• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM,HASLINDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM,HASLINDA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA,ORDE BARU, DAN ERA REFORMASI

(Pesantren, Madrasah, dan Pendidikan Agama di Sekolah)

A. Pendahuluan

Pendidikan Islam di Indonesia adalah sebuah kenyataan yang sudah berlansung sangat panjang dan telah menyentuh masyarakat, bahkan sampai ke pelosok Nusantara. Pada masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, pendidikan diselenggarakan oleh masyarakat sendiri dengan mendirikan pesantren, sekolah dan tempat latihan-latihan lainnya.

Perjalanan sejarah pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda dan Jepang adalah sebuah proses yang diwarnai berbagai hambatan dan tantangan. Belanda yang menduduki Indonesia selama tiga setengah abad, dan Jepang selama tiga setengah tahun telah meninggalkan kesengsaraan, mental dan kondisi psikologis yang lemah.

Dengan misi gold, glory dan gospolnya,mereka mempengaruhi pemikiran dan ideologi melalui dokrin-dokrin Barat. Namun, bangsa Indonesia bangga dengan perjuangan para tokoh Muslim pada masa itu, yang berupaya sekuat tenaga untuk mengajarkan Islam dengan cara mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam,seperti madrasah, pesantren dan sebagainya.

Dari lembaga inilah kemudian lahir tokoh-tokoh muslim yang berperan besar dalam mewujudkan kemerdekaan dan membela risalah Islam. Disamping menuntut ilmu mereka juga harus berjuang melawan penjajah.

Pendidikan Islam merupakan pewarisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran dasar agama Islam yakni al-Qur’an dan hadits. Sebagaimana dijelaskan bahwa “dasar pendidikan Islam sudah jelas dan tegas, yaitu firman Allah dan sunah Rasulullah SAW., kalau pendidikan diibaratkan bangunan, maka Al-Qur’an dan haditslah yang menjadi fundamennya”.1

Keberadaan Belanda memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pola dan kebijakan pendidikan Islam di Indosesia. Hal ini tergambar pada kebijakan pamerintah Belanda terhadap Indonesia, yang mengindikasikan bahwa hubungan pertama antara pengembangan agama Islam dengan berbagai kebudayaan merupakan akomodasi kultural yang harus ditemukan.

(2)

Penyebaran Islam yang terjadi dalam suatu kontek intelektual ketika ilmu-ilmu dipertentangkan atau dipertemukan, ketika kepercayaan pada dunia lama mulai menurun. Oleh karena itu, ketika kolonial Belanda berhasil menancapkan kukunya di bumi Nusantara dengan misinya yang ganda antara imperialis dan kristenisasi, justru sangat merusak dan menjungkirbalikkan tatanan yang sudah ada.

Belanda cukup banyak mewarnai perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia dengan peristiwa dan pengalaman yang tercatat sejak kedatangan Belanda di Indonesia, baik perorangan dan kemudian diorganisasikan dalam bentuk kongsi dagang yang bernama VOC, dan lain-lain.2

Dengan terjadinya revolusi nasional pada tanggal 17 Agustus 1945, maka tercapailah kemerdekaan yang sangat diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Proklamasi telah mematahkan belenggu penjajahan dan menciptakan hidup baru di berbagai bidang,terutama bidang pendidikan. Dengan demikian maka dirasa perlu untuk merubah sistem pendidikan yang sesuai dengan kondisi baru bangsa Indonesia. Melalui berbagai kebijakan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang pendidikan di Indonesia, pendidikan Islam pun mendapat tempat yang sangat strategis bagi perkembangannya, dari masa ke masa.

Kebijakan pendidikan Islam dalam makalah ini penulis bagi menjadi tiga periode :

A. Kebijakan pendidikan Islam pada masa Orde Lama B. Kebijakan pendidikan Islam pada masa Orde Baru C. Kebijakan pendidikan Islam pada era Reformasi

Untuk lebih jelasnya, maka Penulis akan memaparkan pada pembahasan berikut dengan judul ;Kebijakan pendidikan Islam di Indonesia, pada masa orde lama, orde baru dan era reformasi.

B. Pendidikan Islam AwalKemerdekaan

Kemerdekaan Indonesiadiproklamirkanpadatanggal 17 Agustus 1945 oleh Sukarno- Hatta, bertepatan dengan hari Jumat pada bulan Ramadhan. Keesokan harinya, tanggal 18 Agustus 1945 disahkan Undang-Undang Dasar Negara, dan Sukarno- Hatta terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.

Sebagaisebuah Negara yang baru berdiri, khususnya menyangkut eksistensi Negara, berbagai ancaman datang baikdariluarmaupundaridalam, anataralain :

1. Pada tanggal 25 Oktober 1945 tentara Inggris mendarat di Surabaya, kemudian menduduki gedung-gedung pemerintahan, sehingga

(3)

terjadilah pertempuran yang puncaknya pada tanggal 10 November 1945.

2. Tanggal 21 Juli 1947 terjadi agresi Belanda I dan tanggal 19 Desember agresi militer II

3. Tanggal 18 Oktober 1948, pemberontakan Partai Komunis Indonesia

(PKI) di Madiun, yang

menyebabkanbanyaknyaulamadansantrimenjadikorbanpembunuhan. 4. Terror Westerling di Bandung bulanJanuari 1950,dll

Pemberontakan PKI di Madiun dan di Jakarta (1965), dengan tegas umat Islam ikut serta menumpas pemberontakan tersebut. Berkat perjuangan umat Islam pula, terutama diplomasi Haji Agus Salim, yang menjadikan Mesir sebagai Negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1974.

Akhirnya pada tanggal 17 Desember 1949, Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Pengakuan ini dilakukan ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) yang ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.

Dengan demikian, maka disusunlah bentuk sistem dan tata cara pemerintahan atas dasar cita-cita dan kehendak bangsa Indonesia.Dasar Negara yang telah disepakati bersama saat mendirikan Negara adalah Pancasila, yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan merupakan kesatuan yang tak terpisahkan dengan batang tubuh UUD 1945. Pancasila dan UUD 1945 inilah yang kemudian dijadikan titik tolak pengelolaan Negara dalam membangun bangsa Indonesia.3

Meskipun Indonesia baru memproklamirkan kemerdekaannya dan tengah menghadapi revolusi visik,pemerintah Indonesia sudah berbenah terutama memperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital, dan untuk itu dibentuklah Kementrian Pendidikan dan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). Dengan terbentuknya Kementrian PP dan K tersebut, maka diadakanlah berbagai usaha terutama system pendidikan dan menyelesaikannya dengan keadaan yang baru.

Kementrian PP dan K pertama Ki Hajar Dewantara mengeluarkan Instruksi Umum yang isinya memerintahkan pada semua kepala-kepala sekolah dan guru-guru, yaitu:

1. Mengibarkan Sang Merah Putih di halaman sekolah 2. Melagukan lagu kebangsaan Indonesia Raya

(4)

3. Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian Kimigayo.

4. Menghapuskan pelajaran bahasa Jepang, serta segala ucapan yang berasal dari pemerintah bala tentara Jepang.

5. Memberi semangat kebangsaan kepada semua murid-murid.

Tindakan pertama yang diambil pemerintah Indonesia adalah menyesuaikan pendidikan dengan tuntunan dan aspirasi rakyat, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 31, yang berbunyi :

1. Tiap-tiapwarga Negara berhak mendapat pengajaran

2. Pemerintahmengusahakansuatu sistem pengajarannasional yang diatur dengan undang-undang.4

Pada masa Orde Lama ini, berbagai peristiwa dialami oleh bangsa Indonesia dalam dunia pendidikan, yaitu:

1. Tahun 1945 -1950, landasan idiil pendidikan ialah UUD 1945 dan falsafah Pancasila.

2. Awal tahun 1949 dengan terbentuknya Negara Rapublik Indonesia Serikat (RIS) di negara bagian timur dianut suatu sistem pendidikan yang diwarisi dari zaman pemerintahan Belanda.

3. Pada tanggal 17Agustus 1950, terbentuknyakembali Negara Kesatuan RI, Landasan Idiil UUDS RI.

4. Tahun 1959 Presiden mendekritkan RI kembali ke UUD 1945 dan menetapkan manifesta politik RI menjadi Haluan Negara. Di bidang pendidikan ditetapkan Sapta Usaha Tama dan Pancawhardana.

5. Pada tahun dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.5

Pendidikan Islam semakin mendapat kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional. Di Sumatera, Mahmud Yunus sebagai pemeriksa agama pada kantor pengajaran mengusulkan kepada kepala pengajaran agar pendidikan agama disekolah-sekolah pemerintah ditetapkan dengan resmi dan guru-gurunya digaji seperti guru umum, dan usul pun diterima6.

Selain itu pendidikan agama disekolah juga mendapat tempat yang teratur, seksama, dan penuh perhatian. Untuk itu, pada tanggal 13 Desember 1946,

4SamsulNizar, SejarahPendidikan Islam,(Kencana:Jakarta,2007),hal.346 5Ibid,hal. 347

(5)

dibentuklah Departemen Agama yang bertugas mengurusi penyelenggaraan pendidikan agama disekolah umum dan madrasah serta pesantren-pesantren.

Sekolah agama, termasuk madrasah, ditetapkan sebagai model dan sumber pendidikan Nasional yang berdasarkan Undang-undang 1945. Ekstensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan nasional dituangkan dalam Undang-undang pokok pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950, bahwa belajar disekolah-sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.7

C. Kebijakan Pendidikan Islam pada Masa Orde Lama

Tidak dapat dipungkiri bahwa penjajahan Belanda selama tiga abad dengan misi kristenisasi dan westernisasi, dengan berbagai penindasan yang dilakukan terhadap rakyat Indonesia dan dengan berbagai kebijakan politik sangat merugikan bangsa Indonesia.

Zainuddin Zuhri menggambarkan bahwa rakyat Indonesai yang mayoritas Islam tidak memandang orang-orang barat yang menjajah Indonesai sebagai pembawa kemajuan dan teknologi, melainkan sebagai penakhluk dan penjajah yang imperialis. Dalam dada penjajah tersebut begitu kuatnya ajaran dari politik, curang dan licik, Machiavelli antara lain mengajarkan :

a. Agama sangat diperlukan bagi penjajah

b. Agama dipakai untuk menjinakkan dan menakhlukkan rakyat

c. Setiap aliran agama yang dianggap palsu oleh pemeluk agama yang bersangkutan digunakan untuk memecah belah dan mencari bantuan kepada pemerintah.

d. Janji dengan rakyat tidak perlu ditepati,tujuan dapat menghalalkan segala cara.8

PadazamanpenjajahanBelanda, pintu masuk pendidikan modern bagi umat Islam sangat sempit. Dalam hal ini, ada duahal yang menjadipenyebabnya, yaitu:

1. Sikap dan kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang sangat diskriminatif terhadap kaum muslimin.

2. Politik non kooperatif para ulama terhadap Belanda yang menfatwakan, bahwa ikut serta dalam budaya Belanda, termasuk

7Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: 1995), hal. 236

(6)

pendidikan modernnya, adalah suatu bentuk penyelewengan agama.sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW, yang artinya, “Barang siapa menyerupai suatu golongan, maka ia termasuk ke dalam golongan itu.”Hadis tersebut melandasi sikap para ulama pada waktu itu.9

Setelahsekian lama terpuruk di bawahkekuasaanpenjajah,kesadaran para tokoh-tokoh Islam di Indonesia mulaimeningkat.Penyelenggarapendidikan agama setelah Indonesia merdeka mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik di sekolah negeri maupun swasta. Dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan PekerjaKomiteNasionalPusat (BPKNP) 27 desember 1945 menyebutkanbahwa: “Madrasah danpesantren yang padahakikatnyaadalahsatualatdanpencerdasanrakyatjelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuannya tatututan dan bantuan material dari pemerintah.”10

Pendidikan Agama Islam untuk sekolah umum mulai diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember tahun 1946. Sebelumnya, pendidikan sebagai pengganti pendidikan budi pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang,berjalan sendiri-sendiri di masing-masing daerah.

Khusus untuk mengelola pendidikan agama yang diberikan di sekolah-sekolah umum, maka pada tanggal 2 Desember 1946, diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri PP dan K dengan Menteri Agama, yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta), yang berada di bawah naungan kementerian PP dan K.

Sejak saat itu terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan Agama dan pendidikan Umum.Di satu pihak Departemen PP dan K mengelola pendidikan agama yang mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional.Keadaan ini sempat dipertentangkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan adanya pendidikan agama, terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seakaan-akan pendidikan agama khususnya Islam, terpisah dari pendidikan.

(7)

Dari kenyataan tersebut terlihat bahwa pemerintah dan bangsa Indonesia mewarisi sistem pendidikan dan pengajaran yang dualistis, yaitu :

1. Sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah umum yang sekuler, tidak mengenal ajaran agama, yang merupakan warisan dari pemerintah Belanda.

2. Sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat sendiri, baik yang bercorak isolatif-tradisional, maupun yang bercorak sintesis dengan berbagai variasi pola pendidikan.

Kedua sistem pendidikan tersebut sering dianggap saling bertentangan serta tumbuh dan berkembang secara terpisah satu sama lain. Sistem pendidikan dan pengajaran yang pertama pada mulanya hanya menjangkau dan dinikmati oleh sebagian masyarakat, terutama kalangan atas saja. Sedangkan yang kedua sistem pendidikan dan pengajaran islam tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat dan berurat berakar dalam masyarakat. Hal ini diakui oleh badan komite nasional Indonesia pusat (BP-KNIP) dalam usul rekomendasinya yang disampaikan kepada pemerintah, tentang pokok-pokok pendidikan dan pengajaran baru, pada tanggal 29 Desember 1945.11

Perkembangan pendidikan Islam pada masa orde lama sangat terkait pula dengan peran Departemen Agama yang mulai resmi berdiri pada tanggal 3 Januari 1946. Departemen Agama sebagai suatu lembaga pada masa itu, secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia.

Pendidikan Islam pada masa itu ditangani oleh suatu bagian khusus yang mengurus masalah pendidikan agama, yaitu Bagian Pendidikan Agama. Tugas dari bagian tersebut sesuai dengan salah satu nota Islamic Education in Indonesia yang disusun oleh Bagian Pendidikan Departemen Agama pada tanggal 1 September 1956, yaitu :

1. Memberikan pengajaran agama di sekolah negeri dan pertikuler 2. Memberikan pengetahuan umum di madrasah

3. Mengadakan Pendidikan Guru Agama dan Pendidikan Hakim Islam Negeri

Padatahun 1950 di mana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia

(8)

makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof. Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr. HadidariDepartemen P dan K, hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkanpadabulanJanuari 1951, Nomor: 1432/Kab. Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20 Januari 1951 (Agama), yang isinya adalah:

1. Pendidikan agama mulai diberikan di kelas IV Sekolah Rakyat.

2. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat, maka pendidikan agama mulai diberikan pada kelas I SR, dengan catatan bahwa pengetahuan umumnya tidak berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya dimulai pada kelas IV SR.

3. Di sekolah lanjutan pertama atau tingkat atas, pendidikan agama diberikan sebanyak dua jam dalam seminggu.

4. Pendidikan agama diberikan pada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua atau wali.

5. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama, dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.12

Secara khusus Pendidikan Agama diatur dalam UU No, 4 Tahun 1950 pada bab XII Pasal 20, yaitu :

1. Di sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut atau tidak.

2. Cara penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan PengajarandanKebudayaan, bersama-samadenganMenteri Agama. Untuk menyempurnakan kurikulumnya, maka dibentuk panitia yang dipimpin oleh KH.Imam Zarkasyi dari pondok Gontor Ponorogo, yang disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952.

Dalam siding pleno MPRS, pada bulan Desember 1960 diputuskan sebagai berikut: “Melaksanakan Manipol Usdek dibidang mental/agama/kebudayaan dengan syarat spiritual dan material agar setiap warga Negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing (Bab II Pasal 2 ayat 1)”. Dalam ayat 3 dari pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Pendidikan agama menjadi

(9)

mata pelajaran di sekolah-sekolah umum, mulai sekolah rendah (dasar) sampai Universitas,” dengan pengertian bahwa murid berhak ikut serta dalam pendidikan agama jika wali/ murid dewasa menyatakan keberatannya. Dengan demikian, maka sejak tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak wajib dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia.

Beberapa hal yang berkaitan dengan kebijakan pendidikan Islam pada masa orde lama, yaitu :

a. Perkembangandanpembinaanpesantren

Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia.Pesantren telah mengakar secara berabad-abad yang memiliki ciri dan keunikan tersendiri.Pada zaman kemerdekaan, perkembangan pesantren belum menggembirakan.Pada tahun 1949, setelah penyerahan kedaulatan pemerintah Indonesia justru mendorong pembangunan sekolah umum seluas-luasnya dan membuka secara luas jabatan dalam administrasi modern sehingga berdampak terhadap penurunan minat untuk masuk pesantren.

Pada masa priode transisi antara tahun 1950 - 1965 Pondok Pesantren mengalami fasestagnasi, dimana Kyai yang disimbolkan sebagai figur yang ditokohkan oleh seluruh elemen masyarakat Islam, terjebak

padapercaturanpolitikpraktis, yang

ditandaidenganbermunculannyapartaipolitikbernuansa Islampeserta PEMILU pertama tahun 1955, contohnya denganlahirnyaPartaiPolitik NU yang

mewalikiwargaNahdiyyin, PartaiPolitik NU

tersebutdapatdikatakanmerepresentasikanduniaPondokPesantren. Hal inidikarenakansebagianbesarpengurusdariparpoltersebutadalahKiyai yang mempunyaiPondokPesantren.

Hinggapadatahun 1978 ketikaMukti Ali menjabatmenteri Agama

terjadiwarnabaru di lingkunganpesantren yang

membawaperjalananpolitikkaumsantri.KetikaituMukti Ali membuat kebijakan untuk memasukkan sekitar 70 persen matapelajaranumumkedalamkurikulum madrasah. Sehingga perkembangan pesantren dan santri semakin meningkat.

(10)

perkembangan masyarakat dalam berbagai bidang. Bukan hanya di pedesaan, pasantren juga banyak bermunculan di perkotaan.

b. PerkembangandanPembinaan Madrasah

Di Indonesia, permulaan munculnya madrasah terjadi sekitar abad ke-20,sebagai akibat dari kurang puasnya terhadap sistem pendidikan pesantren pada waktu itu. Pendidikan di pesantren dianggap sempit dan terbatas pada pengajaran ilmu fardhu ‘ain.13Meskipun demikian, latar belakang berdirinya madrasah tidak

terlepas dari dua faktor, yaitu :

a. Semangat pembaharuan Islam yang berasal dari Timur Tengah

b. Respon pendidikan terhadap kebijakan pemerintahan Hindia Belanda yang mendirikan serta mengembangkan sekolah. Dan kekhawatiran terhadap sekolah-sekolah tersebut yang tidak memasukkan pelajaran agama.

Pendidikan dipandang sebagai aspek strategis dalam membentuk pandangan keislaman masyarakat. Realitanya, pendidikan yang terlalu berorientasi pada ilmu-ilmu agama ubudiyah, sebagaimana yang terjadi dalam pendidikan di masjid, surau dan pesantren, kurang memberikan perhatian kepada masalah-masalah sosial, politik, ekonomi dan budaya. Untuk melakukan pembaharuan pandangan tersebut, maka langkah strategis yang harus ditempuh adalah memperbaharui sistem pendidikan.

Oleh karena itu seiring dengan tuntutan kemajuan masyarakat setelah proklamasi kemerdekaan 1945, Madrasah yang eksistensinya tetap dipertahankan dalam masyarakat bangsa, diusahakan agar strategi pengelolaannya semakin mendekati sistem pengelolaan sekolah umum; bahkan secara pragmatis semakin terintegrasi dengan program kependidikan di sekolah umum. Sebaliknya, sekolah umum harus semakin dekat kepada pendidikan agama.14

Perkembangan madrasah tidak lepas dari peran Departemen Agama sebagai lembaga yang secara politis telah mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang terus menerus dari kalangan pengambil kebijakan. Walautak lepas dari usaha keras yang sudah dirintis oleh sejumlahtokoh agama

13 Mas’ud Abdurrahman, Dinamika Pesantren dan Madrasah, ( Yokyakarta : Pustaka Pelajar,2002), hal. 241

(11)

seperti Ahmad Dahlan, HasyimAsy`aridan Mahmud Yunus.Dengan perkembangan politis dan zaman, Departemen Agama secara bertahap terus menerus mengembangkan program-program peningkatan dan perluasana serta peningkatan mutu madrasah.

Madrasah bagailembagapenyelenggarapendidikandiakuiolehnegarasecara formal pada tahun 1950. Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, pada pasal 10 menyatakan bahwa untuk mendapatkan pengakuan Departemen Agama, madrasah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu secara teratur disamping pelajaran umum.15

Dengan persyaratan tersebut, diadakan pendaftaran madrasah yang memenuhi syarat. Jenjang pendidikan sistem madrasah pada masa itu terdiri dari tiga jenjang :

1. Pertama Madrasah Ibtidaiyahdengan lama pendidikan 6 tahun 2. Kedua Madrasah TsanawiyahPertamauntuk 4 tahun

3. Ketiga Madrasah TsanawiyahAtasuntuk 4 Tahun.

Sedangkan kurikulum madrasah terdiri dari sepertiga pelajaran agama dan sisanya pelajaran umum. Perkembangan madrasah yang cukup penting pada masa Orde Lama adalah berdirinya madrasah Pendidikan Guru Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN).

Segala usaha yang dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat Indonesia pada saat itu. Serta meningkatkan strategi pengelolaan madrasah tersebut dan mendorong ke arah posisi yang menguntungkan bagi masa depan perkembangannya.

c. Pendidikan Agama Islam di SekolahUmum

Setelah Departemen Agama terbentuk pada tanggal 3 Januari 1946, umat Islam yang duduk dalam BPKNIP , mengusulkan kepada kementerian pengajaran agar pengarahan agama hendaklah mendapat tempat yang teratur, seksama dan perhatian yang sama dalam dunia pendidikan. Usul ini ditanggapi oleh mentri PKK (Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan). Ki Hajar Dewantara dengan membentuk Panitia Penyelidikan Pengajaran pada tanggal 1 maret 1946. Mengenai pendidikan Islam Panitia itu menegaskan:

(12)

“Hendaknya pelajaran agama diberikan pada semua sekolah dalam jam pelajaran di mulai dari sekolah rakyat kelas IV”.

Peraturanresmipertamatentang pendidikan agama di sekolah umum, dicantumkan dalam Undang Pendidikan no.40 tahun 1950 dan Undang-Undang Pendidikan no 20 tahun 1954.Sebelumnya ada ketetapan bersama Departemen PKK dan Departemen Agama yang dikeluarkanpada 20 Januari.

Usul tersebut diterima setelah kemudian dilanjutkan dikeluarkan peraturan bersama antara Menteri Agama, dan Menteri PP dan K mengenai teknis pelaksanan pendidikan agama disekolah, sehingga dengan dikeluarkannya peraturan itu, maka secara formal pendidikan agama telah memiliki landasan juridis.

Selanjutnya pada tahun 1960 hasil sidang MPRS menyatakan bahwa pendidikan agama menjadi pelajaran disekolah-sekolah umum dimulai dari sekolah dasar sampai Universitas dengan ketentuan murid berhak tidak serta dengan pendidikan agama jika wali atau orangtuanya menyatakan keberatan.Walaupun begitu perkembangan ini menunjukkan perhatian terhadap pendidikan agama semakin meningkat, sekalipun masih ada pernyataan bahwa ada kesempatan untuk tidak mengikutinya.

Meskipun sejumlah regulasi yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama telah di undangkan pemerintah, namun usaha-usaha positif pemerintah masih menuai kritik dan menimbulkan kekurang puasan masyarakat.

Setelah gagal gerakan G 30 S PKI melakukan pemberontakan pada tahun 1965, pemerintah dan rakyat Indonesia semakin menunjukkan perhatian yang besar terhadap pendidikan agama, sehingga kedudukan pendidikan agama disekolah umum menjadi lebih baik dan menentukan pada tahun-tahun berikutnya.

D. Kebijakan Pendidikan Islam Masa Orde Baru

(13)

Untuk merealisasikan cita-cita tersebut maka sidang umum MPRS tahun 1966 berhasilmenetapkan TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966.

Dalam Pasal 4 TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966 tersebutselanjutnyadisebutkan tentang isi pendidikan, di mana untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan adalah :

1. Mempertinggi mental, moral,

budipekertidanmemperkuatkeyakinanberagama. 2. Mempertinggikecerdasandanketrampilan

3. Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.

Pada awal pemerintahan orde baru, pendekatan legal formal dijalankan tidak memberikan dukungan pada madrasah. Tahun 1972 dikeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 34 Tahun 1972 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 15 Tahun 1974 yang mengatur madrasah di bawah pengelolaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang sebelumnya dikelola oleh Menteri Agama secara murni.16

Perkembangan pendidikan pada orde baru selanjutnya dikuatkan dengan UU No. 2 Tahun 1989 tentang pendidikan nasional. Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitumanusia yang berimandanbertakwaterhadapTuhan Yang

MahaEsa, danberbudipekertiluhur, memilikiketrampilan,

kesehatanjasmanidanrohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Dengandemikiansasaranpembangunanjangkapanjangdibidang agama

ialahterbinanyaimanbangsa Indonesia kepadaTuhan Yang

MahaEsa,dalamkehidupannya yang selaras, seimbang,

danserasiantaralahiriahdanrohaniah, mempunyaijiwa yang

dinamisdansemangatgotongroyongsehinggabangsa Indonesia

sanggupmeneruskanperjuanganuntukmencapaicita-citatujuannasional.17

Ketetapan MPRS ini diikuti dengan peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 23 Oktober 1967, dimana ditetapkan bahwa Kelas I dan II SD diberikan mata pelajaran agama 2 jam per minggu, kelas III 3 jam perminggu, kelas IV keatas, 4 jam perminggu.

16ibid

(14)

Hal ituberlakujugapada SMP danSMA.Ketetapan MPRS di atasmenjadipijakanbagi penyusunan kurikulum SD, SMP, SMA, sekolah kejuruan dan perguruan tinggi, terutama menyangkut tujuan dan landasan pendidikan di masing-masing jenjang sekolah. Kurikulum SD, SMP dan SMA yang pertama di zaman orde baru adalah kurikulum yang dikeluarkan pada tahun 1968 untuk SD, 1967 untuk SMP dan SMA tahun 1968. Dalam kurikulum ini, semua mata pelajaran dibagi ke dalam tiga kelompok: Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila, Kelompok Pembinaan Pengetahuan Dasar dan Kelompok Pembinaan Kecakapan Khusus. Pendidikan agama untuk SD, SMP dan SMA masuk dalam Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila.18

Kebijakan pendidikan Islam pada masa Orde Baru berkaitan dengan kemajuan lembaga pendidikan Islam, diantara kebijakan tersebut ialah :

1. Perkembangan Pesantren

Sejak masa Orde Baru bermunculan banyak organisasi yang orientasi kegiatannya berfokus pada bidang sosial dan keagamaan, seperti bidang pendidikan. Pendirian lembaga pendidikan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap ilmu pengetahuan. Berbagai peran potensial yang dimainkan oleh pesantren menjadikan pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat di sekitarnya sekaligus menjadi rujukan moral (reference of morality) bagi kehidupan masyarakat umum.

Sejak digulirkannya kebijakan oleh Mukti Ali yang menjabat sebagai menteri Agama pada tahun 1978,untuk memasukkan sekitar 70 persen mata pelajaran umum ke dalam kurikulum madrasah.pesantren berkembang menjadi lembaga yang tidak saja mencakup dengan pendalaman masalah agama, tetapi juga pendidikan umum.Bahkan pesantren juga menjadi pusat pengembangan masyarakat dalam berbagai bidang.

Dua tahun setelah pemilu Orde Baru, komunitas politisi santri disibukkan dengan kebijakan fusi partai. Ketika politisi santri (NU), tersisih dalam percaturan politik PPP yang berlawanan dengan MI-nya H.J Naro, melalui Munas Ulama NU di Situbondo pada tanggal 21 Desember 1983, memutuskan untuk kembali ke khittah. Dan meniscayakan NU tidak berafiliasi kepada partai politik manapun.

(15)

2. PerkembangandanPembinaan Madrasah

Padatahun 1967 terbukakesempatanuntukmenegerikan madrasah swastauntuksemuatingkatan, Madrasah IbtidayahNegeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Islam Negeri (MTsIN) dan Madrasah Aliyah Agama Islam Negeri(MAAIN).Dukungan pemerintah terus meningkat bagi keberadaan madrasah, dengan adanya :

a. Lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 6 tahun 1975 dan No. 037/U/1975 antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan MenteriDalamNegeri, tentangPeningkatanMutuPendidiikanpada Madrasah.

b. Kurikulum 1984" untuk madrasah, yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama No. 99 tahun 1984 untuk Madrasah Ibtidaiyah, No. 100/1984 untuk Madrasah Tsanawiyahdan No. 101 Tahun 1984 untuk Madrasah Aliyah.

c. Lahirnya UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 27 Maret 1989.

d. Sejak diberlakukan UU No. 2 Tahun 1989 tesebutlembaga-lembagapendidikan Islam menjadibagian integral (sub-sistem) dari sistem pendidikan nasional.

e. Pada tahun 1994, kebijakan kurikulum pendidikan agama juga ditempatkan di seluruh jenjang pendidikan, menjadi mata pelajaran wajib sejak SD sampai Perguruan Tinggi

Melalui perjalananpanjang, proses

penyusunandanpengintekrasianpendidikan Islam danumummengalamipasang surut yang pada akhirnya menjadikan eksistensi pendidikan Islam semakin kuat. Hal ini ditandai semakin banyak dan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan Islam, baiknegerimaupunswasta, baikberupapesantrenmaupun madrasah.

E. Kebijakan Pendidikan Islam Era Reformasi

(16)

meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi adasedikitperubahan, berupaadanyakebebasanpersdan multi partai.

Dalam bidang pendidikan kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang sudah dimulai sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih demokratis. Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok adalah bagaimana menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi dan tidak banyak yang mengalami putus sekolah.

Dalam bidang ekonomi, terjadi krisis yang berkepanjangan, beban pemerintah menjadi sangat berat.Sehinggaterpaksaharusmemangkas program

termasukdidalamnya program penyetaraan guru-guru

danmentolerirterjadinyakemunduran penyelesaian program wajib belajar 9 tahun. Sekolah

sendirimengalamimasalahberatsehubungandengannaiknyabiayaoperasional di suatupihakdanmakinmenurunnyajumlahmasukandarisiswa.Pembangunan di bidangpendidikan pun mengalamikemunduran.Beberapahal yang menyebabkan program pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan belum terpenuhi secara maksimal.

1.

Distribusipembangunansektorpendidikankurangmenyentuhlapisansosialkel asbawah.

2. Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.

3. Munculnya sektor industri yang membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius bagi pendidikan Islam di Indonesia pada masa pembangunan ini.

4. Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak berurutan secaratertib, bahkanterkadangeksklusifdalamdialektikpembangunansebagaimanatersebut di atas.

Pada tahun 1994, kebijakan kurikulum pendidikan agama juga ditempatkan di seluruh jenjang pendidikan, menjadi mata pelajaran wajibsejak SD sampaiPerguruanTinggi.Padajenjangpendidikan SD, terdapat 9 mata pelajaran, termasuk pendidikan agama. Di SMP strukturkurikulumnyajugasama, dimanapendidikan agama masuk dalam kelompok program pendidikan umum.

(17)

Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia, SejarahNasionaldanSejarahUmum.BahasaInggris, PendidikanJasmanidan Kesehatan, Matematika, IPA (Fisika, Biologi, Kimia), IPS (Ekonomi, Sosiologi, Geografi) dan Pendidikan Seni.

Dari sudut pendidikan agama, Kurikulum 1994, hanyalah penyempurnaan dan perubahan-perubahan yang tidak mempengaruhi jumlah jam pelajaran dan karakter pendidikan keagamaan siswa, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. SampairezimOrdeSoehartotumbang di tahun 1998, pendidikan di Indonesia, masih menggunakan UU Pendidikantahun 1989, dankuriklum

1994.Tumbangnya reziminimenggulirkangagasanreformasi, yang

salahsatuagendanyaadalahperubahandanpembaruandalambidangpendidikan, sebagaimana yang menjadi tema kritik para pemerhati pendidikan dan diharapkan oleh banyak pihak.

Selanjutnya pada tahun 2003 ditetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnyadisebutdengan UUSisdiknas No. 20 tahun 2003. Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 inipasal yang diperdebatkandengantegangadalahpasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah hak setiap peserta didik.”Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnyadandiajarkanolehpendidikan yang seagama,” (Pasal 12 ayat a).Dalam bagian penjelasan diterangkan pula bahwa pendidik atau guru agama yang seagamadenganpesertadidik difasilitasi atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat 3.

Perjalanan kebijakan pendidikan Indonesia belum berakhir, pada tahun 2004 pemerintah menetapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kehadiran Kurikulum berbasis kompetensi pada mulanya menumbuhkan harapan akan memberi keuntungan bagi peserta didik karena dianggap sebagai penyempurnaan dari metode Cara belajar siswa Aktif (CBSA). Namundarisisi mental

maupunkapasistas guru

tampaknyasangatberatuntukmemenuhituntutanini.Pemerintahjugasangatkewalaha nsecarakonseptual,

(18)

Reformasi telah melahirkan kebijakan yang tertuang dalam UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003, PP No 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, dan PP No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan, yang memberikan dampak signifikan bagi keberadaan serta perkembangan madrasah. Tetapi pada tataran implementatifnya banyak terjadi diskriminatif terhadap keberadaan madrasah.

Terpinggirnya madrasah dari persaingan sesungguhnya juga dikarenakan dua faktor, yaitu faktor internal:

- Pertama, meliputi manajemen madrasah yang pada umumnya belum mampu menyelenggarakanpembelajaran dan pengelolaan pendidikan yang efektif dan berkualitas.

- Kedua, faktor kompensasi profesional guru yang masih sangat rendah.

- Ketiga, adalah faktor kepemimpinan, artinya tidak sedikit kepala-kepalamadrasah yang tidak memiliki visi, dan misi.

Sedangkan faktor eksternal yang dihadapi madrasah adalah :

- Pertama, adanya perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap madrasah.

- Kedua, dapat dikatakanbahwa paradigma birokrasi tentang madrasah selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral dan bukanpendekatan fungsional. Madrasah tidak dianggap bagian dari sektor pendidikan, lantaran urusannya tidak dibawah Kemendiknas. - Ketiga, adalah adanya diskriminasi masyarakat terhadap madrasah.

Ada sebagianmasyarakat selama ini memandang madrasah adalah pendidikan nomor dua dan merupakan alternatif terakhirsetelah lembaga pendidikan di lingkungan Diknas.

Di samping itu,Kebijakan otonomi daerah yang cenderung diskriminatif terhadap madrasah disebabkan oleh beberapa faktor;

Pertama, karena aturan perundang-undangan otonomi daerah yang dipahami secara sempit oleh pemerintah daerah Kabupaten/Kota.

Kedua, kurangnya koordinasi antar lembaga-lembaga pemerintah daerah atau antarsatuan kerja pemerintah daerah (SKPD) baik koordinasi internal maupun eksternal dengan KementerianAgama yang membawahi pendidikan madrasah.

(19)

Terlepas dari pro dan kontra keberadaan dan pengelolaan pendidikan Islam, sebenarnya tidak perlu terjadi kesenjangan dan diskriminatif. Hal yang perlu menjadi perhatian penting adalah keadilan dalam semua aspek, termasuk masalah pendanaan.

Meskipun pemerintah melalui Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional telah melakukan perubahan kebijakan dalam berbagai segi untuk memajukan madrasah, namun belum sebanding dengan kemajuan yang dicapai oleh sekolah umum. Baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

Pemerhati Pendidikan,yang juga dosen di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang,Prof. DR.Zulmuqim,MAmenyarankanagar anggaran pendidikan untuk sekolah umum dan agama perlu pemerataan sehingga tidak terjadi kesenjangan kualitas lulusan.selama ini masih terlihat kesenjangan dalam anggaran pendidikan untuk sekolah umum dan agama, misalnya saja pada segi fisik jauh perbedaannya.(Antara)19

Menurut Penulis, dalam konteks kekinian, image madrasah dan pendidikan Islam lainnya mulai mengalami perubahan. Madrasah tidak lagi menjadi sekolah Islam yang hanya diminati oleh kalangan menengah ke bawah. Melainkan sudah banyak diminati oleh masyarakat golongan menengah ke atas. Hal ini disebabkan munculnya madrasah elit dan modern yang sejajar dengan sekolah-sekolah umum.

Diharapkan ke depan, perhatian pemerintah, baik pusat maupun daerah lebih tercurah terhadap perkembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Pendidikan Islam seharusnya dijadikan sebagai core (inti) atau sebagai sumber nilai dan pedoman bagipeserta didik untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, dan membantu peserta didik agarmampu mewujudkan nilai dasar agama dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Pendidikan Islam dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman danbertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia. Sejalan dengan maksudtersebut, Kondisi batiniah dan mentalitas keagamaan tersebut merupakan basis bagi pembentukan watak dankepribadian anak didik. Dengan demikian, pendidikan agama memegang peran yang sangat berarti dalampencapaian tujuan Pendidikan Nasional

(20)

Pendidikan Islam darimasa ke masa terus membuktikan perannya secara signifikan dalam membangun bangsa, hal ini terlihat dari :

1. Aspekpendidikan (pedagogis). Sebagai lembaga yang

bergerakdalamduniapendidikan ,lembagapendidikan Islam

berperanpentingdalampeningkatan SDM yang

berkualitasdanmelahirkankader-kaderpemimpinbangsa yang

memilikiwawasankeislamandannasionalisme yang tinggi.

2. Aspek Moral-Spiritual. Pendidikan Islam bertujuan membina peserta didik menjadihamba yang sukaberibadahkepadaAllah.

3. Aspeksosiokultural,bahwatidakdapatdipungkirilembagapendidikan Islam memberikan pengaruh yang signifikan terhadap corak dankaraktermasyarakat Indonesia.

DemikianlahperjalanansingkatPendidikan Islam

dankebijakanpemerintahterhadappendidikan Islam di Indonesia, yang mengalamipasangsurutmulaidarimasakemerdekaansampaimasareformasi . TujuanpendidikanIslam

secaraumumdapatdigambarkanuntukmengembangkanintelektual, moral dan spiritual. Sehingga mampu mewujudkan masyarakat Indonesia menuju masyarakat Madani.

F. Kesimpulan

Pendidikan Indonesia lahir dan terus berkembang seiring hadirnya agama Islam di Indonesia.Terlepasdaribanyaknya problem danstereotyping yang melekatpadalembagapendidikanberbasisIslam, peranannyatidakdapatdiabaikandan dilihat sebelah mata.

Dalam perkembangannya tidak terlepas dari pemerintah yang

memberikan perhatian serius, sehinggapendidikan Islam

dapatterusmelebarkansayapnyadanmemberikankontribusi yang signifikan dalam upaya meningkatkan SDM di Indonesia.

Jadi dapat disimpulkan kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam,mulai masa orde lama, orde baru dan era reformasi :

(21)

Menetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai dari kelas IV SR (Sekolah Rakyat) sampai kelas VI. Dan tahun 1947 pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam yang dipimpin oleh KI Hajar Dewantara dari Departemen P danK, serta Prof.Drs.Abdullah Sigit dari Departemen Agama.

2. Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan islam dalam konteks madrasah di indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an sampai dengan 1990-an. Pada pemerintahan orde baru,lembaga pendidikan di kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan.

3. Kebijakan pemerintah pada era reformasi, yaitu Tentang pendidikan dan pengajaran agama, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara UUPP No. 4 tahun 1950 dan UU No. 12/1954 dengan UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU Pendidikan tahun 1950 dan 1954 dinyatakan bahwa ’dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut’, (pasal 20 ayat 1). Sementara dalam UU No. 2 th 1989, tidak lagi disebutkan ’dalam sekolah negeri’, yang berarti tidak lagi membedakan sekolah negeri dan sekolah swasta dalam memberlakukan pelajaran agama. Konsekuensi dari kebijakan ini pada dataran operasional pendidikan telah dikeluarkan beberapa peraturan pemerintah, ditahun berikutnya, yaitu PP (Peraturan Pemerintah) No. 27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, PP No. 28 1990 tentang Pendidikan Dasar, PP No. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah, dan PP No. 30/1990 tentang Pendidikan Tinggi (dan telah disempurnakan PP No. 22/1999). Semua peraturan tersebut mengatur pelaksanaan pendidikan agama di lembaga pendidikan umum.

Darimasakemerdekaanhingga masa reformasi, pendidikan Islam

melewati fase

danperubahan-perubahanuntukmencapaikesempurnaannyadanpembaharuan-pembaharuan. Olehkarenaitu ,dengansemakinterbukanyadukunganpemerintah, maka program pendidikan Islam harusberorientasipadapenguasaanilmudanteknologi.

Lembaga-lembagapendidikan Islam

(22)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Marimba, Ahmad. D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif, 1989

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003

Mustafa dan Abdullah. ,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. CV .Pustaka Setia,Bandung :1997

Nizar, Samsul, SejarahPendidikan Islam, Kencana:Jakarta,2007

Yunus , Muhammad, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Hidakarya Agung; Jakarta, 1985

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: 1995

Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta :Bumi Aksara,1997

Zuhri, Zaainuddin, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangan di Indonesia, Bandung : PT.Al-Ma’rif, 1978

Timur A, Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pembangunan Perguruan Agama, Jakarta; CV. Darmaga, 1980

http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=strategipendis

Referensi

Dokumen terkait

Aspek normatif ini juga dapat dilihat pada ayat-ayat sebagai dasar umum hubungan antara agama, pada surat Ali Imron: 113 yang berisikan pujian atas ahli kitab

Core idea yang dapat penulis jabarkan adalah kebijakan tentang politik pendidikan Islam pada masa KH.A.Wahid Hasyim sebagai tokoh pendidikan sekaligus Menteri Agama

Relasi antar individu atau dengan keluarga yang berbeda agama dalam konteks relasi Islam- Kristen di Tegalombo menampakkan kondisi apa yang disebut Mukti Ali sebagai agree

Lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 037/U/1975 antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri, tentang Peningkatan Mutu

Lahirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 037/U/1975 antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri, tentang Peningkatan Mutu

Penelitian wajib belajar pendidikan agama Islam dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional dilakukan secara normatif yang difokuskan pada peraturan perundang-undangan

Oleh karena mereka yang paling dekat dengan Rasulullah dan yang menyaksikan perkembangan agama islam sejak awal, serta mereka pula yang mengalami pasang surutnya perjuangan

Hasil penelitian menunjukan kurangnya dukungan politik kebijakan terhadap guru Pendidikan Agama Islam menyebabkan masih rrendahnya tingkat kesejahteraan guru Pendidikan Agama Islam