• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Hak Merek

1. Sejarah Hak Merek di Indonesia

Sejarah merek dapat ditelusuri perkembangannya sejak berabad-abad sebelum Masehi. Sejak zaman kuno, misalnya periode Minoan, orang sudah memberikan tanda untuk barang-barang miliknya, hewan bahkan manusia. Di era yang sama bangsa Mesir sudah menerapkan namanya untuk batu bata yang dibuat atas perintah Raja.34 Perundang-undangan tentang merek dimulai dari Statute of Parma yang sudah mulai mengfungsikan merek sebagai pembeda untuk produk berupa pisau, pedang, atau barang dari produk tembaga lainnya.35

Merek telah digunakan sejak ratusan tahun untuk memberikan tanda dan produk yang dihasilkan dengan maksud untuk menunjukkan asal usul barang

(indication of origin).36

34

Spyrus M. Maniatis, Historical Aspects of Trademark, Bahan Ajar pada Pelatihan dalam Rangka Kerja Sama Masyarakat Uni Eropa dan Asia di Bidang Hak Kekayaan Intelektual (European Community and ASEAN Intellectual Property Rights Co-operation Programme-ECAP II), European Patent Office (EPO) bekerja sama dengan St. Queen Mary University, London, Maret 2005, hlm.1.

35

Rahmi jened, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Ekslusif, (Surabaya: Airlangga University Press, 2007), hlm.159.(selanjutnya disebut Rahmi Jened II)

36

M. Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-III, 2003),hlm.159.

(2)

Sistem tanda resmi seperti itu terus dipakai karena bisa membedakan dari penghasil barang sejenis lainnya.37

Kebutuhan adanya perlindungan hukum atas merek semakin berkembang pesat setelah banyaknya orang yang melakukan peniruan. Terlebih pula setelah dunia perdagangan semakin maju, serta alat transportasi yang semakin baik, juga dengan dilakukannya promosi maka wilayah pemasaran barang pun menjadi lebih luas lagi.38 Keadaan itu menambah pentingnya merek, yaitu untuk membedakan asal-usul barang dan kualitasnya, juga menghindarkan peniruan. Pada gilirannya perluasan pasar seperti itu juga memerlukan penyesuaian dalam sistem perlindungan hukum terhadap merek yang digunakan pada produk yang diperdagangkan.39

Berkembangnya perdagangan internasional mengakibatkan adanya kebutuhan untuk perlindungan merek secara internasional pula. Sejak tahun 1883, dibentuklah sebuah konvensi mengenai hak milik perindustrian di Paris, yang kemudian menjadi tonggak sejarah mulainya perkembangan peraturan merek secara Internasional.40 Sebagai konsekuensi dari kegiatan perdagangan transnasional, dibutuhkan sekali peraturan merek yang luwes dan sederhana sesuai dengan posisi merek yang merupakan bagian strategis dari pemasaran.41

37

Ibid.

38

Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, (Bandung: Alumni, Cetakan ke-II, 1986), hlm.141-142.

39

Ibid.

40

M. Djumhana dan Djubaedillah, op.cit.,hlm.160.

41

Ibid.

Dengan latar belakang diatas, pada tahun 1973 ditandatanganilah Perjanjian Madrid

(3)

negara-negara. Perjanjian internasional ini dikenal dengan Trademark Registration Treaty.42

Bersamaan dengan berkembangnya industri, berkembang pula penggunaan iklan untuk memperkenalkan produk. Sejalan dengan berkembang dan meningkatnya penggunaan iklan, maka meningkat pula penggunaan merek dalam fungsinya yang modern, yaitu sebagai tanda pengenal atau sering disebut juga nasal atau sumber produsen dari barang-barang yang bersangkutan.43 Pada masa itu, telah dikenal penggunaan merek perniagaan (marques de commerce, trademark, merk) dalam pengertian sendiri sebagai tandingan merek perusahaan

(marques de fabrique, manufacturer’s mark, fabrieksmereken).44 Asal muasal perbedaan ini terjadi karena pada waktu itu di Prancis, merek dari pedagang sutra lebih penting daripada merek yang berasal dari perusahaan kain sutranya, sehingga para pedagang sutra yang bersangkutan merasa berkepentingan untuk dapat menggunakan atau melindungi merek mereka, seperti halnya para pengusaha pabrik dengan merek perusahaannya.45 Pembedaan ini kemudian diakui secara resmi dalam hukum Perancis pada tahun 1857. Pembedaan itu juga dianut oleh banyak negara di dunia, termasuk di Inggris pada 1962, Amerika Serikat pada tahun 1870 dan 1876, sedangkan di Belanda tertuang dalam Undang-Undang Merek Belanda (Merkenwet) 1893.46

42

Ibid.

43

Gunawan Suryomurcito, “Perlindungan Merek”, Makalah pada Pelatihan HKI V, Kerja sama Fakultas Hukum Universitas Airlangga dengan Perhimpunan Masyarakat HKI Indonesia (IIPS), (Surabaya: 7- 26 Agustus 2000), hlm.5-7.

44

Ibid.

45

Ibid.

46

(4)

Indonesia mengenal hak merek pertama kali pada saat penjajahan Belanda dengan dikeluarkannya Undang-Undang Hak Milik Perindustrian, yaitu dalam

“Reglement Industriele Eigendom Kolonien” stb. 1912 - 545 jo. Stb. 1913 – 214.Kemudian pada zaman penjajahan Jepang dikeluarkan peraturan merek yang dikenal dengan Osamu Seirei Nomor 30 tentang Menyambung Pendaftaran Cap Dagang.47 Selanjutnya, peraturan-peraturan tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Kemudian, diganti lagi dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek.48

Perubahan Undang-Undang Merek pada tahun 1997 dilakukan karena beberapa alasan, diantaranya karena ketentuan Persetujuan Putaran Uruguay yang telah ditandatangani oleh Indonesia pada tahun 1994 di Marakesh, Maroko.49 Dengan ditandatanganinya persetujuan tersebut, Indonesia harus berusaha menegakkan prinsip-prinsip pokok yang dikandung di dalamnya termasuk TRIPs yaitu Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights including Trade in Counterfeit Goods/TRIPd (aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak milik intelektual termasuk perdagangan barang palsu).50

Persetujuan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) memuat beberapa ketentuan yang harus ditaati oleh negara penandatangan kesepakatan tersebut, yaitu kewajiban bagi negara anggota untuk menyesuaikan

47

M. Djumhana dan Djubaedillah, op.cit., hlm.161-162.

48

Ibid.

49

Mahkamah Agung RI, GATT, TRIPs, dan Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: 1998),hlm.1-11.

50

(5)

peraturan perundang-undangan hak milik intelektualnya dengan berbagai konvensi internasional di bidang HKI.51 Indonesia sebagai penandatangan persetujuan tidak bisa terlepas dari ketentuan demikian, sehingga oleh karenanya dalam jangka waktu yang kurang dari 5 (lima) tahun telah melakukan perubahan beberapa ketentuan pada Undang-Undang Hak Cipta, Hak Merek maupun Hak Paten.52 Ketiga Undang-Undang tersebut telah dilakukan perubahannya oleh pemerintah melaluin DPR dan disetujui DPR pada tanggal 21 Maret 1997.53

Perkembangan selanjutnya, Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997, diganti dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek. Pertimbangan penggantian dan penyempurnaan undang-undang tersebut, yaitu dalam rangka menghadapi era perdagangan global, serta untuk mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, juga sebagai tindak lanjut penerapan konvensi-konvensi internasional tentang merek yang telah diratifikasi oleh Indonesia.54

Perkembangan terakhir, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 yang berlaku sampai pada akhir tahun 2016 saja, digantikan dengan UU Merek Tahun 2016. Pertimbangan pergantian dan penyempunaan undang-undang ini yaitu dengan alasan bahwa selain adanya perubahan secara teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, juga ada banyak hal yang perlu ditambahkan, diganti atau diatur lebih lanjut, dalam hal ini pengaturan ketentuan untuk

51

Ibid.

52

M. Djumhana dan Djubaedillah, loc.cit.

53

Ibid.

54

(6)

memenuhi kepentingan nasional utamanya pengaturan mengenai proses permohonan pendaftaran merek dan indikasi geografis, dan untuk memenuhi ketentuan dan menyesuaikan perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia.

2. Pengertian dan Sifat-Sifat Hak Merek a. Pengertian Merek

Merek adalah alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh sesuatu perusahaan. Secara etimologis, istilah merek berasal dari bahasa Belanda. Dalam bahasa Indonesia merek berarti tanda yang dipakai barang yang diperdagangkan oleh suatu perusahaan.55

“Merek yaitu dengan nama dipribadikanlah sebuah barang tertentu, untuk menunjukkan asal barang, dan jaminan kualitasnya sehingga bisa dibandingkan dengan barang-barang sejenis yang dibuat dan diperdagangkan oleh orang, atau perusahaan lain”.

Menurut Prof. Molengraaf:

56

Dari pengertian di atas terlihat pada mulanya merek hanya diakui untuk barang, pengakuan untuk merek jasa barulah diakui Konvensi Paris pada perubahan di Lisabon 1958.57 Di Inggris pun merek jasa baru bisa didaftarkan dan mempunyai konsekuensi yang sama dengan merek barang, setelah adanya ketentuan yang baru diberlakukan pada Oktober 1986, yaitu undang-undang hasil revisi pada tahun 1984 atas Undang-Undang Trade Marks 1938.58

55

Pipin Syarifin, Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, (Bandung: Pustaka Beni Quraisy, 2004), hlm.166.

56

M. Djumhana dan Djubaedillah, op. cit., hlm.164.

57

Ibid.

58

Ibid., hlm.165.

(7)

merek jasa tersebut, di Indonesia barulah dicantumkan pada Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek.59

Pencantuman pengertian merek sekarang ini pada dasarnya banyak kesamaannya di antara negara peserta Uni Paris, hal ini disebabkan karena negara peserta Uni Paris mengacu pada ketentuan Konvensi Paris tersebut.60 Hal ini terjadi pula pada negara berkembang, mereka banyak mengadopsi pengertian merek dari model hukum untuk negara-negara berkembang yang dikeluarkan oleh

Bivieaux International Reunis pour la Protection de la Propriete Intectuelle

(BIRPI) 1967. Pada model hukum tersebut disebutkan definisi tentang merek, yang tercantum pada Pasal 1 ayat (1) sub a sebagai berikut:61

Pengertian sederhana di atas hampir sama dengan pengertian merek dalam ketentuan Pasal 68 Undang-Undang Merek Inggris tahun 1938, yaitu:

“Trade mark means any visible sign serving to distinguish the good of one enterprise from those of other enterprises”.

(merek dagang adalah tanda yang terlihat melayani untuk membedakan yang baik dari salah satu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lain).

62

(tanda yang digunakan atau yang diusulkan untuk digunakan dalam kaitannya barang, dengan tujuan menunjukkan atau lebih untuk menunjukkan, hubungan dalam perjalanan perdagangan antara barang dan beberapa orang yang memiliki hak baik dia sebagai pemilik atau pengguna “…a mark used to or proposed to be used in relation to goods for the purpose of indicating or so as to indicate, a connection in the course of trade between the goods and some person having the right either as proprietor or registered user to use the mark, whether with or without any indication of the identity of that person…”.

59

(8)

terdaftar, untuk menggunakan merek tersebut, apakah dengan atau tanpa indikasi identitas orang yang bersangkutan).

Selanjutnya, menurut pasal 68 tersebut yang termasuk Merek adalah meliputi:63

“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka,susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasidari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi olehorang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa”.

“a device, brand, heading, label, ticket, name, signature, word, letter, numeral or any combination thereof”.

Dalam bahasa Indonesia, pasal di atas menyatakan bahwa yang termasuk merek meliputi prangkat, merek, pos, label, tiket, nama, tanda tangan, kata, huruf, angka atau kombinasinya.

Di Indonesia yang dimaksud dengan merek batasannya terdapat dalam UU Merek tahun 2016 yaitu berbunyi sebagai berikut:

64

1) H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H., memberikan rumusan bahwa:

Selain batasan yuridis, beberapa sarjana juga memberikan pendapatnya tentang merek, yaitu:

“Merek adalah suatu tanda dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”.65

63

David I Bainbridge, Computers and The Law, (London: Pitman Publishing, 1990), hlm.54.

64

Indonesia (Merek), loc.cit.

65

(9)

2) Prof. R. Soekardono, S.H., memberikan rumusan bahwa:66

“Merek adalah sebuah tanda (ciri atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitasnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain”.

3) Mr. Tirtaamidjaya yang mentisir pendapat Prof. Vollmar, memberikan rumusan bahwa:67

“Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya yang berguna untuk membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya”.

4) Drs. Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek fungsinya, yaitu:68

“Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya, oleh karena itu barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai tanda asal, nama, dan jaminan terhadap mutunya”.

5) Harsono Adisumarto, S.H.M.P.A, merumuskan bahwa:69

“Merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan di tempat penggembalaan bersama yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk menujukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek yang digunakan inisial dari nama pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan”.

66

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, (Jakarta: Dian Rakyat, 1983), hlm.149.

67

Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan, (Jakarta: Djambatan, 1962), hlm.80.

68

Suryatin, Hukum Dagang I dan II, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hlm.84.

69

(10)

Berdasarkan pendapat-pendapat sarjana diatas, maupun dari peraturan merek itu sendiri, secara umum penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan merek adalah suatu tanda yang dibuat seseorang sebagai pembeda barangnya dengan barang yang sejenis yang dimiliki oleh orang lain dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

b. Sifat Hak Merek

Dewasa ini perkembangan merek yang terjadi merupakan perkembangan dari sifat merek sebagai tanda kepemilikan/ proprietary marks (pada merek mula-mula) sampai dengan sifat merek sebagai citra produk/ product image atau simbol gaya hidup/ way of life seperti yang terjadi pada saat sekarang ini.70 Pada sejarah perdagangan, merek semula digunakan dalam proses perdagangan sebagai tanda kepemilikan atas barang, hal ini bisa ditemukan pada bidang peternakan, yaitu menandai binatang ternak dengan tanda khusus, atau praktek penandaan barang yang akan dikirim melalui laut agar memudahkan identifikasi pada saat terjadi kecelakaan.71 Dalam perlindungan merek, yang ditekankan adalah daya pembeda (distinctiveness). Daya pembeda ini akan melahirkan suatu kepribadian atas produk yang dijual. Yang diukur dari daya pembeda ini adalah apakah ada “kesamaan pada pokoknya” dengan merek lain.72

70

Shanti Eka Marthani, op.cit., hlm.55-57.

71

Ibid.

72

(11)

3. Jenis dan Fungsi Hak Merek a. Jenis Hak Merek

Jenis merek terdapat di dalam UU Merek 2016. Jenis merek dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu merek dagang dan merek jasa.73 Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.74 Sedangkan merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.75

Di dalam merek terdapat berbagai kelas barang atau jasa. Kelas barang atau jasa adalah kelompok jenis barang atau jasa yang mempunyai persamaan dalam sifat, cara pembuatan, dan tujuan penggunaannya.76 Pada prinsipnya suatu permohonan pendaftaran bagi suatu barang atau jasa tertentu hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) kelas barang atau jasa, tetapi dalam hal dibutuhkan pendaftaran untuk lebih dari 1 (satu) kelas, maka terhadap setiap kelas yang diinginkan harus diajukan permohonan pendaftarannya.77

Berdasarkan ketentuan yang ada pada peraturan perundang-undangan di bidang merek, pada dasarnya pendaftaran merek dapat dimintakan untuk lebih

73

Indonesia (Merek), op.cit., Pasal2 angka 2.

74

Ibid., Pasal 1 angka 2.

75

Ibid., Pasal 1 angka 3. 76

Ahmadi Miru, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-UndangMerek (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.21-30.

77

(12)

dari 1 (satu) kelas barang atau jasa secara bersamaan.78 Prosedur pendaftaran seperti itu memberikan kemudahan kepada pemilik merek dan pemeriksa merek, karena administrasinya lebih sederhana juga penanganan pemeriksaannya pun akan lebih sederhana. Meskipun demikian, hal itu tidaklah menyebabkan bertentangan dengan esensi ketentuan yang mengatur, bahwa perlindungan hukum diberikan untuk barang atau jasa yang berada pada jenis yang bersangkutan.79

Pendaftaran merek dalam kondisi seperti ini maka permohonan pendaftaran merek untuk setiap kelasnya harus menyebutkan dengan jelas jenis-jenis barang atau jasa yang diinginkan dalam kelas yang bersangkutan.80 Sabagai acuan kelas barang atau jasa tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek, yaitu kelas barang terdiri dari 34 (tiga puluh empat) kelas dan kelas jasa terdiri dari 8 (delapan) kelas.81

b. Fungsi Hak Merek

Dengan melihat arti kata merek dan objek yang dilindunginya, maka merek digunakan untuk membedakan barang atau produksi 1 (satu) perusahaan dengan barang atau jasa produksi perusahaan lain yang sejenis. Dengan demikian, merek adalah tanda pengenal asal barang dan jasa, sekaligus mempunyai fungsi menghubungkan barang dan jasa yang bersangkutan dengan produsennya, maka

78

Indonesia (Merek), op.cit., Pasal 6.

79

M. Djumhana dan Djubaedillah, loc.cit.

80

Ibid.

81

(13)

hal itu menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya tersebut sewaktu diperdagangkan.82

Merek juga memberikan jaminan nilai atau kualitas dari barang dan jasa yang bersangkutan. Hal itu tidak hanya berguna bagi produsen pemilik merek tersebut, tetapi juga memberikan perlindungan dan jaminan mutu barang kepada konsumen.83 Selanjutnya merek juga berfungsi sebagai sarana promosi (means of trade promotion) dan reklame bagi produsen atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa yang bersangkutan. Di pasaran luar negeri, merek-merek sering kali adalah salah satunya cara untuk menciptakan dan mempertahankan “goodwill” dimata konsumen. Merek tersebut adalah simbol dengan mana pihak pedagang memperluas pasarannya di luar negeri dan juga mempertahankan pasaran tersebut.Goodwill atas merek adalah sesuatu yang tidak ternilai dalam memperluas pasaran.84

Merek juga berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat, dan menguntungkan semua pihak. Menurut Commercial Advisory Foundation in Indonesia (CAFI), masalah paten dan trademark di Indonesia memegang peranan yang penting didalam ekonomi Indonesia, terutama berkenaan dengan berkembangnya usaha-usaha industri dalam rangka penanaman modal.85

Ada merek tentunya ada produk, namun tidak semua produk sudah ada mereknya. Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi dan yang

82

M. Djumhana dan Djubaedillah, op.cit., hlm.171.

83

Ibid.

84

Ibid.

85

(14)

dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup obyek secara fisik, jasa, orang, organisasi, dan ide.86 Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari suatu produk, dan menetapkan merek dapat menambah nilai produk. Di satu pihak, mengembangkan produk bermerek membutuhkan investasi pemasaran yang besar dalam jangka panjang, terutama untuk iklan, berpromosi dan kemasan.87

4. Dasar Hukum Merek di Indonesia

Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian dalam beberapa tahun terakhir ini dan kecendrungan yang masih akan berlangsung dimasa yang akan datang adalah semakin luasnya arus globalisasi, baik dibidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang kehidupan lainnya.88 Perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama.89

Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat.90

86

Kotler, Philip and Amstrong, Gary,Dasar-dasar Pemasaran, Principles of Marketing, (Jakarta: Prenhallindo, Jilid I, Edisi Bahasa Indonesia, 1997), hlm.274.

87

Ibid., hlm.282.

88

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Edisi Revisi, 2006), hlm.336. (selanjutnya disebut OK.Saidin II)

89

Ibid.

90

Ibid.

(15)

diperlukan penyempuurnaan Undang-Undang Merek yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31) dan sebagai gantinya adalah Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001.Dan pengaturan tentang merek sekarang ini ada di dalam UU Merek 2016.UU Merek 2016 baru disahkan pada Desember 2016 lalu. Banyak perubahan yang terjadi antara Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 dengan UU Merek 2016, salah satunya di dalam permohonan pendaftaran merek yang di UU Merek Tahun 2016 ini sudah diatur permohonan pendaftaaran merek secara elektronik (online).

Untuk saat ini dan beberapa tahun ke depan, segala peraturan tentang merek diatur didalam UU Merek baik itu tentang permohonan pendaftaran merek, perlindungan merek terkenal dan tidak terkenal, jangka waktu, dan hal lain yang berhubungan dengan merek diatur didalam UU Merek..

B. Tinjauan Umum Merek Kolektif 1. Sejarah Merek Kolektif

Merek kolektif dapat ditelusuri dari Vetro Atrisco Murano dengan sejarah pembuatan gelas tiupnya dimulai dari tradisi Scresissima pada abad ke-10 di Venecia sebelum para pengrajin gelas tiup berhias tersebut dipindah ke pulau Murano.91

91

Rahmi Jened I, op.cit., hlm.275-276.

(16)

Trappist di Westmalle pada tahun 1836, di mana beer tersebut dibuat secara eksklusif untuk para pendeta,kemudian pada tahun 1861, beer ini dijual untuk umum.92 Saat itu berkembang merek kolektif Belgian Abbey Beer yang memberikan sertifikat dengan persyaratan bahwa:93

a. harus ada hubungan antara Abbey yang masih ada dengan Abbey yang sudah tidak ada lagi; dan

b. harus membayar royalti, dapat digunakan untuk mendukung keuangan dari kegiatan sosial dan kebudayaan yang diadakan oleh Abbey)

Di Indonesia, ketentuan mengenai merek kolektif ini muncul di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992. Tetapi untuk di dunia, ketentuan yang semacam ini (adanya pengklasifikasian merek dagang, merek jasa dan merek kolektif), sudah dijumpai di dalam Konvensi Paris 1883.94

Konvensi Paris 1883 memberikan batasan tentang merek (dagang) kolektif yaitu merek (dagang) yang digunakan untuk barang-barang hasil produk suatu usaha tertentu, tapi berlaku sebagai merek dagang jaminan atau hallmark atas barang-barang hasil produksi atau yang disalurkan oleh kelompok-kelompok atau jenis-jenis usaha tertentu atau atas barang-barang yang memiliki mutu khusus.95

92

Ibid.

93

Ibid.

94

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cetakan pertama, 1995) , hlm.300. (selanjutnya disebut OK. Saidin I)

95

(17)

2. Tujuan Penggunaan Merek Kolektif

Pemilik merek kolektif terdaftar hanya dapat menggunakan merek tersebut bersama-sama dengan perusahaan, perkumpulan atau perhimpunan lain yang juga memakai merek kolektif yang bersangkutan, apabila hal tersebut dinyatakan dengan tegas persyaratannya dalam persetujuan penggunaan merek kolektif yang dijanjikan.96

Tujuan penggunaan merek kolektif sama halnya dengantujuan penggunaan merek. Tujuan penggunaan merek antara lain:97

a. Sebagai identitas, yang bermanfaat sebagai pengendali pasar dalam diferensiasi produk dengan produk pesaing yang memudahkan konsumen untuk mengenalinya saat melakukan pembelian ulang.

b. Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.

c. Untuk membuat citra, yang memberikan keyakinan jaminan kualitas, serta prestise tertentu kepada konsumen.

d. Untuk mengendalikan pasar.

e. Menciptakan keuntungan kompetitif, jika merek yang memiliki ekuitas yang tinggi akan menghasilkan keuntungan sebagai berikut:

1) Dapat memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang kompetitif.

2) Perusahaan akan lebih mudah meluncurkan perluasan merek, karena produk memiliki kredibilitas yang tinggi.

96

M. Djumhana dan Djubaedillah, op. cit., hlm.173.

97

(18)

3) Pelanggan sangat mengharapkan merek yang mereka maksud sehingga posisi tawar menawar produsen dengan distributor pengecer lebih kuat.

4) Karena tingkat kesadaran dan kesetiaan konsumen terhadap merek

sangat tinggi, maka perusahaan dapat menikmati biaya pemasaran yang lebih rendah.

Di dalam merek kolektif, tujuan itu masih dipakai namun ada sedikit tambahan dalam tujuan merek kolektif yaitu berbagai merek yang didaftarkan dari beberapa orang dan telah menjadi merek kolektif, maka tujuan yang paling menonjol yaitu agar salah satu dari merek tersebut masih tetap dapat eksis di kalangan masyarakat ketika menggunakan merek kolektif.

3. Pengaturan Merek Kolektif di Indonesia

Ketentuan mengenai merek kolektif ini bukanlah merupakan hal yang baru dalam UU Merek 2016. Bahkan jika ditelusuri lebih lanjut sebagaimana telah dijabarkan diatas, ketentuan yang semacam ini (adanya pengklasifikasian merek dagang, merek jasa, dan merek kolektif), sudah lama dijumpai dalam Konvensi Paris tahun 1883.98

98

OK. Saidin I, loc.cit.

(19)

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 menyatakan bahwa merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.

Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa merek kolektif itu dapat berupa merek barang dan dapat pula berupa merek jasa. Jadi dengan adanya klasifikasi merek kolektif ini bukan berarti merek mempunyai tiga jenis, tetapi merek hanya ada dua jenis yaitu merek barang dan merek jasa. Penambahan pada merek kolektif hanyalah menunjukkan subyek pemakai merek, yaitu boleh perorangan dan boleh secara kolektif. Untuk merek kolektif pun boleh dipakai oleh beberapa orang atau boleh juga oleh badan hukum.

(20)

hukum yang berarti bahwa merek kolektif boleh dipakai pada barang dan juga jasa secara bersamaan, serta boleh diperdagangkan oleh beberapa orang juga badan hukum secara bersamaan pada kedua-duanya, berbeda apabila memakai kata atau, maka pengertiannya hanya salah satu.

Pada tahun 2001, muncul Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Di dalam UU ini banyak terjadi perubahan tentang merek kolektif termasuk tentang definisi dan prosedur pebdaftaran dari merek kolektif. Kemudian, ketika UU Merek 2016 diberlakukan, terdapat perluasan dari definisi merek kolektif, yaitu diperjelasnya tentang apa itu karakteristik yang sama. Karakteristik yang sama itu meliputi sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan.

Merek kolektif dalam UU Merek Tahun 2016 tepatnya di Pasal 46 sampai Pasal 51. Dalam UU tersebut diatur tentang bagaimana merek kolektif itu serta dilengkapi dengan tata cara prosedur permohonan pendaftaran merek kolektif.

Dalam pengertian merek kolektif yang sekarang, pengaturan merek kolektif harus memuat:

a. Sifat, ciri-ciri umum atau mutu dari barang atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkannya akan menggunakan merek kolektif tersebut. b. Ketentuan bagi pemilik merek kolektif untuk melakukan pengawasan

yang efektif atas penggunaan merek tersebut dengan peraturan.

(21)

yang sekarang menjadi acuan untuk pendaftaran merek yaitu Peraturan Menteri No. 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek. Dalam peraturan menteri tersebut jelas disebutkan apa-apa saja syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek yang selanjutnya akan dibahas di bab berikutnya.

Berdasarkan pemaparan di atas, untuk menjawab perumusan masalah pertama, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa merek kolektif di Indonesia diawali dengan munculnya Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek. Dalam undang-undang tersebut, dijelaskanlah apa itu merek kolektif dan cara pendaftarannya. Pada tahun 1997, muncul perubahan terhadap undang-undang tersebut, namun perubahan tersebut tidak ada menyinggung tentang merek kolektif. Tahun 2001, muncul Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek muncul sedikit perubahan tentang merek kolektif. Undang-undang ini berlaku hanya 15 tahun sebelum munculnya undang-undang merek yang terbaru yaitu UU Merek 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen antara lain hasil penelitian yang dilakukan oleh Anjar Wibisono (2010) menunjukkan bahwa semua variabel independend

NO. Saya merasa puas dengan pendapatan yang saya terima setiap bulan. Saya merasa puas dengan kebutuhan sandang yang saya pakai. Saya merasa puas dengan pemenuhan

Mardiasmo,MBA.Ak  Government Budgeting and expenditure control  Akuntansi Pemerintahan ; Bahtiar Arif Muchlis Iskandar  Akuntansi Sektor Publik ; Muindro Renyowijoyo

Kualifikasi kepala perpustakaan adalah tenaga perpustakaan perguruan tinggi dengan pendidikan minimal strata dua (magister) di bidang ilmu perpustakaan dan informasi atau

Sedangkan kekurangan dari aplikasi ini dibandingkan dengan software Mizwah.xls adalah karena penggunaan waktu yang real time sehingga data yang ditunjukkan adalah waktu

menyelesaikan studi S1 Pendidikan Ekonomi di Universitas Indraprasta PGRI tahun 2010 dan S2 Pendidikan IPS Universitas Indraprasta PGRI 2013 Aktif sebagai mengajar dan

Dalam rangka pembinaan terhadap GPAI, maka Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI melalui Direktorat Pendidikan Agama Islam akan melaksanakan program

Masih terdapatnya kesalahan yang dilakukan oleh parser dalam membentuk parse string dari kalimat yang dimasukkan sehingga berakibat adanya aturan produksi yang