• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file Model Penjadwalan Pengiriman Pasokan pada Strategi MultiSupplier dengan Variasi Harga dan Lead Time untuk Permintaan Stokastik | Masruroh | Jurnal Teknik Industri 2 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file Model Penjadwalan Pengiriman Pasokan pada Strategi MultiSupplier dengan Variasi Harga dan Lead Time untuk Permintaan Stokastik | Masruroh | Jurnal Teknik Industri 2 PB"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Model Penjadwalan Pengiriman Pasokan pada Strategi

Multi-Supplier

dengan Variasi Harga dan

Lead Time

untuk Permintaan Stokastik

Nur Aini Masruroh1*, Anggita Virgiana Prasetyorini1

Abstract: Multi-supplier is one of the strategies to minimize holding cost and average stock-out cost as long as to stabilize the supply of raw materials. The common problems that the firms may face when applying the multi-supplier strategy are determining the right schedule and quantity ordered for each supplier. Complexity of the problem increases with the facts that each supplier

may have different parameters, demand is uncertain, and the firms’ constraints. Thus, this

research is done to answer two main objectives: (1) to determine the optimum safety time (minimum raw material inventory) to prevent the stockout due to the demand uncertainty and (2) to determine the right schedule and quantity ordered for each supplier considering the different suppliers parameters: price, lead time, and supply capacity. The problem is modeled in Mixed Integer Linear Programming with total minimum inventory cost as the objective. With the aim of testing the model, a case of multinational company that apply the multi-supplier strategy is used.

Keywords: Multi-supplier, mixed integer linear programming, inventory, scheduling, safety time.

Pendahuluan

Salah satu tantangan dalam supply chain manage-ment adalah kemampuan mengontrol jumlah modal yang dimiliki, yang antara lain tersimpan dalam bentuk investasi inventory, baik bahan baku, work in process, maupun produk jadi (Arda dan Hennet [1]). Pengendalian inventory menjadi aktivitas yang sangat penting pada sebuah perusahaan karena biaya inventory dapat mencapai sekitar 20% hingga 40% total nilai tahunan (Ganeshan [2]). Salah satu faktor penting dalam pengendalian inventory adalah penentuan safety stock yang tepat. Safety stock ada-lah sejumada-lah inventory, khususnya bahan baku, yang dimiliki perusahaan untuk mencegah terjadi-nya stock out selama waktu pemesanan akibat adanya fluktuasi permintaan dan lead time peme-sanan ke supplier. Penentuan tingkat safety stock yang dipengaruhi oleh lead time pemesanan me-nunjukkan bahwa kemampuan supplier dalam me-menuhi pesanan menjadi faktor penting dalam melakukan pengendalian inventory. Hal inilah yang mendorong setiap perusahaan untuk merancang strategi dalam menggantungkan kebutuhan bahan bakunya kepada supplier.

Pada awalnya banyak perusahaan yang mengguna-kan strategi single-supplier yang memudahkan per-

1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika 2, Kampus UGM, Yogyakarta 55281. Email: aini@ugm.ac.id, anggita.prasetyorini@gmail.com.

* Penulis korespondensi

usahaan dalam melakukan pengendalian kualitas dan memungkinkan terciptanya hubungan yang dekat antara perusahaan dan supplier. Namun saat ini, strategi tersebut mulai berkembang menjadi multi-supplier, yaitu strategi dimana perusahaan memiliki beberapa supplier yang memasok jenis bahan baku yang sama. Salah satu faktor perubah-an tersebut adalah kebutuhperubah-an bahperubah-an baku yperubah-ang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pelanggan yang berakibat pada mening-katnya kebutuhan bahan baku di lantai produksi. Selain itu, penerapan strategi multi-supplier juga didorong oleh kekhawatiran akan beberapa risiko, seperti monopoli harga, keterlambatan pengiriman karena mesin breakdown, demo buruh, keterbatas-an kapasitas, hingga variasi lead time (Minner [3], Sawik [4]). Selain itu, membagi order ke beberapa supplier juga dapat mengurangi jumlah safety stock yang harus disediakan, mengurangi cycle stock, serta incremental ordering cost dari order kedua dan selanjutnya menjadi relatif lebih kecil (Thomas and Tyworth[5]). Melalui strategi multi-supplier, diha-rapkan perusahaan dapat melakukan penghematan biaya dan meningkatkan service level.

(2)

perusahaan. Kelebihan strategi multi-supplier juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Arda dan Hennet [1], yang memberikan kesimpulan bah-wa untuk kasus permintaan pelanggan dan keter-lambatan pengiriman dari supplier terjadi secara random, strategi multi-supplier memberikan ke-mungkinan penghematan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan strategi single-supplier.

Masalah yang kemungkinan akan dihadapi dalam penerapan strategi multi-supplier adalah bagai-mana menentukan porsi pemesanan yang tepat un-tuk masing-masing supplier dan merencanakan waktu kedatangan serta kuantitas bahan baku pada setiap pengiriman untuk masing-masing supplier. Perencanaan waktu kedatangan dan kuantitas pengiriman yang tepat harus memperhatikan parameter yang dimiliki oleh supplier, seperti lead time pengiriman, kuantitas pengiriman, dan lot size setiap pengiriman, serta mempertimbangkan batas-an dari perusahabatas-an, seperti kapasitas warehouse dan batas minimal inventory yang harus dimiliki perusahaan. Permasalahan akan menjadi lebih kompleks karena perbedaan nilai parameter yang dimiliki oleh setiap supplier. Terkait dengan skala perusahaan, setiap supplier dapat memiliki kapa-sitas yang berbeda dalam proses produksi, sehingga berpengaruh pada kuantitas serta lot size pengi-riman yang berbeda-beda untuk setiap supplier. Selain itu, perbedaan asal negara supplier menye-babkan adanya perbedaan waktu pengiriman se-hingga setiap supplier akan memiliki lead time yang berbeda dalam memenuhi pesanan. Faktor lain yang menambah kompleksitas dari penerapan stra-tegi multi-supplier adalah adanya perbedaan harga yang diberikan oleh setiap supplier, walaupun me-masok untuk jenis bahan baku yang sama. Terkait dengan perencanaan waktu kedatangan dan kuan-titas pengiriman, faktor harga patut mendapat per-hatian dalam melakukan pemesanan karena faktor tersebut yang akan mempengaruhi jumlah modal yang tersimpan dalam bentuk inventory di warehouse.

Penelitian-penelitian di bidang multi-supplier telah banyak dilakukan dengan berbagai macam tujuan dan variable keputusan yang digunakan seperti me-nentukan jumlah pemesanan yang optimum (Sawik [4], Silbermayr dan Minner [6], Song et al. [7], Yin et al. [8], Abginechi et al. [9]), jumlah supplier optimum (Abginehchi et al [9], Guo and Ganeshan [10], dan Geetha and Achary [11]), titik pemesanan ulang optimum (Abginechi et al. [9]). Penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian di bidang multi-supplier yang telah dilakukan, namun berbeda dengan penelitian lain, penekanan pada penelitian ini adalah penjadwalan waktu kedatangan dan kuantitas pengiriman bahan baku pada strategi

multi-supplier dengan mempertimbangkan perbeda-an nilai parameter dari setiap supplier, kemampuan pasokan dari supplier, dan batasan dari perusahaan serta mempertimbangkan adanya ketidakpastian permintaan. Penelitian diawali dengan penentuan batas minimal inventory untuk menghindari terja-dinya stock out akibat ketidakpastian permintaan, yang selanjutnya akan digunakan sebagai parame-ter dalam melakukan pengembangan model mate-matika

Metode Penelitian

Penelitian tentang multi-supplier telah banyak dilakukan dengan tujuan yang berbeda-beda seperti menentukan tingkat safety stock, menentukan jumlah supplier yang optimum, menentukan porsi pemesanan untuk masing-masing supplier, dan mengembangkan model matematika yang dapat digunakan untuk membuat sistem penjadwalan kedatangan serta kuantitas setiap pengiriman dari masing-masing supplier.

Thomas dan Tyworth [5] melakukan kajian pustaka mengenai pooling lead time risk melalui pembagian order (order splitting) ke beberapa supplier. Riset-riset di bidang ini secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yaitu riset yang mempelajari tentang efek dari order splitting terhadap effective lead time, riset yang menekankan pada analisis total cost, dan riset yang lebih focus kepada pengurangan cycle stock. Isu utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah penghematan dari sisi safety stock holding cost dan shortage cost dapat mengimbangi incremental ordering cost.

(3)

untuk masing-masing supplier diperoleh ketika sudah tercapai kondisi steady state. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada kondisi stokas-tik, penerapan multi-supplier menghasilkan biaya yang lebih rendah jika dibandingkan dengan stra-tegi single-supplier.

Penelitian lain yang menggunakan porsi pemesanan sebagai variabel keputusan dilakukan oleh Chang et al. [12] yang mengembangkan model matematis dengan pendekatan mixed integer untuk menen-tukan jumlah pemesanan optimal kepada masing-masing supplier. Penentuan jumlah pemesanan optimal ini dilakukan dengan mempertimbangkan variasi lead time, price-quantity discount (PQD), dan keterbatasan sumber daya yang berbeda-beda untuk masing-masing supplier, dengan batasan bahwa stock yang dimiliki harus dapat memenuhi permintaan setiap periode dan tidak melebih batas maksimum kapasitas warehouse. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk memi-nimumkan holding cost dan ordering cost, yang diasumsikan sama untuk setiap supplier. Model mixed integer juga digunakan oleh Lee et al. [13] untuk menentukan lot size yang optimal pada kasus multi-supplier, multi-period, dengan mempertim-bangkan adanya quantity discount. Dalam hal ini permintaan dan lead time dari supplier diasumsikan deterministik dan telah diketahui sebelumnya. Meena dan Sarmah [14] mengembangkan model Mixed Integer Non-Linear Programming untuk menentukan optimum alokasi order untuk masing-masing supplier dengan mempertimbangkan perbe-daan kapasitas dari masing-masing supplier, ke-mungkinan kegagalan pengiriman, dan quantity discount. Model diselesaikan dengan menggunakan algoritma genetika. Dalam hal ini permintaan dianggap konstan dan telah diketahui. Song et al. [7] mengembangkan model stokastik dynamic program-ming untuk menentukan kebijakan persediaan terintegrasi yang mencakup supplier, manufaktur, dan konsumen. Variabel keputusan yang digunakan adalah kuantitas pemesanan dari masing-masing supplier dengan mempertimbangkan batasan kapa-sitas delivery maksimum dari setiap supplier. Dalam kasus ini, permintaan diasumsikan terdistribusi Poisson, lead time dari setiap supplier terdistribusi eksponensial dengan mean berbeda-beda untuk setiap supplier, dan waktu produksi dari manufak-tur diasumsikan terdistribusi eksponensial. State yang digunakan dalam hal ini adalah kedatangan material, completion time dari finished good, dan permintaan konsumen.

Variabel keputusan lain yang sering digunakan dalam kasus multi-supplier adalah menentukan jumlah supplier yang optimum. Beberapa penelitian yang menggunakan variabel keputusan ini antara

lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Abginehchi et al. [9], Guo and Ganeshan [10], dan Geetha and Achary [11]. Abginehchi et al. [9] menggunakan sistem continuous review policy dimana pada saat reorder point, order dibagi ke dalam n supplier. Untuk menentukan jumlah sup-plier yang optimal, diasumsikan lead time dan harga dari semua supplier sama. Algoritma Sequential Quadratic Programming digunakan untuk menyele-saikan model yang terbentuk. Guo dan Ganeshan [9] mengembangkan prosedur untuk menentukan jum-lah supplier yang harus digunakan sesuai dengan mean dan variance dari lead time yang diinginkan. Geetha dan Achary [10] melanjutkan penelitian yang dilakukan oleh Guo dan Ganeshan [9] dengan mengembangkan prosedur untuk mendapatkan nilai mean dan variance dari lead time. Prosedur yang dikembangkan menggunakan Generalized Lambda Distribution sebagai pendekatan untuk distribusi lead time.

(4)

masing-masing supplier, selanjutnya digunakan untuk menyusun optimal production schedule untuk me-menuhi customer order yang akan meminimumkan biaya.

Penentuan level inventory optimum sebagai variabel keputusan digunakan dalam penelitian yang dilaku-kan oleh Arda dan Hennet [1] dan Osman dan Demirli [7]. Penelitian yang dilakukan oleh Osman dan Demirli [7] bertujuan untuk mencari safety stock terintegrasi pada supply chain dengan beberapa stockpoint. Perhitungan safety stock pada kondisi stokastik tersebut dengan mempertimbangkan ada-nya variasi demand dan variasi lead time dari setiap supplier. Untuk parameter lead time, digunakan pendekatan maximum yang diperoleh melalui konsep order statistics. Lead time dari setiap supplier diasumsikan independent, serta identik dan terdistribusi normal. Untuk melakukan perhitung-an safety stock, digunakan metode generalized lambda distribution, sehingga diperoleh parameter dari pendekatan maksimum, sebagai mean dan sebagai variance, untuk n supplier. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk dapat memenuhi customer service level dengan biaya pengadaan safety stock minimum.

Model penjadwalan supplier untuk menentukan waktu kedatangan supplier dilakukan antara lain oleh Hum et al. [15]. Hum et al. [15] mengembang-kan model matematika untuk membuat penjadwal-an multi-supplier pada sebuah perusahaan perakit-an komputer. Penjadwalperakit-an pengirimperakit-an termasuk dalam NP-hard problem dengan tujuan me-minimumkan rata-rata level inventory, dengan batasan yang digunakan adalah pattern waktu pengiriman yang berbeda dari setiap supplier dan batas minimal inventory di warehouse atau protection level. Masing-masing supplier memiliki kapasitas pengiriman dan lead time yang berbeda-beda. Setiap supplier juga memiliki interval waktu antar pengiriman yang berbeda-beda. Proporsi pemesanan untuk masing-masing supplier sudah ditentukan sebelumnya. Kapasitas setiap pengirim-an ypengirim-ang sudah ditentukpengirim-an oleh setiap supplier, maka variabel keputusan untuk penelitian ini adalah waktu pengiriman dari setiap supplier

.

Penelitian tersebut juga memperlihatkan hubungan antara level inventory maksimum, rata-rata, dan minimum, untuk menunjukkan bahwa permasalah-an penjadwalpermasalah-an pengirimpermasalah-an adalah sama dengpermasalah-an classical inventory staggering problem. Penelitian ini lebih memperhatikan pada terbatasnya kapasitas warehouse, sehingga perlu dilakukan penjadwalan kedatangan bahan baku dari supplier untuk menghindari terjadinya overcapacity. Riezebos dan Zhu [16] mengembangkan prosedur untuk menyusun MRP untuk kondisi multi-supplier

dengan mempertimbangkan perbedaan lead time antar supplier dan kemungkinan order crossover, yaitu ketika kedatangan order tidak sesuai dengan urutan pemesanannya. Dalam penelitian ini, optimal (s, S) policy dikembangkan dengan meng-gunakan model dynamic programming.

Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka tersebut, banyak penelitian terkait penjadwalan masih meng-gunakan asumsi nilai parameter yang sama untuk setiap supplier. Sebagai contoh, Osman dan Demirli [16], Arda dan Hennet [1], Abginehchi et al. [9] menggunakan asumsi lead time yang sama untuk setiap supplier. Demikian juga Arda dan Hennet [1], Hum et al. [15] menggunakan asumsi harga yang sama untuk setiap supplier. Osman dan Demirli [16] dan Guo and ganeshan [10] tidak memper-timbangkan harga dari masing-masing supplier di dalam model yang dikembangkan. Meskipun demikian, beberapa penelitian telah mempertim-bangkan adanya perbedaan parameter dari setiap supplier. Guo dan Ganeshan [10], Hum et al. [15], dan Chang et al. [12] telah mengakomodasi adanya variasi lead time dari setiap supplier di dalam modelnya. Selain mempertimbangkan variasi lead time, Chang et al. [12] juga mempertimbangkan adanya variasi harga dari setiap supplier.

Penentuan variabel keputusan dan parameter yang digunakan dalam model sangat tergantung pada kondisi perusahaan. Penelitian ini akan mengem-bangkan model penjadwalan kedatangan order dari supplier untuk meminimumkan total biaya dengan variabel keputusan waktu kedatangan order dan kuantitas pengiriman dari masing-masing supplier dengan mempertimbangkan variasi lead time dan harga dari masing-masing supplier, kemampuan pa-sokan dari supplier, batasan sumber daya perusa-haan (kapasitas gudang dan syarat batas minimum inventory), serta ketidakpastian permintaan.

Deskripsi Sistem

(5)

Seluruh bahan baku berasal dari luar negeri. Terdapat dua jenis kontrak yang digunakan oleh supplier, yaitu Estimate to Delivery (ETD) dan Estimate to Arrive (ETA). Supplier yang menerap-kan kontrak ETD akan menghitung total jumlah pesanan bahan baku dari seluruh order mengguna-kan waktu pengiriman bahan baku atau keberang-katan pesanan dari port asal. Supplier yang mene-rapkan kontrak ETA akan menghitung total jumlah pesanan bahan baku dari seluruh order mengguna-kan waktu tiba bahan baku di port tujuan, yang berada di Semarang, Indonesia. Berikut adalah tahapan yang dilakukan dalam proses pemesanan bahan baku adalah: (1) Pembuatan dan pengiriman Purchase Order (PO) kepada supplier yang berisi permintaan pengiriman suatu jenis bahan baku dalam jumlah tertentu. Waktu pengiriman PO disebut dengan PO Issued dan setiap PO yang dibuat akan disertai dengan ETA Request, yaitu permintaan waktu kedatangan bahan baku di port tujuan, di Semarang, Indonesia. (2) Pemberian konfirmasi oleh pihak supplier terkait penerimaan PO. (3) Pemberian konfirmasi oleh pihak supplier terkait waktu pengiriman bahan baku dari port negara asal (ETD confirmed) dan perkiraan waktu kedatangan di port negara tujuan (ETA confirmed).

Setelah proses pemesanan, terdapat beberapa proses yang dilewati oleh bahan baku, meliputi pengiriman dan pengendalian kualitas hingga menjadi bahan baku siap pakai. Sesuai perjanjian antara supplier dan perusahaan, hampir seluruh bahan baku yang berada dalam proses pengiriman sudah menjadi inventory milik perusahaan, se-hingga waktu pengiriman juga menjadi pertimbang-an perusahapertimbang-an dalam melakukpertimbang-an penjadwalpertimbang-an pengiriman pasokan bahan baku karena akan berpengaruh pada tied up capital cost yang harus ditanggung perusahaan. Beberapa tahapan yang dilalui bahan baku selama proses pengiriman dan pengelolaan adalah: (1) Shipping, yaitu proses pengiriman bahan baku dari negara asal supplier ke negara tujuan perusahaan melalui jalur laut. Durasi shipping untuk setiap pengiriman sangat ber-gantung pada negara asal supplier dan kondisi cuaca. Pada proses ini, status bahan baku ter-gantung dari kesepakatan antara supplier dan perusahaan, apakah masih menjadi inventory supplier atau sudah menjadi inventory perusahaan. (2) Customs Clearance (CC), yaitu proses yang dilakukan di port negara tujuan terkait dengan penerimaan barang impor. (3) Quality Inspection (QI), yaitu inspeksi kualitas yang dilakukan oleh QI Department dari perusahaan. (4) Bahan baku akan menjadi ready stock inventory setelah dinyatan lolos Quality Inspection, sedangkan bahan baku yang tidak lolos QI akan diajukan klaim ke pihak supplier untuk selanjutnya dimusnahkan. Ready stock

inventory bahan baku ini yang kemudian digunakan untuk proses produksi.

Tahapan Penelitian

Pengembangan model diawali dengan melakukan deskripsi sistem dari objek yang diteliti. Berdasar-kan deskripsi sistem tersebut selanjutnya dibangun model matematika untuk menjadwalkan kedatang-an supplier dan kuantitas setiap pengiriman dari masing-masing supplier. Salah satu batasan yang digunakan dalam model adalah jumlah minimum level inventory (safety stock) yang digunakan untuk mengakomodasi ketidakpastian permintaan dan lead time dari masing-masing supplier. Sesuai dengan kebijakan perusahaan, level minimum inventory tersebut tidak dinyatakan dengan kuan-titas bahan baku melainkan dalam perkiraan durasi waktu yang diperlukan untuk menghabiskan bahan baku tersebut yang diistilahkan dengan safety time. Oleh karena itu, sebelum model dijalankan, safety time harus ditentukan terlebih dahulu. Apabila hasil perhitungan masih menunjukkan posisi persediaan ada yang berada di bawah safety time yang diten-tukan, maka nilai safety time akan dievaluasi sampai posisi inventory tidak ada yang berada di bawah safety time. Safety time pada kondisi ini disebut sebagai safety time optimal. Nilai safety time optimal ini yang selanjutnya digunakan untuk menyusun jadwal dan kuantitas bahan baku pada setiap pengiriman dari setiap supplier.

Model Matematika

Luaran yang diharapkan dari model matematika ini adalah penjadwalan kedatangan dan kuantitas pengiriman bahan baku dari setiap supplier setiap minggunya dengan mempertimbangkan perbedaan nilai parameter dari setiap supplier dan batasan yang ditentukan oleh perusahaan. Parameter supplier meliputi total jumlah kontrak pemesanan, lot size pengiriman, lead time pengiriman, serta harga yang diberikan masing-masing supplier. Selain perbedaan nilai parameter dari setiap supplier, terdapat batasan dari sisi perusahaan meliputi kapasitas warehouse dan batas minimal inventory di warehouse.

(6)

dari supplier yang berbeda sehingga akan berpenga-ruh pada perhitungan purchasing cost. Dalam perhitungan tied up capital cost, perbedaan harga akan menghasilkan perbedaan jumlah modal yang tersimpan dalam bentuk inventory yang dimiliki perusahaan

Notasi

Berikut adalah indeks variable dan parameter dari model matematika yang dikembangkan.

I : set supplier bahan baku i : indeks supplier ( )

J : set satuan waktu penjadwalan j : nomor waktu penjadwalan ( ) P : set harga bahan baku dari supplier pi : harga bahan baku dari supplier i ( )

K : set total jumlah pemesanan setiap supplier ki : total jumlah pemesanan untuk supplier i

( )

L : set lot size pengiriman setiap supplier li : lot size pengiriman dari supplier i ( )

D : set demand setiap satuan waktu penjad-walan

dj : demand pada waktu j ( )

: sisa stock pada waktu j

: total material handling pada waktu j b : persentase untuk tied up capital cost h : handling cost dengan batasan maksimal

jumlah material handling (handling cost merupakan fixed cost sampai dengan batas maksimalnya, selebihnya dikenakan penalty untuk setiap kelebihannya) g : maksimal jumlah material handling c : charge untuk handling cost

w : kapasitas warehouse

y : jumlah minimal inventory (dikonversi dari nilai safety time)

x : kelipatan lot size

E(xi) : mean lead time untuk n supplier

Var(Xi): variance dari lead time n supplier

: mean dari lead time masing-masing supplier

σ : standar deviasi lead time dari masing-masing supplier

mi : parameter order statistics untuk E(Xi)

vi : parameter order statistics untuk Var (Xi)

Cr : fungsi untuk perhitungan mi

β(x, y) : fungsi beta untuk perhitungan vi

D : rata-ratapemintaan

σD : standar deviasi permintaan

variabel keputusan yang digunakan adalah:

: kuantitas pasokan bahan baku yang dikirim oleh supplier i pada waktu j

Fungsi Tujuan

Fungsi tujuan yang digunakan dalam model ini adalah meminimumkan biaya inventory yang me-liputi purchasing cost (PC), opportunity cost (OC) se-bagai akibat dari penyimpanan modal dalam bentuk inventory, dan handling cost (HC) seperti ditun-jukkan pada persamaan (1). Persamaan (2) sampai dengan persamaan (6) menunjukkan perhitungan untuk masing-masing komponen biaya inventory.

(1)

∑ ∑ ( ) (2)

∑ (3)

∑ ( ∑ ) (4)

Persamaan (2) menunjukkan perhitungan untuk komponen purchasing cost, sedangkan persamaan (3) menunjukkan perhitungan untuk komponen tied up capital cost, yang dipengaruhi oleh sisa stok bahan baku pada waktu j ( ), harga rata-rata bahan baku dari supplier, dan persentase untuk tied up capital cost ( ). Pada penelitian ini, handling cost menggunakan asumsi fixed cost dengan batasan maksimal jumlah material handling (g) dan akan dikenakan charge (c) untuk setiap kelebihan jumlah material handling. Perhitungan material handling ditunjukkan pada persamaan (5) dan perhitungan handling cost ditun-jukkan pada persamaan (6). ∑ (5)

∑ ( ( ) ) (6)

Batasan Batasan dari setiap supplier adalah jumlah total pesanan selama satu periode, yang ditunjukkan pada persamaan (7), dan lot size setiap pengiriman, yang ditunjukkan pada persamaan (8), dimana nilai qij dan x harus bernilai non-negative dan integer (persamaan (9) dan persamaan (10)). ∑ (7)

(8)

(9)

(10)

(7)

(11) (12)

Penentuan safety time

Safety time digunakan sebagai batas minimal inven-tory untuk mengantisipasi adanya variasi demand selama lead time dan dalam kasus ini lead time juga tidak tentu. Untuk strategi multi-supplier, variasi lead time dari beberapa supplier juga harus di-pertimbangkan. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode generalized lambda distri-bution untuk mendapatkan mean dan variance dengan pendekatan maksimum. Metode ini diguna-kan untuk lead time dari n supplier yang ter-distribusi normal dan identik dengan mean µ dan variance σ2. Parameter yang digunakan adalah 1, 2, 3, dan 4 sehingga diperoleh E(Xi) sebagai mean

dan Var(Xi) sebagai variance dari lead time n

supplier (Osman dan Demirli [16]). Secara teoretis, expected lead time ditentukan dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut.

(13)

(14)

dimana

∏ (15)

dimana

dan

(16)

Nilai safety stock (dalam hal ini juga berlaku sebagai jumlah minimal inventory, y) dan safety time selanjutnya ditentukan dengan menggunakan persamaan (16) dan persamaan (17).

√ (17)

(18)

Hasil dan Pembahasan

Studi Kasus

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini menggunakan sebuah perusahaan multinasional yang memproduksi berbagai jenis produk nutrisi sebagai objek penelitian. Model matematika yang telah dikembangkan selanjutnya diaplikasikan untuk menentukan safety time optimum dan penjad-walan kedatangan serta kuantitas pengiriman dari setiap supplier untuk beberapa bahan baku

utamanya. Pada penelitian ini, studi kasus akan difokuskan pada 3 jenis bahan baku dairy yang memiliki porsi dan membutuhkan biaya paling besar, yaitu bahan baku A, B, dan C. Sebagai bahan baku utama yang dibutuhkan untuk produksi setiap harinya, ketiga bahan baku tersebut tidak boleh mengalami stockout karena dapat menghentikan proses di lantai produksi. Namun, penyimpanan persediaan bahan baku tersebut juga dibatasi oleh kapasitas warehouse, kontrak yang telah disepakati antara supplier dan perusahaan, serta kemampuan supplier dalam memenuhi pesanan dari perusaha-an.

Untuk memenuhi kebutuhan ketiga bahan baku tersebut, perusahaan menerapkan strategi multi-supplier, dimana ketiga bahan baku utama tersebut berturut-turut memiliki 3 supplier, 2 supplier, dan 4 supplier. Masing-masing supplier memiliki porsi atau total jumlah pemesanan yang berbeda, dimana setiap porsi tersebut sudah ditentukan sebelumnya melalui kontrak. Selain porsi pemesanan yang berbeda, masing-masing supplier juga memiliki parameter yang berbeda-beda yang meliputi harga per ton bahan baku, jenis kontrak, lot size, waktu shipping terkait dengan negara asal supplier, serta perjanjian status inventory pada tahap shipping atau Good In Transport. Tabel 1 menunjukkan parameter yang digunakan dalam model untuk setiap supplier. Berikut definisi dari masing-masing parameter. (1) Porsi atau total jumlah pemesanan adalah total jumlah bahan baku yang dapat dipesan kepada supplier dalam jangka waktu satu quarter. (2) Harga untuk per ton bahan baku yang dipesan kepada supplier, dimana didalamnya sudah ter-dapat unsur ordering cost, sehingga proses pemesan-an ypemesan-ang dilakukpemesan-an perusahapemesan-an tidak lagi mem-pertimbangkan adanya ordering cost. Dalam pene-litian ini, harga bahan baku dalam mata uang $ dan

€ dikonversi ke dalam mata uang Rp menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal 28 Februari 2014, yaitu Rp 11.634,00 per 1 $ dan Rp

(8)

parameter yang digunakan adalah rata-rata dan standar deviasi. (6) Perjanjian inventory adalah perjanjian antara supplier dan perusahaan terkait status bahan baku yang sedang berada di perjalanan laut atau shipping, apakah masih menjadi inventory milik supplier atau sudah menjadi inventory milik perusahaan.

Proses pengendalian inventory bahan baku per-usahaan dilakukan melalui pantauan jumlah inventory yang dimiliki perusahaan, baik untuk inventory yang sudah maupun belum tiba di warehouse, serta mengevaluasi jumlah inventory tersebut dengan batas minimal inventory setiap waktu. Dalam menentukan batas minimal inven-tory, perusahaan menggunakan konsep safety time yang mengindikasikan batas minimal inventory yang harus dimiliki perusahaan setiap waktunya. Safety time dinyatakan dengan menggunakan satuan waktu dan ditentukan berdasarkan jumlah kebutuhan bahan baku sesuai MRP selama durasi waktu tertentu.

Setelah proses pemesanan, terdapat beberapa proses yang dilewati oleh bahan baku, meliputi pengiriman dan pengendalian kualitas hingga menjadi bahan baku siap pakai. Berikut adalah beberapa tahapan yang dilalui bahan baku selama proses pengiriman dan pengelolaan beserta nilai yang digunakan di dalam model.

(1) Shipping, dengan durasi untuk setiap pengiriman sangat bergantung pada negara asal supplier dan kondisi cuaca. Pada proses ini, status bahan baku tergantung dari kesepakatan antara supplier dan perusahaan, apakah masih menjadi inventory supplier atau sudah menjadi inventory perusahaan. (2) Customs Clearance (CC). Untuk kasus ini, proses CC dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk perusahaan dan diasumsikan mem-butuhkan waktu 7 hari atau 1 minggu. (3) Quality Inspection (QI). Pada kondisi normal, proses QI membutuhkan waktu 5 hari sedangkan pada

kondisi ditemukannya quality issue, proses QI akan membutuhkan waktu lebih lama yaitu sekitar 1 minggu, dengan probabilitas ditemukannya quality issue adalah 3-5%. (4) Bahan baku akan menjadi ready stock inventory setelah dinyatan lolos Quality Inspection.

Untuk pengelolaan inventory di warehouse, per-usahaan menerapkan sistem outsource dengan menunjuk pihak ketiga untuk melakukan material handling di warehouse. Sistem pembayaran yang digunakan adalah biaya kontrak untuk satu tahun. Dalam hal ini, handling cost menjadi biaya tetap per tahun dengan batas maksimal inventory yang dikelola setiap periodenya, yaitu 8500 ton untuk keseluruhan bahan baku, dan akan dikenakan charge untuk setiap ton kelebihan inventory. Pada penelitian ini, handling cost dan batas maksimal inventory untuk masing-masing jenis bahan baku ditentukan berdasarkan persentase porsi terhadap keseluruhan inventory bahan baku.

Dalam melakukan pengendalian inventory bahan baku, perusahaan menggunakan metode gabungan antara continuous review policy dan periodic review policy, dimana jumlah inventory bahan baku dipantau setiap hari dan akan dilakukan pemesan-an ketika jumlah inventory berada di bawah batas minimal inventory. Acuan yang digunakan untuk melakukan pengendalian inventory adalah safety time, sebagai batas minimal jumlah inventory yang harus dimiliki oleh perusahaan setiap periode. Dengan acuan safety time, maka batas minimal inventory akan berbeda setiap waktu, tergantung pada kebutuhan bahan baku pada beberapa waktu ke depan.

Optimasi Safety Time

Safety time digunakan sebagai batas minimal inventory untuk mengantisipasi adanya variasi demand selama lead time. Perhitungan safety time dilakukan dengan mempertimbangkan adanya

Tabel 1. Parameter untuk setiap supplier bahan baku (data perusahaan)

Bahan baku

Supplier Negara asal

Porsi kontrak

(ton)

Harga per ton Jenis kontrak

Lot size (ton)

Durasi shipping Status inventory

GIT

USD EUR Rata-rata Std dev

A

A1 New

Zealand

3.200 $4.704,05 - ETA 25 26 5 Perusahaan

A2 Australia 1.200 $4.086,97 - ETD 25 22 2 Perusahaan

A3 New

Zealand

700 $4.311,14 - ETD 25 23 3 Perusahaan

B B1 B2 Prancis Prancis 1.500 288 $1.709,17 - €1.164,17- ETD ETD 25 24 39 43 3 4 Perusahaan Supplier

C

C1 US 1.250 $3.296,52 - ETA 20 29 4 Perusahaan

C2 US 500 $3.415,70 - ETD 20 36 7 Perusahaan

C3 Australia 350 $3.487,40 - ETD 25 21 3 Perusahaan

(9)

variasi demand bahan baku dan menggunakan asumsi lead time deterministik yang digunakan oleh perusahaan, yaitu 97 hari, dimana 90 hari merupa-kan durasi produksi bahan baku dan pengiriman melalui jalur laut, sedangkan 7 hari adalah durasi Customs Clearance. Untuk mengakomodasi adanya variasi demand, dilakukan pengujian menggunakan software Stat::fit untuk mengetahui pola distribusi data demand. Hasil pengujian menunjukkan bahwa data demand untuk ketiga bahan baku mengikuti pola distribusi normal. Untuk bahan baku utama, perhitungan safety time menggunakan target service level 99.9% karena perusahaan tidak mengizinkan terjadinya stockout bahan baku yang akan menye-babkan berhentinya proses produksi.

Pada periodic review policy, pengendalian inventory yang dilakukan menggunakan sebuah parameter, yaitu base-stock level. Perusahaan akan menentu-kan target level inventory, base-stock level, dan periode review. Level inventory akan ditinjau pada setiap periode, dan order material akan dilakukan setelahnya untuk meningkatkan posisi inventory agar mencapai base-stock level. Base-stock level terdiri dari 2 komponen, yaitu rata-rata demand selama jangka waktu antar periode review dan safety stock. Rata-rata demand antar periode review adalah rata-rata demand selama jangka waktu periode review ditambah lead time.

Menggunakan persamaan (12) sampai dengan persamaan (17), maka diperoleh safety time seperti sebenarnya memberikan keuntungan seperti mem-perkecil kemungkinan terjadinya stock out. Namun, safety time yang terlalu tinggi menyebabkan biaya simpan dan tied up capital cost yang ditimbulkan juga semakin tinggi. Mempertimbangkan hal tersebut, maka dilakukan optimasi lebih lanjut terkait tingkat safety time yang dapat diterapkan di perusahaan dengan batasan tidak diperkenankan terjadi stock out dan sepanjang periode level inventory tidak pernah berada di bawah safety time. Optimasi dilakukan dengan menggunakan model yang sudah dibangun namun kali ini dengan safety time sebagai variabel keputusannya. Proses iterasi dihentikan pada saat tidak terdapat periode dimana level inventory berada di bawah tingkat safety time. Tabel 3 menunjukkan perbandingan tingkat safety time aktual dan setelah dilakukan optimasi

.

Optimasi Penjadwalan

(10)

Dari hasil penjadwalan yang diperoleh, didapatkan total biaya inventory untuk masing-masing bahan baku yang ditunjukkan pada Tabel 5. Meskipun total biaya inventory yang dikeluarkan perusahaan saat ini tidak dapat ditampilkan dalam makalah ini karena merupakan rahasia perusahaan, namun berdasarkan evaluasi bersama dengan pihak per-usahaan dapat disimpulkan bahwa total biaya inventory model lebih rendah daripada total biaya

inventory yang dikeluarkan perusahaan saat ini. Apabila dievaluasi lebih lanjut, terdapat perbedaan antara hasil penjadwalan yang diperoleh dengan penjadwalan yang dilakukan perusahaan saat ini yang menyebabkan perbedaan biaya inventory yang dikeluarkan. Pada sistem nyata, pemesanan cende-rung dilakukan dalam jumlah kecil namun dengan frekuensi tinggi, sehingga pemesanan bahan baku lebih tersebar dalam beberapa periode.

Tabel 4. Hasil optimasi penjadwalan bahan baku A (dalam ton)

Week 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Total_MH 1046,24 1038,69 1030,47 1286,28 1289,49 1252,67 1029,49 1021,82 1023,28 1241,08 1141,2 1057,57 1023,56

Tabel 4. Hasil optimasi penjadwalan bahan baku A (Lanjutan)

Week 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Total_MH 1086,24 1292,04 1025,20 1030,75 1032,76 1286,50 1034,60 1033,12 1043,11 1052,17 1304,48 1051,85 1045,38 Keterangan simbol:

TOTAL_MH = Total material handling (jumlah total bahan baku yang harus dikelola)

Pada status inventory, status “yes” menunjukkan bahwa jumlah inventory yang dimiliki berada di atas batas minimal inventory,

(11)

Pada hasil penjadwalan berdasarkan model, pe-mesanan cenderung dilakukan dalam jumlah yang lebih besar karena pola inilah yang memungkinkan untuk mendapatkan total biaya inventory yang rendah. Sebagai perbandingan, frekuensi kedatang-an material saat ini sebkedatang-anyak 88 kali dalam setahun, sedangkan berdasarkan model sebanyak 59 kedatangan. Selain itu, safety time yang diguna-kan di model juga lebih rendah daripada safety time yang digunakan oleh saat ini. Pengaruh perbedaan penggunaan safety time ini terlihat dari rata-rata sisa stock tiap minggunya. Rata-rata sisa stock berdasarkan model sebesar 781,24 ton per minggu, sedangkan rata-rata sisa stock saat ini sebesar 1613,48 ton per minggu. Hal ini berpengaruh ter-hadap besarnya biaya inventory dan opportunity cost sebagai akibat dari penyimpanan modal dalam bentuk inventory, dan handling cost meskipun besaran handling cost dalam kasus ini relatif kecil dibandingkan dengan purchasing cost dan oppor-tunity cost (tied up capital cost). Sistem pemesanan yang dilakukan oleh perusahaan mempunyai kecen-derungan menggunakan pola pengalaman dan pengulangan dalam melakukan pemesanan oleh perusahaan untuk membangun hubungan jangka panjang dengan supplier, dimana pola ini belum digunakan sebagai batasan pada model yang di-bangun.

Simpulan

Penelitian ini membangun model matematika untuk menentukan waktu kedatangan dan kuantitas pengiriman dari beberapa supplier, dengan mem-pertimbangkan ketidakpastian permintaan dan lead time dari setiap supplier serta batasan dari per-usahaan terkait batas maksimal material handling dan batas minimal inventory (dinyatakan dengan safety time) yang ada di warehouse. Setiap supplier mempunyai parameter yang berbeda terkait harga, lot size, nilai kontrak (total jumlah pesanan), dan jenis kontrak. Hasil studi kasus menunjukkan bahwa model yang dibangun telah dapat digunakan untuk menentukan optimum safety time dengan mempertimbangkan fluktuasi permintaan dan se-lanjutnya nilai safety time optimum tersebut diguna-kan untuk menghasildiguna-kan jadwal kedatangan dan kuantitas bahan baku dengan total biaya inventory yang lebih rendah dari total biaya saat ini.

Terdapat beberapa penelitian lanjutan yang akan dilaksanakan. Pertama, dalam penelitian ini jumlah supplier beserta jumlah total pengirimannya selama setahun telah ditentukan berdasarkan target pro-duksi tahunannya. Penelitian selanjutnya akan menentukan jumlah supplier optimum beserta kuantitas pemesanan optimum dari setiap supplier. Kedua, penjadwalan supplier dan kuantitas pengiri-mannya akan diintegrasikan dengan penjadwalan produksi.

Daftar Pustaka

1. Arda, Y., and Hennet, J.C., Inventory Control in a Multi-Supplier System, International Journal Production Economics, 104(2), 2006, pp. 249 –259. 2. Ganeshan, R., managing Supply Chain

Inven-tories: A Multiple Retailer, One Warehouse, Multiple Supplier Model, International Journal Production Economics, 59, 1999, pp. 341–354. 3. Minner, S., Multiple-Supplier Inventory Models

in Supply Chain Management: A Review, Inter-national Journal Production Economics, 81-82, 2003, pp. 265-279.

4. Sawik, T., Joint Supplier Selection and Schedul-ing of Customer Orders under Disruption Risks: Single vs Dual Sourcing, Omega, 43, 2014, pp 83-95.

5. Thomas, D.J., and Tyworth, J.E., Pooling Lead-Time Risk by Order Splitting: A Critical Review, Transportation Research Part E, 42, 2006, pp. 245–257.

6. Silbermayr, L., and Minner, S., A Multiple Sourc-ing Inventory Model under Disruption Risk, International Journal Production Economics, 149, 2014, pp.47-46.

7. Song, D.P., Dong, J.X., and Xu, J., Integrated Inventory Management and Supplier Base Reduction in A Supply Chain with Multiple Uncertainties, European Journal of Operational Research, 232, 2014, pp. 522-536.

8. Yin, S., Nishi, T., and Grossmann, I.E., Optimal Quantity Discount Coordination for Supply Chin Optimization with One Manufacturer and Multiple Suppliers under Demand Uncer-tainties, The International Journal of Advanced Manufacturing Technology, 76, 2015, pp. 1173-1184.

9. Abginehchi, S., Farahani, R.Z., and Rezapour, S., A Mathematical Model for Order Splitting in A Multi-Supplier Single-Item Inventory System, Journal of Manufacturing Systems, 32, 2013, pp. 55-67.

10. Guo, Y., and Ganeshan, R., Are More Supplier Better?, Journal of the Operational Research Society, 46, 1995, pp. 892–895.

11. Geetha, K.K. and Achary, K.K., Are More Suppliers Better?: Generalizing the Guo and Ganeshan Procedure, Journal of the Operational Research Society, 51. 2000, pp.1179–1183. 12. Chang, C.T., Chin, C.L., and Lin, M.F., On the

Single Item Multi-Supplier System with Variable Lead-Time, Price-Quantity Discount, and Resource Constraints, Applied Mathematics and Computation, 182, 2006, pp.89-97.

(12)

Applied Mathematical Modelling, 37, 2013, pp. 4733-4746.

14. Meena, P.L., and Sarmah, S.P., Multiple Sourc-ing under Supplier Failure Risk and Quantity Discount: A Genetic Algorithm Approach, Transportation Research Part E, 50, 2013, pp. 84-97

15. Hum, S. H., Sharafali M., and Teo, C. P., Stagger-ing Periodic Replenishment in Multivendor JIT Environments, Operations Research, 53(4), 2005, pp. 698-710.

Gambar

Tabel 1. Parameter untuk setiap supplier bahan baku (data perusahaan)
Tabel 3 menunjukkan perbandingan tingkat safety
Tabel 4. Hasil optimasi penjadwalan bahan baku A (dalam ton)

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, data yang digunakan untuk prediksi adalah data saham dari indeks LQ-45, dan beberapa perusahaan yang termasuk dalam LQ-45.. LQ-45 merupakan

The change of the physical and chemical properties of the soil may be attributed to the changes in the LULC contributing to land degradation, which in turn leads to a decline in

Sistem Electronic Data Interchange (EDI) adalah model teknologi yang menggabungkan aspek elektronika, telekomunikasi dan informasi, yang dikembangkan untuk memudahkan

Too frequent low-intensity burning can lower soil N mineralization in some forest ecosystems (Bell and Binkley 1989; Raison et al. In the present study we measured

[r]

In addition, for soil decompo- sition models that explicitly represent microbial physiology, enzymatic activity, the direct effects of temperature and soil moisture on

[r]

E-Service Quality pada dasarnya merupakan pengembangan kualitas layanan jasa seperti yang telah disampaikan sebelumnya dari cara tradisional menjadi layanan