• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Manajemen Aset Daerah Di Lingkungan Pemerintah Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Kebijakan Manajemen Aset Daerah Di Lingkungan Pemerintah Kota Medan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Implementasi Kebijakan

2.1.1. Pengertian

Implementasi dari suatu kebijakan yang dihasilkan merupakan yang paling penting

dalam suatu proses kebijakan. Seperti pendapat Udoji, Wahab(1991:45) bahwa

pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting dan bahkan merupakan jauh lebih

penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian

atau rencana bagus dan tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Dari

pernyataan tersebut dapat dilihat bagaimana pentingnya suatu proses implementasi

kebijakan dilaksanakan.

Banyak sekali pengertian implementasi dari para ahli diantaranya Jeffri L Pressman

dan Aaron B Widavski, Jones (1996:05) memandang implementasi sebagai sebuah proses

interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan implementasi adalah kemampuan

untuk membentuk hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang

menghubungkan tindakan dengan tujuan.

Pendapat Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (1991:51) menyatakan bahwa

mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami “apa

yang sebenarnya terjadi sesudah program dilakukan atau dirumuskan, yakni

peristiwa-peristiwa dan kegiatan yang menyangkut mengadministrasikan maupun usaha-usaha untuk

memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupu peristiwa-peritiwa.

(2)

dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu mapun kelompok yang

dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan didalam kebijakan. Bardach

(jones, 1996:300) memaparkan proses implementasi sebagai interaksi strategis antara

sejumlah besar kepentingan khusus untuk mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri, yang

mau tidak mau akan bersaing dengan mandat kegiatan.

Walter Williams (jones, 1996: 295) mengatakan bahwa masalah yang paling

penting dalam implementasi adalah memindahkan suatu keputusan kedalam kegiatan atau

pengoperasian dengan cara tertentu, dan cara tersebut adalah bahwa apa yang dlakukan

memiliki kemiripan nalar dengan keputusan tersebut, dengan baik dalam lingkup

lembaganya. Beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ahli diatas menunjukkan

bahwa implementasi kebijakan merupakan bagian penting dari rangkaian proses

kebijakan. tanpa adanya implementasi kebijakan yang dikeluarkan maka sebuah kebijakan

akan sia-sia karena tidak akan mencapai target dan sasaran yang telah ditetapkan.

Implementasi kebijakan itu sendiri tidak dapat berjalan begitu saja tanpa adanya

perencanaan yang matang tentang pelaksanaan kebijakan itu akan di implementasikan,

artinya untuk memperoleh pelaksanaan yang baik maka menyatakan bahwa tahap

pelaksanaan kebijakan yang baik maka ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Subakti

(1992:198) menyatakan bahwa tahap pelaksanaan kebijakan mencakup 5 (lima) kegiatan

yaitu:

1. Menyediakan sumberdaya (anggaran, personil dan sasaran)

2. Melakukan implementasi dan penjabaran kebijakan dalam bentuk peraturan

(3)

3. Menyusun perencanaan sejumlah langkah kegiatan pelaksanaan menurut waktu,

tempat, situasi dan anggaran

4. Pengorganisasian secara rutin atas personil, anggaran dan saran materi lainnya

5. Memberikan manfaat kepada atau pengenaan dan peraturan perilaku individu, dan

masyarakat pada umumnya.

Dalam melakukan implementasi suatu kebijakan, seorang implementor harus

benar-benar mempunyai keahlian dalam menangani pelaksanaan kebijakan tersebut

Thomas V. Bonoma (Modul kursus lanjutan peningkatan peran anggota DPRD kabupaten

dan kota Se-Sumatera Utara. 2000:240) mengatakan bahwa ada 4 (empat) keterampilan

yang harus dimiliki oleh seseorang implementor:

1. Keterampilan interaktif (interacting skills)

2. Keterampilan alokasi ( allocating skills)

3. Keterampilan Memonitor ( monitoring skills)

4. Keterampilan organisasi ( organization skills).

Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin ( Jones, 1996:298) menyatakan bahwa ada

tantangan dalam pengimplementasikan kebijakan, yaitu:

1. Tidak seorangpun bertanggung jawab dalam implementasi

2. Program-program yang bersifat domestik tidak mencapai semua hasil yang

diharapkan.

Selain dari tantangan yang harus dihadapi pada saat kebijakan di implementasikan,

ada kemungkinan lain penyebab kegagalan kebijakan yakni : (1) Non implementation

(4)

dilaksanakan sesuai rencana, karena adanya hambatan-hambatan yang tidak sanggup di

tanggulangi oleh implementor. Sedangkan unsuccessful implementation artinya bahwa

implementasi dari suatu kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun akibat

dari suatu kondisi eksternal yang terjadi mengakibatkan kebijakan tersebut tidak dapat

mencapai hasil akhir sesuai dengan yang dikehendaki.

2.2. Model implementasi kebijakan

2.2.1. Model Paul A. Sabatier dan Daniel Mazmanian

Model ini sering disebut sebagai A Frame Work For, implementasi kebijakan

merupakan fungsi dari 3 (tiga) variabel, yaitu:

1. Karakteristik masalah

2. Struktur manajemen program yang tercermin didalam berbagai peraturan yang

mengoperasionalkan kebijakan,dan

3. Faktor-faktor di luar peraturan.

Ketiga variable inilah yang kemudian disebut sebagai variable babas. Sedangkan proses

implementasi disebut sebagai dependent variable (variable tergantung) menurut mereka

implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksanaannya mematuhi apa yang telah

(5)

Gambar 2.1. Model implementasi menurut Sabatier dan Mazmanian

(6)

2.2.1 Model George C. Edwarsd III

George C. Edwards III menyatakan bahwa ada 4 faktor yang dapat dipergunakan

dalam melakukan pendekatan terhadap implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor

tersebut adalah : komunikasi, sumber-sumber, disposisi dan struktur birokrasi. Ke empat

faktor tersebut selalu ada dan saling berhubungan satu sama lain untuk membantu

pelaksanaan implementasi kebijakan. Pendekatan yang ideal harus bisa merefleksi

kompleksitas yang ada dengan tidak membicarakan salah satu factor tersebut terpisah

dengan faktor lainnya.

Sumber pertama, untuk mendapatkan suatu proses komunikasi yang efektif maka

ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu, transmisi, kejelasan, dan konsisten.

Transmisi diperlukan agar hasil kebijakan yang dibuat dapat ditangkap maksudnya oleh

implementor. Dalam komunikasi kejelasan atas apa yang dibuat oleh pembuat kebijakan

sangat diperlukan agar implementor dapat mengimplementasikan kebijakan tersebut

dengan baik.

Konsistensi dalam mengkomunikasikan implementasi kebijakan diperlukan karena

adanya konsistensi maka pelaksana kebijakan dalam menginterpretasikan dan dalam

mengimplementasikan kebijakan tidak akan dapat mencapai apa yang menjadi tujuan

kebijakan. Sumber ke dua, yakni sumber-sumber, yang terdiri beberapa hal yaitu: staff,

informasi, otoritas, dan fasilitas. Disebutkan bahwa implementasi tidak akan tepat

penyampaiannya , jelas dan konsisten bila implementor kekurangan sumber-sumber yang

memungkinkan untuk melaksanakan kebijakan, sehingga implementasi tidak akan efektif

(7)

Sumber yang terbesar yang dibutuhkan adalah staff ataupun sumber daya manusia.

Maksudnya adalah bahwa tanpa adanya sumber daya manusia yang dapat

mengimplementasikan kebijakan maka implementasi tidak akan dapat berjalan . kebutuhan

sumber daya manusia ini harus diperhatikan baik dari segi jumlah maupun keahlian.

Sumber-sumber berupa informasi dibutuhkan untuk menunjukkan dua hal, yaitu petunjuk

dalam melaksanakan kebijakan, dan data untuk menyesuaikan antara implementasi dengan

kebijakan pemerintah. Sumber berupa otoritas dapat dilihat dalam beberapa hal, seperti

penarikan kembali dana dari program yang telah direncanakan, penyerahan kasus

pengadilan, pemeriksaan warga Negara, pembelian barang-barang dan pelayanan atau

pengenaan pajak. Sumber yang berikutnya adalah fasilitas, dimana fasilitas juga berperan

penting karena tanpa fasilitas maka implementasi tidak akan berjalan dengan sukses.

Sumber ketiga, adalah disposisi hal-hal yang harus mendapat perhatian adalah

dampak disposisi atau staff birokrasi, dan insentif. Kebijakan sering kali tidak dapat di

implementasikan karena implementor tidak memiliki feeling yang kuat terhadap kebijakan

(Edwards III,1980:90). Sering kali kesalahan penempatan orang-orang untuk menempati

suatu posisi dapat mengganggu kesuksesan implementasi. Artinya dalam menempatkan

orang-orang yang akan menjalankan implementasi haruslah orang-orang yang menguasai

kebijakan yang akan di implementasikan. Disposisi juga harus memperhatikan staf pada

birokrasi dan insentif. Staf birokrasi harus dipilih orang yang benar-benar memiliki

kemampuan untuk memimpin dan menguasai kebijakan.sedangkan insentif berpengaruh

pada implementasi karena insentif akan membentuk sikap dan perilaku pelaksana

(8)

Faktor terakhir adalah struktur birokrasi. Untuk melihatnya maka hal-hal yang

harus diperhatikan adalah standar prosedur pelaksanaan dan fragmentasi. Standar prosedur

pelaksanaan dimana di dalam setiap kegiataan ada yang harus dicapai dan dilalui serta ada

fragmentasi yaitu melihat sejauh mana responsibilitas untuk sebuah area kebijakan

termasuk unit organisasi.

Gambar 2.2 Model implementasi kebijakan menurut Edward III

2.3. Manajemen

Manajemen sebetulnya adalah terjemahan dari kata management yang berasal

dari bahasa Inggris yang artinya kalau kita lihat pada kamus bahasa Inggris oleh John M.

Echols dan Hassan Shadily management artinya adalah pengelolaan, dan ini berasal

dari kata kerja to manage yang artinya mengurus, mengatur, melaksanakan,

memperlakukan, dan mengelola, tetapi mungkin karena sulit untuk menghayati

arti sesungguhnya antara management dan pengelolaan maka dialih kata atau di

Komunikasi

Disposisi Sumber Daya

Struktur Birokrasi

(9)

Indonesiakan saja menjadi manajemen dan sekarang kata ini sudah umum dipakai

terutama dilingkungan kampus dan kantor-kantor pemerintahan (SCBDP Modul 1,

2:2007).

Menurut Ensiklopedi Administrasi Indonesia, manajemen adalah

segenap kekuatan menggerakkan sekelompok orang yang mengerahkan fasilitas dalam satu

usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Maka dari itu manajemen dapat

berlangsung:

1. Dalam bidang kerja administrasi seperti; kepegawaian, perbekalan ,

keuangan, tata usaha, dan hubungan masyarakat.

2. Dapat dilaksanakan dalam bidang kerja substansi seperti; produksi, penjualan,

pengajaran, industrialisasi, agrarian, pertahanan keamanan, dan sebagainya.

Demikian sulitnya memberikan pengertian yang tepat tentang apa itu manajemen, maka

orang mencoba melihat dan mengambil pengertian dari fungsinya, apa

sebetulnya fungsinya manajemen itu? Sebagai prinsip/konsep dasar biasanya para

mahasiswa yang mempelajari management akan membuka buku Principle of

Management oleh George R. Terry yang menyatakan bahwa fungsi manajemen adalah:

1. Planning atau Perencanaan.

2. Organizing atau Pengorganisasian.

3. Actuating atau Penggerakkan.

4. Controlling atau Pengendalian

Biasanya fungsi manajemen ini oleh mahasiswa manajemen diberi kode dengan

(10)

of Administration mengemukakan teori tentang aktivitas manajemen yang

mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Planning atau Perencanaan.

2. Organizing atau Pengorganisasian.

3. Staffing atau Penyusunan Staf.

4. Directing atau Pembimbingan.

5. Coordinating atau Pengkoordinasian.

6. Budgetting atau Penganggaran.

Mungkin pengertian manajemen yang agak lebih mudah dan simple adalah sebagai

yang disetir oleh Prof. Dr. J. Panglaykin dari Encyclopedia of the Social Sciences dan

diterjemahkan sebagai berikut: Manajemen adalah proses dengan mana

pelaksanaan dari tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.

2.4. Aset

Pengertian Asset atau Aset (dengan satu s) yang telah di Indonesiakan

secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai;

1. Nilai ekonomi (economic value),

2. Nilai komersial (commercial value) atau

3. Nilai tukar (exchange value); yang dimiliki oleh instansi, organisasi, badan

usaha

ataupun individu (perorangan).

Aset (asset) adalah barang, yang dalam pengertian hukum disebut benda,

(11)

(tangible) maupun yang tidak berwujud (Intangible), yang tercakup dalam

aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu instansi, organisasi, badan usaha atau

individu perorangan. Berdasarkan Undang-undang No.1 Tahun 2004 yang dimaksud

dengan Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban

APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengertian mengenai Barang

Milik Daerah berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006,

adalah sebagai berikut :

1. Barang milik daerah meliputi:

a. Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD.

b. Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah;

2. Barang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis.

b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian /kontrak.

c. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau

d. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Menurut D. Siregar pengertian tentang Aset berdasarkan perspektif

pembangunan berkelanjutan, yakni berdasarkan tiga aspek pokoknya: sumber daya alam,

sumber daya manusia, dan infrastruktur seperti berikut ini:

1. Sumber daya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

(12)

memenuhi kebutuhan bagi dirinya sendiri maupun orang lain atau masyarakat

pada umumnya.

3. Infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana

untuk kehidupan manusia dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan

sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan semaksimalnya, baik

untuk saat ini maupun keberlanjutannya dimasa yang akan datang (Siregar,

2004;13)

Sedangkan pengertian aset yang ditemui dalam keputusan Menteri dalam negeri dan

keputusan menteri keuangan mempunyai pengertian yang sama yaitu semua barang yang

dibeli atau yang diperoleh atas beban APBN/APBD atau berasal dari perolehan lainnya

yang sah. Oleh sebab itu untuk menyamakan persepsi kita pada uraian selanjutnya

maka Aset yang kita maksud disini adalah:

1. Semua barang inventaris yang dimiliki pemerintah daerah

2. Semua barang hasil kegiatan proyek APBD/APBN/LOAN yang telah

diserahkan pada Pemerintah daerah melalui Dinas/Instansi terkait.

3. Semua barang yang secara hukum dikuasai oleh pemerintah daerah seperti;

cagar alam, cagar budaya, objek wisata, bahan tambang/galian C dan

sebagainya,yang dapat menjadi sumber pendapatan asli daerah yang

berkelanjutan dan yang memerlukan pengaturan pemerintah daerah dalam

pemanfaatannya serta pemeliharaannya.

Untuk lebih jelasnya dapat disimpulkan bahwa Barang Milik Daerah adalah barang yang

bersumber dari :

(13)

1. Pembentukan Daerah Otonom berdasarkan Undang-undang

2. Pembelanjaan APBN/APBD.

3. Sumbangan Dalam/Luar Negeri.

4. Sumbangan Pihak Ketiga.

5. Penyerahan dari Pemerintah Pusat.

6. Fasum dan Fasos.

7. Swadaya Masyarakat.

8. Semua barang yang secara hukum dikuasai Pemerintah Daerah.

2.5. Manajemen Aset

Manajemen aset secara umum tidak terlepas dari siklus pengelolaan barang yang

dimulai dari perencanaannya sampai penghapusan barang tersebut, yang kalau diurut

adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan (planning); meliputi penentuan kebutuhan (requirement) dan

penganggarannya (budgetting).

2. Pengadaan (procurement): meliputi cara pelaksanaannya, standard barang dan

harga atau penyusunan spesifikasi dan sebagainya.

3. Penyimpanan dan penyaluran (storage and distribution).

4. Pengendalian (controlling).

5. Pemeliharaan (maintainance).

6. Pengamanan (safety).

7. Pemanfaatan penggunaan ( utilities).

(14)

Sedangkan kalau kita berpedoman kepada landasan yang terbaru yaitu

Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 Pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa

manajemen/pengelolaan Aset/barang daerah meliputi :

1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran

2. Pengadaan

3. Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran

4. Penggunaan

5. Penatausahaan

6. Pemanfaatan

7. Pengamanan dan pemeliharaan

8. Penilaian

9. Penghapusan

10. Pemindahtanganan

11 Pembinaan, pengawasan dan pengendalian

12. Pembiayaan, dan

13. Tuntutan ganti rugi.

Untuk itu sebagai seorang Pengurus barang pada suatu Satuan Kerja

Perangkat Daerah, dia sebetulnya adalah manajer/pengelola terhadap barang yang

dibawah kontrolnya dan tentu saja dia sangat menghayati siklus pengelolaan barang

tesebut diatas, sedangkan dalam pengertian yang umum di masyarakat Pegawai

Negeri Sipil lebih dikenal dengan manajemen barang atau manajemen material yang lebih

bertitik tujuan bagaimana mengelola barang inventaris sehingga terpenuhi

(15)

Tujuan Manajemen Aset kedepan diarahkan untuk menjamin

pengembangan kapasitas yang berkelanjutan dari pemerintahan daerah, maka dituntut

agar dapat mengembangkan atau mengoptimalkan pemanfaatan aset daerah

guna meningkatkan/mendongkrak Pendapatan Asli Daerah, yang akan digunakan untuk

membiayai kegiatan guna mencapai pemenuhan persyaratan optimal bagi

pelayanan tugas dan fungsi instansinya terhadap masyarakat (SCBDP, 6:2007).

Sedangkan menurut Doli D Siregar kita sadari bahwa Manajemen Aset

merupakan salah satu profesi atau keahlian yang belum sepenuhnya berkembang dan

populer di lingkungan pemerintahan maupun di satuan kerja atau instansi.

Manajemen Aset itu sendiri kedepannya/selanjutnya sebenarnya terdiri dari 5 (lima)

tahapan kerja yang satu sama lainnya saling terkait yaitu:

1. Inventarisasi Aset

2. Legal Audit

3. Penilaian Aset

4. Optimalisasi Aset, dan

5. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA), dalam

Pengawasan dan Pengendalian Aset.

Jadi sebetulnya kalau dilihat lebih mendalam lagi, sebenarnya manajemen aset ini

berbeda dengan manajemen material atau manajemen barang inventaris milik

daerah, atau boleh dikatakan merupakan lanjutan dari manajemen barang/

inventaris, khusus terhadap barang yang merupakan aset (barang modal) yang dapat

(16)

2.6. Manajemen Aset Daerah

Dalam rangka mewujudkan tertib administrasi terhadap pengelolaan barang daerah

perlu diatur pedoman kerjanya, untuk itu telah dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam

Negeri No. 17 Tahun 2007. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut

dimaksud dengan Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh

atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau perolehan

lainnya yang sah.

Di dalam lampirannya dijelaskan tentang pengertian barang milik daerah

yaitu semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah, baik

yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang

merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimang termasuk

hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya.

Pengertian mengenai Barang Milik Daerah yang terbaru adalah berdasarkan

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.17 Tahun 2007 Pasal 3, adalah sebagai berikut :

1. Barang milik daerah meliputi:

a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD, dan

b. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

2. Barang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis

b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak

c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau

(17)

memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pengelolaan barang daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian

hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian

nilai.(Pasal 4 ayat 1 Permendagri No. 17 Tahun 2007). Pengelolaan barang daerah adalah

rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah yang meliputi,

perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penerimaan

penyimpanan dan penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan,

pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindah-tanganan,

pembinaan pengawasan dan pengendalian, pembiayaan dan, tuntutan ganti rugi

(Pasal 4 ayat 2 Permendagri No.17 Tahun 2007).

Sedangkan mengenai Manajemen Aset seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa

Manajemen Aset merupakan lanjutan dari proses manajemen barang/manajemen

material yang meliputi kegiatan-kegiatan; a) inventarisasi aset, b) legal audit, c)

penilaian aset, d) optimalisasi aset dan e) pengembangan Sistem Informasi

Manajemen Aset (SIMA) dalam Pengawasan dan Pengendalian.

Pengelolalaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan azas :

1. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di

bidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa

pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan Kepala Daerah

sesuai fungsi, wewenang dan tanggung jawab masing -masing;

2. Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus

(18)

3. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah harus

transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;

4. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik

daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan

dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan

secara optimal;

5. Azas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus

dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;

6. Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung oleh

adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi

pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan

neraca pemerintah daerah.

2.7. Defenisi Konsep

Defenisi konsep merupakan hal yang penting dalam penelitian untuk menyamakan

persepsi dan pengertian terhadap konsep yang digunakan sehingga dapat dihindari

terjadinya salah pengertian antara persepsi penulis dengan persepsi yang timbul dikalangan

pembaca. Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian yang ilmu

sosial (singarimbun, 1995:37)

Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing maka penulis mengemukakan

(19)

1. Implementasi adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Medan

melalui Bagian Perlengkapan dan Aset Setda Kota Medan dalam mengelola Aset

daerah sesuai peraturan dan perundang- undangan yang berlaku.

2. Kebijakan Manajemen Aset Daerah adalah kebijakan dalam rangkaian proses yang

terintegrasi menjadi satu keseluruhan yang bekerja sama dan saling berhubungan

dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah Kota Medan berdasarkan Peraturan dan

perundang- undangan yang berlaku yakni Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang

Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Perda Kota Medan No. 1

Tahun 2009 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.

3. Aset Daerah adalah barang milik daerah, yang dimaksud sebagai Barang Milik

Daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang berasal dari perolehan lain

yang sah (Perda No.1/2009:Pasal 1) beserta bagian-bagiannya ataupun yang

merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang

termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga

Gambar

Gambar  2.1. Model implementasi menurut Sabatier dan Mazmanian
Gambar  2.2  Model implementasi kebijakan menurut Edward III

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta sektor-sektor mana

ASET DESA BARANG MILIK DESA YANG BERASAL DARI KEKAYAAN ASLI DESA, DIBELI ATAU DIPEROLEH ATAS BEBAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA DAN PEROLEHAN HAK LAINNYA YANG SAH.

Namun pemerintah kota sudah berhasil melakukan hal penting dalam pengelolaan asetnya seperti dilakukannya Inventarisasi, Penilaian Aset (Jasa Appraissal), adanya

daerah memakan waktu yang cukup lama bahkan pada saat Pemerintah Kota Medan sudah. mendapat Opini WTP kedua Kabupaten tersebut masih memperoleh Opini

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) T.A.

17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah yaitu semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan

RINCIAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN.. TAHUN

- 4 - 11 Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang