• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Ibu yang Memiliki Bayi dalam Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Ibu yang Memiliki Bayi dalam Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Matsum Kecamatan Medan Area Tahun 2015"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1 Pengertian Perilaku

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi,

karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun

eksternal (lingkungan). Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala

kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi,

sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)

yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Sunaryo (2004) Perilaku

adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat

diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010) seorang ahli psikologi

merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan darbbi luar). Dengan demikian perilaku manusia terjadi

melalui proses: StimulusOrganismeRespons, sehingga teori Skinner ini

disebut teori “S-O-R” (stimulus-organisme-respons). Selanjutnya teori Skiner

menjelaskan adanya dua jenis respons, yakni :

a. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimulus,

karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya makanan

(2)

b. menimbulkan reaksi mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons juga

mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan

menimbulkan rasa sedih, mendengar berita suka atau gembira, akan

menimbulkan rasa suka cita.

c. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain.

Perangsang yang tekahir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer,

karena berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya : apabila seorang

petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respons

terhadap gaji yang cukup misalnya (stimulus). Kemudian karena kerja baik

tersebut menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi kerja

baik tersebut sebagai reiforcer untuk memperoleh promosi pekerjaan.

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih

belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih

terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap

terhadap stimulus yang bersangkutan.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah

berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau

(3)

Perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar),

meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk respon akan berbeda dari setiap

orang. Faktor-faktor ini dapat dibedakan dari respon terhadap stimulus tersebut

disebut “determinan perilaku”.

Perilaku dari pandangan biologis, merupakan suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada

hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku

manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup: berjalan, berbicara,

bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal

activity) seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia.

Dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organism

tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme

tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara

umum, dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu, merupakan

penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau

faktor keturunan, adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku

makhluk hidup itu untuk selanjutnya, sedangkan lingkungan adalah kondisi atau

lahan untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010).

2.1.2 Determinan Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus

atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons

(4)

Meski stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang

berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda

disebut determinan perilaku (Notoatmodjo, 2007). Determinan perilaku dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat

kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, politik dan lain sebagainya. Faktor lingkungan ini sering

merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert), maupun

perilaku terbuka (overt) seperti telah diuraikan sebelumnya, tetapi sebenarnya

perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan

perkataan lain, perilaku adalah merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan

aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara factor internal dan

eksternal tersebut. Perilaku seseorang adalah sangat kompleks, dan mempunyai

bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo

(2010) seorang ahli psikologi pendidikan membedakan adanya 3 area, wilayah,

ranah atau domain perilaku ini, yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), dan

Psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikandi Indonesia, ketiga

domain ini diterjemahkan ke dalam cipta (kognitif)), rasa (afektif), dan karsa

(5)

Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh

Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3

tingkat ranah perilaku sebagai berikut :

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Sebagian besar objek mempunyai intensitas atau tingkat yang

berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa

buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat

membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan

nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau

mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan

pertanyaan-pertanyaan misalnya : apa tanda-tanda anak kurang gizi, apa penyebab

TBC, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang

nyamuk), dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut,

(6)

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut. Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan

penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M

(mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan

mengapa harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras,

dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

Misalnya seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia

harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia

bekerja atau dimana saja, orang yang telah paham metodologi

penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja,

dan seterusnya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui. Inidikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai

pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat

membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram

(7)

membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk

biasa,dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi,

dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintetis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan

kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau

didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah

dibaca.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada uatu criteria yang ditentukan

sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya

seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita

malnutrsi atau tidak, seorang dapat menilai manfaat ikut keluarga

berencana bagi keluarga, dan sebagainya.

2. Sikap (attitude)

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

(8)

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2010) mendefenisikan sangat sederhana,

yakni: “An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard

to object”. Jadi jelas di sini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau

kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu

melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi social menyatakan bahwa sikap adalah

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan

tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup (Notoatmodjo, 2010).

Gambar 2.1 Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 2010)

Komponen pokok sikap :

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010) sikap itu terdiri dari 3

komponen pokok, yakni : Stimulus

( rangsangan)

Proses stimulus

Reaksi terbuka

(tindakan)

Reaksi tertutup

(9)

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, konsep terhadap objek, artinya

bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana pendapat

atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit kusta.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya

bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya factor emosi) orang tersebut

terhadap objek.

c. Kecenderungan orang untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap

adalah merupakan komponen mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Sikap adalah merupakan ancang-ancang untuk bertindak atau berprilaku

terbuka (tindakan). Misalnya tentang contoh sikap terhadap penyakit kusta

diatas, adalah apa yang dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit

kusta.

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat

berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus

yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseoorang terhadap periksa hamil

(ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran ibu untuk

mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di lingkungannya.

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan

(10)

mengikuti penyuluha ante natal tersebut ditanya atau diminta menanggapi

oleh penyuluh, kemudia ia menjawab atau menanggapinya.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang postif

terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain,

bahkan mengajak dan mempengaruhi atau menganjurkan orang lain

merespons. Contoh butir a tersebut, ibuitu mendiskusikan ante natal care

dengan suaminya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk

mendengarkan penyuluhan ante natal care.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap

apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap

tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila

ada orang lain yang mencemoohkan atau ada resiko lain. Contoh tersebut,

ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani

untuk mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan penghasilannya,

atau diomeli oleh mertuanya karena meninggalkan rumah, dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010).

3. Tindakan atau Praktik (practice)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk

bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu factor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan

(11)

untuk kesehatannya dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk periksa

kehamilan. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan bidan,

posyandu, atau Puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau fasilitas tersebut

mudah dicapainya. Apabila tidak, kemungkinan ibu tenrsebut tidak akan

memeriksakan kehamilannya (Notoatmodjo, 2010).

Praktik tindakan in dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut

kualitasnya, yakni :

a. Praktik terpimpin ( guidedresponse)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih

tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan. Misalnya, seorang ibu

memeriksakan kehamilannya tetapi masih menunggu diingatkan oleh bidan

atau tetangganya.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seorang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu

hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya

seoranvibu selalu membawa anaknya ke Posyandu untuk ditimbang, tanpa

harus menunggu perintah dari kader atau petugas kesehatan.

c. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang.

Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja,

tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang

berkualitas. Misalnya menggosonk gigi, bukan sekadar gosok gigi, melainkan

(12)

makanan bergizi tinggi meskipun bahan makanan tersebut mahal harganya

(Notoatmodjo, 2010)

2.1.3 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. (Notoatmodjo, 2012) . Dari

batasan ini, Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok

yaitu:

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana

sakit. Oleh sebab itu, Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek,

yaitu :

a) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif,

maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai

tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

c) Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat

memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya

(13)

seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat

tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health

seeking behavior)

Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai

dari mengobati diri sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar

negeri.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak

mempengaruhi kesehatannya.

2.1.4 Perubahan Perilaku

1. Bentuk Perubahan Perilaku

Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang

digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO

dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga:

a. Perubahan alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu

disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar

(14)

maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami

perubahan.

b. Perubahan terencana (Planned Change)

Perubahan ini terjadi karena direncanakan sendiri oleh subjek.

Misalnya, seseorang perokok berat yang pada suatu saat terserang batuk

yang sangat mengganggu, ia memutuskan untuk mengurangi rokok sedikit

demi sedikit, dan akhirnya berhenti merokok sama sekali.

c. Kesediaan untuk berubah (Readiness to Change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan

di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang

sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah

perilakunya), dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima

inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang

mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang

berbeda-beda. Setiap orang di dalam masyarakat mempunyai kesediaan untuk

berubah yang berbeda-beda meskipun kondisinya sama.

2. Strategi Perubahan Perilaku

Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2007), strategi untuk memperoleh

perubahan perilaku dikelompokkan 3 kelompok yaitu:

a) Memberikan kekuatan/kekuasaan atau dorongan.

Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau

masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan.

(15)

peraturan/perundangundangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat.

Cara ini akan menghasilkan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan

tersebut belum tentu akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang

terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.

b) Pemberian infomasi.

Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara mencapai hidup

sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan

sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut.

Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan itu akan menimbulkan

kesadaran mereka, dan akhirnya menyebabkan orang berperilaku sesuai

dengan pengetahuan yang dimilikinya.

c) Diskusi Partisipasi

Cara ini adalah sebagai peningkatan cara kedua yang dalam memberikan

informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja, tetapi dua arah. Hal ini

berarti bahwa masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga

harus aktif berpartisipasi melalui diskusi-diskusi tentang informasi yang

diterimanya.

Dengan demikian maka pengetahuan kesehatan sebagai dasar perilaku

akan mereka peroleh dengan lebih mendalam. Diskusi partisipasi adalah satu

cara yang baik dalam rangka memberikan informasi-informasi dan

(16)

2.2 ASI (Air Susu Ibu)

ASI adalah satu-satunya makanan dan minuman yang dibutuhkan oleh

bayi hingga ia berusia enam bulan. ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi

tinggi, yang mudah untuk dicerna. ASI memiliki kandungan yang dapat

membantu penyerapan nutrisi (Nurjanah dkk, 2013) .

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia – WHO dalam Nurjanah dkk (2013)

mengatakan : “ ASI adalah suatu cara yang tidak tertandingi oleh apa pun dalam

menyediakan makanan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan seorang bayi.

2.3 ASI Eksklusif 2.3.1 Pengertian

Pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa

tambahan cairan lain seperti air putih, susu formula, air teh, jeruk, madu, dan

tanpa tambahan makanan padat seperti bubur susu, bubur nasi, tim, biskuit,

pepaya, dan pisang mulai lahir sampai usia enam bulan (Nurjanah dkk, 2013).

2.3.2 Pembagian ASI

Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

kolostrum, Air Susu Masa peralihan, Air Susu Mature. Adapun pengertian

Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar

mamae yang mengandung tissue debris dan ridual material yang terdapat

dalam alveoli dan ductus dari kelenjar mamae sebelum dan segera sesudah

melahirkan anak. Sedangkan Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi)

Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI mature. Disekresi dari

(17)

sedangkan lemak dan karbohidrat semakin tinggi, volume semakin

meningkat. Dan Air Susu Mature adalah ASI yang disekresikan pada hari

ke-10 dan seterusnya, yang dikatakan komposisi relative konstan. ASI

mature berwarna kekuning- kuningan dan tidak menggumpal bila dipanaskan

(Baskoro, 2008).

2.3.3 Kandungan ASI

Menurut Prasetyono ( 2012) ada beberapa kandungan yang terdapat

dalam ASI yaitu Karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin.

Karbohidrat dalam ASI berperan dalam pertumbuhan sel saraf otak, serta

pemberian energi untuk kerja sel- sel saraf. Didalam usus, sebagian laktosa

akan diubah menjadi asam laktat, yang berfungsi mencegah pertumbuhan

bakteri yang berbahaya, serta membantu penyerapan kalsium dan

mineral-mineral lain. Protein ASI merupakan bahan baku untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi.

Protein ASI sangat cocok karena unsur protein didalamnya hamper

seluruhnya terserap oleh sistem pencernaan bayi. Hal ini disebabkan oleh

protein ASI merupakan kelompok protein whey (protein yang dibentuknya

lebih halus). Kelompok whey merupakan protein yang sangat halus, lembut,

dan mudah dicerna, sedangkan kasein adalah kelompok protein yang kasar,

bergumpal, dan sangat sukar dicerna oleh usus bayi.

Protein istimewa yang hanya terdapat dalam ASI adalah taurin. Taurin

adalah protein otak yang diperlukan untuk pertumbuhan otak, susunan saraf,

(18)

mulanya rendah kemudian meningkat jumlahnya. Lemak ASI berubah kadar

setiap kali diisap oleh bayi yang terjadi secara otomatis. Jenis lemak dalam

ASI mengandung banyak omega-3, omega-6, dan DHA yang dibutuhkan

dalam pembentukan sel- sel jaringan otak. Lemak ASI mudah dicerna dan

diserap oleh bayi karena ASI juga mengandung enzim lipase yang mencerna

lemak trigliserida menjadi digliserida, sehingga hanya sedikit sekali lemak

yang tidak diserap oleh sistem pencernaan bayi. ASI jug a mengandung

asam linoleat yang berfungsi memacu perkembangan sel saraf otak bayi.

Jumlah asam linoleat dalam ASI sangat tinggi dan perbandingannya dengan

PASI adalah 6:1.

ASI mengandung mineral yang lengkap, walaupun kadarnya relative

rendah, tetapi cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan. Zat besi dan kalsium

didalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan jumlahnya tidak

dipengaruhi oleh diet ibu. Sekitar 75 % dari zat besi yang terdapat dalam

ASI diserap oleh usus. Kadar mineral yang tidak diserap oleh usus. Kadar

mineral yang tidak diserap akan memperberat kerja usus bayi untuk

mengeluarkan, mengganggu keseimbangan dalam usus bayi, dan meningkatkan

pertumbuhan bakteri merugikan yangn akan mengakibatkan kontraksi usus

bayi tidak normal sehingga bayi kembung, gelisah karena obstipasi atau

ganguan metabolisme.

ASI mengandung vitamin yang lengkap yang cukup untuk 6 bulan

(19)

belum mampu membentuk vitamin K. oleh karena itu, perlu tambahan vitamkin K

pada hari ke-1, ke-3, dank ke-7.

2.3.4 Manfaat ASI

Menyusui bayi mendatangkan keuntungan bagi bayi, ibu, keluarga,

masyarakat dan negara. Sebagai makanan bayi yang paling sempurna, ASI

muudah dicerna dan diserap karena mengandung enzim pencernaan. Selain itu

ASI juga dapat mencegah terjadinya penyakit infeksi karena mengandung

immunoglobulin untuk menangkal segala jenis penyakit. ASI bersifat praktis,

mudah diberikan kepada bayi, murah serta bersih. Selain itu ASI tidak

menyebabkan alergi dan kerusakan gigi akan tetapi mengoptimalkan

perkembangan bayi, serta meningkatkan jalinan psikologis antara ibu dan bayi.

Bagi ibu, menyusui dapat mendatangkan keuntungan, yaitu mencegah perdarahan

setelah persalinan, mempercepat pengecilan rahim, menunda masa subur,

mengurangi anemia, mencegah kanker ovarium dan kanker payudara, serta

sebagai metode keluarga berencana.

Ditinjau dari psikologis, kegiatan menyusui akan membantu ibu untuk

membentuk ikatan batin yang baik dan ditinjau dari ekonomi, ibu bias menghemat

pengeluaran untuk membeli susu formula yang sebenarnya tidak lebih baik

daripada ASI. Bagi keluarga, ASI juga membawa keuntungan seperti, keluarga

tidak perlu menghabiskan uang untuk membeli susu formula, meminimalkan

biaya untuk perawatan apabila bayi sehat, menghemat waktu keluarga dan

keluarga tidak repot membawa botol susu. Susu formula dan air panas air panas

(20)

Bagi Negara, manfaat ASI adalah untuk menghemat devisa Negara,

menurunkan angka kematian anak, meningkatkan sumber daya dan melindungi

lingkungan karena tidak ada lagi penebangan pohon dan pencemaran lingkungan

(Prasetyono, 2012).

2.3.5 Tehnik/ Cara Pemberian ASI

Dalam pemberian ASI, ibu harus mempersiapkan putting payudara agar

ibu dapat menyusui bayi dengan baik. Akan tetapi ada juga putting payudara yang

datar atau menekuk kedalam dan hal ini bias menyebabkan bayi sulit menyusu

dan tidak merasa puas. Dalam hal ini, perlu dilakukan pengurutan atau penarikan

putting payudara. ASI juga dapat diberikan dengan menggunakan mangkuk atau

sendok untuk mencegah bayi binggung putting (Prasetyono, 2012). Selain itu ibu

perlu memperhatikan posisi ibu dan bayi ketika menyusui. Ada banyak cara untuk

memposisikan diri dan bayinya selama proses menyusui berlangsung. Sebagian

ibu memilih menyusui dalam posisi berbaring miring sambil merangkul bayinya

dan sebagian lagi melakukannya sambil duduk dikursi dengan punggung diganjal

bantal. Setiap ibu memiliki posisi yang berbeda-beda dalam memposisikan diri

dan bayinya sedemikian rupa agar kenyamanan menyusui dapat tercapai

(Kristiyanasari, 2009).

Dalam menyusui yang paling mudah adalah dengan menempelkan

pipinya kepayudara, memasukan putting susu dan pastikan bayi mengisap seluruh

area gelap dari payudara dan bukan hanya putting saja. Setelah bayi merasa

kenyang ia akan berhenti mengisap dan menyusui berikutnya letakkan bayi

(21)

dari setiap hari. Hal ini juga untuk menghindari pembengkakan payudara akibat

terlalu penuh dengan air susu (Kristiyanasari, 2009).

2.3.6 Waktu Pemberian ASI

Sebaiknya dalam pemberian ASI tidak perlu sijadwalkan karena akan

berakibat kurang baik, karena isapan sangat berpengaruh pada produksi ASI

selanjutnya. Setiap menyusui dimulai dengan payudara yang terakhir disusukan.

Bayi yang sehat dapat mengosongkan lambung bayi akan kosong dalam waktu 2

jam. Seorang bayi yang menyusui sesuai permintaannya bisa menyusu sebanyak

12- 15 kali dalam 24 jam (Prasetyo, 2012).

2.3.7 Hal - hal yang mempengaruhi produksi ASI

Hal- hal yang mempengaruhi produksi ASI Menurut Kristyanasari (2009)

ada beberapa hal yang yaitu: yang pertama makanan dimana produksi ASI sangat

dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibunya, apabila makanan ibu secara

teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi

produksi ASI, karena kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna

tanpa makanan yang cukup. Untuk membentuk produksi ASI yang baik, makanan

ibu harus memenuhi jumlah kalori.

Protein, lemak, dan vitamin serta mineral yang cukup selain itu ibu

dianjurkan minum lebih banyak kurang lebih 8 – 12 gelas perhari. yang kedua

ketenangan jiwa dan pikiran dimana produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor

kejiwaan ibu, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri

dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan menurunkan volume ASI bahkan

(22)

Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang dan yang

ketiga penggunaan alat kontrasepsi dimana harus diperhatikan karena pemakaian

kontrasepsi hendaknya diperhatikan karena pemakaian kontrasepsi yang tidak

tepat dapat mempengaruhi produksi ASI. Keempat perawatan payudara dengan

merangsang buah dada akan mempengaruhi hypopise untuk mengeluarkan

hormon progesterone dan esterogen lebih banyak lagi dan hormon oxytosin.

Kelima Anatomis buah dada dimana bila jumlah lobus dalam buah dada

berkurang, lobus pun berkurang.

Dengan demikian produksi ASI juga berkurang karena sel-sel acini yang

menghisap zat-zat makanan dari pembuluh darah akan berkurang. Keenam faktor

istirahat dimana bila kurang istirahat akan mengalami kelemahan dalam

menjalankan fungsinya dengan demikian pembentukan dan pengeluaran ASI

berkurang.

Ketujuh faktor isapan anak bila Ibu menyusui anak berlangsung sebentar

maka isapan anak berkurang dengan demikian pengeluaran ASI berkurang. Dan

yang kedelapan faktor obat-obatan dimana obat-obatan yang mengandung hormon

mempengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin yang berfungsi dalam

pembentukan dan pengeluaran ASI. Apabila hormon-hormon ini terganggu

dengan sendirinya akan mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran ASI.

2.4 Persiapan Menyusui

Agar ibu sukses menyusui ada beberapa hal yang harus diperhatikan ibu

setelah kelahiran bayinya diantaranya:

(23)

b. Komunikasikan dengan tenaga kesehatan yang membantu kelahiran

anak anda

c. Pilih rumah sakit atau tempat bersalin yang dapat membantu pemberian

ASI

d. Siapkan pakaian Ibu yang memudahkan aktivitas menyusui

e. Sebaiknya adanya rooming ini sejak berada dirumah sakit atau tempat

bersalin dimana anda bersalin (Baskoro, 2008).

2.4.1 Cara Menyusui yang Benar

1. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada

puting susu dan aerola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai

disinfektan dan menjaga kelembapan puting susu.

2. Bayi diletakkan menghadap perut ibu.

a. Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik

menggunakan kursi yang rendah (kaki ibu tidak bergantung) dan

punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.

b. Bayi dipegang pada belakang bahu dengan satu lengan, kepala bayi

terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah, dan

bokong bayi ditahan dengan telapak tangan).

c. Satu tangan bayi diletakkan pada badan ibu, dan satu di depan.

d. Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara

(tidak hanya membelokkan kepala bayi).

e. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

(24)

3. Payudara dipegang dengan Ibu jari di atas dan jari yang lain menopang di

bawah, jangan menekan puting susu atau aerolanya saja.

4. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflect) dengan

cara:

a. Menyentuh pipi bayi dengan puting susu atau

b. Menyentuh sisi mulut bayi

5. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi diletakkan ke

payudara ibu dengan puting serta aerolanya dimasukkan ke mulut bayi..

a. Usahakan sebagian besar areola dapat masuk kedalam mulut bayi,

sehingga puting susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan

menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak

dibawah areola.

b. Setelah bayi mulai menghisap, payudara tak perlu dipegang atau

disangga lagi.

6. Melepas isapan bayi.

7. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan

pada puting susu dan areola sekitar dan dibiarkan kering dengan

sendirinya untuk mengurangi rasa sakit (Nurjanah dkk, 2013).

2.4.2 Menyendawakan Bayi

a. Bayi dipegang tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian

punggunggnya ditepuk perlahan-lahan.

b. Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu, kemudian punggungnya ditepuk

(25)

2.4.3 Posisi Menyusui

Banyak sedikitnya ASI ternyata berhubungan langsung dengan posisi ibu

saat menyusui. Posisi yang tepat sangat mendorong keluarnya ASI secara

maksimal. Ada berbagai macam posisi menyusui yaitu duduk, berdiri, bebaring,

football position dan lain-lain. Apapun tehnik bersalinnya, ibu dapat menyusui

bayinya segera mungkin. Begitu pula jika ibu melahirkan bayi kembar.

1. Posisi Ibu Menyusui Yang Bersalin Normal

Ibu yang melahirkan spontan bisa leluasah dan memilih posisi menyusui,

sambil duduk atau berbaring menyamping. Jika posisi duduk dipilih :

a. Gunakan kursi yang aman.

b. Upayakan telapak kaki menginjak lantai.

c. Gunakan dingklik atau bangku kecil sebagai pengganjal bila posisi

kaki agak menggantung.

2. Posisi Ibu Yang Melahirkan Melalui Persalinan Sectio Sesaria.

Football position adalah posisi menyusui yang disarankan untuk ibu yang

melahirkan melalui persalinan sectio sesaria.

Pada posisi ini :

a. Tubuh bayi digendong dengan salah satu tangan ibu.

b. Upayakan letak kepala bayi berada tepat dibawah payudara dan

membentuk garis lurus dengan badan bayi.

c. Posisi ini aman karena bagian perut ibu yang masih nyeri akibat

(26)

d. Posisi ini merupakan yang paling nyaman bagi ibu maupun

bayinya.

3. Posisi Ibu Menyusui dengan Bayi Kembar.

Sama dengan ibu yang melahirkan dengan persalinan sectio sesaria,

football potion juga dapat dilakukan pada bayi kembar. Dimana kedua

bayi disusui kiri dan kanan, dengan cara :

a. Kedua tangan ibu memeluk masing-masing satu kepala bayi, seperti

memengang bola.

b. Letakkan tepat dibawah payudara ibu.

c. Posisi kaki bayi boleh dibiarkan menuntai keluar.

d. Untuk memudahkan, kedua bayi dapat diletakkan pada satu bidang

datar yang memiliki ketinggian kurang lebih sepinggang ibu.

e. Cara lain adalah dengan meletakkan bantal diatas punggung.

4. Posisi Ibu dengan ASI Berlimpah

Pada ibu-ibu yang memiliki ASI yang berlimpah dan memancar dan

alirkannya deras, terdapat posisi khusus untuk menghindari agar bayi tidak

tersedak dengan cara :

a. Ibu tidak terlentang lurus, sementara bayi diletakkan diatas perut ibu

dalam posisi berbaring lurus dengan kepala menghadap payudara.

b. Bayi ditengkurapkan diatas dada ibu, tangan sedikit menahan kepala

bayi. Dengan posisi ini, maka bayi tidak akan tersedak (Maryunani,

(27)

2.5 Kebijakan Mengenai ASI Eksklusif

Beberapa peraturan hukum terkait ASI Eksklusif:

a. UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan

Pasal 128 ayat 2 dan 3 disebutkan bahwa selama pemberian ASI,pihak

keluarga,pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu secara

penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.Penyediaan fasilitas

khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan ditempat kerja dan

tempat sarana umum.

Pasal 200 sanksi pidana dikenakan bagi setiap orang yang dengan sengaja

menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2).Ancaman pidana yang diberikan

adalah pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak

Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang

Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif.Pasal 6 berbunyi “Setiap Ibu yang

melahirkan harus memberikan ASI eksklusif kepada bayi yang

dilahirkannya”.

c. Keputusan Menteri kesehatan Nomor 450/MENKES/SK/VI/2004 Tentang

Pemberian ASI secara Eksklusif di Indonesia.

2.5.1 Teori “Precede-Proceed” (1991)

Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green, yang dirintis sejak tahun

1980. Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat

(28)

yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour

causes). Selanjutnya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yang

dirangkumkan dalam akronim PRECEDE (Predisposing, Enabling, dan

Reinforcing Causes in Educational Diagnosis and Evalution). Precede ini

merupakan arahan dalam penganalisis atau diagnosis dan evaluasi perilaku untuk

intervensi pendidikan (promosi) kesehatan. Precede adalah fase diagnosis

masalah.

Sedangkan PROCEED (Policy, Regulatory, Organizational Construct in

Educational and Environmantal Development) adalah merupakan arahan dalam

perencanaan, implementasi, dan evaluasi pendidikan (promosi) kesehatan.

Apabila precede merupakan fase diagnosis masalah, maka Proceed adalah

merupakan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Promosi Kesehatan.

Lebih lanjut precede model ini dapat diuraikan bahwa perilaku itu sendiri

ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yakni :

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, jamban, dan

sebagainya.

c. Faktor-faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yang terwujud

dalam sikap dan pendorong atau penguat (reinforcing factors) yang

(29)

yang merupakan kelompok refrensi dari perilaku masyarakat

(Notoatmodjo, 2010).

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah Precede Model

yang dikembangkan oleh teori Lawrencee Green (1990). Faktor-faktor yang

mempengaruhi Gambaran Perilaku Ibu yang memiliki bayi usia 6-11 bulan dalam

pemberian ASI Eksklusif adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi:

- Pengetahuan - Sikap

- Umur - Pendidikan - Pekerjaan

Faktor Pendorong:

- Petugas Kesehatan Faktor Pendukung:

- Media Cetak - Media Elektronik - Keluarga/

Masyarakat

Ibu yang memiliki bayi usia 6-11 bulan dalam pemberian ASI

(30)

Keterangan :

Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan perilaku Ibu yang

memiliki bayi usia 6-11 bulan dalam pemberian ASI Eksklusif. Dari skema diatas

dapat dilihat berdasarkan teori Lawrence Green bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor-faktor

predisposisi yaitu pengetahuan, sikap, umur, pendidikan, pekerjaan Ibu yang

memiliki bayi usia 6-11 bulan dan faktor pendukung yaitu sumber informasi yang

diperoleh melalui media massa seperti media cetak, elektronik, keluarga

/masyarakat dan faktor Pendorong adalah keterangan yang di dapat dari Petugas

Kesehatan, selanjutnya ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi Ibu yang

memiliki bayi usia 6-11 bulan dalam pemberian ASI Eksklusif. Dari ketiga

variabel tersebut dapat menghasilkan variabel bagaimana tindakan dari gambaran

perilaku Ibu yang memiliki bayi usia 6-11 bulan dalam pemberian ASI Eksklusif

atau segala sesuatu informasi yang dilakukan untuk menanggulangi masalah ASI

Gambar

Gambar 2.1 Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

yang dilakukan peneliti, yaitu sama – sama meneliti tentang berpikir kritis siswa. Perbedaan dalam penelitian ini adalah pada ditinjau berdasarkan gaya berpikir

Kemungkinan bahwa tidak ada perbedaan dari derajat komponen-komponen cinta yang dimiliki wanita dengan usia pernikahan lima tahun ke bawah dan wanita denga usia

a) Bank tidak menerapkan penggunaan formulir bernomor urut tercetak. Namun, setiap terjadi perjanjian kredit, bagian administrasi menuliskan nomor perjanjian kredit. b) Bank

Dalam menyusun penulisan ilmiah ini, penulis membatasi masalah hanya pada perhitungan biaya depresiasi dan akuntansi depresiasi aktiva tetap berwujud yang berupa mesin las dan

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Dokumen pengadaan, dengan terlebih dahulu melakukan

The Supreme Court’s acknowledgement in Frye and Lafler that plea bargaining is the primary way that the criminal justice system functions leaves room for additional

(2015) surat tugas844_narasumber pada kegiatan Pelatihan Life Management Training untuk Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa Kota Samarinda_veny hidayat. (2016) Surat Tugas 413

sistematis dari penilaian, persiapan, serta koordinasi yang dilakukan untuk memberikan kemudahan pengawasan pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial sebelum dan sesudah