• Tidak ada hasil yang ditemukan

PHP File Tree Demo 4.4.7 agenda 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PHP File Tree Demo 4.4.7 agenda 4"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

4.4.7. Sub Agenda Percepatan Pembangunan Infrastruktur 4.4.7.1. Sumber Daya Air

A. KONDISI UMUM

Pengembangan sarana dan prasarana sumberdaya air ditujukan untuk

mendukung pengembangan dan pengelolaan sarana, prasarana dan

kelembagaan sumberdaya air. Pembangunan bidang infrastruktur

sumber daya air di Jawa Timur sampai dengan Tahun 2006, belum

sepenuhnya memenuhi kebutuhan hajat hidup orang banyak

diantaranya adalah permukiman, irigasi, industri, air bersih dan air

minum.

Dari segi potensi alamiah, Propinsi Jawa Timur memiliki kapasitas

tampung yang relatif kecil dibanding dengan Propinsi lain di Jawa

yaitu hanya 1.167,33 juta m3, selain itu kondisi lingkungan semakin

tidak kondusif sehingga mengakibatkan makin mempercepat

kelangkaan air. Kerusakan lingkungan antara lain disebabkan oleh

terjadinya degradasi daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS)

sebagai akibat kerusakan hutan yang tidak terkendali yang ditandai

dengan semakin meluasnya lahan kritis diluar kawasan hutan dan

lahan rusak didalam kawasan hutan yang mencapai 0,02 % per

tahun. Selain itu dengan semakin bertumbuhnya daerah permukiman,

industri dan alih fungsi lahan yang mencapai 0,04% setiap tahunnya,

mengakibatkan semakin menurunnya area resapan air.

Secara hidrologis Propinsi Jawa Timur dibagi dalam 4 (empat) Satuan

Wilayah Sungai (SWS) yakni SWS Brantas, SWS Bengawan solo, SWS

Pekalen Sampean dan SWS Madura. Dari keempat SWS tersebut baru

2 (dua) SWS yang sudah dikelola secara terpadu oleh lembaga

pengelola sumberdaya air yaitu SWS Brantas dan SWS Bengawan

Solo, sedangkan 2 (dua) SWS lainnya masih belum dikelola secara

terpadu. Akibat kurang terpadunya pengelolaan dan keterbatasan

sarana dan prasarana penyediaan air baku mengakibatkan terjadinya

(2)

jenis pemanfaatan maupun antar daerah pemanfaat utamanya pada

sumber-sumber air lintas wilayah.

Beberapa kendala dan hambatan yang dihadapi bidang infrastruktur

sumberdaya air yakni pembebasan tanah, sumber dana pembiayaan,

dan lambatnya respon dukungan pemerintah Kabupaten terhadap

program Pemerintah Propinsi, ketidakseimbangan pasokan dan

kebutuhan, meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya

dukung Sumber Daya Alam, menurunnya kemampuan penyediaan

air, meningkatnya potensi konflik, kurang optimalnya tingkat layanan

jaringan irigasi, meluasnya abrasi pantai, lemahnya koordinasi,

kelembagaan dan tatalaksana, rendahnya kualitas pengelolaan data

dan sistem informasi serta kerusakan prasarana sumber daya air

maupun kurangnya peran serta masyarakat dalam mempertahankan

kelestarian sarana dan prasarana irigasi.

B. SASARAN TAHUN 2007

Sasaran umum pembangunan sumber daya air adalah: (1)

tercapainya pola pengelolaan sumber daya air yang terpadu dan

berkelanjutan; (2) terkendalinya potensi konflik air; (3) terkendalinya

pemanfaatan air tanah; (4) meningkatnya kemampuan pemenuhan

kebutuhan air bagi rumah tangga, permukiman, pertanian, dan

industri dengan prioritas utama untuk kebutuhan pokok masyarakat

dan pertanian rakyat; (5) berkurangnya dampak bencana banjir dan

kekeringan; (6) terkendalinya pencemaran air; (7) terlindunginya

daerah pantai dari abrasi air laut terutama pada pulau-pulau kecil,

daerah perbatasan, dan wilayah strategis; (8) meningkatnya

partisipasi aktif masyarakat; (9) meningkatnya kualitas koordinasi dan

kerjasama antar instansi; (10) terciptanya pola pembiayaan yang

berkelanjutan; (11) tersedianya data dan sistem informasi yang

aktual, akurat dan mudah diakses; dan (12) pulihnya kondisi

(3)

baku bagi masyarakat, pengendalian banjir terutama pada daerah

perkotaan.

Sedangkan sasaran yang akan dicapai pada tahun 2007 antara lain

adalah (1) meningkatnya kapasitas tampung air baku dari 1.167,33 jt

m3 menjadi 1.170,99 jt m3 atau bertambah kapasitas 3,66 jt m3 atau

(0,31%); (2) Berkurangnya kerusakan jaringan irigasi dari 45 %

(362.949 ha) menjadi 37,5 % (340.265 ha) dari seluruh luas areal

irigasi (907.374 ha); (3) Meningkatnya areal sawah tadah hujan

menjadi areal irigasi teknis hingga 1.075 ha; (4) Pemanfaatan

kebutuhan air baku bagi berbagai kepentingan dari 42.620,339 jt

m3/tahun atau (40,39%) menjadi 43.070,707 jt m3; atau (40,81%)

dari potensi total 105.531,19 jt m3/th; (5) Berkurangnya daerah

genangan akibat banjir hingga mencapai 7.995 ha atau sebesar

44,47%; yang semula seluas 35.996,12 ha menjadi 27.961,12 ha; (6)

Berkurangnya daerah kekeringan hingga mencapai 2.150 ha atau

sebesar 13,50% yang semula seluas 15.887,58 ha menjadi 13.737,58

ha; (7) Meningkatnya kinerja lembaga dan Badan Pengelola

Sumberdaya Air melalui pembentukan Dewan Sumberdaya Air di

tingkat Propinsi dan empat Daerah Wilayah Sungai; (8) Terbentuknya

HIPPA mandiri yang semula 301 buah menjadi 311 buah gabungan

HIPPA dan Induk HIPPA yang semula 12 buah menjadi 13 buah.

C. ARAH KEBIJAKAN

Pengelolaan sumber daya air dilaksanakan dengan memperhatikan

keserasian antara konservasi dan pendayagunaan antara hulu dan hilir,

antara pemanfaatan air permukaan dan air tanah, antara pengelolaan

demand dan pengelolaan supply, serta antara pemenuhan kepentingan

jangka pendek dan kepentingan jangka panjang. Pada masa lalu fokus

pembangunan lebih ditujukan pada pendayagunaan.

Pengeloaan jaringan irigasi yang berkelanjutan akan dapat

mempertahankan fungsi layanan utamanya guna mendukung usaha

(4)

Operasi, Pemeliharaan, Optimalisasi dan rehabilitasi terhadap sarana

jaringan irigasi termasuk saluran pembuangnya.

Pengembangan dan penerapan sistem conjuctive use antara

pemanfaatan air permukaan dan air tanah akan digalakkan terutama

untuk menciptakan sinergi dan menjaga keberlanjutan ketersediaan air

tanah. Untuk itu, pemanfaatan air tanah akan dibatasi, terutama untuk

pemenuhan kebutuhan air baku rumah tangga dan usaha pertanian

yang secara finansial mempunyai prospek menguntungkan. Upaya

yang terlalu menitikberatkan pada sisi penyediaan (supply) terbukti

kurang efisien dan efektif dalam rangka memecahkan masalah

pengelolaan sumber daya air. Untuk itu, upaya tersebut perlu disertai

dengan upaya melakukan rasionalisasi permintaan dan penggunaan air

melalui demand management.

Pendayagunaan sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air

baku diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga

terutama di wilayah rawan defisit air, wilayah tertinggal, dan wilayah

strategis. Pemanfaatan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan air

baku akan dikendalikan dan sejalan dengan itu akan dilakukan upaya

peningkatan penyediaan air baku dari air permukaan.

Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air memerlukan

penataan kelembagaan melalui pengaturan kembali kewenangan dan

tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan. Lembaga

dewan sumber daya air dan komisi irigasi akan dibentuk dan diperkuat,

yang ditujukan selain sebagai instrumen kelembagaan untuk

mengendalikan berbagai potensi konflik air, juga untuk memantapkan

mekanisme koordinasi, baik antar institusi pemerintah maupun antara

institusi pemerintah dengan institusi masyarakat. Walaupun domain

kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota

telah ditetapkan, upaya kerjasama kemitraan antar ketiga tingkatan

pemerintah tersebut akan terus didorong agar keterpaduan

(5)

Dalam upaya memperkokoh civil society, keterlibatan masyarakat,

BUMD dan swasta perlu terus didorong. Terkait dengan hal tersebut

dalam tiga tahun ke depan, akan diselesaikan penyusunan peraturan

perundangan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 Tahun

2004 tentang Sumberdaya Air.

Pengendalian daya rusak air terutama dalam hal penanggulangan

banjir mengutamakan pendekatan non-konstruksi melalui konservasi

sumberdaya air dan pengelolaan daerah aliran sungai dengan

memperhatikan keterpaduan dengan tata ruang wilayah. Peningkatan

partisipasi masyarakat dan kemitraan di antara pemangku kepentingan

terus diupayakan tidak hanya pada saat kejadian banjir, tetapi juga

pada tahap pencegahan serta pemulihan pasca bencana.

Penanggulangan banjir diutamakan pada wilayah berpenduduk padat

dan wilayah strategis. Pengamanan pantai-pantai dari abrasi terutama

dilakukan pada daerah perbatasan, pulau-pulau kecil serta pusat

kegiatan ekonomi.

Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sumber daya air perlu

didukung dengan ketersediaan data yang tepat, akurat dan dapat

diakses dengan mudah oleh pihak-pihak yang memerlukan. Untuk itu,

penataan dan penguatan sistem pengolahan data dan informasi

sumber daya air dilakukan secara terencana dan dikelola secara

berkesinambungan sehingga tercipta basis data yang dapat dijadikan

dasar acuan perencanaan pengembangan dan pengelolaan sumber

daya air. Potensi pemerintah daerah, pengelola, dan pemakai sumber

daya air perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin.

4.4.7.2. Transportasi

Transportasi secara umum berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung

pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah. Pada umumnya

infrastruktur transportasi mengemban fungsi pelayanan public dan sebagai

(6)

Untuk mendukung terwujudnya kesejahteraan masyarakat, fungsi

pelayanan umum transportasi adalah melalui penyediaan jasa transportasi

guna mendorong pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan

masyarakat luas dengan harga terjangkau baik di perkotaan maupun

perdesaan, mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah

pedalaman dan terpencil, melancarkan mobilitas distribusi barang dan jasa

serta mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi regional. Oleh sebab

itu pembangunan transportasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan

jasa transportasi secara efisien, andal, berkualitas, aman dan dengan

harga terjangkau. Transportasi antarwilayah akan membuka peluang

terjadinya perdagangan antarwilayah dan mengurangi perbedaan harga

antarwilayah, serta meningkatkan mobilitas tenaga kerja sehingga

mengurangi konsentrasi keahlian dan keterampilan pada beberapa wilayah.

Dengan adanya pemerataan keterampilan dan keahlian, maupun biaya

antarwilayah, maka akan mendorong terciptanya kesamaan kesempatan

pembangunan wilayah. Pemerataan pelayanan transportasi secara adil dan

demokratis juga diarahkan agar setiap lapisan masyarakat bisa

mendapatkan kebutuhan pelayanan jasa transportasi secara mudah dan

terjangkau.

Secara umum, kendala yang dihadapi sektor transportasi meliputi aspek

kapasitas, kondisi, jumlah dan kuantitas prasarana dan sarana fisik;

kelembagaan dan peraturan; sumber daya manusia; teknologi;

pendanaan/investasi; serta manajemen, operasi dan pemeliharaan.

Sehingga sasaran umum pembangunan transportasi adalah: meningkatnya

kondisi dan kualitas prasarana dan sarana; meningkatnya jumlah dan

kualitas pelayanan transportasi, terutama keselamatan transportasi

regional; meningkatnya kualitas pelayanan transportasi yang

berkesinambungan dan ramah lingkungan, serta sesuai dengan standar

pelayanan yang dipersyaratkan; meningkatnya mobilitas dan distribusi

wilayah; meningkatnya pemerataan dan keadilan pelayanan transportasi

baik antar wilayah maupun antar golongan masyarakat di perkotaan,

(7)

daerah yang terkena bencana akan dilakukan program rehabilitasi sarana

dan prasarana transportasi.

Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kebijakan umum pembangunan

transportasi diarahkan pada : kebijakan pembangunan prasarana dan

sarana transportasi; kebijakan untuk meningkatkan keselamatan

transportasi secara terpadu; kebijakan untuk meningkatkan mobilitas dan

distribusi regional; kebijakan pembangunan transportasi yang

berkelanjutan; kebijakan pembangunan transportasi terpadu yang berbasis

pengembangan wilayah; kebijakan membangun dan memantapkan

terwujudnya sistem transportasi wilayah dan lokal secara bertahap dan

terpadu; kebijakan untuk melanjutkan restrukturisasi kelembagaan dan

peraturan perundangan transportasi dan peraturan pelaksanaannya;

kebijakan untuk mendorong pengembangan industri jasa transportasi yang

bersifat komersial di daerah yang telah berkembang dengan melibatkan

peran serta swasta dan masyarakat dan meningkatkan pembinaan pelaku

transportasi daerah; dan kebijakan pemulihan jalur distribusi dan mobilisasi

di wilayah-wilayah yang terkena dampak bencana secara terpadu.

4.4.7.2.1. PRASARANA JALAN A. KONDISI UMUM

Jalan merupakan prasarana infrastruktur vital bagi masyarakat

untuk dapat memenuhi kepentingannya baik dalam beraktifitas

ekonomi maupun aktivitas lainnya. Kondisi jalan di berbagai

wilayah di Jawa Timur secara umum telah berfungsi baik

walaupun disana sini masih ditemui kondisi yang belum

memadai.

Kondisi tersebut sebagai akibat dari beberapa

permasalahan-permasalahan penyelenggaraan jalan yang belum dapat

terselesaikan dengan tuntas.

Permasalahan-permasalahan pokok dalam penyelenggaraan

(8)

1). Sebagian besar umur rencana jalan telah habis (+ 54,01 %

melebihi batas layanan).;

2). Masih banyak terdapat pelanggaran muatan berlebih

(overloading);

3). Pertumbuhan jumlah kendaraan yang sangat besar, tidak

sebanding dengan penambahan jalan baru;

4). Kondisi tanah/daya dukung tanah lembek pada beberapa

lokasi ruas jalan;

5). Kurang tertibnya pemanfaatan jalan oleh masyarakat

pengguna jalan.

B. SASARAN TAHUN 2007

Sasaran umum Pembangunan Prasarana Jalan adalah :

1) Terwujudnya Jalan dan Jembatan pada Ruas Jalan Nasional

dan Propinsi yang memiliki daya dukung serta kapasitas

yang memadai.

2) Terwujudnya Sistem Jaringan Jalan untuk mendukung

Kawasan Strategis Potensial.

3) Terbangunnya Jembatan Surabaya – Madura.

4) Meningkatnya aksesbilitas wilayah yang sedang dan belum

berkembang melalui dukungan pelayanan prasarana jalan

terutama di wilayah pedesaan, daerah terpencil/terisolir

maupun wilayah kepulauan.

5) Terwujudnya peran Swasta dalam penyelenggaraan

prasarana jalan.

6) Terealisasinya pembangunan jalan bebas Hambatan (TOL)

7) Terbangunnya kembali Jalan dan Jembatan yang rusak

akibat bencana alam.

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai sampai dengan Tahun

2007 adalah:

1). Tercapainya kondisi mantap jalan Propinsi sebesar 89,60%

(9)

2). Tertangani jalan-jalan yang rusak akibat bencana alam;

3). Terbangunnya sebagian jaringan Jalan Lintas Selatan Jawa

Timur;

4). Dilanjutkannya pembangunan Jembatan Nasional

Suramadu;

5). Dibangunnya Jalan Tol Simpang Susun Waru – Tanjung

Perak (Waru-Juanda), Gempol – Pasuruan, Malang –

Pandaan, dan Waru – Wonokromo – Tanjung Perak;

6). Ditingkatkannya/dibangunkannya beberapa ruas jalan

Propinsi;

7). Dibangunnya beberapa ruas jalan strategis potensial.

C. ARAH KEBIJAKAN

Arah kebijakan pembangunan prasarana jalan adalah :

1) Penanganan seluruh ruas jalan dengan mengutamakan

Pemeliharaan Rutin dan Berkala.

2) Meningkatkan daya dukung dan kapasitas jalan dan

jembatan untuk mengantisipasi pertumbuhan lalu lintas.

3) Membangun Sistim jaringan Jalan Lintas Selatan dalam

rangka pengembangan Wilayah Selatan Jawa Timur.

4) Membangun Jembatan Surabaya – Madura (SURAMADU)

dalam rangka pengembangan Wilayah.

5) Mendukung dan memfasilitasi pembangunan Jaringan Jalan

Bebas Hambatan (TOL) sebagai Upaya mengatasi

kemacetan lalu lintas.

6) membangun Sistim Jaringan Jalan yang mendukung

Kawasan Strategis Potensial.

7) Mengembangkan rencana induk sistem jaringan jalan

Propinsi yang mengacu kepada Kebijakan Tata Ruang

Wilayah Propinsi Jawa Timur.

8) Menumbuhkan sikap profesionalisme dan kemandirian

(10)

9) Mendorong peran serta aktif masyarakat dan swasta untuk

pembiayaan pembangunan prasarana jalan.

10) Melakukan tindakan segera dalam penanganan darurat

akibat bencana alam.

4.4.7.2.2. TRANSPORTASI DARAT

1. LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. KONDISI UMUM

Transportasi jalan merupakan modal transportasi utama

yang berperan penting dalam mendukung pembangunan

nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam

pangsa angkutan dibandingkan moda lain.

B. SASARAN TAHUN 2007

Sasaran umum pembangunan lalu lintas angkutan jalan

adalah :

1) Meningkatnya kondisi kelaikan, jumlah sarana dan

prasarana LLAJ;

2) Meningkatnya keterpaduan antar moda dan efisiensi

dalam mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa;

3) Menurunnya jumlah pelanggaran lalu lintas dan

muatan lebih dijalan;

4) Menurunnya tingkat kecelakaan dan fatalitas

kecelakaan lalu lintas dijalan;

5) Meningkatnya ketertiban, keamanan dan kenyamanan

transportasi jalan, terutama angkutan umum

diperkotaan, pedesaan dan antar kota;

6) Meningkatnya kelancaran dan keterjangkauan

pelayanan transportasi umum bagi masyarakat luas;

7) Meningkatnya dukungan pelayanan transportasi jalan

terhadap pengembangan teknologi sarana yang ramah

(11)

8) Meningkatnya efektivitas regulasi dan kelembagaan

transportasi jalan;

9) Meningkatnya peran serta swasta dan masyarakat

dalam penyelenggaraan transportasi jalan (angkutan

perkotaan, perdesaan, dan antar kota);

10) Meningkatnya kesadaran dan penanganan dampak

polusi udara;

11) Terwujudnya penyelenggaraan angkutan perkotaan

yang efisien dengan berbasis masyarakat yang andal

dan ramah lingkungan;

12) Terwujudnya manajemen dan rekayasa lalu lintas yang

terpadu agar dapat memberikan peringatan, perintah

atau petunjuk dan arahan bagi pemakai/pengguna

jalan agar dapat selamat, aman dan lancar sampai

tujuan;

13) Terwujudnya sistim Transportasi yang efektif, tertib,

lancar dan aman.

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai sampai dengan

Tahun 2007 adalah :

1). Terwujudnya kondisi kelaikan jumlah sarana dan

prasarana LLAJ sebesar 81 %.

2). Terwujudnya penurunan angka pelanggaran muatan di

jalan sebesar 20 %.

3). Terwujudnya penurunan tingkat kecelakaan lalu lintas

di jalan sebesar 20 %.

C. ARAH KEBIJAKAN

1) Peningkatan keselamatan lalu lintas jalan secara

komprehensif dan terpadu dari berbagai aspek

(pencegahan, pembinaan dan penegakan hukum,

penanganan dampak kecelakaan dan daerah rawan

(12)

dan kelaikan sarana serta ijin operasional transportasi

di jalan);

2) Meningkatkan manajemen dan rekayasa lalu lintas

serta pembinaan teknis tentang pelayanan

operasional transportasi;

3) Menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran

angkutan serta kesediaan aksesibilitas angkutan pada

daerah terpencil;

4) Penanganan muatan lebih secara komprehensif, dan

melibatkan berbagai instansi terkait;

5) Penataan sistem transportasi jalan dengan sistem

transportasi nasional dan wilayah (lokal); diantaranya

melalui penyusunan RUJTJ (Rancangan Umum

Jaringan Transportasi Jalan) meliputi penataan

simpul, ruang kegiatan, ruang lalu lintas serta

penataan pola distribusi barang;

6) Mengantisipasi, merencanakan serta melaksanakan

secara bertahap regulasi dan standarisasi global di

bidang lalu lintas angkutan jalan;

7) Menciptakan iklim kompetisi yang sehat dan

transparan dalam penyelenggaraan transportasi, serta

pembinaan terhadap operator dan pengusaha

dibidang lalu lintas angkutan jalan;

8) Meningkatkan peran serta, investasi swasta dan

masyarakat dalam penyelenggaraan transportasi

jalan;

9) Peningkatan pembinaan teknis transportasi di daerah;

10) Sejalan dengan desentralisasi dan otonomi daerah,

dibuat sistem standar pelayanan minimal dan standar

teknis dibidang LLAJ serta skema untuk peningkatan

pelaksanaan pengendalian dan pengawasan LLAJ di

(13)

11) Mendukung pengembangan transportasi yang

berkelanjutan;

12) Meningkatkan kelancaran pelayanan angkutan jalan

secara terpadu: penataan sistem jaringan dan

terminal, manajemen lalu lintas, fasilitas dan rambu

jalan, penegakan hukum dan disiplin di jalan;

13) Mendorong efisiensi transportasi barang dan

penumpang di jalan melalui deregulasi pungutan dan

retribusi di jalan, penataan jaringan dan ijin trayek;

kerja sama antar lembaga pemerintah daerah.

14) Penerapan teknologi angkutan jalan yang ramah

lingkungan/berkesinambungan;

15) Terwujudnya Sistem Informasi Manajemen Lalu Lintas

Angkutan Jalan yang bertujuan memberikan

kelancaran terhadap pelaksanaan tugas bidang LLAJ;

16) Menekan tingkat pelanggaran dan tingkat kecelakaan

lalu lintas.

4.4.7.2.3. PERKERETAAPIAN A. KONDISI UMUM

Pembangunan perkeretaapian ditujukan untuk

memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara

massal, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

stabilitas serta sebagai pendorong dan penggerak

pembangunan nasional. Sampai saat ini, perkeretaapian

masih berkembang terbatas di Jawa, serta kontribusi

berdasarkan pangsa angkutan yang dihasilkan masih

sangat rendah dibandingkan moda angkutan lain, baik di

Jawa Timur dan di wilayah perkotaan seperti di

Gerbangkertosusila.

Peran pemerintah masih sangat dominan dalam

(14)

pendanaan dan investasi, regulasi, serta

pengembangannya. Dengan keterbatasan pendanaan,

SDM dan kelembagaan di bidang perkeretaapian, kondisi

fisik prasarana dan sarana kereta api saat ini masih banyak

mengalami “backlog” pemeliharaan yang berlangsung

secara terus menerus, baik karena perencanaan,

pengoperasian dan dukungan pendanaan yang masih

terbatas.

B. SASARAN TAHUN 2007

Sasaran umum pembangunan perkeretaapian

diprioritaskan untuk meningkatkan kinerja pelayanan

terutama keselamatan angkutan dan peningkatan

pelayanan terhadap pengguna KA komuter, melalui

penurunan tingkat kecelakaan di perlintasan sebidang

dengan jalan dan penanganan keamanan operasi pada

sepanjang lintas utama yang padat, serta kelancaran

mobilisasi angkutan barang dan jasa.

Disamping itu untuk mengembangkan pelayanan angkutan

massal sebagai alternatif moda transportasi yang

terintegrasi dalam suatu sistem transportasi yang terpadu

dan komprehensif.

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai sampai dengan

Tahun 2007 adalah terwujudnya jumlah shelter ka

komuter dan early warning system pada lintas sebidang

yang tidak terjaga sebanyak 10 unit dan 5 lokasi shelter

terwujudnya jumlah Early Warning System pada

(15)

C. ARAH KEBIJAKAN

1) Meningkatkan keselamatan angkutan dan kualitas

pelayanan melalui pemulihan kondisi pelayanan

prasarana dan sarana angkutan perkeretaapian.

2) Meningkatkan peran angkutan perkeretaapian regional

dan lokal, dan meningkatkan strategi pelayanan

angkutan yang lebih berdaya saing secara antarmoda

dan intermoda.

3) Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan

terutama pada koridor yang telah jenuh serta

koridor-koridor strategis yang perlu dikembangkan. Arah

pengembangan jaringan kereta api dikaitkan dengan

upaya pengembangan jaringan jangka panjang

Sistranas, Sistrareg dan Sistralok.

4) Meningkatkan frekuensi dan menyediakan pelayanan

angkutan KA yang terjangkau.

5) Meningkatkan peran serta Pemda dan swasta di

bidang perkeretaapian.

4.4.7.2.4. ANGKUTAN SUNGAI, DANAU, DAN PENYEBERANGAN

A. KONDISI UMUM

Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP)

didefinisikan sebagai jembatan “mengapung” yang

berfungsi menghubungkan jaringan transportasi darat

yang terputus; kegiatan angkutan feri yang mengangkut

penumpang dan kargo melalui sungai dan perairan;

mempunyai rute tetap dan jadwal reguler serta bangunan

kapal ferry yang berbentuk khusus.

Transportasi sungai, danau dan penyeberangan (SDP)

merupakan bagian dari sistem transportasi darat yang

(16)

handal, unggul dan berdaya saing serta mampu

menjangkau pelosok wilayah daratan, menghubungkan

antarpulau.

Pembangunan ASDP diperlukan sebagai sarana

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memberikan

aksebilitas yang lebih baik sehingga dapat mengakomodasi

peningkatan kebutuhan mobilitas penduduk melalui

jaringan transportasi darat yang terputus di perairan antar

pulau, sepanjang daerah aliran sungai dan danau, serta

berfungsi melayani transportasi yang menjangkau daerah

terpencil dan daerah pedalaman. ASDP mengemban misi

meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas secara adil

melalui upaya angkutan keperintisan, terutama masyarakat

di daerah-daerah terbelakang/terisolasi, melalui

penyediaan angkutan perintis.

B. SASARAN TAHUN 2007

Sasaran umum pembangunan Angkutan Sungai, Danau

dan Penyeberangan adalah :

1) Meningkatnya jumlah lintas penyeberangan baru yang

siap operasi maupun meningkatkan kapasitas lintas

penyeberangan yang padat;

2) Meningkatnya keselamatan ASDP;

3) Meningkatnya kelancaran dan jumlah penumpang,

barang, kendaraan dan penumpang yang diangkut,

terutama meningkatnya kelancaran perpindahan antar

moda di dermaga penyeberangan; serta meningkatkan

pelayanan angkutan perintis;

4) Meningkatnya peran serta swasta dan pemerintah

(17)

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai sampai dengan

Tahun 2007 adalah tercapainya jumlah lintasan

penyeberangan yang beroperasi sebanyak 5 lintasan.

C. ARAH KEBIJAKAN

1). Memperbaiki keselamatan dan kualitas pelayanan

prasarana dan sarana serta pengelolaan angkutan

ASDP;

2). Meningkatkan kelancaran dan kapasitas pelayanan di

lintas yang telah jenuh dan memperbaiki tatanan

pelayanan angkutan antarmoda dan kesinambungan

transportasi darat yang terputus di dalam pulau

(sungai dan danau) dan antar pulau dengan pelayanan

point to point. Arah pengembangan jaringan

pelayanan ASDP diarahkan untuk pencapaian arah

pengembangan jaringan Sistrareg jangka panjang

adalah Jawa dan Madura diarahkan untuk mendukung

pariwisata dan angkutan lokal pada lintas

penyeberangan antarprovinsi antar pulau.

3). Mendorong peran serta pemda dan swasta dalam

penyelenggaraan ASDP; mendorong penyelesaian

revisi UU Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran

serta peraturan pelaksanaannya.

4.4.7.2.5. TRANSPORTASI LAUT A. KONDISI UMUM

Transportasi laut mempunyai peranan sangat penting pada

perekonomian Jawa Timur. Untuk meningkatkan peran dan

pangsa pasar pelayaran, baik pada angkutan dalam negeri

maupun ekspor-impor diperlukan dukungan pemerintah dan

(18)

yang sebagian besar sudah tua dan kurang efisien untuk

dioperasikan.

B. SASARAN TAHUN 2007

Sasaran umum pembangunan transportasi laut adalah: 1)

Meningkatnya pangsa pasar armada pelayaran nasional baik

untuk angkutan laut dalam negeri maupun ekspor-impor; 2)

Meningkatnya kinerja dan efisiensi pelabuhan; 3)

Terlengkapinya prasarana SBNP (sarana bantu navigasi

pelayaran) dan fasilitas pemeliharaannya; dan 4) meningkatnya

keselamatan pelayaran bagi kapal nasional maupun

kapal-kapal asing terutama pada alur pelayaran; 5) Terselesaikannya

uji materiil PP Nomor 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan

dan revisi UU No 21 tahun 1992 tentang Pelayaran khususnya

yang berkaitan dengan keharusan bekerjasama dengan BUMN

apabila pihak swasta ingin berinvestasi pada prasarana

pelabuhan harus diselesaikan guna menarik pihak swasta

berinvestasi pada prasarana pelabuhan.

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai sampai dengan Tahun

2007 adalah tercapainya jumlah bongkar muat barang sebanyak

76 juta ton.

C. ARAH KEBIJAKAN

1) Meningkatkan peran armada pelayaran nasional baik untuk

angkutan dalam negeri maupun ekspor-impor.

2) Mengurangi bahkan menghapuskan pungutan-pungutan

tidak resmi di pelabuhan sehingga tarif yang ditetapkan

otoritas pelabuhan tidak jauh berbeda dengan biaya yang

secara riil dikeluarkan oleh pengguna jasa kepelabuhanan,

melalui peningkatan koordinasi bagi semua instansi yang

(19)

3) Memenuhi standar pelayaran internasional yang dikeluarkan

oleh IMO (International Maritime Organization) maupun

IALA guna meningkatkan keselamatan pelayaran baik

selama pelayaran maupun pada saat berlabuh dan bongkar

muat di pelabuhan di wilayah Indonesia, ermasuk

didalamnya pelaksanaan ISPS Code.

4) Merestrukturisasi peraturan dan perundang-undangan serta

kelembagaan di subsektor transportasi laut guna

menciptakan kondisi yang mampu menarik minat swasta

dalam pembangunan prasarana transportasi laut.

5) Menyerahkan secara bertahap aset pelabuhan lokal dan

regional yang dikelola Unit Pelaksana Teknis/Satuan Kerja

kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota.

6) Mendukung pelaksanaan arah pengembangan Sistranas,

Sistrareg dan Tatanan Kepelabuhanan Nasional.

7) Melanjutkan pelayanan angkutan laut perintis.

4.4.7.2.6. TRANSPORTASI UDARA A. KONDISI UMUM

Transportasi udara yang memiliki keunggulan kecepatan dari

moda transportasi yang lain dapat menjadi sarana transportasi

bagi wisatawan, pengusaha, dan masyarakat. Transportasi

udara di Jawa Timur perlu dikelola sesuai standar keselamatan

penerbangan internasional, dan interkoneksi dengan moda

transportasi lainnya.

Oleh karena itu untuk menarik wisatawan mancanegara, selain

promosi tempat daerah tujuan wisata dan jaminan keamanan di

daerah tersebut, diperlukan adanya jaminan keselamatan

penerbangan di wilayah udara Indonesia. Jaminan itu dapat

diwujudkan, baik oleh lembaga pemerintah pemegang otoritas

(20)

perusahaan penerbangan, dengan memenuhi standar

keselamatan penerbangan Internasional yang telah ditetapkan

oleh ICAO (International Civil Aviation Organization).

B. SASARAN TAHUN 2007

Sasaran umum pembangunan transportasi udara adalah

terjaminnya keselamatan, kelancaran dan kesinambungan

pelayanan transportasi udara baik untuk angkutan penerbangan

domestik dan internasional, maupun perintis. Di samping itu

sasaran yang tak kalah pentingnya adalah terciptanya

persaingan usaha di dunia industri penerbangan yang wajar

sehingga tidak ada pelaku bisnis di bidang angkutan udara yang

memiliki monopoli.

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai sampai dengan Tahun

2007 adalah meningkatnya jumlah penumpang penerbangan

sipil menjadi 9 juta orang per tahun dan tercapainya jumlah

lapangan terbang sebanyak 2 lokasi bandara.

C. ARAH KEBIJAKAN

1) Memenuhi standar keamanan dan keselamatan

penerbangan yang dikeluarkan oleh International Civil

Aviation Organization.

2) Menciptakan persaingan usaha pada industri penerbangan

nasional yang lebih transparan dan akuntabel.

3) Merestrukturisasi peraturan dan perundang-undangan serta

kelembagaan di transportasi udara.

4) Mendukung pelaksanaan arah pengembangan SISTRANAS

dan TATA KEBANDARUDARAAN NASIONAL.

(21)

4.4.7.3. Energi Dan Ketenagalistrikan 4.4.7.3.1. ENERGI

A. KONDISI UMUM

Jawa Timur mempunyai potensi minyak dan gas bumi yang cukup

besar. Pemakaian gas alam sampai saat ini umumnya di dominasi

oleh industri - industri besar, dan pendistribusiannya sementara ini

masih terbatas hingga daerah Probolinggo. Sumber gas alam untuk

memenuhi kebutuhan gas di Jawa Timur diambil dari daerah

Pagerungan, Terang/Sirasun, Muriah, Wunut Sidoarjo dan S. Saubi.

Potensi Energi Panas Bumi di Jawa Timur berdasarkan data

Direktorat Jenderal Inventarisasi Sumber Daya Mineral tahun 2004

sebesar 1.144 Mwe, tersebar di beberapa Kabupaten seperti

Pacitan, Ponorogo, Madiun, Mojokerto, Malang, Sumenep,

Probolinggo, Banyuwangi, dll.

Energi Terbarukan (Renewable) adalah energi yang dapat terus

menerus dipakai dengan jumlah yang dapat diperbarui sehingga

tidak pernah habis. Energi terbarukan yang dapat digunakan

sebagai energi input pembangkit listrik ada 7 yaitu air, angin,

biomassa, biogas, panas bumi, matahari dan gelombang laut.

Energi terbarukan di Jawa Timur juga potensial sebagai sumber

energi pembangkit listrik antara lain energi mikrohidro, gelombang

dan surya.

B. SASARAN TAHUN 2007

Sasaran pembangunan prasarana energi terbarukan sampai dengan

tahun 2007 adalah pemanfaatan sumber energi terbarukan dari 6%

menjadi sekitar sebesar 8%. Kenaikan 2% dari kondisi saat ini.

C. ARAH KEBIJAKAN

Untuk mencapai sasaran tersebut di atas, arah kebijakan yang akan

ditempuh dalam pembangunan energi diarahkan dalam rangka

(22)

efisien khususnya pada bagian hilir, serta pengembangan dan

pemanfaatan potensi energi baru terbarukan.

4.4.7.3.2. KETENAGALISTRIKAN. A. KONDISI UMUM

Kebutuhan tenaga listrik daerah Jawa Timur dilayani dari energy

transfer dari sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali (JAMALI), dan

PLTD yang dimiliki oleh PLN Distribusi Jawa Timur dengan kapasitas

terpasang total 5.740 kW, yang digunakan pada isolated area

tersebar (pulau-pulau: Giligenting, Kangean, Mandangin, Sapeken,

Sapudi, Talango, Perikanan, Tambak). Kapasitas ini masih lebih

rendah bila dibandingkan dengan potensi kebutuhan listrik yang ada.

Desa berlistrik sampai dengan tahun 2005 berjumlah 8.344 desa

dari jumlah total desa sebanyak 8.443 desa. Berarti sudah 98,83%

desa di Jawa Timur yang terjangkau pasokan listrik, namun tingkat

elektrifikasi atau rumah yang sudah terjangkau pasokan listrik baru

sekitar 63%.

Di wilayah Jawa Timur, walaupun sampai saat ini potensi

Pembangkit Skala Kecil (PSK) Tersebar masih kecil perlu

dipertimbangkan keberadaan dan pertumbuhannya dalam

tahun-tahun mendatang. Selain itu, melihat kondisi geografisnya, PSK

Tersebar tersebut dapat digunakan sebagai substitusi program

listrik perdesaan.

B. SASARAN TAHUN 2007

Sasaran pembangunan ketenagalistrikan sampai tahun 2007 adalah

pemenuhan ketenagalistrikan desa dari jumlah desa berlistrik

sebanyak 8.344 desa atau 98,83% menjadi sekitar 8.354 desa atau

0,12%, naik sekitar 10 desa berlistrik.

C. ARAH KEBIJAKAN

Kebijakan pembangunan ketenagalistrikan diarahkan pada

(23)

kepulauan melalui pengembangan infrastruktur jaringan dan

penyediaan pembangkit listrik dari energi alternatif.

3.4.7.4. Perumahan Dan Permukiman A. KONDISI UMUM

Pemenuhan terhadap kebutuhan masyarakat akan hunian yang layak

dan sehat merupakan salah satu tujuan utama pembangunan

perumahan dan permukiman. Pemenuhan kebutuhan rumah antara

lain dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat sendiri yaitu

berkisar antara 70-80 persen dan lainnya oleh Perumnas, REI dan

swasta lainnya. Namun demikian, sampai dengan akhir tahun 2005

backlog rumah di Jawa Timur telah mencapai 519 ribu unit rumah.

Pembangunan sarana dan prasarana lainnya seperti air minum dan

penyehatan lingkungan (air limbah, persampahan dan drainase)

yang telah dilakukan telah mengalami banyak kemajuan, namun

demikian cakupan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan

masih jauh dari memadai.

Pada akhir tahun 2005 tingkat pelayanan air bersih perpipaan Jawa

Timur di kawasan perkotaan baru mencapai 39 persen, sedangkan di

kawasan perdesaan hanya mencapai 10,6 persen. Untuk prasarana

dan sarana pengolahan air limbah dasar cakupan pelayanannya telah

mencapai 75,4% persen untuk perkotaan dan 47,4% untuk perdesaan.

Sedangkan tingkat pengelolaan persampahan mencapai 47,7%.

B. SASARAN TAHUN 2007

Sasaran yang akan dicapai dalam pembangunan perumahan dan

permukiman sampai tahun 2007 antara lain adalah : (1) menurunnya

jumlah backlog rumah menjadi sekitar 289 ribu unit (9,5%) di

perkotaan dan 210 ribu unit (4,42%) di perdesaan; (2)

Meningkatnya cakupan pelayanan air bersih di perkotaan menjadi

(24)

11,9%; (3) Meningkatnya cakupan pelayanan Air Limbah di

perkotaan menjadi sebesar kurang lebih 75,7% dan di perdesaan

sebesar kurang lebih 48,2% (4) Meningkatnya cakupan pelayanan

persampahan diperkotaan menjadi sebesar kurang lebih 48,5% (5)

Meningkatnya fungsi saluran drainease sebagai pematus air hujan.

C. ARAH KEBIJAKAN

Arah kebijakan yang akan dikembangkan untuk mencapai sasaran

sebagaimana telah disebutkan di atas adalah sebagai berikut:

1) Mendukung Gerakan Nasional Pembangunan Sejuta Rumah

(GNPSR) melalui penyediaan hunian rumah sederhana sehat,

rumah susun sewa dengan melibatkan semua stakeholders;

2) Meningkatkan pemahaman peraturan jasa konstruksi dan

pembinaan teknis pengelolaan/pembangunan gedung negara;

3) Menunjang pelaksanaan pengendalian kebocoran air minum;

4) Meningkatkan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah di

perkotaan dan perdesaan;

5) Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana sanitasi di

perdesaan;

6) Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat dalam

pengelolaan dan pemeliharaan sarana persampahan dan drainase

serta peningkatan kesadaran berperilaku hidup dan sehat (PHBS);

7) Meningkatkan kinerja pengelolaan sampah dan drainase serta

perbaikan saluran drainase primer dan sekunder guna

pengendalian banjir di perkotaan;

8) Pembangunan drainase guna pengendalian banjir.

9) Menyeimbangkan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota

metropolitan, dan besar, dengan meningkatkan keterkaitan

kegiatan ekonomi (forward and backward linkages).

Referensi

Dokumen terkait

Mayoritas lahan dengan potensi erosi terjadi di sub DAS Cisangkuy bagian hulu (daerah Pangalengan dan Cimaung) hingga tengah dimana kemiringan lereng curam hingga

PT AGUNG PODOMORO LAND TBK ESCALATES RESORT DEVELOPMENTS WITH APPOINTMENT OF MARRIOTT FOR NUSA DUA, BALI PROJECT AND LAND.. ACQUISITION IN BOGOR,

Dari analisis pergeseran penggunaan moda (terhadap moda tetap) tersebut di atas, diketahui ternyata penggunaan moda tetap berupa angkutan sungai bila dikaitkan dengan jaringan

Upaya pengendalian kebisingan meliputi identifikasi masalah kebisingan di pabrik dan menentukan tingkat kebisingan yang diterima oleh karyawan, sehingga rumusan masalah

[r]

Within 10 (ten) years, the Agung Podomoro has completed more than 50 property projects, with majority addressed to middle class segments of society, with projects ranging

[r]

agronomis dan mekanis, normalisasi sungai dan penataan lahan sempadan sungai, serta melaksanakan kebijakan pengelolaan DAS Kaligarang terpadu dan berkelanjutan oleh semua pihak