari PAD, Dana Perimbangan serta Lain-lain Pendapatan Yang Sah, yang pada tahun 2009 diperkirakan sebesar Rp.5.517.482.792.246,00 terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah diperkirakan mencapai 3.743.197.392.300,00 2. Dana Perimbangan Pemerintah Pusat diperkirakan mencapai

Rp.1.760.140.399.946,00

3. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah diperkirakan mencapai Rp.14.145.000.000,00

3.4.2. Dana Dekonsentrasi / APBN

Dana dekonsentrasi secara filosofis merupakan dana yang perencanaan, keputusan besaran alokasi ditentukan oleh Pemerintah, dan pelaksanaannya dilimpahkan kepada Gubernur dan dalam pelaksanaanya dilakukan oleh SKPD Propinsi serta pelaporannya mengacu pada PP 7/2008

tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

3.4.3. Dana Pembantuan / APBN

Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran

(14)

tahun 2009 diperkirakan menerima alokasi anggaran sebesar

Rp.125.000.000.000,00.

3.5. Arah Kebijakan Keuangan Daerah

Semenjak berlakunya kebijakan otonomi daerah, penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan dengan lebih berorientasi kepada kepentingan daerah. Untuk itu, pengaturan alokasi sumber daya daerah yang dapat memberi kepuasan bagi masyarakat, membuka kesempatan lapangan kerja serta perwujudan layanan publik yang efisien, menjadi sangat penting.

Propinsi sebagai daerah otonom, berhak, berwenang, dan berkewajiban

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dengan memanfaatkan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya untuk dapat membiayai

penyelenggaraan pemerintahan, layanan publik dan pembangunan daerah. Sumber-sumber keuangan daerah secara proporsional diwujudkan

dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya daerah yang bisa dijadikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diperoleh berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, seperti yang telah dimuat dalam UU No. 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi di Jawa

Timur Tahun 2008 diperkirakan mengalami defisit sebesar Rp.732,398 milyar dengan rincian Pendapatan Daerah sebesar Rp.5,358 trilyun sedangkan Belanja Daerah yang harus dikeluarkan sebesar Rp.6,090 trilyun. Defisit anggaran tersebut ditutup dari Pos Pembiayaan Daerah sebesar Rp.732,398 milyar, sehingga tidak ada Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun 2008.

(15)

Pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) disumbang dari Sub Pajak Daerah sebesar Rp.3,196 Trilyun, Retribusi Daerah sebesar Rp.241,127 Milyar, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Rp.72,860 Milyar dan dari Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah sebesar Rp.73,494 Milyar. Sedangkan pendapatan yang bersumber dari Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil sebesar Rp.696,524 milyar, Dana

Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp.1, 022 trilyun dan Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau sebesar Rp.40,754 milyar.

Selanjutnya pada Pos Pembiayaan Daerah terdiri dari Penerimaan

sebesar Rp.787,898 milyar yang bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA) dan Penerimaan sebesar Rp.362,898 milyar dan Pencairan Dana Cadangan sebesar Rp.425 milyar, yang digunakan untuk Penyertaan Modal sebesar Rp.55,5 milyar sehingga terdapat sisa Pembiayaan sebesar Rp.732,398 milyar.

Kebijakan Umum yang diambil dalam peningkatan sumber pembiayaan adalah dengan meningkatkan manajemen pembiayaan daerah yang mengarah pada akurasi, efisiensi, efektifitas dan profitabilitas. Sedangkan strategi yang diambil adalah sebagai berikut :

a. Apabila APBD surplus maka perlu dilakukan transfer ke persediaan Kas dalam bentuk giro, deposito, penyertaan modal atau sisa lebih perhitungan anggaran tahun berjalan.

b. Apabila APBD defisit, maka perlu memanfaatkan anggaran yang berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, dan melakukan rasionalisasi belanja.

c. Apabila Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tidak mencukupi untuk menutup defisit APBD, maka ditutup dengan dana pinjaman.

3.5.1. Arah Kebijakan Pendapatan Daerah

Kebijakan Pendapatan Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2009 diarahkan pada:

(16)

b. Mengembangkan kebijakan pendapatan daerah yang dapat diterima masyarakat, partisipatif, bertanggung jawab dan berkelanjutan.

c. Perluasan sumber-sumber penerimaan daerah

Pendapatan Daerah terdiri atas 3 (tiga) kelompok yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan cerminan kemampuan dan potensi

daerah, sehingga besarnya penerimaan PAD dapat mempengaruhi kualitas otonomi daerah. Semakin tinggi kualitas otonomi daerah, maka ketergantungan dengan Pemerintah Pusat semakin berkurang. Sedangkan Dana perimbangan merupakan sumber Pendapatan Daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan Pemerintahan Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah utamanya peningkatan pelayanan

dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menetapkan bahwa kewenangan Pemerintah Propinsi dalam pemungutan pajak sifatnya limitatif, yaitu Pemerintah Propinsi tidak dimungkinkan untuk

menambah jenis-jenis pajak baru. Upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah harus dilakukan melalui intensifikasi Pajak Daerah. Khusus ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah hanya dimungkinkan pada sektor Retribusi Daerah dan penerimaan dari Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah.

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dilaksanakan melalui rencana kerja sebagai berikut :

1. Meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Upaya peningkatan kualitas pelayanan diarahkan pada tujuan untuk semakin mendekatkan dan memudahkan masyarakat serta menyederhanakan sistem dan prosedur pelayanan yang wujud nyatanya adalah percepatan waktu dan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan. Pengembangan sarana dan prasarana untuk mendukung peningkatan

(17)

Delivery. Selain itu pengembangan Teknologi Informasi dilingkungan KB Samsat antara lain SMS Info Samsat, SMS JT, dan SMS Komplain.

2. Memanfaatkan sumber daya dan mensinergikan Potensi Daerah.

Dengan Program/Kegiatan Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah, peningkatan hubungan/kerjasama antar Dinas dilingkungan Propinsi Jawa Timur dan dengan Pemerintah Pusat/BUMN dalam

rangka peningkatan penerimaan Bagi Hasil dari Pemerintah, pengembangan fasilitasi kerja sama dengan Kabupaten/Kota dibidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah.

3. Mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang potensial,

profesional serta membangun sistem kelembagaan yang berbasis kompetensi. SDM dalam pengertian ini mencakup kuantitas dan kualitas.

Kedua aspek tersebut harus dikembangkan secara berimbang dan paralel. Beberapa kebijakan yang dilakukan adalah melalui diklat, pelatihan etika pelayanan, pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemungutan Pendapatan Asli Daerah.

Pendapatan Daerah pada Tahun 2009 diproyeksikan mencapai

Rp.5.517.482.792.246,00 yang diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah direncanakan sebesar Rp.3.743.197.392.300,00 dari Dana Perimbangan direncanakan sebesar Rp.1.760.140.399.946,00 dan dari Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah direncanakan sebesar Rp.14.145.000.000,00.

3.5.2. Arah Kebijakan Belanja Daerah.

Kebijakan Belanja Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2009 diarahkan pada:

a. Pemenuhan belanja sesuai urusan-urusan yang menjadi kewenangan

Pemerintah Propinsi, baik urusan wajib maupun urusan pilihan sesuai dengan peraturan perundangan;

b. Pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar masyarakat, khususnya bidang pendidikan, kesehatan dan pangan;

c. Penguatan program – program penanggulangan kemiskinan serta

(18)

d. Stimulasi pertumbuhan ekonomi di sektor riil melalui fasilitasi pemberian subsidi bunga serta penjaminan kredit kepada UMKM;

e. Melanjutkan proyek-proyek strategis yang tahun jamak sesuai tahapan. f. Penanganan bencana alam dan pasca bencana alam. Belanja penanganan

bencana alam dan paska bencana alam dialokasikan dengan pola ”ploting mengambang” yang sewaktu-waktu dapat dibelanjakan. Belanja dari pola

ploting mengambang jika tidak dapat diserap karena tidak terjadi bencana, sisa lebih bukan tidak dihitung sebagai kerangka prestasi kerja.

g. Memenuhi prinsip keadilan tidak hanya terkonsentrasi pada lokus tertentu serta dengan tetap memperhatikan aspirasi masyarakat.

h. Mengacu pada sinkronisasi kebijakan antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota

3.5.3. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah.

Kebijakan Pembiayaan Daerah Propinsi Jawa Timur tahun 2009 diarahkan untuk meningkatkan manajemen pembiayaan daerah yang mengarah pada akurasi, efisiensi, efektifitas dan profitabilitas.

Gambar

Tabel 3.2Pertumbuhan dan Kontribusi PDRB menurut penggunaan

Referensi

Dokumen terkait

CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY , GOOD CORPORATE GOVERNANCE , KINERJA KEUANGAN, KEBIJAKAN HUTANG, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (STUDI PADA

Tujuan dari pada suatu sistem proteksi pada Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) adalah mengurangi sejauh mungkin pengaruh gangguan pada penyaluran tenaga

gogik, kepribadian, sosial, dan professional. 59 Dengan demikian, demi keber- hasilan pelayanan BK yang profesional harus dilaksanakan oleh guru BK yang profesional

When learners move beyond class interaction, learners need to have the opportunities to learn English independently - at their own paces at, for instance,

ini untuk memecahkan masalah tersebut adalah model Problem Based Learning (PBL) melibatkankeaktifan siswa dalam bentuk kerja dalam tim karena memberikan kesempatan siswa

Peran saksi anak sangat penting peranannya dalam membantu proses penegakan hukum untuk menyelesaikan perkara anak dalam sistem peradilan pidana anak, karena tanpa

Antara kesilapan-kesilapan yang terdapat dalam periwayatan Asbab al-Nuzul di dalam Tafsir Nurul Ihsan. Pertama: Per’anggahan antara sebab turun dan ayat al-Qur’an dari sudut

Untuk meningkatkan kinerja dan etos kerja, maka diperlukan kepemimpinan yang baik dan pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan. Seoarang pemimpin dituntut agar memiliki