• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pembesaran Prostat Jinak dengan Kejadian Batu Kandung Kemih pada Pasien Pembesaran Prostat Jinak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pembesaran Prostat Jinak dengan Kejadian Batu Kandung Kemih pada Pasien Pembesaran Prostat Jinak di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-2014"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prostat

2.1.1. Anatomi Prostat

Gambar 2.1. Letak Kelenjar Prostat (Schunke, et al, 2006)

Prostat merupakan kelenjar fibromuskular yang mengelilingi uretra pars

prostatika dan diselubungi oleh kapsul jaringan ikat yang tipis . Kelenjar ini

merupakan kelenjar aksesori terbesar pada sistem reproduksi pria dengan panjang

3 cm dan lebar 4 cm dengan berat 20 g pada orang dewasa. Prostat berbentuk

piramidal dengan bagian basal di superior yang tepat berada dibawah bladder neck

dan bagian apex di inferior yang menyelubungi urethra posterior pars prostatika dan

(2)

terdapat pleksus Santorini dan jaringan lemak. Pada bagian ini, banyak terdapat

jaringan fibromuskular daripada jaringan glandular. Bagian posterior prostat

terdapat ampulla rektum yang dibatasi oleh fascia Denonvillier, sehingga prostat

dapat dipalpasi dari rektum melalui DRE (digital rectal examination). (Standring,

et al, 2005)

(3)

2.1.2. Histologi Prostat

Prostat terdiri dari jaringan tubuloalveolar yang dikelilingi oleh stroma

fibromuskular padat yang diselubungi kapsul fibroelastik.

Kelenjar ini tersusun berlapis-lapis di sekeliling urethra (Mescher, 2010) :

a. Zona sentral (25% volume prostat) mengelilingi duktus ejakulatorius hingga

ke urethra pre-prostatica dan terdiri dari kelenjar submukosa dengan duktus

yang panjang.

b. Zona transisi (5% volume prostat) terdiri dari kelenjar mukosa yang

menyelubungi uretra bagian atas dan merupakan lokasi dari pembesaran

prostat.

c. Zona perifer (70 % volume prostat) berbentuk mangkuk dan menyelubungi

zona sentral, transisi, dan urethra pre-prostatica kecuali bagian anterior.

Zona ini berisi kelenjar-kelenjar utama dan merupakan zona paling sering

terjadi inflamasi dan kanker.

d. Stroma fibromuskular anterior yang terbentuk di seluruh permukaan

anterior prostat dan menutupi seluruh permukaan anterior dari tiga zona

lainnya.

Kelenjar-kelenjar tubuloalveolar prostat dilapisi oleh epitel simple atau

pseudostratified columnar epithelium. Kelenjar ini memproduksi cairan prostat

yang terdiri dari berbagai glikoprotein dan enzim-enzim yang disimpan untuk

dikeluarkan ketika ejakulasi (Mescher, 2010).

2.1.3. Fisiologi Prostat

Kelenjar prostat memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Memproduksi cairan basa sehingga dapat menetralkan sekresi vagina yang

asam. Hal ini mendukung sperma untuk dapat hidup di lingkungan yang

sedikit basa (Sherwood, 2011).

b. Menghasilkan enzim pembekuan dan fibrinolisin. Enzim-enzim pembekuan

(4)

seminalis, yang “membekukan” semen sehingga sperma yang

diejakulasikan tetap berada di saluran reproduksi wanita. Segera

sesudahnya, bekuan ini diuraikan oleh fibrinolisin sehingga sperma dapat

bergerak bebas di dalam saluran reproduksi wanita (Sherwood, 2011).

c. Memiliki protein seminalplasmin pada sekresi prostat, suatu protein

antibiotik yang mencegah infeksi saluran kemih pada pria. Sekresi ini

dikeluarkan ke uretra pars prostatica melalui kontraksi peristaltik dari

dinding otot prostat (Martini, et al, 2012)

2.2.

Benign Prostatic Hyperplasia

(BPH)

BPH secara histologis ialah temuan mikroskopis hiperplasia jaringan stroma

dan sel epitel prostat. Proses proliferasi ini membentuk lesi nodular yang besar di

area periurethral prostat terjadi pada zona transisi dan paling sering dialami pada

usia tua dimulai dari 40 tahun ke atas.

2.2.1. Etiologi

Penyebab BPH sampai saat ini belum diketahui secara pasti, tetapi

faktor resiko yang berpotensi ialah umur, riwayat keluarga, ras, etnis, dan

faktor-faktor hormonal. Faktor-faktor-faktor hormonal ini yang paling berperan ialah androgen

(testosteron) dan estrogen.

Testosteron di plasma, masuk ke sel-sel prostat lalu 90%-nya diubah

menjadi dihidrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-alpha reduktase.

Dihidrotestosteron (DHT), kemungkinan merupakan mediator utama untuk

hiperplasia prostat, yang dibantu estrogen untuk sensitisasi efek pertumbuhan

jaringan prostat oleh DHT (Porth, dan Matfin, 2008).

Cunha (1973) membuktikan bahwa terdapat suatu mediator (growth factor)

tertentu yang mengontrol proliferasi dan diferensiasi sel epitel prostat. Growth

factor ini disintesis oleh sel-sel stroma prostat yang akan mempengaruhi sel stroma

dan sel- sel epitel prostat itu sendiri secara autokrin dan parakrin sehingga

(5)

Pembesaran prostat juga disebabkan oleh kematian sel-sel prostat

(apoptosis) yang berkurang. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan sel yang

tumbuh dengan yang mati sehingga menimbulkan penambahan massa prostat.

Diduga hormon androgen menurunkan sintesis protein dan penyusutan jaringan

pada sel-sel prostat karenaterjadi peningkatan aktivitas apoptosis pada sel prostat

setelah withdrawal hormon androgen (McConnell, dan Roehrborn, 2007).

2.2.2. Patogenesis

BPH berawal dari sejumlah mikronodul pada zona transisi yang akan terus

tumbuh dan saling menyatu membentuk makronodul di sepanjang margo inferior

uretra pre-prostatica, tepat diatas verumontanum. Makronodul ini menekan jaringan

sekelilingnya yang kemudian membentuk “false capsule” disekitar jaringan

hiperplastik. Zona transisi yang terus tumbuh membentuk suatu lobus pada setiap

sisi uretra diatasnya yang sewaktu-waktu dapat mengkompresi uretra pars

preprostatika dan prostatika untuk menimbulkan gejala (Standring, et al, 2005).

Patofisiologi BOO pada pria dengan BPH dihubungkan dengan faktor statis

dan dinamis. Obstruksi statis disebabkan oleh pembesaran bagian prostat yang

menghambat uretra pars prostatica dan bladder outlet, sedangkan komponen

dinamis berkaitan dengan tonus pada otot polos prostat. Hal ini menjadi target terapi

BPH untuk menghilangkan BOO dengan menurunkan volume prostat dan relaksasi

tegangan otot polos prostat (Lepor, 2005).

Komponen statis pada BPH disebabkan oleh pembesaran prostat yang

menghambat lumen uretra atau bladder neck menimbulkan resistensi bladder outlet

yang lebih besar sehingga terjadi gangguan aliran urin berupa gejala-gejala

berkemih. (Presti, et al, 2008). Komponen dinamik dari obstruksi prostat ditandai

dengan adanya peningkatan stimulasi saraf simpatis adrenergik pada bladder neck

dan uretra proksimal sehingga meningkatkan resistensi uretra (Grays, et al, 2009).

Storage symptoms pada BPH disebabkan karena respons sekunder kandung

kemih terhadap peningkatan resistensi bladder outlet. BOO menimbulkan

(6)

kolagen. Pada akhirnya BOO akan mengurangi compliance kandung kemih,

sehingga kandung kemih akan lebih mudah berkontraksi walaupun kandung kemih

belum penuh. Hal ini disebabkan oleh otot detrusor yang hipersensitif. Pada

pemeriksaan makroskopis, ditemukan adanya penebalan serat-serat otot detrusor

dan juga trabekula-trabekula. Jika tetap dibiarkan, akan terjadi hernia mukosa

diantara otot detrusor sehingga menimbulkan pembentukan diverticulum (Presti, et

al, 2008).

2.2.3. Gejala Klinis

Kompleks gejala-gejala yang disebut LUTS tidaklah spesifik terhadap BPH,

melainkan timbul sebagai efek terjadinya BPH. LUTS terbagi menjadi gejala-gejala

berkemih (voiding symptoms) dan gejala-gejala penyimpanan urin (storage

symptoms).

Voiding symptoms disebabkan penekanan pada uretra pars prostatica yang

diakibatkan oleh prostat yang membesar sehingga aliran urin terhambat dan otot

detrusor menjadi tidak stabildan kontraktilitasnya menurun dikarenakan kontraksi

yang terus menerus . Berikut ialah voiding symptoms (Abrams, 2006) :

a. Mengedan untuk memulai miksi (straining)

b. Miksi yang terputus-putus (intermittency)

c. Pancaran urin lemah ketika miksi (slow stream)

d. Terdapat urin yang tersisa ketika selesai miksi (incomplete bladder

emptying).

Storage Symptoms terjadi pada kandung kemih yang dipicu oleh gejala

berkemih Adanya obstruksi pada bladder outlet menimbulkan hipertrofi sel otot

polos sebagai respon kompensasi untuk meningkatkan tekanan intravesikal. Hal ini

juga mengubah lingkungan intra dan ekstraseluler pada sel otot polos yang

menyebabkan gangguan stabilitas dan kontraktilitas otot detrusor (Lepor, 2005).

Oleh karena itu, obstruksi ini dapat memodulasi respon antara neural dengan otot

detrusor sehingga timbul storage symptoms seperti berikut (Abrams, 2006) :

(7)

b. Terbangun pada saat tidur malam untuk miksi (nocturia)

c. Miksi yang mendesak (urgency)

2.2.4. Diagnosis

Riwayat lengkap pada anamnesa harus dilakukan untuk identifikasi

penyebab lain dari gangguan berkemih. Skoring untuk penilaian gejala berdasarkan

American Urological Association (AUA)/International Prostate Symptom Score

(IPSS)dengan interpretasi keluhan ringan (skor <7), sedang (8-19), dan berat

(20-35) (Tabel 2.1.).

Pada pemeriksaan fisik kemungkinan ditemukan massa kistik di daerah

simfisis pubis jika sudah terjadi retensi urin. Pemeriksaan pada genitalia eksterna

diindikasikan untuk menyingkirkan stenosis ataupun massa yang teraba pada

urethra. Pemeriksaan DRE dan neurologis diperlukan untuk mendeteksi apakah

terdapat malignansi prostat atau rektum, evaluasi tonus sfingter ani, dan

menyinkgirkan kelainan-kelainan neurologis yang menimbulkan gejala (Kirby, dan

Lepor, 2007).

DRE dapat dilakukan untuk mengukur perkiraan ukuran dari kelenjar

prostat. Ukuran prostat diperlukan untuk menentukan terapi farmakologis atau

pembedahan yang sesuai. Akan tetapi, ukuran prostat tidak bisa menjadi acuan

untuk menentukan derajat keparahan dan obstruksi (Kirby, dan Lepor, 2007). DRE

pada BPH teraba konsistensi yang kenyal, simetris, dan tidak didapatkan nodul;

sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi yang keras, teraba nodul, dan

(8)

Tabel 2.1. International Prostate Symptom Score (AUA, 2006)

Pemeriksaan urinalisis seharusnya dilakukan baik dengan dipstick test

maupun mikroskopik dari urin untuk mencari apakah terdapat infeksi atau

hematuria. Urinalisis membantu dalam membedakan Infeksi Saluran Kemih (ISK)

dan BPH dikarenakan terdapat LUTS yang mirip dengan BPH. Pemeriksaan kadar

kreatinin serum tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, peningkatan kadar serum

kreatinin diindikasikan untuk pencitraan (USG) sebagai evaluasi saluran kemih

bagian atas. Pemeriksaan kadar PSA (Prostate-Specific-Antigen) diperlukan untuk

menyingkirkan kemungkinan kanker prostat dapat menyebabkan BOO sama seperti

(9)

Foto polos pada pelvis dapat dilakukan untuk mencari apakah terdapat batu

opak di saluran kemih, dan dapat melihat bayangan urin di dalam kandung kemih

sebagai tanda retensi urin. Untuk melihat besar atau volume prostat dan deteksi

adanya malignansi pada prostat dapat dilakukan TRUS (Trans-Rectal

Ultrasonography). Disamping itu, pemeriksaan ini juga mampu untuk mendeteksi

kelainan pada ginjal dan kandung kemih (Purnomo, 2003).

Pemeriksaan uroflowmetri dapat dilakukan untuk mengevaluasi

pasien-pasien dengan BOO khususnya pasien-pasien BPH. Pemeriksaan ini menggunakan suatu

alat penampungan urin khusus yang dapat mengukur kuatnya aliran urin yang

dikeluarkan ketika sedang miksi (flow rate). Akan tetapi, hasil pemeriksaan

uroflowmetri tidaklah spesifik, misalnya flow rate yang menurun dapat disebabkan

oleh obstruksi atau kurangnya kontraktilitas kandung kemih. Pemeriksaan

uroflowmetri ketika dikombinasikan dengan skoring LUTS dapat menentukan

pasien yang mengalami keadaan BOO (Kirby, dan Lepor, 2007).

2.3. Batu Kandung Kemih (

Vesicolithiasis)

2.3.1. Teori Pembentukan Batu

Batu merupakan hasil dari suatu keadaan dimana zat-zat terlarut mengalami

kondensasi ke wujud padat yang disebut keadaan supersaturasi. Jika konsentrasi

zat-zat terlarut lebih kecil dari zat pelarut, maka kristal - kristal terlarut akan tetap

larut di dalam urin. Sebaliknya, jika konsentrasi zat-zat terlarut lebih besar dari

konsentrasi zat pelarut, maka kristal – kristal terlarut akan terbentuk. Sesuai dengan

jenis batu, konsentrasi kalsium dan oksalat pada urin menjadi penentu utama

supersaturasi kalsium oksalat; konsentrasi kalsium dan pH pada urin menjadi

penentu utama supersaturasi kalsium fosfat; dan pH urin menjadi penentu utama

supersaturasi asam urat (Coe, et al, 2005).

Kristal batu akan terbentuk pertama kali dari proses nukleasi, yaitu proses

perubahan wujud cair ke padat dalam larutan jenuh atau larutan yang mengalami

supersaturasi. Proses ini dimulai dengan kombinasi kristal batu dengan

(10)

batu membentuk kristal pertama yang tidak akan larut yang biasanya terbentuk di

suatu permukaan seperti sel epitel, urinary casts, sel darah merah, ataupun kristal

lain, proses ini disebut nukleasi heterogen. Kejenuhan yang diperlukan untuk

nukleasi heterogen lebih sedikit dibandingkan nukleasi homogen sehingga inti batu

lebih mudah terbentuk (Aggarwal, et al, 2013).

Kristal yang telah terbentuk akan mengalami proses pertumbuhan

(crystalline growth). Proses ini membutuhkan keadaan supersaturasi urin yang

cukup dan tetap untuk membentuk presipitasi hingga kristal tumbuh. Kristal akan

terus bertambah ukurannya dengan proses pembentukan suatu pola geometris dari

molekul-molekul kristal tersebut (lattice) yang akan menggulung menjadi bentuk

spiral. Selain itu, pertumbuhan ini juga bisa terjadi ketika kristal saling bertubrukan,

suatu proses yang dinamakan agregasi. Pertumbuhan dengan cara pembentukan

lattice akan menghasilkan batu yang padat, sedangkan pertumbuhan dengan cara

agregasi akan menghasilkan batu yang mudah dipecah oleh shockwavelithotripsy

(Gray, et al, 2009).

Batu pada sistem saluran kemih memiliki komponen kristal dan komponen

non-kristal yaitu matriks. Matriks pada batu ialah substansi dari protein yang

berasal dari material-material organik di saluran kemih, seperti membran sel.

Fungsinya masih belum diketahui apakah merupakan suatu nidus (pusat

pertumbuhan) atau dapat menambah perumbuhan batu yang terbentuk dari proses

kristalisasi (Gray, et al, 2009).

Kristal dan sel-sel epitel di saluran kemih akan saling berinteraksi dan

menstimulasi kompleks sitokin pada respon seluler. Batu yang memiliki kompleks

ini akan tumbuh melalui proses aglomerasi, menghasilkan kompleks benda padat

yang terdiri dari kristal-kristal mineral dan komponen-komponen protein. (Gray, et

al, 2009).

Kristal-kristal yang telah terbentuk dapat melewati saluran kemih tanpa

membentuk batu yang obstruktif. Terbentuknya batu yang dapat meretensi aliran

(11)

terjadi di lumen saluran kemih dan retensi terjadi ketika batu cukup besar untuk

terjebak di saluran kemih sebelum masuk ke lumen yang lebih besar pada saluran

kemih bawah (free particle growth). Kedua, pertumbuhan kristal akan terjadi hanya

ketika kristal yang telah tebentuk dari presipitasi urin di lumen lengket di epitel

sistem saluran kemih (fixed particle) (Gray, et al, 2009).

Pada konsentrasi komponen-komponen batu seperti kalsium, oksalat, dan

fosfat, pada urin mengalami supersaturasi, maka pembentukan kristal akan terjadi.

Akan tetapi, pembentukan ini dapat dicegah dengan adanya molekul-molekul

inhibitor yang meningkatkan ambang batas kejenuhan untuk membentuk nukleus

kristal ataupun menekan pertumbuhan atau agregasi kristal pembentuk batu. Begitu

juga sebaliknya dengan promoter batu yang menstabilkan nukleus batu dengan

menyediakan tempat pengikatan molekul-molekul nukleus batu sehingga batu lebih

mudah terbentuk. Jadi, pembentukan batu dipengaruhi oleh molekul-molekul

inhibitor dan promoter batu (Khai-Linh, dan Segura, 2007).

2.3.2. Klasifikasi

Batu di kandung kemih dapat diklasifikasikan menjadi batu migrant, batu

primer (idiopatik), dan batu sekunder yang termasuk batu yang berhubungan

dengan stasis urin, infeksi, dan benda asing.

Batu Migrant atau batu yang berpndahialah batu yang sudah terbentuk dari

saluran kemih atas, kemudian mengalir masuk dan tertinggal di kandung kemih.

Kebanyakan batu yang bermigrasi dari ureter ke kandung kemih berukuran lebih

kecil dari 1 cm, dan mudah terlewatkan di urethra pada orang dewasa. Batu yang

tertinggal berkaitan dengan ukuran bladder outlet yang kecil (pada anak-anak) atau

BOO (Khai-Linh, dan Segura, 2007).

Batu primer (idiopatik) merupakan batu endemik yang terbentuk pada

anak-anak tanpa adanya obstruksi, penyakit lokal, lesi neurologik, atau infeksi primer.

Batu ini sering timbul pada bayi dan anak-anak dari keadaan sosioekonomi yang

(12)

protein atau oksalat yang berlebih, dan defisiensi vitamin A, B1, B6 dan mineral

Mg berkaitan dengan pembentukan batu (Khai-Linh, dan Segura, 2007).

Batu sekunder ialah batu yang berkaitan dengan adanya penyakit lokal yang

memicu terbentuknya batu. Batu sekunder ini paling sering dihubungkan dengan

stasis urin atau infeksi saluran kemih berulang karena BOO dan neurogenik. Pasien

dengan benda asing di saluran kemih juga beresiko terjadinya pembentukan batu

(Khai-Linh, dan Segura, 2007).

2.3.3. Gejala dan Diagnosis

Sebagian besar batu pada kandung kemih tidak menimbulkan gejala

(asymptomatic) dan ditemukan secara kebetulan. Gejala-gejala khas pada pasien

batu kandung kemih ialah intermittency, nyeri ketika miksi, dan hematuria.

Tingkatan rasa nyeri dapat bervariasi dan dapat diperburuk dengan adanya olahraga

dan gerakan tiba-tiba. Rasa nyeri biasanya timbul di perut bagian bawah tetapi dapat

menjalar hingga ke ujung penis, skrotum, atau perineum dan kadang-kadang bisa

ke pinggang atau panggul. Aliran urin menjadi terganggu secara intermiten disertai

dengan nyeri pada akhir miksi disebabkan oleh batu yang tersangkut di bladder

neck. Rasa nyeri akan mereda dengan posisi telentang. Jika batu berukuran kecil,

maka akan lewat spontan melalui uretra, sedangkan jika batu berukuran besar, akan

menyebabkan retensi urin akut (Khai-Linh, dan Segura, 2007).

Pemeriksaan batu kandung kemih tidak dapat dilakukan dengan

pemeriksaan foto polos. Hal ini dikarenakan adanya bowel gas, bayangan jaringan

lunak, dan karakteristik beberapa batu yang radiolucent. USG dapat dilakukan

untuk mendeteksi batu radiolucent tetapi tidak untuk pasien dengan rekonstruksi

saluran kemih. Cystoscopy merupakan pemeriksaan yang paling akurat untuk

melihat apakah ada batu di dalam kandung kemih dan dapat digunakan untuk

membantu pembedahan dengan identifikasi adanya pembesaran prostat, bladder

diverticulum, ataupun striktur uretra untuk dikoreksi terlebih dahulu (Khai-Linh,

(13)

2.4. Batu Kandung Kemih dan Pembesaran Prostat

Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna telah diidentifikasi

sebagai faktor utama dalam pembentukan batu kandung kemih, dan BPH

merupakan kondisi tersering yang menyebabkan kondisi tersebut (Khai-Linh, dan

Segura, 2007). Prostat yang membesar ketika sudah menonjol ke dalam kandung

kemih (intravesical prostatic protrusion) akan menyumbat uretra pas prostatika

sehingga mengurangi aliran urin yang dapat dikeluarkan. Hal ini dapat diketahui

dengan penurunan flow rate maksimum (Qmax) pada pemeriksaan uroflowmetri

(Kim, et al, 2014). Sebagian urin yang tidak dikeluarkan akan tersisa di dalam

kandung kemih dan menjadi residual urin. Urin di kandung kemih akan

menggenang atau mengalami stasis sehingga memudahkan kristal-kristal

pembentuk batu untuk mengalami proses nukleasi dan agregasi di lumen kandung

kemih, maupun di sel epitel pelapis kandung kemih.

Batu kandung kemih yang disebabkan oleh obstruksi bladder outlet sering

terjadi pada pria usia diatas 50 tahun. Batu yang berakibat dari obstruksi dapat

terdiri dari asam urat, kalsium oksalat, atau magnesium ammonium fosfat jika

terinfeksi (Khai-Linh, dan Segura, 2007). Jenis batu yang paling sering ditemukan

dan berkaitan dengan BPH ialah batu asam urat (Shah, 2013).

Batu kandung kemih tidak hanya disebabkan oleh faktor obstruksi. Terdapat

faktor-faktor metabolik yang mempengaruhi terbentuknya batu di kandung kemih.

Hal ini ditandai dengan penderita batu kandung kemih lebih didominasi oleh

riwayat gangguan ginjal sebelumnya yang menyebabkan keadaan supersaturasi

menjadi lebih tinggi (Childs, et al, 2012). Keadaan ini sewaktu-waktu dapat

membentuk batu ginjal di saluran kemih atas yang dapat berpindah ke kandung

kemih. Akan tetapi, penderita BPH secara radiologis tidak memungkinkan memiliki

batu yang berasal dari saluran kemih atas. Hal ini dikarenakan terdapat perubahan

lengkungan ureter yang melengkung ke atas sehingga membentuk gambaran seperti

kail/ mata pancing (fish-hook appearance) pada pemeriksaan IVP (Mamoulakis, et

Gambar

Gambar 2.1. Letak Kelenjar Prostat (Schunke, et al, 2006)
Gambar 2.2. Anatomi zona-zona prostat (Standring, et al, 2005)
Tabel 2.1. International Prostate Symptom Score (AUA, 2006)

Referensi

Dokumen terkait

Terlihat dari hasil yang didapat bahwa lampu akan berkedip tiap satu detik untuk Percobaan II.A.1, dikarenakan pada prosedur Delay() yang digunakan, telah diset

[r]

Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Yograkarta di Yograkarta yang diselenggarakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah di Yograkarta dan telah disahkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan

The present study complements previous studies of impacts of various invasive species; however, the attempt to model Mikania micrantha invasion potential at CNP

3 that on average, the set of variables recommended by the forward selection method of logistic regression results in a slightly worse classification accuracy by means of random

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) UNTUK MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU.. SISWA DALAM

Teman-teman dari Universitas Mercu Buana yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah mendukung dan membantu penulis dalam penyusunan laporan ini sehingga penulis

Nasabah sebagai penarik bilyet giro ataupun sebagai pemegangnya wajib memahami dan mematuhi ketentuan yang berkaitan dengan penggunaan bilyet giro. Nasabah pemilik