BAB 2
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang dijadikan sebagai landasan dalam pembangunan aplikasi Cangkulan AR. Pembahasan bertujuan untuk menguraikan teori tentang teknologi Augmented Reality dan kegunaannya untuk membuat permainan cangkulan menjadi media pengenalan etnis-etnis di Sumatera.
2.1 Sumatera
Sumatera adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di Indonesia, dengan luas 473.481 km2. Penduduk pulau ini berjumlah sekitar 52.210.926 jiwa (BPS, 2010). Pulau ini dikenal juga dengan nama lain yaitu pulau Percha,
Andalas, dan Suwarnadwipa yang berarti pulau emas. Secara Umum pulau Sumatera dihuni oleh bangsa Melayu yang terbagi menjadi beberapa etnis seperti Aceh, Melayu, Nias, Mandailing, Batak, Minangkabau dan sebagainya. Di wilayah pesisir timur Sumatera dan beberapa kota-kota besar seperti Medan, Batam, Pekanbaru, dan Bandar Lampung banyak bermukim etnis tionghoa. Penduduk pulau Sumatera hanya terkonsentrasi di wilayah Sumatera Timur dan dataran tinggi Minangkabau. Mata Pencaharian penduduk Sumatera sebagian besar sebagai petani, nelayan, dan pedagang. Medan yang merupakan ibukota dari salah satu provinsi di Sumatera yaitu Sumatera Utara adalah kota perniagaan utama di pulau ini.
2.1.1 Etnis Aceh
Pakaian adat Aceh bernama pakaian Ulee Balang. Pakaian ini untuk pria disebut baju Linto Baro, sedangkan pakaian untuk perempuan disebut baju Daro Baro. Dahulu pakaian ini hanya dipakai oleh para sultan dan pembersar kerajaan, namun sekarang keduanya lebih sering dipakai oleh para pengantin (Isjkarim, 1983). Untuk lebih jelasnya mengenai pakaian adat aceh dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.2 Rencong Aceh (Ramadhan, 2012).
Ada rencong yang diwariskan secara turun-temurun. Ada juga yang menganggap rencong dapat memberi kebahagiaan kepada pemiliknya. Dalam sejarah, Aceh tercatat memiliki kelengkapan persenjataan yang paling beragam. Namun diantara semua persenjataan yang ada, hanya rencong yang diakui sebagai lambang untuk mewakili provinsi Aceh.
2.1.2 Etnis Melayu
Gambar 2.3 Teluk Belanga (Wikiwand, 2016).
Senjata khas etnis Melayu adalah keris. Orang-orang melayu sudah menggunakan keris sejak 600 tahun. Hal ini diakui juga oleh Edward Frey yang menyatakan bahwa keris melambangkan budaya yang terpenting bagi masyarakat Melayu (Nordin, 2008).
2.1.3 Etnis Mandailing
Gambar 2.4 Pakaian adat Mandailing (pariwisatasumut, 2016). Generalisasi kata Batak terhadap etnis Mandailing umumnya tidak dapat diterima oleh keturunan asli wilayah itu. Meski mayoritas masih mengakui dirinya bagian dari etnis Batak. Wacana indentitas itu muncul dikarenakan pada umumnya kategori Batak dipandang miskin dan primitif oleh etnis lain dimasa Orde Baru (Andaya, 2002).
2.1.4 Etnis Nias
Etnis Nias adalah kelompok dominan masyarakat yang mendiami pulau Nias, termasuk wilayah-wilayah kota Gunung Sitoli, kabupaten Nias, kabupaten Nias Selatan, kabupaten Nias Barat, dan kabupaten Nias Utara. Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka Ono Niha. Ono
Gambar 2.5 Baju Adat Nias (Zebua, 2008).
Masyarakat Nias mempunyai bahasa utama yang disebut Li Niha.
Dahulu sebelum ndrawa (orang yang bukan berasal dari Nias) datang ke Nias, semua orang nias menggunakan bahasa Li Niha. Satu keunikan dari bahasa nias adalah huruf konsonan pada akhir kata tidak ada, contohnya kata makan yang menjadi maka dan minum yang menjadi minu (Harefa, 2012).
2.2 Augmented Reality
Augmented Reality adalah proses untuk menggabungkan dunia nyata dengan objek virtual, sehingga bersifat interaktif secara realtime. Adapun benda-benda maya yang ditampilkan bertujuan untuk menyampaikan informasi tentang sebuah objek yang ada di ruang nyata melalui perangkat yang digunakan untuk menambah persepsi tentang objek yang nyata tersebut (Azuma, 1997).
Augmented Reality berbeda dengan Virtual Reality. Virtual Reality
secara realtime. Perbedaan Augmented Reality dan Virtual Realty adalah seperti pada gambar 2.6 dibawah ini.
Gambar 2.6 Perbedaan Augmented Reality dengan Virtual Reality
(tcworld, 2013).
Kelebihan dari Virtual Reality adalah dapat membuat pengguna merasa berada pada situasi dan tempat yang dikehendaki baik itu tempat yang aman maupun berbahaya. Misalnya saja simulasi pendaratan darurat pilot pesawat terbang, atau simulasi pembedahhan dalam dunia kedokteran. Sedangkan kekurangannya adalah untuk mewujudkan Virtual Reality ini dibutuhkan perlengkapan-perlengkapan yang relatif mahal. Konsep dasar dari teknologi Augmented Reality adalah menggabungkan objek virtual kedalam dunia nyata secara bersamaan sehingga menambah sensasi bahwa objek virtual tersebut benar-benar berada pada dunia nyata. Contoh dari implementasi Augmented Reality ini adalah pada Heads up display (HUD) pada dunia otomotif dimana panel-panel informasi berupa objek virtual akan di tampilkan pada jendela bagian depan pengemudi yang berupa objek nyata.
2.2.1 Perkembangan Augmented Reality
Augmented Reality pertama kali diperkenalkan oleh seorang
(HMD) yang pertama kali ditemukan oleh Ivan Sutherland dari Harvard University pada tahun 1968.
Lalu pada tahun 1975, seorang ilmuwan yang bernama Myron Krueger menemukan apa yang disebut dengan videoplace yang memungkinkanpengguna untuk berinteraksi dengan objek virtual untuk pertama kalinya. Setelah itu pada tahun 1989, Jaron Lanier memperkenalkan Virtual Reality dan menciptakan bisnis komersial di dunia maya untuk pertama kalinya. Lalu pada tahun 1992, dilakukan pengembangan aplikasi Augmented Reality untuk mensimulasikan perbaikan pesawat Boeing, dan masih pada tahun yang sama sebuah fungsi untuk Augmented Reality dikembangkan oleh LB Rosenberg. Fungsi yang dinamakan Virtual Fixtures ini digunakan oleh Armstrong Labs, yaitu sebuah laboratorium penelitian milik Angkatan Udara Amerika Serikat. Bersamaan dengan diperkenalkannya paper mengenai perkembangan prototype Augmented Reality oleh Steven Feiner beserta 2 rekannya Blair McIntyre dan Dorée Seligman untuk pertama kalinya.
Di tahun 1999, Hirokazu Kato, atau yang lebih dikenal dengan Hiro mengembangkan ARToolKit yaitu sebuah aplikasi Augmented Reality
yang mampu mengenali sebuah marker. Beliau mengembangkan proyek penelitiannya di HITLab dan mendemonstrasikannya di SIGGraph. Dan pada tahun 2000, Bruce H. Thomas mengembangkan sebuah mobile game
Gambar 2.7 ARQuake game Augmented Reality pertama (ARQuake, 2000).
Di tahun 2008, Wikitude memperkenalkan sebuah aplikasi pemandu wisata yang menggunakan input berupa sensor GPS. Lalu ada juga
FLARToolKit yang diusung oleh Saqoosha yang merupakan pengembang dari ARToolKit.
2.2.2 Pemanfaatan Augmented Reality
Tujuan dari Augmented Reality adalah menambah persepsi penggunanya akan sebuah benda nyata karena kehadiran objek virtual, sehingga menjadikan tampilannya nyata dan tampak menyatu dengan dunia nyata hingga pengguna menganggap objek virtual adalah objek yang berasal dari dunia nyata (Azuma, 2001). Meski Augmented Reality merupakan sebuah bidang yang masih baru, namun cakupannya cukup luas. Pemanfaatannya yang luas menjadikan teknologi ini terus dikembangkan. Perkembangan teknologi Augmented Reality kedepannya dapan menggunakan berbagai jenis sensor hingga data visual yang ditampilkan menjadi lebih luas cakupannya (Hughes, Stapleton, Hughes, & Smith, 2005).
visualisasi, industri dan edutainment. Sedangkan Hamilton(2011) merincikan bahwa aplikasi Augmented Reality dapat dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, industri hiburan, industry game, pariwisata hingga agen perjalanan, marketing, dan juga dapat dimanfaatkan oleh media social
online, juga dalam kehidupan sehari-hari.
Harus diakui bahwa potensi Augmented Reality sangat besar untuk semua bidang dimana proses transfer informasi yang kian cepat. Hal ini sangat berguna untuk pendidikan. Namun untuk saat ini, penelitian dan pengembangan Augmented Reality yang canggih baru ditujukan untuk kepentingan bisnis dibandingkan dengan pengembangan di bidang pendidikan.
2.3 Jenis Augmented Reality
Augmented Reality membutuhkan suatu penanda untuk dikenali agar dapat menentukan bagaimana dan dimana objek tambahannya akan ditampilkan. Maka dari itu Augmented Reality terbagi menjadi 2 jenis yaitu Marker-based Tracking
dan Marker-less Tracking (Johnson, 2010).
2.3.1 Marker-based Tracking
Augmented Reality jenis ini menggunakan kamera dan penanda visual atau yang biasa disebut marker untuk menampilkan konten tambahan. Marker
adalah sebuah tanda visual berbentuk persegi yang terdiri dari warna hitam dan putih dimana warna hitam merupakan garis pinggir dan tebal dan warna putih berada di bagian dalam. Keuntungan dari penggunaan warna hitam dan putih ialah untuk dengan mudah memisahan antara marker dan latar belakangnya. Bagian dalam dari marker merupakan penanda dari
Gambar 2.8 Contoh Marker (Hirokazu, 1999) 2.3.2 Marker-less Tracking
Marker-less tracking merupakan sebuah metode Augmented Reality
dimana proses tracking tidak lagi menggunakan marker sebagai target deteksi. Dengan adanya metode ini, proses Augmented Reality tidak lagi terbatas pada marker saja, namun gambar visual, objek 3D, GPS atau bahkan wajah yang dapat dijadikan sebagai target deteksi.
Perbedaan antara marker-based dengan marker-less ialah pada proses tracking posisi kamera dan orientasi kamera dihitung dengan marker yang telah ditetapkan. Sedangkan pada marker-less meghitung posisi dan orientasi kamera dan dunia nyata tanpa ada ketentuan tertentu, hanya menggunakan fitur alami seperti garis, sudut ataupun model 3D. Adapun metode marker-less yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Gambar 2.9 Contoh Marker-less Tracking Augmented Reality
(Lustucru, 2010). 2.4 Vuforia SDK (Software Development Kit)
Vuforia SDK adalah sebuah SDK untuk membangun aplikasi Augmented Reality. Vuforia memanfaatkan kemampuan dari teknologi Computer Vision
yang dimiliki oleh perangkat mobile untuk mengenali dan melacak objek-objek yang tertangkap kamera secara real-time. Namun tidak semua objek dapat dilacak dikarenakan pengaruh dari CPU dan GPU perangkat mobile itu sendiri.
Vuforia SDK memberikan beberapa fitur untuk membangun sebuah aplikasi
Augmented Reality yang sesuai dengan keinginan dan tujuan developer. Vuforia
SDK mampu melakukan proses tracking pada benda 2D yaitu marker, frame
image serta image target. Lalu untuk objek 3D, proses tracking dapat dilakukan pada benda yang berbentuk kubus ataupun balok serta berbentuk silinder. Lalu
Vuforia sendiri menyediakan fitur virtual button untuk menambah interaksi dengan pengguna.
Aplikasi Augmented Reality yang dikembangkan menggunakan Vuforia
Tabel 2.1 Tabel Development Environment Vuforia ( Alexander dan Joseph, 2013)
2.4.1 Arsitektur Vuforia SDK
Arsitektur Sistem merupakan suatu istilah untuk menjelaskan serta mendefenisikan komponen-komponen yang terdapat di dalam suatu sistem secara spesifik dan terstruktur. Vuforia SDK memiliki beberapa komponen utama didalamnya dalam menjalankan sebuah aplikasi AR. Beberapa komponen tersebut adalah :
1. Kamera
Kamera bertugas untuk menangkap setiap gambar secara real-time lalu menyampaikannya ke tracker. Developer hanya bertugas untuk memerintahkan kapan kamera bekerja dan kapan kamera berhenti. Setiap gambar yang tertangkap akan disampaikan secara otomatis bergantung kepada ukuran dan formatnya.
2. Image Converter
Pixel Format Converter akan memformat gambar yang dtangkap kamera (format gambar hasil kamera) menjadi gambar dengan format yang cocok dengan OpenGL rendering and tracking. Hasil konversi ini juga terdiri dari beberapa gambar dengan resolusi yang berbeda-beda.
3. Tracker
Tracker berisi algoritma-algoritma computervision yang dapat mendeteksi dan menangkap dan melacak objek-objek di dunia nyata yang tertangkap oleh kamera. Lalu setelah gambar tertangkap kamera, algoritma yang berbeda-beda mulai mendeteksi target dan memunculkan virtual button. Hasil dari deteksi disimpan dalam objek statis dan akan digunakan oleh
Development Environtment
Development Platform
Native SDK Unity Extension
Android iOS Android iOS
Windows Yes -- Yes, Multiplatform deployment
MacOS Yes Yes Yes, Multiplatform deployment
komponen selanjutnya (Video Background Renderer). Tracker dapat memunculkan banyak data set namun hanya dapat ditampilkan satu persatu.
4. Video Background Renderer
Video Background Renderer akan melakukan proses rendering dari gambar yang telah disimpan kedalam objek statis. Rendering merupakan proses membangun sebuah gambar, model atau objek apapun dari sebuah model atau objek tertentu menggunakan program komputer. Adapun hasil dari rendering ini akan ditampilkan melalui perangkat mobile secara real-time. Kecepatan dari proses rendering bergantung pada spesifikasi dari perangkat mobile yang digunakan.
5. Aplication Code
Developer harus menginisialisasi semua komponen di atas dan melakukan 3 langkah utama didalam application code. Untuk setiap frame yang diproses, objek statis diupdate dan fungsi renderer dipanggil. Oleh karena itu developer harus :
(a) Membuat query statis untuk setiap target baru yang terdeteksi. (b) Mengupdate applicationlogic dengan input data baru.
(c) Menambahkan overlay grafik.
Gambar 2.10 Arsitektur Vuforia SDK (Qualcomm, 2012). 6. Target
Target dapat dibuat dengan Sistem Target Manajemen Online yang disediakan oleh Vuforia. Dataset yang telah didownload berisi file XML yang dapat dikonfigurasi oleh developer untuk mengkonfigurasi fitur
trackable tertentu dan file binary yang terdapat didalam database
trackable.
7. Target Management System
Target Management System atau Qualcomm Target Management System
merupakan sebuah Tool berbasis web yang disediakan oleh Qualcomm
8. Virtual Button
Virtual button adalah sebuah button virtual yang merupakan fitur tambahan yang disediakan oleh Vuforia SDK. Setiap virtual button dapat berisi perintah-perintah tertentu yang dapat mendukung sebuah konten yang ditampilkan pada sebuah aplikasi Augmented Reality. Virtual button
dapat diciptakan lebih dari satu dan menjalankan fungsi yang berbeda. Penggunaan virtual button menambah fitur interaksi aplikasi dengan pengguna.
Virtual button memiliki beberapa parameter yaitu button name / identifier,button coordinate dan button sensitivity. Parameter button name
merupakan sebuah string dengan panjang maksimal 25 karakter, dan karakter yang dapat digunakan ialah a-z, A-Z dan 0-9 dan juga tanda penghubung yaitu “.” , “-“ , dan “_”. Lalu ada button coordinate, dimana
button adalah sebuah persegi, jadi untuk menampilkannya kedalam
camera view, developer harus menjelaskan posisi dari button tersebut dengan menetapkan titik koordinat dalam bentuk (x,y) dari button
tersebut.
Adapun titik koordinat yang harus ditentukan dari button tersebut adalah titik koordinat dari sudut kiri atas button dan sudut kanan bawah
button. Lalu ada tingkat sensitivitas button yaitu high, medium dan low. High, proses deteksi cepat namun menjalan fungsi sedikit bermasalah.
2.5 Penelitian Terdahulu
No. Penulis Tahun Judul Penelitian
1. Andry Chowanda 2011 Perancangan game kartu interaktif berbasis
android menggunakan Augmented Reality
2. Hidehiko Okada, Hiroki Arakawa
2010 Augmented Reality Applied to Card Games
3. Ewaldus Ambrosius Tukan 2012 Penerapan Augmented Reality pada game book
4. Singgih Priyambodo 2012 Augmented Reality pada permainan ular tangga
5. Hendi Hartanto 2012 Augmented Reality pada permainan
monopoli 6. Wen Huei Chou, Chaio Yu
Chen, Yu Bei Lai
2012 Augmented Reality in a Monopoly-type Game
7. Troels L. Andersen 2004 Designing Augmented Reality Board Games:
The BattleBoard 3D experience
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu