• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila (Wts) Unit Pelaksana Teknis (Upt) Parawasa Pejoreken Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara Di Berastagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Pelayanan Sosial Wanita Tuna Susila (Wts) Unit Pelaksana Teknis (Upt) Parawasa Pejoreken Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara Di Berastagi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia pada umumnya menginginkan kehidupan yang baik, yaitu terpenuhinya kebutuhan hidup, baik kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani maupun kebutuhan sosial. Manusia terpacu untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya demi mempertahankan kehidupan sendiri maupun keluarganya. Berbagai upaya untuk dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup dikerjakan manusia agar dapat memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Kenyataannya dalam usaha pemenuhan kebutuhan hidup dijumpai adanya kesulitan-kesulitan terutama yang dialami oleh kaum wanita di Indonesia. Sering kebutuhan keluarganya menuntut wanita harus bekerja diluar rumah untuk mencari kegiatan yang dapat menambah penghasilan keluarga. Namun harapan untuk dapat menambah penghasilan keluarga tidaklah mudah, karena lapangan kerja yang terbatas, disamping tingkat pendidikan mereka yang rendah. Dengan pendidikan yang rendah dan tidak adanya keterampilan yang mereka miliki menyebabkan mereka mencari jenis pekerjaan yang dengan cepat mendapatkan uang. Akhirnya wanita-wanita banyak terjun kedalam bisnis pelacuran.

(2)

pelacuran, dan ia dianggap sebagai salah satu bentuk penyimpangan dari norma perkawinan itu sendiri. Hubungan seksual antara dua jenis kelamin yang berbeda, dilakukan diluar perkawinan dan berganti-ganti pasangan, baik dengan menerima imbalan uang atau material lainnya maupun tidak, sudah disebut orang sebagai pelacuran (Purnomo dan Siregar, 1985:10).

Prostitusi atau pelacuran merupakan profesi yang sudah sangat tua usianya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri, dan selalu ada pada negara berbudaya, sejak jaman purba sampai sekarang. Ini senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi. Selanjutnya dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia turut berkembang pula pelacuran dalam berbagai tingkatannya.

Pelacuran bukan merupakan istilah asing di kalangan masyarakat terutama bagi masyarakat perkotaan. Misalnya di kota Medan sendiri masih banyak dijumpai wanita tuna susila (WTS), Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara mencatat bahwa pada tahun 2006 terdapat 3.387 orang WTS di Sumatera Utara dan jumlah ini terus meningkat di tahun berikutnya, dimana pada tahun 2007 terdapat 3.678 orang WTS yang sebahagian besar berada di kota Medan (BPS, Sumatera Utara Dalam Angka 2006; Sumatera Utara Dalam Angka 2007).

(3)

keributan, penculikan dan perdagangan wanita, alat untuk pemerasan dan sebagainya

Pelacur atau wanita tuna susila (WTS) merupakan kelompok masyarakat tersendiri dengan sub kultur yang khas. Kehidupannya penuh gemerlapan, bau parfum dan minuman keras yang menusuk hidung dan tawa cekikikan yang mengundang nafsu. Mereka harus menyenandungkan birahi, membuat laki-laki resah menunggu saat berkencan, hidup mereka penuh sandiwara dan kepalsuan. Seorang WTS menjalani profesinya dengan latar belakang dan alasan yang berbeda-beda. Secara umum alasannya antara lain: karena tidak ada uang, tidak ada pekerjaan, perceraian keluarga, patah hati, diperkosa dan sebagainya.

Aktivitas penjajaan seks atau pelacuran ini dipandang masyarakat sebagai sisi hitam dari kehidupan sosial yang megah. Adanya sikap ironis masyarakat dan pemerintah terhadap pelacuran berada pada kondisi untuk dikutuk sekaligus dilestarikan. Dikutuk karena memang bertentangan dengan nilai-nilai moral kelompok dominan yang pada umumnya menggunakan standart ganda (perempuan pelacur dikutuk, laki-laki yang melacur didiamkan). Dilestarikan karena memang memiliki basis material yang terkait erat pada pengorganisasian produksi. Warna pandangan ini menyebabkan kita melihat keremang-remangan dalam kehidupan pelacuran (Katjasungkana 1995:31).

(4)

tuna susila dan kembali ke masyarakat. Pandangan negatif yang masih berlaku di masyarakat tentang masa lalu para WTS, dengan sendirinya akan merupakan ganjalan nyata, bagi keinginan untuk kembali ke masyarakat.

Penerimaan masyarakat terhadap bekas pelacur, tidak pernah berubah, sejalan dengan keberadaan pelacuran itu sendiri di masyarakat. Bekas WTS yang telah memulai kehidupan baru, biasanya tetap akan menjadi objek bagi sekelompok manusia ‘penggemar’ pelacuran. Dengan segala upaya biasanya orang-orang tersebut mencoba menggoda para bekas WTS untuk kembali melakukan praktek pelacuran sebagai usaha sampingannya. Dan tidak jarang pula dengan berbagai cara dan janji yang muluk, terkadang ada juga bekas WTS yang tergoda untuk kembali melakukan praktek prostitusi dengan cara yang lebih halus, yaitu bertamengkan usahanya. Tampak dilematis pelacuran dalam kehidupan masyarakat, baik keberadaan pelacuran itu sendiri maupun penerimaan mereka terhadap dinamisasi kehidupan para WTS atau bekas WTS.

Masalah WTS ini merupakan masalah yang sangat kompleks. Pelacuran disamping merupakan penyakit masyarakat juga menimbulkan penyakit yang sangat berbahaya bagi kehidupan orang seorang, keluarga dan masyarakat, misalnya penyakit kelamin.

(5)

Selain hal yang telah dikemukakan sebelumnya wanita tuna susila atau pelacur itu merupakan perbuatan :

a. Yang bertentangan dengan moral Pancasila dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan bertentangan dengan agama.

b. Yang dapat memerosotkan harkat dan martabat serta merendahkan diri khususnya bagi kaum wanita serta merusak sendi-sendi kehidupan keluarga dan kehidupan kebersamaan

c. Yang dapat membahayakan kelangsungan keturunan serta merugikan masa depan generasi muda, khususnya bagi kaum wanita dalam rangka meneruskan perjuangan bangsa dimana terdapat WTS/ pelacur yang berusia muda.

(6)

Adapun fungsi dari panti tersebut adalah:

1. Membimbing dan mengembalikan WTS kepada masyarakat untuk dapat hidup secara wajar tanpa menggantungkan diri kepada orang lain serta berhemti melacurkan diri.

2. Mengurangi dan menekan sampai sekecil mungkin jumlah WTS.

3. Sebagai tempat informasi kepada masyarakat tentang pelaksanaan usaha-usaha rehabilitasi WTS.

(7)

Sedangkan resosialisasi merupakan tahapan persiapan penyaluran untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat yang wajar dengan cara memantapkan bimbingan mental, sosial dan keterampilan. Resosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, rasa tanggung jawab sosial dan memulihkan kemauan serta kemampuan agar dapat menyesuaikan diri secara normatif dalam masyarakat. Bentuk rehabilitasi tersebut adalah dengan mendirikan lembaga yang diberi nama Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parawasa Pejoreken Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara di Jalan Jamin Ginting, Kuta Gadung, Desa Raya, Berastagi, Kabupaten Karo kira-kira 68 Km dari kotamadya Medan. Adapun Program pelayanan dan pembinaan yang diberikan UPT Parawasa Pejoreken adalah mencakup beberapa aspek pokok antara lain: bimbingan dan pembinaan di bidang kerohanian, moral, mental dan bidang pendidikan keterampilan.

(8)

pendukung pelayanan yang memadai dan keahlian para pekerja sosial. Masyarakat mengharapkan agar pelayanan sosial yang diberikan lebih berkualitas, khususnya di lembaga-lembaga sosial seperti Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parawasa Pejoreken Berastagi.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah : “Sejauh mana efektivitas pelayanan sosial unit pelaksana teknis (UPT) parawasa pejoreken dinas sosial Provinsi Sumatera Utara di Berastagi”.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pelayanan sosial yang dilaksanakan oleh UPT Parawasa Pejoreken Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara di Berastagi.

1.3.2. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan refrensi dalam rangka : 1. Pengembangan model pelayanan sosial bagi WTS dengan tujuan mereka dapat memiliki keterampilan dan dapat melakukan pekerjaan yang tidak bertentangan dengan norma sosial.

(9)

1.4. Sitematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

BAB ini berisikan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian serta Sistematika Penulisan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

BAB ini menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang akan diteliti

BAB III : METODE PENELITIAN

BAB ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknik analisa data BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB ini berisikan gambaran umum mengenai lokasi dimana peneliti melakukan penelitian

BAB V : ANALISA DATA

BAB ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya

BAB VI : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Alur logik penyusunan kesesuaian lahan (FAO, 1976) Penilaian kesesuaian lahan dapat dilakukan dengan menggunakan hukum minimum yaitu membandingkan antara kualitas lahan

Data antropometri ibu hamil meliputi berat badan sebelum dan selama kehamilan, tinggi badan, lingkar pinggang, lingkar pinggul, LLA, dan tinggi fundus.. Berat badan sebelum

Pengecualian dari instrumen ekuitas AFS, jika, pada periode berikutnya, jumlah penurunan nilai berkurang dan penurunan dapat dikaitkan secara objektif dengan sebuah peristiwa

The analysis of regional sea level rate over the Malaysian seas from multi-mission satellite altimetry has been conducted previously by Din (2014), with regard to the

Dari intepretasi memang diketahui bahwa tempat yang memiliki nilai porositas besar tersebut merupakan bright spot yang merupakan salah satu ciri-ciri adanya

Oleh yang demikian, disebabkan hisbah merupakan sebuah institusi pengawasan yang bertunas di bawah sistem pengurusan Islam, maka artikel ini mencadangkan supaya

Gaya Geser pada balok prategang akibat beban tidak terfaktor .. Jumlah Tendon di Tengah

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan golongan senyawa metabolit sekunder pada jaringan kayu batang tumbuhan paliasa (Kleinhovia hospita L.) dari ekstrak