• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Sedimentasi di Bendung Namu Sira-Sira dan Kaitannya Terhadap Tinggi Mercu Bendung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Sedimentasi di Bendung Namu Sira-Sira dan Kaitannya Terhadap Tinggi Mercu Bendung"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Umum

Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang air dalam segala bentuknya

(cairan, gas, maupun padat) di dalam dan di atas permukaan tanah. Termasuk di dalamnya

adalah penyebaran, daur, dan perilakunya, sifat-sifat fisik dan kimianya, serta hubungannya

dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri.

Sedangkan daur hidrologi itu sendiri adalah gerakan air laut ke udara yang

kemudian jatuh ke permukaan tanah yang berupa air hujan dan akhirnya kembali lagi

mengalir ke laut. Air tersebut juga akan tertahan (sementara) di sungai, danau, sungai dan

dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia ataupun makhluk lainnya.

Jumlah air di Bumi adalah tetap. Perubahan yang dialami air di Bumi hanya terjadi

pada sifat, bentuk, dan persebarannya. Air akan selalu mengalami perputaran dan perubahan

bentuk selama siklus hidrologi berlangsung. Air mengalami gerakan dan perubahan wujud

secara berkelanjutan. Perubahan ini meliputi wujud cair, gas, dan padat. Air di alam dapat

berupa air tanah, air permukaan, dan awan.

Air tersebut mengalami perubahan wujud melalui siklus hidrologi. Matahari pada

siang hari menyebabkan air di permukaan bumi mengalami evaporasi (penguapan) maupun

transpirasi (penguapan oleh tumbuhan) menjadi uap air. Uap air akan naik hingga mengalami

pengembunan (kondensasi) membentuk awan. Akibat pendinginan, butir-butir air di awan

bertambah besar hingga akhirnya jatuh menjadi hujan (presipitasi).

Selanjutnya air hujan ini akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi dan perkolasi) atau

(2)

permukaan, keduanya mengalir menuju ke tubuh air di permukaan Bumi (laut, danau, dan

sungai).

Secara umum siklus hidrologi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:

1. Siklus Pendek

Penguapan terjadi di permukaan laut, terjadi kondensasi kemudian membentuk

awan dan akhirnya terjadi hujan yang jatuh ke laut.

Gambar 2.1 Siklus Pendek

2. Siklus Sedang

Penguapan terjadi di permukaan laut, terjadi kondensasi kemudian membentuk

awan, awan bergerak menuju daratan kemudian terjadi hujan di daratan dan

(3)

Gambar 2.2 Siklus Sedang

3. Siklus Panjang

Penguapan terjadi di permukaan laut, terjadi kondensasi, uap air terbawa angin dan

membentuk awan di atas daratan hingga ke pegunungan tinggi, kemudian jatuh

sebagai salju, terbentuk gletser, mengalir ke sungai dan kembali lagi ke laut.

(4)

2.2. Analisa hidrologi

Faktor-faktor hidrologi yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya erosi lahan

adalah curah hujan rata-rata. Intensitas hujan merupakan salah satu faktor yang menentukan

besarnya debit banjir (banjir kiriman dan banjir lokal) bagi daerah tersebut. Semakin besar

curah hujan yang ada maka semakin besar pula banjir yang terjadi sehingga mengakibatkan

semakin besasr pula jumlah sedimen yang hanyut dalam aliran air akibat proses erosi. Dengan

diketahui besarnya curah hujan pada suatu daerah maka dapat diketahui pula besarnya

intensitas hujan pada daerah tersebut, yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya debit

banjir pada daerah tersebut.

Untuk mendapatkan besarnya intensitas hujan rencana, perlu dilakukan perhitungan

data curah hujan rata-rata DAS. Dalam perhitungan hujan areal ini ada beberapa rumus yang

dapat digunakan untuk menghitungnya. Metode tersebut diantaranya adalah metode rata-rata

Aljabar, metode Thiessen, dan metode Isohyet. Metode-metode tersebut dijelaskan sebagai

berikut:

1. Metode rata-rata Aljabar

Metode rata-rata Aljabar ditentukan dengan cara menjumlahkan tinggi hujan dari

suatu tempat pengukuran selama jangka waktu tertentu, dibagi dengan jumlah pos

pengukuran hujan. Penggunaan metode ini mendapatkan hasil yang memuaskan apabila

dipakai pada daerah datar, serta curah hujan yang tidak bervariasi banyak dari harga

tengahnya dan penempatan alat ukur yang tersebar merata. Metode ini disajikan dengan

(5)

dimana:

R = curah hujan rata-rata (mm)

Ri = curah hujan pada pos yang diamati (mm)

n = banyak pos hujan

2. Metode Polygon Thiessen

Metode Thiessen ditentukan dengan cara membuat polygon antar pos hujan pada

suatau wilayah DAS kemudian tinggi hujan rata-rata dihitung dari jumlah perkalian

antara tiap-tiap luas polygon dan tinggi hujannya dibagi dengan luas seluruh DAS. Luas

masing-masing polygon tersebut diperoleh dengan cara sebagai berikut:

a. Semua stasiun yang terdapat di dalam atau di luar DAS yang berpengaruh

dihubungkan dengan garis sehingga terbentuk jaring-jaring segitiga.

b. Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbu tegak lurus, dan semnua garis

sumbu tersebut membentuk polygon.

c. Luas daerah yang hujannya dianggap mewakili oleh salah satu stasiun yang

bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh polygon tersebut.

Metode ini cocok untuk menentukan tinggi hujan rata-rata, apabila pos hujannya

tidak banyak dan tinggi hujannya tidak merata. Adapun rumus dari metode tersebut adalah:

i i i

A

R

A

R

Σ

×

Σ

(6)

dimana:

R = curah hujan rata-rata (mm)

Ri = curah hujan pada pos yang diamati (mm)

Ai = luas yang dibatasi polygon (km 2

)

3. Metode Rata-rata Isohyet

Metode Isohyet ditentukan dengan cara menggunakan kontur tinggi hujan suatu

daerah dan tinggu hujan rata DAS dihitung dari jumlah perkalian tinggi hujan

rata-rata diantara garis Isohyet tersebut dibagi luas seluruh DAS. Metode ini cocok untuk

daerah pegunungan dan yang berbukit-bukit. Adapun rumus dari metode ini adalah:

(7)

2.3. Erosi

Erosi tanah merupakan suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan

tanah atas, baik disebabkan pergerakan air maupun angin. Proses erosi tanah yang disebabkan

oleh air meliputi tiga tahap yang terjadi dalam keadaan normal di lapangan, yaitu :

1. Pemecahan bongkah-bongkah atau agregat tanah dalam butir-butir kecil atau partikel

tanah.

2. Pemindahan atau pengangkutan butir-butir yang kecil sampai sangat halus.

3. Pengendapan partikel-partikel tersebut di tempat yang lebih rendah atau di dasar sungai

(kemudian disebut dengan sedimentasi)

Hujan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya erosi tanah. Tetesan air

hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai

permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas dan terlempar sampai beberapa

sentimeter ke udara. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih kurang merata ke

segala arah, tetapi untuk lahan miring, terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng.

Partikel-partikel tanah yang terlepas ini akan menyumbat pori-pori tanah sehingga akan menurunkan

kapasitas dan laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang

kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk

mengangkut pertikel-partikel yang terlepas baik oleh tetesan air hujan maupun oleh adanya

aliran permukaan itu sendiri.

Untuk menghitung banyaknya erosi tanah yang terjadi digunakan metode Universal

Soil Loss Equation (USLE). USLE memungkinkan untuk memprediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis

tanah dan penerapan pengolahan lahan. USLE merupakan gabungan dari 4 (empat) parameter

utama. Adapun persamaan USLE adalah sebagai berikut.

CP LS K R

(8)

dimana:

A = nilai kehilangan tanah

R = indeks erovitas hujan

K = nilai erodibilitas tanah

LS = panjang kemiringan lereng

CP = faktor pengelolaan & penanaman

Dengan penjelasan dari faktor-faktor di atas adalah sebagai berikut.

A : banyaknya tanah tererosi per satuan luas per satuan waktu, yang dinyatakan

sesuai dengan satuan K dan periode R yang dipilih, dalam praktek dipakai satuan ton/ha/tahun

R : merupakan faktor erosivitas hujan di aliran permukaan, yaitu jumlah satuan

indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas

hujan maksimum 30 menit (I30) untuk suatu tempat dibagi 100, biasanya diambil energi hujan

tahunan dalam N/h dengan menggunakan model matematis yang dikembangkan oleh Utomo.

K : faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk

suatu jenis tanah tertentu dalam kondisi dibajak dan ditanami terus-menerus, yang diperoleh

dari petak percobaan yang panjangnya 22,13 m dengan kemiringan seragam sebesar 9%

tanpa tanaman, dalam satuan ton.h/ha.N

LS : faktor panjang kemiringan lereng (length of slope factor) yaitu nisbah antara

besarnya erosi per indeks erosi dari suatu lahan dengan panjang dan kemiringan lahan tertentu

terhadap besarnya erosi dari plot lahan dengan panjang 22,13 m dan kemiringan 9% di bawah

(9)

CP : faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman, yaitu nisbah antara

besarnya erosi lahan dengan penutup tanaman dan manajemen tanaman tertentu terhadap

lahan yang identik tanpa tanaman, tidak berdimensi. Faktor konservasi praktis yaitu rasio

kehilangan tanah antara besarnya dari lahan dengan tindakan konservasi praktis dengan

besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik, tidak

berdimensi.

(10)

2.4. Sedimentasi

Sedimentasi adalah suatu proses terbawanya material hasil pelapukan dan erosi

oleh air, angin, atau gletser untuk diendapkan di suatu wilayah. Proses sedimentasi berkaitan

erat dengan peristiwa erosi sehingga dapat dikatakan sebagai suatu proses pengendapan hasil

erosi oleh tenaga erosi pada tempat-tempat yang lebih rendah berupa cekungan seperti sungai,

waduk, danau, dan sebagainya.

Banyaknya endapan sedimentasi hasil erosi menunjukkan tingkat sedimentasi yang

tinggi. Akibat dari proses sedimentasi tersebut memberikan banyak dampak sebagai berikut:

a. Di sungai, pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya dasar

sungai, kemudian menyebabkan tingginya permukaan air sehingga dapat

mengakibatkan banjir yang menimpa lahan-lahan yang tidak dilindungi

(unprotected land). Hal tersebut dapat menybebabkan aliran mengering dan mencari

alur baru.

b. Di saluran, jika saluran irigasi atau saluran pelayaran dialiri oleh air yang penuh

sedimen akan terjadi pengendapan sedimen di dasar saluran. Hal ini akan

memerlukan biaya yang cukup besar untuk pengerukan sedimen tersebut. Pada

keadaan tertentu pengerukan sedimen menyebabkan terhentinya operasi saluran.

c. Di waduk, pengendapan sedimen akan mengurangi volume efektifnya. Sebagian

besar jumlah sedimen yang dialirkan oleh waduk adalah sedimen yang dialirkan

oleh sungai-sungai yang mengalir ke dalam waduk; hanya sebagian kecil yang

berasal dari longsoran tebing waduk atau yang berasal dari gerusan

tebing-tebing waduk oleh limpasan permukaan. Butir-butir yang kasar akan diendapakan di

bagian hulu waduk, sedangkan yang halus diendapkan di dekat bendungan. Jadi

sebagian besar sedimen akan diendapkan di bagian volume aktif waduk, dan

sebagian dapat dibilas ke bawah, ketika terjadi banjir pada saat permukaan air

(11)

d. Di bendungan atau pintu-pintu air, yang menyebabkan kesulitan dalam

mengoperasikan pintu-pintu tersebut juga karena pembentukan pulau-pulau pasir

(sand bars) di sebelah hulu bendungan atau pintu air akan mengganggu aliran air

yang melalui bendungan atau pintu air. Di sisi lain, akan terjadi bahaya

penggerusan terhadap bagian hilir bangunan, jika beban sedimen di sungai tersebut

berkurang karena pengendapan di bagian hulu bendungan, maka aliran dapat

mengangkut material alas sungai.

e. Di daerah sepanjang sungai, sebagaimana telah diuraikan di atas, banjir akan lebih

sering terjadi di daerah yang tidak terlindung. Daerah yang dilindungi oleh tanggul

akan aman, selama tanggulnya selalu dipertinggi sesuai dengan kenaikan dasar

sungai, dan permukaan airnya akan mempengaruhi drainase daerah sekitar.

Lama-kelamaan drainase dengan cara gravitasi tidak dimungkinkan lagi.

2.4.1. Pengertian Sedimentasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata sedimen adalah benda padat berupa

serbuk yang terpisah dari cairan dan mengendap di dasar bejana. Sedangkan dalam ilmu alam,

kata sedimen digunakan sebagai material yang lepas dari permukaan bumi, yang dihasilkan

dari pelapukan bebatuan dan kemudian terbawa karena angin, air atau es.

Sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu

tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian diikuti

dengan pengendapan material yang terdapat di tempat lain (Suripin, 2002).

Sedimentasi menurut Suripin (2002) tergantung dari beberapa faktor yaitu

karakteristik hujan, kemiringan lereng, tanaman penutup dan kemampuan tanah untuk

menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah dangkal, dampak dari erosi tanah

dapat menyebabkan sedimentasi di sungai sehingga dapat mengurangi daya

(12)

2.4.2. Sifat-sifat Sedimen

Sedimen bisa berasal dari erosi garis pantai, daratan yang dibawa oleh sungai, dan

dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting

di dalam mempelajari proses erosi dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel

dan distribusi butir sedimen, rapat massa, bentuk, kecepatan endap, tahanan terhadap erosi,

dan sebagainya. Di antara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah yang paling

penting.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sedimen adalah sebagai berikut:

• Jumlah dan intensitas curah hujan.

• Tipe tanah dan formasi geologi.

• Lapisan tanah.

• Tata guna lahan.

• Topografi.

• Jaringan sungai yang meliputi kerapatan sungai, kemiringan sungai, bentuk,

ukuran, dan jenis saluran.

2.4.3. Ukuran Partikel Sedimen

Skala besar butir yang biasa digunakan oleh para ilmuwan di Amerika Utara adalah

karya J.A. Udden (1898, 1914). Udden mengembangkan suatu skala geometri dan

menggunakan istilah umum untuk menamakan setiap kelas besar butir (gravel, pasir, lanau,

dan lempung). Pada 1922, Wentworth menyempurnakan skala Udden dengan

mempertimbangkan pendapat para ahli yang didapatkannya melalui kuestioner. Pada 1947,

suatu komite ahli geologi dan hidrologi mendukung penggunaan skala dan istilah besar butir

Wentworth, kecuali untuk granul (granule) (Lane dkk, 1947). Sejak itu, skala

(13)

dilengkapi dengan notasi phi yang diperkenalkan oleh Krumbein pada 1938, skala besar butir

Udden-Wentworth juga banyak dipakai di tempat lain.

Committee on Sedimentation dari National Research Council (Amerika Serikat)

telah menerbitkan sejumlah laporan tentang tatanama sedimen, termasuk didalamnya

pendefinisian ulang istilah-istilah besar butir. Sedimen diklasifikasikan berdasarkan ukuran

butir menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), cobble, dan batu (boulder).

Berdasarkan klasifikasi yang akan di jelaskan tersebut pasir mempunyai diameter antara

0,063 dan 2,0 mm yang selanjutnya dibedakan menjadi 5 (lima) kelas. Sedangkan material

sangat halus seperti lumpur dan lempung berdiameter di bawah 0,063 mm yang merupakan

sedimen kohesif.

Klasifikasi

Diameter Partikel

mm

Satuan phi

Batu

256

-8

Cobble

128

-7

Koral

(Pebble)

Besar

64

-6

Sedang

32

-5

Kecil

16

-4

Sangat kecil

8

-3

Kerikil

4

-2

(14)

Klasifikasi

Diameter Partikel

mm

Satuan phi

Kasar

1

0

Sedang

0,5

1

Halus

0,25

2

Sangat Halus

0,125

3

Lumpur

Kasar

0,063

4

Sedang

0,031

5

Halus

0,015

6

Sangat Halus

0,0075

7

Lempung

Kasar

0,0037

8

Sedang

0,0018

9

Halus

0,0009

10

Sangat Halus

0,0005

11

Koloid

0,0003

12

Sumber: Bambang Triatmodjo (1999)

(15)

• Kekurangan

Sistem Klasifikasi USDA memiliki kelemahan karena kriterianya yang sangat

mendasarkan pada analisis laboratorium yang rinci, sehingga para praktisi sulit untuk

mengaplikasikannya langsung di lapangan.

2.4.4. Berat Spesifik Partikel Sedimen

Berat spesifik adalah berat sedimen per satuan volume dari bahan angkutan

sedimen. Dirumuskan sebagai berikut:

γ

s

=

……….2.5

dimana: γ

s

= Berat jenis air (kg/m

3

)

Di bawah ini berat jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 2.2 berat jenis tanah

Jenis Tanah Berat Jenis (gr/cm3)

Kerikil 2,65-2,68

Pasir 2,65-2,68

Lanau non Organik 2,62-2,68

Lempung Organik 2,58-2,65

Lempung non Organik 2,68-2,75

Sumber: Braja M. Das

(16)

2.4.5. Rapat Massa, Berat Jenis dan Rapat Relatif

Rapat massa

adalah massa tiap satuan volume, sedang berat jenis ( )

adalah berat tiap satuan volume. Berat jenis dan rapat massa saling berhubungan dan

mempunyai bentuk seperti Persamaan 2.6.

g ..………...……..2.6

Berat jenis sedimen atau rapat massa merupakan fungsi dari komposisi

mineral. Rapat relatif adalah perbandingan antara rapat massa suatu zat dengan rapat

massa air pada 4

0

. Rapat massa air pada temperatur tersebut adalah 1000 kg/m

3

.

Sedangkan rapat relatif pasir adalah sekitar 2,65.

Untuk sedimen kohesif rapat massa sedimen tergantung pada konsentrasi

endapan. Konsentrasi endapan dipengaruhi oleh waktu konsolidasi. Bisa dilihat di

Gambar 2.15 pengaruh waktu konsolidasi terhadap rapat massa endapan.

Gambar 2.15 Pengaruh Waktu Konsolidasi Terhadap rapat massa Endapan

Beberapa terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan ciri-ciri dari air dan

(17)

Density adalah massa per unit volume.

Berat spesifik (specific weight) adalah berat per unit volume. Hubungan antara

Density dan berat spesifik adalah

γ = ρ g ………...… 2.7

dimana:

γ = berat spesifik (N/m3 )

ρ = density (kg/m3)

g = kecepatan gravitasi (m/s2)

Specific gravity adalah perbandingan antara berat spesifik material tertentu dengan

berat spesifik air pada suhu 4

0

C atau 39,2

0

F. Spesific gravity sedimen rata-rata

adalah 2,65.

Nominal diameter adalah diameter butiran yang sama dengan volume partikel.

Sieve diameter adalah diameter butiran yang yang sama dengan diameter saringan

juga partikel yang bisa lolos saringan.

Fall diameter adalah diameter butiran yang mempunyai spesifik gravity 2,65. Fall

diameter standar adalah fall diameter pada saat temperatur air 24

0

C.

Fall velocity adalah rata-rata kecepatan partikel jatuh bebas dalam air suling yang

tenang dalam waktu yang tidak terbatas. Ketika fall velocity terjadi pada suhu

24

0

C, maka disebut standard fall velocity.

Porosity adalah ukuran volume rongga per unit volume sedimen.

……… 2.8

(18)

= volume rongga (m3)

= total volume sedimen, termasuk rongga (m3)

= volume sedimen tidak termasuk rongga (m3)

Viscosity (kekentalan) adalah derajat yang menujukkan kekentalan suatu aliran fluida

cair terhadap gaya yang bekerja padanya.

2.4.6. Kecepatan Endap

Kecepatan endap butir sedimen penting dalam mempelajari mekanisme transport

sedimen, terutama untuk sedimen suspensi.

Sedangkan untuk sedimen non kohesif, seperti pasir, kecepatan endap dapat

dihitung dengan menggunakan rumus Stokes yang tergantung pada rapat massa sedimen, air,

viskositas air, dimensi dan bentuk partikel sedimen. Kecepatan endap butir kwarsa berbentuk

bola di air sebagai fungsi ukuran butir dan temperatur air. Bisa dilihat di Gambar 2.16

(19)

Gambar 2.16 Kecepatan Endap Butir Kwarsa Berbentuk Bola

Dalam gambar tersebut Rw adalah angka Reynolds butiran yang berbentuk:

RW = ..……….……….……….2.9

Dengan D adalah diameter butir, W adalah kecepatan endap dan adalah

kekentalan kinematik air. Apabila butir pasir tidak berbentuk bola, seperti kebanyakan pasir

yang ada di alam, maka perlu diperhitungkan berbentuk butiran yang dinyatakan dengan

faktor berbentuk yang diberikan berikut ini.

SF = ………...……….……….2.10

Dengan D1, D2 dan D3 adalah panjang sumbu-sumbu terpendek, menengah dan

(20)

konsentrasi sedimen suspensi, salinitas dan diameter partikel. Konsentrasi suspensi adalah

parameter paling penting dalam proses flokulasi, yang berarti juga pada kecepatan endap.

2.4.7. Pergerakan Sedimen

Pergerakan awal sedimen, gaya yang ditimbulkan oleh aliran air adalah seimbang

dengan gaya hambatan dari sedimen dasar. Dimisalkan partikel sedimen adalah berbentuk

bola dengan diameter D dan rapat massa . Sedangkan berat partikel W kemudian

dinyatakan dalam rumus adalah sebagai berikut:

W = - ……….………..………..…2.11

Dengan adalah rapat massa air dan g adalah percepatan gravitasi. Apabila f adalah

koefisien gesekan, maka gaya hambatan dari partikel adalah:

Fh = fW = f g ………...……2.12

Dimana, W adalah berat partikel, f adalah koefisien gesekan, adalah rapat massa. Gaya

yang ditimbulkan oleh aliran air pada butir dengan luas tampang adalah

………..2.13

Dimana, adalah tegangan geser dasar dan adalah kecepatan geser.

Didefenisikan angka Reynolds bintang dari butiran yang berbentuk:

(21)

atau

D = …...………..…………...……….2.15

Substitusi nilai D adalah sebagai berikut:

= ………….….………...2.16

………….………...……..2.17

Dengan menyamakan persamaan maka didapat :

= ……….2.18

Dengan, s = maka,

……….…..………....2.19

Koefisien gesekan f tergantung pada sifat sedimen dasar seperti diameter, bentuk,

rapat relatif, dan gradasi butir.

2.4.8. Pengukuran Distribusi Ukuran

Pemilihan ukuran berdasarkan saringan bisa digunakan untuk partikel sampai

dengan 50 μm, tetapi untuk mendapatkan hasil yang baik, digunakan sampai dengan 75 μm.

Ukuran saringan dibuat berdasarkan deret geometrik dengan setiap saringan (2)1/4 lebih besar

(22)

ayakan dan gambar ayakan yang biasa digunakan bisa dilihat di Tabel 2.3 diameter ayakan

dan Gambar 2.17 satu set ayakan yaitu:

Tabel 2.3 Diameter Ayakan No. Ayakan Diameter Lubang

Ayakan (mm)

4 4,75

6 3,35

8 2,36

10 2,00

16 1,19

20 0,85

30 0,60

40 0,425

50 0,30

60 0,25

80 0,18

100 0,15

140 0,106

170 0,088

(23)

Sumber: Chih Ted Yang (2003)

Gambar 2.17 satu set ayakan

2.4.9. Distribusi Ukuran Partikel

Distribusi ukuran butir biasanya dianalisis dengan saringan dan dipresentasikan

dalam bentuk kurva persentase berat kumulatif seperti yang akan dijelaskan di Gambar 2.18

distribusi ukuran butir.

(24)

Pada umumnya distribusi ukuran butiran pasir mendekati distribusi log normal,

sehingga sering digunakan skala satuan phi, yang didefinisikan di persamaan 2.1 sebagai

berikut:

……….…….…… .2.20

dengan D adalah diameter butir dalam milimeter.

Ukuran butir D50 adalah paling banyak digunakan untuk ukuran butir pasir.

Berdasarkan distribusi log normal tersebut, ukuran butir rerata (Dm) dan standar deviasi D)

dapat dihitung dengan cara berikut:

Dm = ………...………..……2.21

D = 16 84 D D

………...……….………2.22

Dimana:

Dm = ukuran butir rerata (mm)

D

= standar deviasi

D

84

= diameter butiran (mm)

Sedangkan untuk mengukur derajat penyebaran ukuran butir terhadap nilai

rerata sering digunakan koefisien S

o

, sebagai berikut:

S

o

=

………. ...2.23

Apabila 1,0 S

O

1,5 ukuran butir pasir seragam, untuk 1,5 So 2,0

penyebaran ukuran butir pasir sedang jika 2,0 S

o

gradasi ukuran pasir sangat

(25)

Dengan menggunakan ayakan, distribusi ukur an partikel dari sampel material

dasar dapat diperoleh hubungan antara persentase dari berat dibandingkan ukuran

partikel dan dinyatakan dengan gradasi garis lengkung. Untuk melihat contoh gradasi

garis lengkung bisa dilihat di Gambar 2.19 kurva distribusi ukuran butiran. Distribusi

ukuran Kumulatif dari kebanyakan sampel dapat ditaksir menggunakan distribusi

log-normal, jadi dengan menggunakan skala probabilitas logaritma, dapat diperoleh ±

garis lurus. Untuk distribusi log normal, diameter rerata geometri dapat dinyatakan

sebagai berikut:

Dg = (D16*D84) 1/2

………..……….2.24

dimana D84 dan D16 adalah diameter yang mengindikasikan bahwa 84 % dan 16 % berat dari

diameter sampel memiliki diameter yang lebih kecil dari D84 dan D16. Dg untuk distribusi log

normal sama dengan D50.

Standardeviasi geometrik bisa dilihat di Persamaan 2.19 sebagai berikut:

1/2

Untuk menghitungkoefisien gradasi bisa digunakan rumus sebagai berikut:



Sedangkan untuk mencari standar deviasi dari hasil distribusi kumulatif, harus

menghitung terlebih dahulu diameter rata-rata dari sedimen, dengan menggunakan rumus

yang ada di Persamaan 2.21, kemudian menghitung variannya dengan rumus yang ada di

(26)

)

Gambar 2.19 Kurva Distribusi Ukuran Butiran

Dilihat dari sedimen tidak semunya berbentuk simetris. Ketika melakukan

perhitungan distribusi sedimen tidak simetris bisa digunakan dengan cara skewness sebagai

(27)

dimana:

Mdφ = diameter rata-rata (mm),

αφ = nilai skewness (mm)

σφ = standar deviasi

φ50 = ukuran diameter (mm).

Suatu skewness yang negatif mengindikasikan bahwa distribusi condong kepada

ukuran phi yang kecil (ukuran butiran yang besar). Duane (1964) menunjukkan bahwa

skewness yang negatif adalah suatu indikator akan suatu lingkungan yang mudah longsor,

untuk material yang lebih halus dipisahkan oleh aksi arus dan gelombang. Sedangkan nilai

skewness positif menyatakan lingkungan deposisi.

Otto (1939) dan Inman (1952) mendefinisikan diameter rata-rata sebagai berikut:

2

D = diameter butiran (mm)

Penyortiran dari sampel menyatakan batas dari ukuran sampel yang dihadirkan.

Penyortiran di katakan sempurna apabila sedimen berdiameter sama seluruhnya, sedangkan

penyortiran di katakan jelek apabila ukuran sedimen rentangnya luas. Adapun pengukuran

secara numerik dari penyortiran adalah standar deviasi (σφ) bisa dilihat di Persamaan 2.26

(28)

2

2.5. Kecepatan Jatuh (Fall Velocity)

Fall velocity adalah kecepatan jatuh terminal sebuah partikel sedimen di air suling yang tenang. Kecepatan ini merefleksikan ukuran, bentuk, dan berat partikel, serta

karekteristik fluidanya. Adapun rumus untuk mencari nilai fall velocity adalah sebagai

berikut:

Nilai fall velocity dapat diselesaikan apabila diketahui diameter sedimen, temperatur

air dan shape factor dari sedimen. Untuk menentukan fall velocity dapat diperoleh dengan

(29)

Gambar 2.20 Grafik Fall Velocity

Pikirkan sebuah bola berdiameter D dilepaskan dengan kecepatan nol didalam air

yang tenang. Saat kecepatan W meningkat, resistensi air mengurangi percepatan menuju

keseimbangan. Pada keseimbangan, gaya gravitasi diimbangi oleh gaya dorong (drag force)

dan kecepatan terminal WT terjadi. Persamaan kecepatan jatuh dapat dikembangkan

dengan menggunakan prinsip impuls-momentum:

Ada dua jenis dorongan (drag), yaitu:

1) Dorongan bentuk (Form drag), yaitu disebabkan oleh perbedaan yang tekanan

antara bagian depan dan belakang partikel

2) Dorongan Permukaan (Surface drag), yaitu disebabkan oleh pergesekan sepanjang

(30)

2.6. Bed Form dan Flow Resistence 2.6.1. Bed Form

Aliran permukaan bebas di atas dasar pasir yang dapat tererosi menghasilkan jenis

dan bentuk dasar saluran yang berbeda. Tipe dan dimensi suatu dasar tergantung

kepada sifat-sifat aliran, cairan, dan material dasar. Mendeskripsikan jenis

konfigurasi dasar yang mempengaruhi kekasaran suatu saluran alluvial. Adapun

jenis-jenis bed form adalah sebagai berikut:

Plane Bed

Ripples yaitu gundukan kecil yang panjangnya lebih kecil dari 30 cm dan tingginya

lebih kecil dari 5 cm,bentuknya seperti segitiga yang seluruhnya landai di down

stream dan di up stream lebih tajam.

Bars yaitu gundukan besar, di pantai terdapat sand bars (ukuran nya berkisar dari dm

ke m).

Dunes lebih kecil dari Bars dan lebih besar dari ripples.

• Transition yaitu peraihan dari dunes ke antidunes.

Antidunes standing waves yang permukaan bednya menuju ke upstream (upstream

direction ).

2.6.2. Angkutan Sedimen

Erosi merupakan pemindahan dan transportasi material permukaan bumi yang

kebanyakan berupa tanah dan debris batuan (regolith), bahan-bahan yang tererosi secara

alami.

Proses dari erosi yaitu tanah dapat tererosi yakni terlepas dari lokasinya, oleh aksi

angin, air, gaya gravitasi (tanah longsor), dan aktivitas manusia. Erosi oleh air dapat dianggap

dimulai oleh pelepasan partikel-partikel tanah oleh hempasan percikan air hujan.

Proses-proses percikan dan aliran permukaan itulah yang menyebabkan erosi lapisan (sheet erosion),

(31)

Sedimen yang dibawa oleh aliran air pada sungai disebabkan oleh beberapa faktor,

kemungkinan terbesar adalah akibat erosi pada dasar sungai dan tebing sungai. Aliran air

akan membawa hanyut bahan-bahan sedimen, yang menurut mekanisme pergerakaannya

dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:

1.

Muatan dasar (bed load)

Bed load merupakan partikel dasar kasar atau gerakan material di atau dekat

dasar sungai dengan berguling (rolling), bergelincir (sliding), dan terkadang

masuk sebentar ke dalam aliran dalam beberapa diameter di atas dasar

(jumping).

2.

Wash Load

Wash load merupakan angkutan partikel halus yang dapat berupa lempung (silt)

dan debu (dust), yang terbawa oleh aliran sungai. Partikel ini akan terbawa

aliran sampai ke laut, atau dapat juga mengendap pada aliran yang tenang atau

pada air yang tergenang. Wash load berasal dari hasil pelapukan lapisan atas

batuan atau tanah di dalam daerah aliran sungai.

3.

Muatan melayang (suspended load)

Suspended load adalah material dasar sungai (bed material) yang melayang di

dalam aliran dan terutama terdiri dari butir pasir halus yang senantiasa

mengambang di atas dasar sungai karena selalu didorong ke atas oleh

turbulensi aliran. Jika kecepatan aliran semakin cepat, gerakan loncatan material

akan semakin sering terjadi sehingga apabila butiran tersebut tergerus oleh

aliran utama atau aliran turbulen ke arah permukaan, maka material tersebut

(32)

Bedload

(muatan dasar)

Asal dari angkutan

sedimen

Rumus angkutan sedimen berdasarkan metode Engelund & Hansen

2

(33)

Pembedaan yang tajam antara ketiganya cukup sulit. Kriteria umum untuk

menentukan muatan layang ialah perbandingan antara kecepatan gesek (u*) dan kecepatan

jatuh (w), yaitu apabila u*/w > 1,5 maka termasuk sebagai muatan melayang. Sedangkan

untuk muatan dasar dibatasi bahwa elevasi partikel pada saat pergerakannya di dalam air

maksimum 2 sampai 3 kali dari ukuran diameter butirnya, jika lebih dari itu maka termasuk

muatan melayang.(Fadlun, 2009).

Sedimen dari sungai harus dielakkan pada tubuh bendung beserta

bangunan-bangunan pelengkapnya, sehingga tidak mencapai saluran pembawa (primer, sekunder,

maupun tersier). Penumpukan sedimen di saluran irigasi akan mempersingkat umur pelayanan

jaringan irigasi karena pendangkalan dan penurunan kapasitas. Selanjutnya, penumpukan

sedimen di petak sawah akan menaikkan permukaan sawah, sehingga mempersulit air untuk

mencapai permukaan sawah dan mengairi sawah. Partikel sedimen yang halus bahkan bisa

menyumbat pori-pori tanah dan menghambat penyerapan air oleh tanaman. Meskipun

demikian tidak semua fraksi sedimen berpotensi merusak jaringan irigasi.

Fraksi sedimen batuan dan bed load biasanya sudah teratasi dengan konstruksi

pembilas bawah (under sluice) sehingga tidak masuk ke intake dalam kondisi debit normal.

Tetapi fraksi pasir, lanau, dan lempung akan terbawa melewati pintu intake dan dapat

mencapai saluran irigasi dan petak sawah. Fraksi lanau dan lempung (< 70μm) diperbolehkan

masuk ke sawah, karena dapat meningkatkan kesuburan tanah (Puslitbang Pengairan, 1986).

Fraksi pasir (> 0.063 mm), disisi lain, harus ditahan jangan sampai masuk ke sawah. Fraksi

pasir ini diusahakan untuk mengendap di penangkap sedimen (sediment trap/ settling basin),

yang berada di hilir pintu pengambilan (intake).

Pada kenyataannya pada tiap satu satuan waktu pergerakan angkutan sedimen yang

dapat diamati adalah bed load dan suspended load, sehingga penjumlahan keduanya dapat

didefinisikan sebagai total load transport. Beban total inilah yang disebut dengan angkutan

(34)

Menurut Mulyanto faktor-faktor yang terpenting yang menentukan kuantitas

produksi sedimen (sediment yield) suatu DAS antara lain sebagai berikut:

1.

Tinggi curah hujan dan intensitasnya.

2.

Jenis tanah dan formasi geologi.

3.

Tetumbuhan penutup.

4.

Tata guna lahan.

5.

Topografi DAS.

6.

Erosi lahan tinggi, kemiringan lereng lahan, berat jenis dan trase alur patusan

alam, bentuk dsn luas DAS.

7.

Run off yaitu koefisien run off dari DAS.

2.6.3 Formula Angkutan Sedimen untuk Muatan Melayang

Sedimen yang masuk ke intake sebagian besar adalah golongan muatan melayang

karena muatan dasar tertahan di bawah ambang intake dan dibilas melalui

undersluice/scouring sluice.

Metode-metode yang dipakai dalam perhitungan angkutan sedimen adalah

persamaan-persamaan sebagai berikut:

1.

Metode Lane and Kalinske (1941)

2.

Metode Einstein (1950)

(35)

2.6.3.1.Metode Lane and Kalinske (1941) Analisis perhitungan:

………. 2.39

……….2.40

dimana:

qsw = Besar Muatan melayang/suspended load {(kg/s)/m}

q = Debit aliran per satuan lebar {(m3/s)/m}

ω = Kecepatan jatuh (m/s)

PL = Koefisien yang bergantung pada kecepatan relatif dan

n = Koefisien Manning

a = Ketebalan muatan dasar (m)

Df = Kedalaman Aliran (m)

Ca = Konsentrasi Sedimen melayang (ppm)

(36)

Gambar 2.22 Hubungan antara PL dan ω/U* (Lane dan Kalinske,1941)

2.6.3.2.Metode Einstein Analisis perhitungan :

... 2.41

... 2.42

= ... 2.43

= ... 2.44

... 2.45

(37)

Parameter x:

Gambar 2.23 Faktor koreksi pada distribusi kecepatan logaritmik (Einstein,1950)

Parameter I1:

(38)

Parameter I2:

Gambar 2.25 Fungsi I2 pada A untuk harga Z yang berbeda (Einstein,1950)

2.6.3.3. Metode Seksi Hidrometri (1985) Analisis perhitungannya adalah :

... 2.47

dimana : = Debit sedimen (Ton/hari)

k = konstanta (0,0864) konversi dari satuan berat, volume dan waktu

= Konsentrasi sedimen (mg/L)

Qw = Debit aliran (m 3

(39)

2.6.4. Tampungan Sedimen

Tampungan sedimen dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

S

IS = kemiringan dasar sungai yang stabil (m)

2.7. Bendung

Dalam merencanakan sebuah bendung diperlukan penelitian-penelitian yang

seksama terhadap problema yang diakibatkan sedimentasi dalam bendung maupun

perubahan-perubahan konfigurasi alur sungai di sekitar bendung tersebut. Pembangunan

sebuah bendung biasanya direncanakan untuk dapat berfungsi dalam jangka waktu lebih dari

50 tahun dan bahkan ada yang 100 tahun. Fungsi utama sebuah bendung adalah untuk

menstabilkan atau menciptakan pemerataan aliran sungai baik dengan cara menampung

persediaan air sungai yang beribah sepanjang tahun maupun dengan melepas air tampungan

itu secara terprogram melalui saluran air yang dibuat khusus di dalam tubuh bendung sesuai

(40)

2.7.1 DAS (Daerah Aliran Sungai)

Menurut Sri Br. Harto (1993), ada beberapa pengertian tentang DAS dan beberapa

yang terkait di dalamnya, antara lain:

1. Daerah aliran sungai (DAS)

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifatnya

sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak

sungainya yang melalui daerah tersebut, dalam fungsinya untuk menampung air

yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya

melalui sungai utama.

3. Sub DAS

Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui

anak sungai ke sungai utama.

4. Pengelolaan DAS

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal

balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala

aktivitasnya. Ini bertujuan untuk membina kelestarian dan keserasian ekosistem

serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara

berkelanjutan.

5. Wilayah Sungai atau Wilayah DAS

Wilayah Sungai atau Wilayah DAS adalah suatu wilayah yang terdiri dari dua atau

lebih DAS yang secara gerografi berdekatan dan karakteristik yang sama serta

secara fisik teknis layak digabungkan sebagai unit perencanaan dalam rangka

(41)

6. Tata Air DAS

Tata air DAS adalah hubungan antara kesatuan individual unsur-unsur hidrologis

yang meliputi hujan, aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air, dan

evapotransiprasi dan unsur yang lain.

2.8. Elevasi Mercu Bendung

Tubuh bendung diletakan kurang lebih tegak lurus arah aliran sungai saat banjir

besar dan sedang, maksudnya agar arah aliran utama menuju bendung dan yang keluar dari

bendung terbagi merata, sehingga tidak menimbulkan pusaran-pusaran aliran di udik

bangunan pembilas (penguras) dan pengambilan (intake). Pusaran aliran ini dapat

menimbulkan gangguan penyadapan aliran ke intake dan pembilasan sedimen. Bila aliran

utama yang keluar dari bendung ke hilir tidak merata, maka akan dapat menimbulkan

penggerusan setempat di hilir bendung lebih dalam di satu bangian dari bagian lainnya.

Tubuh bendung harus didesain kuat untuk menahan beban-beban statik dan dinamik. Bidang

miring tubuh bendung bagian udik dan hilir dapat didesain tegak atau miring, gemuk atau

ramping dengan memperhatikan faktor kekuatan material yang dipakai, bahaya beban,

benturan sedimen dan batu, tipe peredam energi, rembesan, stabilitas dan kekuatan struktur.

Tubuh bendung anatara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung.

Mercu bendung yaitu bagian teratas tubuh bendung dimana aliran dari udik dapat

melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di sungai bagian

udik bendung; sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah aliran sungai. Letak mercu

bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan tegak lurus arah aliran sungai agar aliran

yang menuju bendung terbagi merata. Mercu bendung harus didesain sederhana sesuai

dengan kriteria desain untuk memudahkan pelaksanaan, bentuk mercu bendung dapat

didesain berupa mercu bulat (dengan satu atau dua radius) atau ambang lebar. Kriteria desain

(42)

kemungkinan kavitasi (gejala mengelupasnya permukaan bangunan akibat tersedot oleh

tekanan negatif aliran yang melampaui batas kekuatan material bangunan), dan benturan batu.

Panjang mercu atau lebar bendung adalah jarak antara tembok pangkal (abutment)

disatu sisi den tembok pangkal di sisi lain, yang paling ideal lebar bendung adalah sama

dengan lebar rata sungai pada bagian yang stabil. Dibagian ruas bawah sungai, lebar

rata-rata ini dapat diambil pada debit penuh (bankful discharge); di bagian atas mungkin sulit

untuk menentukan debit penuh, dalam hal ini banjir rata-rata tahunan dapat diambil untuk

menentukan lebar rata-rata bendung. Lebar maksimum bendung hendaknya tidak lebih dari

1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil. Untuk sungai-sungai yang mengangkut

bahan-bahan sedimen kasar yang berat, lebar bendung tersebut harus lebih disesuiakan lagi

terhadap lebar rata-rata sungai. Tidak seluruh lebar bendung ini akan bermanfaat untuk

melewatkan debit, oleh karena kemungkinan adanya pintu-pintu penguras. Lebar bendung

yang bermanfaat untuk melewatkan debit disebut lebar efektif. Lebar efektif ini kurang dari

lebar seluruhnya atau paling besar adalah sama, untuk menetapkan besarnya lebar efektif

perlu diketahui mengenai eksploitasi bendung.

Lebar bendung (panjang mercu) harus diperhitungkan terhadap :

1) Kemampuan melewatkan banjir rencana dengan tinggi jagaan sehingga bangunan

aman dari kerusakan berat akibat behaya pelimpasan

2) Batasan tinggi muka air genangan maximum yang diijinkan pada debit banjir desain

sehubungan dengan pengaruhnya terhadap keamanan, dimensi bagian bangunan lain

seperti tanggul banjir, dan peredam energi.

Tinggi bendung adalah jarak antara lantai muka bendung sampai puncak bendung.

Peil mercu bendung (tinggi bendung tempat melimpasnya air) ditentukan oleh beberapa

macam faktor, antara lain elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, bangunan-bangunan lain

yang terdapat di saluran-saluran, alat-alat ukur yang dijadikan parameter saluran, dan

(43)

a)Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan perbedaan tinggi tekan yang

diperlukan untuk irigasi (eksploitasi normal).

b) Beda tinggi energi pada kantong lumpur yang diperlukan untuk membilas sedimen

dari kantong.

c)Tinggi muka air genangan yang terjadi di udik bangunan pada debit banjir rencana, dan

panjang mercu.

d) Kesempurnaan aliran pada bendung, bangunan pengambil, dan mercu bendung.

e)Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung.

Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan :

a) elevasi sawah yang akan diairi.

b) kedalaman air disawah.

c) kehilangan tinggi energi di saluran dan boks tersier.

d) kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier.

e) variasi muka air untuk eksploitasi di jaringan primer.

f) panjang dan kemiringan saluran primer.

g) kehilangan tinggi energi pada bangunan-bangunan di jaringan primer

h) kehilangan tinggi energi di bangunan utama.

Dalam mendesain tinggi bendung harus diperhitungkan pula keadaan muka air

maksimum di sungai dan muka air diatas mercu. Muka air maksimum di sungai adalah tinggi

air banjir di sungai sebelum ada bendung. Ini akan sama dengan tingginya air banjir di hilir

bendung setelah adanya bendung, karena profil sungai disitu tidak berubah. Dari profil

memanjang sungai dicari kemiringan sungai rata-rata, garis miring sungai rata-rata digambar

pada potongan memanjang sungai sehingga bagian atas dan bagian bawah yang terpotong

mempunyai jumlah luas yang kira-kira sama. Dipilih beberapa profil melintang yang baik

untuk mengetahui tingginya air untuk debit-debit tertentu. Yang dimaksud dengan profil

melintang yang baik ialah profil dititik potong antara garis miring sungai rata-rata dan garis

(44)

didapat luas penampang basah serta keliling basahnya. Harga-harga ini dirata-ratakan

sehingga hanya didapat satu angka untuk luas penampang basah dan satu harga keliling basah

Muka air diatas mercu adalah muka air sedikit diudik mercu, sebelum muka air itu

berubah bentuknya menjadi melengkung ke bawah. Tinggi air maksimum diatas mercu

sampai sekarang belum ada ketentuan yang pasti, tetapi dilihat dari segi keamanan stabilitas

bendung, ukuran pintu-pintu, tinggi tanggul banjir, dan sebagainya, maka dianjurkan untuk

tidak melebihi 4,5 meter. Untuk mencari tinggi air maksimum diatas mercu bendung

tergantung dari sifat pengalirannya. Sifat pengaliran disebut sempurna, kalau debit

pengalirannya tidak dipengaruhi oleh tingginya air dibelakang bendung. Setelah tinggi mercu

ditetapkan dan muka air dihilir bendung kita ketahui, maka akan diketahui pula sifat

pengalirannya.

Elevasi mercu bendung direncanakan 0,01 diatas elevasi pengambilan untuk

mencegah kehilangan air pada bendung akibat gelombang. Elevasi ambang bangunan

pengambilan di tentukan dari tinggi dasar sungai. Ambang direncanakan diatas dasar dengan

ketentuan berikut :

1. 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau

2. 1,00 m bila sungai mengangkut pasir dan kerikil

(45)

2.8.1. Perhitungan Muka Air Banjir di Atas Mercu Bendung

Persamaan tinggi energi debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol

segi empat adalah :

Q = Cd 2

/3 ………..……….. 2.49

Dengan : Q = Debit banjir

Cd = koef. Debit ( Cd = C0. C1. C2)

g = gravitasi (9.8 m/detik)

Be = lebar efektif bendung

He = tinggi energi di atas mercu bendung

C0 = merupakan fungsi He/ r

C1 = merupakan fungsi P/ He

C2 = merupakan fungsi P/ He dan kemiringan muka hulu bendung.

Bila disederhanakan rumus di atas menjadi :

Q = 1.704 . Be . He 1.5………..……2.50

(46)

2.8.2. Tekanan Lumpur

Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu

dapat dihitung sebagai berikut:

2

Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang bekerja secara

horizontal

γs = berat lumpur, kN

h = dalamnya lumpur, m

θ = sudut gesekan dalam, derajat

Beberapa andaian/ asumsi dapat dibuat seperti berikut:

γs =

sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30° untuk kebanyakan hal, menghasilkan :

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Pendek
Gambar 2.2 Siklus Sedang
Gambar 2.4 Skema persamaan USLE
Tabel 2.1 Klasifikasi Ukuran Butir dan Sedimen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transformasi hujan menjadi limpasan, laju erosi permukaan, dan muatan sedimen aliran sungai di Sub DAS berhutan (Sub DAS

Jika dibandingkan melalui perhitungan erosi lahan dengan menggunakan data curah hujan Stasiun Prumpung selama 10 tahun dan dengan menggunakan metode USLE maka umur efektif

Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah ( P ) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu.. terhadap besarnya erosi pada

Semua perhitungan, baik dari perhitungan penentuan besar parameter USLE yang menggunakan persamaan, perhitungan pendugaan besar erosi lahan yang terjadi pada DAS

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata guna lahan, kemirigan lereng, dan jenis tanah, besar laju erosi aktual dan sedimentasi, serta tingkat bahaya erosi di lahan Sub

Dalam metode USLE faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya erosi antara lain faktor hujan (indeks erosivitas), tanah (nilai erodibilitas), topografi (nilai

Untuk menentukan tingkat bahaya erosi suatu bentang lahan diperlukan kajian terhadap empat faktor, yaitu jumlah, macam dan waktu berlangsungnya hujan serta faktor-faktor

Gambar 4: Peta Tata Guna Lahan pada DAS Krisak 3.4 Analisa Laju Erosi dan Sedimentasi Perhitungan laju erosi A dilakukan dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis yaitu