• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Zpt 2,4 D Terhadap Pertumbuhan Dan Metabolit Kalus Kedelai Pada Proses Hypoxyda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Zpt 2,4 D Terhadap Pertumbuhan Dan Metabolit Kalus Kedelai Pada Proses Hypoxyda"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu

Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama

botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill.

Tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan ( taksonomi ) diklasifikasikan ke

dalam Kingdom: Plantae ; Divisi : Magnoliophyta ; Kelas: Magnoliopsida;

Subkelas : Rosidae; Ordo: Fabales ; Famili: Fabaceae : Genus: Glycine ;

Spesies :Glycine max (L.) Merrill (Irwan, 2006).

Sistem perakaran kedelai terdiri dari 2 macam, yaitu akar tunggang dan

akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Pertumbuhan akar

tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang

optimal, sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar

20-30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh di dekat ujung akar tunggang,

sekitar 3-4 hari stelah berkecambah dan akan semakin bertambah banyak dengan

pembentukkan akar-akar muda yang lain (Irwan, 2006).

Batang berbentuk pesergi dengan rambut coklat yang menjauhi batang

atau mengarah ke bawah. Pertumbuhan batang terdiri dari dua tipe yaitu

determinate dan interdeterminate yang didasarkan keberadaan bunga pada pucuk

batang (Steenis, 2005).

Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan

bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan

dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga.

(2)

tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga

(Adisarwanto, 2005).

Bentuk daun kedelai yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Tanaman

kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang

tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal

dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa

pertumbuhan. Daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya

bervariasi (Irwan, 2006).

Bunga kedelai berada dalam berkas atau tandan. Berkas duduk bertangkai

panjangnya 3 cm. Bagian yang mendukung bunga 0,5-2 cm, anak tangkai bunga

sangat pendek. Tinggi kelopak 5-77 mm, berambut panjang, bertaju 5 ; taju

sempit dan runcing. Mahkota bewarna putih atau lila, dan panjang bendera

6-7 mm. Benang sari bendera lepas atau mudah lepas, yang lainnya melekat, dan

bakal buah berambut tipis dan rapat (Steenis, 2005).

Polong biasanya bewarna hijau. Polongnya yang berkembang dalam

kelompok, biasanya mengandung 2-3 biji yang berbentuk bundar atau pipih, dan

sangat kaya akan protein dan minyak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak

diantara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam ada yang kuning, hitam,

hijau dan coklat. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang

bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi tergantung varietas. Di

Indonesia besar biji bervariasi dari 6 gram – 30 gram (Suprapto, 2001).

Kotiledon merupakan endosperm yang dihasilkan dari pembuahan antara

(3)

diploid, sehingga kotiledon akan bersifat triploid. Hasil yang diperoleh dalam

kultur in vitro ini hanya berupa sel-sel kalus. Jadi penelitian ini mengindikasi

perbedaan genetik yang akan mengakibatkan perbedaan kemampuan kompetensi

regenerasi atau kondisi fisiologis dari jaringan eksplant (Fernando et al., 2002).

Kultur Jaringan

Kultur jaringan merupakan teknik menumbuh-kembangkan bagian

tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara

in vitro. Teknik ini dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media

kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh),

serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol

(Yusnita, 2003).

Kultur jarinngan memiliki 2 prinsip dasar yang jelas yaitu (1) bahan

tanaman yang bersifat totipotensi dan (2) budidaya yang terkendali. Konsep dasar

ini adalah mutlak dalam pelaksanaan kultur jaringan karena hanya dengan sifat

totipotensi ini, sel, jaringan, organ yang digunakan akan mampu tumbuh dan

berkembang sesuai arahan dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan. Sifat

bahan yang totipotensi saja tidak cukup untuk kesuksesan kegiatan kultur

jaringan. Keadaan media tempat tumbuh, lingkungan yang mempengaruhinya

(Kelembaban, temperatur, cahaya) serta keharusan sterilisasi adalah hal mutlak

yang harus terkendali (Santoso dan Nursandi, 2004).

Teknik-teknik in vitro mempunyai potensi yang sangat besar untuk

membantu konservasi sumberdaya genetis. Teknik Pembibitan secara in vitro

(4)

mikropropogasi dipublikasikan untuk lebih dari 1500 jenis spesies tanaman.

(Tjokrokusumo, 2004)

Efektivitas penggunaan teknik kultur jaringan dalam melakukan

eksploitasi keragaman somaklonal dan seleksi in vitro tergantung dari tersedianya

metode baku yang efesien untuk menginduksi terbentuknya kalus serta dapat

meregenerasikannya menjadi tanaman lengkap (planlet) Beberapa faktor penting

yang mempengaruhi induksi kalus dan regenerasi tanaman yaitu pemilihan jenis

eksplan, genotipe dan suplemen media yang digunakan, mencakup tipe dan

kuantitas zat pengatur tumbuh, dalam hal ini auksin dan sitokinin. Komposisi

auksin dan sitokinin dalam media kultur in vitro memainkan peranan penting

dalam induksi dan regenerasi kalus menjadi tunas. Interaksi antara sitokinin dan

auksin merupakan hal yang krusial dalam mengontrol proses pertumbuhan dan

perkembangan dalam kultur in vitro.

Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous (tidak berbentuk atau belum

terdiferensiasi) yang terjadi dari sel – sel jaringan yang membelah diri secara terus

menerus secara in vitro atau di dalam tabung dan tidak terorganisasi sehingga

memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur.

Kalus adalah jaringan meristematik yang merupakan wujud dari

dediferensiasi. Dalam kultur jaringan menginduksi terbentuknya kalus merupakan

langkah yang penting. Setelah terbentuknya kalus baru diberikan perlakuan

rangsangan untuk berdiferensiasi membentuk akar atau tunas. Secara histologi,

kalus berasal dari pembelahan berkali – kali sel – sel parenkim di sekitar berkas

pengangkut dan beberapa elemen penyusun berkas pengangkut kecuali xilem.

(5)

menambahkan zat pengatur tumbuh yang sesuai pada media kultur. Selain zat

pengatur tumbuh atau hormon pertumbuhan, penambahan vitamin dan protein

juga diperlukan untuk pertumbuhan kalus. Induksi kalus dalam teknik kultur

jaringan tanaman diperlukan untuk memunculkan keragaman sel somatik di dalam

kultur in vitro dan meregenerasikan sel tersebut menjadi embrio somatik.

Kalus mengandung sel-sel yang mempunyai tingkat perkembangan yang

berbeda-beda (asynchronous) hal ini disebabkan karena kalus dikulturkan pada

medium padat, sehingga hanya bagian dasar dari kalus saja yang kontak dengan

medium kultur, akses ternauap nutrient menjadi berbeda. Sinkronisasi dapat

dilakukan dengan mengkulturkan kalus yang friabel kedalam medium cair yang

diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu akan terbentuk

suspensi sel yang tumbuh aktif.

Sifat kompetensi sel merupakan sifat yang dimiliki setiap sel untuk

melakukan interaksi terhadap kondisi lingkungan dan menghasilkan proses

fisiologis yang dapat memacu pertumbuhan sel. Sel - sel penyusun kalus berupa

sel parenkim yang mempunyai ikatan yang renggang dengan sel – sel lain. Dalam

kultur jaringan, kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang telah steril, di

dalam media yang mengandung auksin dan kadang-kadang juga sitokinin. Organ

tersebut dapat berupa kambium vaskular, parenkim cadangan makanan, perisikle,

kotiledon, mesofil daun dan jaringan provaskular. Kalus mempunyai pertumbuhan

yang abnormal dan berpotensi untuk berkembang menjadi akar, tunas dan

embrioid yang nantinya akan dapat membentuk plantlet. Beberapa kalus ada yang

mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus tersebut mempunyai tekstur

(6)

fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian dikenal dengan kalus remah

(friable). Warna kalus dapat bermacam-macam tergantung dari jenis sumber

eksplan itu diambil, seperti warna kekuning – kuningan, putih, hijau, atau kuning

kejingga – jingaan.

Untuk membantu proses uji coba varietas kedelai yang tahan terhadap fase

penggenangan, Kultur jaringan merupakan teknik yang dipromosikan, karena

dengan adanya metode melalui seleksi in vitro akan menghasilkan varietas baru

yang tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik dengan sifat yang diwariskan.

Selain itu teknik ini lebih efisien karena kondisi seleksi dapat dibuat homogen,

tempatnya relatif lebih sedikit, dan efektif selesi lebih tinggi. Penggunaan teknik

in vitro akan menghasilkan populasi sel varian melalui seleksi pada media yang sesuai (Yunita, 2009).

Eksplan

Organ atau sepotong jaringan tanaman yang akan dikulturkan disebut

eksplan. Seleksi dan pemilihan sumber eksplan merupakan aspek penting

keberhasilan mikropropogasi. Tiga aspek penting yang perlu diperhatikan antar

lain (1) sumber karakteristik genetik dan epigenetik, (2) bebas patogen, dan (3)

kondisi fisologi tanaman yang mampu berinisiasi sendiri dengan baik yang akan

dikulturkan (Hartmann dkk, 2002).

Ukuran eksplan juga berpengaruh terhadap keberhasilan dalam kultur

jaringan. Eksplan yang berukuran besar beresiko kontaminasi lebih tinggi

dibandinngkan dengan yang berukuran kecil, tetapi kemampuan hidupnya lebih

(7)

atau tunas pucuk) kemungkinan terkontaminasi jauh lebih kecil, tetapi tumbuh

lebih lambat (Yusnita, 2003).

Embrio terdiri dari axis embrio dan kotiledon. Axis berhubungan dengan

akar embrio (radikula), hipokotil berada diantara radikula dan kkotiledon, dan

pucuk apeks pada daun pertama (plumula). Bentuk embrio dan ukuran pada

struktur dalam biji beragam (Bewley and black, 1986).

Eksplan yang berupa sel, jaringan dan organ tanaman pada hakekatnya

telah mengalami proses diferensiasi. Dengan menanam bagianbagian tanaman

tersebut diatas medium kultur secara aseptis, terjadilah proses dediferensiasi, yaitu

terbentuknya sel-sel parenkimatis yang tidak terdiferensiasi (kalus). Sel-sel

tanaman menunjukkan kemampuan yang luar biasa untuk meregenerasikan

dirinya menjadi tanaman utuh dari sel-sel yang tidak terdiferensiasi tersebut,

prosesnya disebut rediferensiasi, yaitu keadaan menjadi berdiferensiasi kembali

untuk membentuk akar, tunas dan embrioid yang kemudian membentuk plantlet.

Pembentukan struktur yang terorganisir pada kalus dimulai dengan pembentukan

kelompok-kelompok sel yang rapat (meristemoid) dari sel-sel meristematik yang

dicirikan dengan ukuran kecil, penuh plasma dan inti menyolok. Meristemoid

diharapkan mampu membentuk primordia tunas maupun akar.

Media Kultur

Media kultur jaringan terdiri dari bahan-bahan esensial dan komponen

pengoptimal, bahan esensial terdiri atas garam-garam annorganik, sumber karbon

dan energi, vitamin, dan zat pengatur tumbuh. Sedangkan komponen pengoptimal

(8)

asam organik, substrat komplek, arang aktif, dan lain-lain, hal ini lah menjadi

faktor kesuksesan kegiatan Kultur jaringan (Santoso dan Nursandi, 2004).

Formulasi yang sering digunakan sebagai media kultur adalah media MS.

Media ini merupakan kombinasi antara zat-zat yang mengandung hara makro,

mikro, dan sumber ennergi, serta vitamin. Formulasi media dasar mineral MS

dapat digunakan untuk sejumlah besar spesies tanaman pada propogasi secara in

vitro. (Wethrel, 1982).

Lingkungan In Vitro

Secara umum agar kegiatan kultur jaringan berjalan baik dan bahan

tanaman dapat tumbuh berkembang seperti yang diharapkan maka pada tahap

inkubasi di ruang kultur pengendalian temperatur, cahaya, kelembapan, wadah

kultur, dan faktor lingkungan lain yang menunjang merupakan hal yang perlu

mendapat perhatian (Santoso dan Nursandi, 2004).

Secara umum, intensitas cahaya yang optimum untuk tanaman pada kultur

tahap inisiasi kultur adalah 0 – 1000 lux, tahap multiplikasi sebesar 1000 – 10000

lux, tahap pengakaran sebesar 10000 – 30000 lux, dan tahap aklimatisasi sebesar

30000 lux, suhu juga berpengaruh terhadap kesehatan tanaman yang dikulturkan.

Suhu yang umum digunakan untuk pengulturan berbagai jenis tanaman adalah

26 + 2 oC Namun, pada kultur tanaman yang biasanya memerlukan suhu rendah

untuk pertumbuhan terbaiknya (Yusnita, 2003).

Kelembapan relatif di dalam ruang kultur sekitar 70 %. Namun kebutuhan

kelembaban di dalam media kultur mendekati 90 %. Pengaruh CO2 di dalam

kultur jaringan berkaitan erat dengan kebutuhan bagi proses fotosintesis. Secara

(9)

tingkat tinggi dibawah kondisi cahaya. Oksigen (O2) juga dibutuhkan oleh kultur

jaringan (Zulkarnain, 2009).

Kultivasi sel atau jaringan secara in vitro dapat dilakukan dengan

menggunakan berbagai macam wadah, mulai dari tabung reaksi, tabung

Erlenmeyer, botol kultur, bahkan botol gelas sederhana. Hal yang paling penting

dalam pemilihan wadah untuk kultur in vitro adalah kemudahan untuk menjaga

sterilitasnya selama perbanyakkan sel atau jaringan (Zulkarnain, 2009).

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organic komplek alami yang

disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur

tumbuh yang sangat penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini

mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan

organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan

dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah

perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen,

mengubah level zat pengatur tumbuh endogen sel. Selain auksin dan sitokinin,

gliberelin dan persenyawaan-persenyawaan lain juga ditambahkan dalam

kasus-kasus tertentu.

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dalam teknik kultur sangat nyata

berpengaruhnnya, teknik kultur pada upaya perbanyakan tanaman sulit diterapkan

jika tidak melibatkan ZPT, dalam teknik kultur ada dua golongan ZPT yang sering

digunakan yaitu auksin dan sitokinin. 2,4-Diklorofenoksiasetat acid (2,4 D) dan

(10)

yakni tidak mudah terurai oleh pemanasan pada proses sterilisasi dan harganya

relatif murah ( Nurfadilah, 2013).

Efek auksin terhadap tanaman adalah menyebabkan terjadinya pembesaran

sel sehingga tanaman akan memanjang dan terjadilah pertumbuhan. Jika

konsentrasi yang diberikan lebih tinggi daripada konsentrasi optimum maka dapat

mendorong pertumbuhan atau mengganggu metabolisme dan perkembangan

tumbuhan. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi auksin yang tinggi,

pembesaran sel berlangsung cepat sehingga ukuran sel menjadi besar. Keadaan ini

akan menyebabkan reaksi turgor sel dalam sehingga permiabilitas terganggu dan

sel akan mengalami kekeringan.

Jenis Auksin Yang digunakan

Istilah auksin berasal dari bahasa yunani yaitu auxien yang berarti

meningkatkan. Auksin ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa

pascasarjana di negeri belanda pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu

senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan pembengkokan

koleoptil oat kerah cahaya. Fenomena pembengkokan ini dikenal dengan istilah

fototropisme, Pertumbuhan dan perkembangan biji juga dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain lingkungan, nutrien, gen dan hormon. Hormon

merupakan senyawa yang dihasilkan tanaman secara endogen, dalam jumlah

sedikit dapat meningkatkan ataupun menghambat pertumbuhan tanaman. Rasio

hormon pada setiap biji berbeda – beda, sehingga perlu ditambahkan hormon dari

luar (ZPT) untuk mengetahui hormon dalam biji tersebut sudah cukup atau masih

memerlukan tambahan hormon eksogen dalam memacu pertumbuhan dan

(11)

kultur adalah asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), Penambahan 2,4-D dalam

media akan merangsang pembelahan dan pembesaran sel pada eksplan sehingga

dapat memacu pembentukan dan pertumbuhan kalus serta meningkatkan senyawa

kimia alami flavonoid (Hendaryono dan Wijayani., 1994)

Asam-2,4-Diklorofenoksiasetat atau dikenal dengan 2,4 D merupakan

auksin sintetik yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman, auksin

merupakn salah satu hormon tanaman yang dapat mengandung proses fisiologi

seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesis protein, ZPT

2,4 D memiliki kandungan N sebesar 8,9 mg. (Rahardja, 2012).

Auksin 2,4-D berperan terhadap pelonggaran dinding sel dengan

melepaskan ikatan hidrogen yang terdapat pada dinding sel. Mekanisme

pelonggaran dinding sel dipengaruhi oleh proses pengaktifan gen yang terlibat

dalam seintesis protein. Pengontrolan sintesis protein sendiri diatur oleh gen

pengatur, gen operator dan gen struktural. Kombinasi antara gen struktural dan

gen operator disebut operon. Gen pengatur berperan dalam membentuk protein

pengatur yang disebut reseptor. Reseptor ini berperan dalam menjaga operon

dalam keadaan tertutup, dan keadaan ini menandakan operon tidak aktif. Ketika

auksin 2,4 D bergabung dengan operon yang tidak aktif akan menonaktifkan

reseptor sehingga akan mengaktifkan operon. Operon yang aktif menandakan

dapat terjadinya transkripsi mRNA yang kemudian akan mengarahkan transisi

protein enzim ATP-ase. Pemberian auksin dapat meningkatkan sintesis enzim ini

sehingga H+ akan dipompakan keluar. Peristwa ini akan menyebabkan

lingkungan menjadi asam. Pada kondisi asam, enzim-enzim yang dapat

(12)

menghidrolisis rantai utama hemiselulosa, xylosidase berperan dalam rantai

cabang dari rantai utama xyloglukan, transglikosidase yang dapat memotong dan

menggabungkan selulase dan pektinase yang akan menghidrolisis rantai penyusun

pektin. Proses ini menyebabkan pelonggaran dinding sel, sehingga air dapat

masuk dan tekanan turgor naik. Tekanan turgor yang naik akan menyebabkan sel

mengembang. Pertumbuhan dan perkembangan tidak hanya berkaitan dengan

penambahan volume sel namun juga berkaitan dengan bertambahnya jumlah sel.

Pertambahan jumlah sel tergantung pada kecepatan sel untuk membelah, yang

dipengaruhi oleh adanya sitokinin (L. Taiz dan E. Zeiger., 1998).

ZPT 2,4 D mempunyai aktivitas seperti auksin, salah satunya mempengaruhi kerja α amylase sehingga pada konsentrasi rendah akan

meningkatkan kadar amilosa, sedangkan pada konsentrasi lebih tinggi justru akan menghambat aktivitas enzim α amylase hal ini mengakibatkan kadar amilosa

menurun, peran amilosa pada pertumbuhan tanaman adalah menyediakan energi

secara cepat dalam proses pertumbuhan zat pengatur tumbuh dibuat agar tanaman

memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam

tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat

memproduksi hormon dengan baik. produksi auksin endogen memerlukan energi

yaitu ATP dan ATPase aktif, sehingga untuk perkembangan sel yang

mendapatkan pasokan energi yang rendah membutuhkan penambahan auksin

sintetis. Pemilihan jenis auksin sintetik dan konsentrasinya bergantung dari tipe

pertumbuhan yang dikehendaki, level auksin endogen, kemampuan jaringan

(13)

Zat Pengatur tumbuh Asam-2,4-Diklorofenoksiasetat mengandung unsur

makro (N, P dan K) dan unsur mikro (Mg, Mn, S, Zn dan Cu) . Konsentrasi ZPT

yang digunakan dalam penelitian ini hanya berfungsi untuk merepon pertumbuhan

kalus berberapa varietas kedelai , perbandingan konsentrasi 2,4-D 0 mg; 2,0 mg ;

dan ; 4,0 mg digunakan untuk membandingkan konsentrasi 2,4 D yang optimum

terhadap fase pengenangan yang akan diaplikasikan.

Varietas

Varietas adalah kelompok tanaman dalam jenis atau spesies tertentu yang

dapat dibedakan dari kelompok lain berdasarkan suatu sifat atau sifat-sifat

tertentu. Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotip dan genotip yang

sama. Perbedaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam

tanaman. Keragaman penampilan tanaman terjadi akibat sifat dalam tanaman

(genetik) atau perbedaan lingkungan kedua-duanya. Perbedaan susunan genetik

merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman

(Liptan, 2000).

Varietas-varietas baru (unggul) ditemukan melalui seleksi galur atau

persilangan (crossing), diharapkan sifat-sifat baru yang akan dihasilkan dapat

dipertanggungjawabkan, baik dalam hal produksi, umur produksi, maupun daya

tahan terhadap hama dan penyakit. Varietas-varietas ini diharapkan sesuai dengan

keadaan tempat yang akan ditanami.

Program pemuliaan tanaman di Indonesia didasarkan atas petimbangan

untuk mendapatkan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi, memiliki mutu

yang baik serta mempunyai sifat-sifat unggul lainnya seperti toleran terhadap

(14)

Kombinasi teknik seleksi dengan iradiasi secara in vitro telah terbukti dapat lebih

efektif dan efisien untuk mendapatkan keragaman genetik yang inginkan. Dalam

hal ini, iradiasi akan meningkatkan keragaman genetik populasi sel somatik,

melalui seleksi menggunakan metode tertentu akan menyingkirkan mutasi yang

tidak diinginkan sehingga populasi somaklon yang dihasilkan sesuai dengan yang

diinginkan.

Varietas kedelai Grobogan merupakan varietas kedelai yang banyak

dibudidayakan dewasa ini, karena memiliki potensi hasil yang cukup baik. Agar

dapat dikembangkan pada lahan sawah, varietas tersebut harus toleran terhadap

genangan, dan untuk itu perlu diuji tingkat toleransinya. Apabila toleransi

terhadap genangan maka dapat direkomendasikan untuk dibudidayakan dalam

pengembangan kedelai pada lahan sawah.

Penggenangan Tanaman Kedelai

Genangan merupakan masalah utama di banyak daerah pertanian di dunia

dan kedelai merupakan tanaman yang peka terhadap genagan. Penggenangan

menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman kedelai. Besarnya

penghambat pertumbuhan dan penurunan hasil beragam, tergantung fase

pertumbuhan tanaman saat penggenangan terjadi (Soedarsono., dkk, 1989).

Kondisi tergenang menyebabkan terjadinya penurunan proses pertukaran

gas antara jaringan tanaman dan atmosfer disekitarnya, karena gas (khususnya

oksigen) berdifusi 10.000 kali lebih lambat di dalam air dibandingkan dengan di

udara. Kondisi ini menyebabkan terjadinya hipoksia atau anoksia di sekitar

perakaran. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme yang

(15)

rendah di perakaran menyebabkan terganggunya aktivitas metabolik dan produksi

energi.

Oksigen berfungsi sebagai akseptor elektron dalam jalur fosforilasi

oksidatif yang menghasilkan ATP yang merupakan sumber energi utama dalam

metabolisme seluler. Dalam kondisi anoksia, jaringan padi mensintesis lebih

banyak solubel protein. Sebagian besar anaerobik protein ini adalah enzim yang

terlibat dalam metabolisme karbohidrat (alkohol dehidrogenase, aldolase, glukosa

phosphat isomerase, sukrosa synthase, piruvat decarboksilase, gliserol phosphat

dehidrogenase). Protein tersebut akan diproduksi beberapa jam setelah anoksia.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa oksigen berfungsi sebagai akseptor

penghasil energi dalam proses respirasi. Pada tanaman yang tidak toleran

genangan atau bila tanaman terendam semua, kontak antara tanaman dengan

oksigen menjadi terhambat sehingga proses respirasi tersebut tidak dapat

dilangsungkan. (Fernando dkk., 2002)

Menurut Harborne, J.B. (1987) Respon tanaman terhadap kondisi

tergenang juga menyebabkan adanya perubahan proses menuju terbentuknya

protein dan enzym. Secara keseluruhan, terdapat tiga tahapan proses respon

tanaman terhadap kondisi defisit oksigen

1. Tahap pertama (0 – 4 jam): terjadi proses induksi yang cepat atau aktivasi

signal komponen transduksi,

2. Tahap kedua (4 – 24 jam): proses adaptasi metabolik. Pada tahap ini

berlangsung induksi glikolisis dan gen fermentasi yang penting untuk menjaga

keberlangsungan produksi energi. Respon metabolik pada tahap ini lebih

(16)

nitrogen. Pada tahap ini juga dihasilkan enzim yang berperan dalam biosintesis

etilen, yaitu aminocyclopropane carboxylic acid synthase (ACC synthase).

3. Tahap ketiga (24 – 48 jam): Tahap ini sangat penting bagi keberlangsungan

hidup tanaman akibat adanya oksigen yang rendah, dimana enzym yang berperan

dalam pengendoran (loosening) dinding sel yaitu xyloglucan

endotransglycosylase juga terbentuk, sehingga dinding sel menjadi lebih elastis.

Pembentukan aerenchyma bukan merupakan pengaruh langsung dari kekurangan

oksigen, tetapi dipacu oleh tahap 1 dan 2, serta adanya akumulasi hormon etilen.

Tingkat toleransi tanaman terhadap kondisi kekurangan oksigen pada

dasarnya berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk mengatasi

keberlangsungan tiga tahapan tersebur di atas. Tanaman yang biasa hidup di air

pada umumnya mempunyai kemampuan untuk membentuk jaringan aerenchima,

sehingga oksigen di perakaran dapat disuplai dari bagian atas tanaman. Namun

demikian, bila keseluruhan tanaman terendam maka tidak ada bagian tanaman

yang dapat mensuplai oksigen. Nitrogen juga sangat berperan sebagai penyusun

senyawa protein dalam sel. Nitrogen merupakan komponen utama protein sel yang

merupakan bagian dasar kehidupan organisme danberfungsi untuk menyokong unsur

dari sel alga serta membentuk senyawa penting di dalam sel, termasuk protein dan

merupakan bagian penting dari klorofil (Prabowo, 2009).

Tanaman kedelai yang adaptif pada kondisi lahan sawah antara lain adalah

genotip kedelai yang toleran terhadap genangan, yang dapat diperoleh melalui seleksi.

Genotip yang toleran terhadap genangan adalah genotip yang mempunyai daya hasil

tinggi pada kondisi tergenang. Daya hasil merupakan karakter kuantitatif dari tanaman

yang dikendalikan banyak gen dan pewarisannya sulit, sehingga bila dijadikan kriteria

(17)

untuk memperoleh genotip kedelai yang toleran terhadap genangan harus dilakukan

berdasarkan karakter penciri khusus yang memiliki hubungan yang erat dengan toleransi

yang didasarkan atas stress tolerance index (STI) (Komariah, 2008).

Enzim yang aktivitasnya meningkat dalam kondisi anaerobik akibat

kondisi genangan adalah enzim alkohol dehidro-genase (ADH). ADH berperan

dalam respirasi untuk mempertahankan level ATP dalam kondisi anaerobik.

Proses ini dilakukan dengan regenerasi NADH melalui pengubahan asam piruvat

hasil glikolisis menjadi acetaldehid yang selanjutnya dengan aktivitas ADH

diubah menjadi asam laktat. Proses ini akan menghasilkan NADH yang

selanjutnya akan diubah menjadi ATP. Selain ADH, enzim malate dehidrogenase

(MDH) yang meningkat aktivitasnya akan berperan dalam mereduksi oksaloasetat

menjadi malate dan meregenerasi NAD untuk memelihara kelangsungan glikolisis

(Komariah, 2008).

Menurut Bloom dalam Dennis et al. (2000) pada kondisi tergenang

ketersediaan nitrogen dalam bentuk nitrat sangat rendah karena proses

denitrifikasi, nitrat diubah menjadi Nitrogen (N2), nitrogen Oksida (NO), dinitrit

oksida (N2O), atau nitrogen dioksida (NO2) yang menguap atau teroksidasi. Pada

perlakuan penggenangan Nitrogen dapat dengan mudah hilang atau menjadi tidak

tersedia lagi bagi tanaman apabila terjadi pencucian/terlindi, proses penggenangan

mengakbatkan unsur kandungan Nitrogen hilang, Unsur hara Nitrogen berperan

penting dalam pembentukkan klorofil karena Nitrogen merupakan unsur penyusun

asam amino yang merupakan prekursor metabolit sekunder.

Karakter penciri yang akan dijadikan dasar dalam seleksi toleransi harus

memiliki kriteria mempunyai hubungan yang erat baik langsung maupun tidak

(18)

Stress tolerance index (STI) karena daya hasil tanaman merupakan tujuan yang

ingin dicapai dari proses budidaya tanaman. .

Klorofil adalah pigmen hijau yang ada dalam kloroplastida. Pada

umumnya klorofil terdapat pada kloroplas sel-sel mesofil daun, yaitu pada sel-sel

parenkim palisade dan atau parenkim bunga karang. Dalam kloroplas, klorofil

terdapat pada membran thylakoid grana. Pada tumbuhan tingkat tinggi terdapat

dua jenis klorofil yaitu klorofil-a dan klorofil-b. Pada keadaan normal, proporsi

klorofil-a jauh lebih banyak dari pada klorofil-b. Selain klorofil, pada membran

thylakoid juga terdapat pigmen-pigmen lain, baik yang berupa turunan-turunan

klorofil-a maupun pigmen lainnya. Kumpulan bermacam-macam pigmen

fotosintesis disebut fotosistem, berperan menjerap energi cahaya (foton, kuantum)

pada reaksi terang untuk menghasilkan energi kimia berupa ATP dan NADPH2.

Aktivitas Alkohol Dehidrogenase, aktivitas Malat Dehidrogenase, rasio pupus

akar dan bobot biji per tanaman berkorelasi nyata dengan STI, sehingga dapat

dijadikan indikator dalam seleksi toleransi tanaman kedelai terhadap genangan.

Gangguan terhadap metabolisme akibat anaerobik akan menghambat produksi

ATP dan akhirnya akan menghambat produksi gibberelin dan sitokinin. Pengaruh

CO2 juga di dalam kultur jaringan berkaitan erat dengan kebutuhan bagi proses

fotosintesis. Secara umum diduga bahwa CO2 merupakan syarat mutlak untuk

kultur jaringan tanaman tingkat tinggi dibawah kondisi cahaya. Oksigen (O2) juga

dibutuhkan oleh kultur jaringan (Komariah., 2008).

Menurut Bidwell (1979) kloroil b terjadi dari klorofil a yang mengalami

oksidasi sehingga gugus CH3 pada cincin II dalam klorofil a berubah menjadi

(19)

berpengaruh terhadap pembentukkan pigmen, pembelahan dan pembesaran sel,

Kemampuan diferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya (antara

lain aktivitas enzim), akan menyebabkan perbedaan metabolit yang terbentuk.

Menurut Kuswantoro (2010), Pada tanaman terdapat dua tipe marka

molekuler yang sudah dikenal secara umum, yaitu marka protein

(Isoenzim/isozim) dan marka DNA, perkembangan marka DNA saat ini sangat

pesat dimana sudah dikembangkan untuk toleransi terhadap genangan/kelebihan

air adalah RAPD dan SSR, oleh karena itu teknik fase penggenangan secara in

vitro sangat efesien untuk mengidentifikasi marka toleran kelebihan air pada berberapa varietas kedelai.

Pengembangan kedelai toleran genangan tidak hanya bermanfaat bagi

pengembangan kedelai dilahan sawah, tetapi juga propespektif bagi wilayah yang

sering mengalami cekaman genangan seperti lahan pasang surut. Tersedianya

varietas unggul kedelai toleran genagan memiliki arti penting bagi upaya

peningkatan produksi kedelai. (Adie, 2010).

Kemampuan diferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya

(antara lain aktivitas enzim), akan menyebabkan perbedaan metabolit yang

terbentuk. Kedua hal tersebut akan membedakan penggolongan senyawa kimia

yang ada dalam organisme/tanaman. Tanaman yang dikonservasi secara in vitro

secara periodik mendapatkan asupan bahan kimia yang diberikan pada media

kultur. Selain penampilan morfologi, dan kandungan bahan aktif, kemungkinan

timbulnya perubahan pada tanaman hasil in vitro dapat diidentifikasi dengan cara

(20)

Analisis Protein dapat dilakukan dengan Metode Kjeldahl, Metode

Kjeldahl merupakan Analisis protein dalam bahan pangan yang dapat dilakukan

dengan dua metode yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Kadar protein yang

ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar protein kasar (crude

protein). Protein merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung 22

asam amino dengan berbagai proporsi yang berbeda. Bersama dengan karbohidrat

dan lemak, asam amino mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, tetapi semua

asam amino mengandung nitrogen

Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organik

dalam sampel didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil

destruksi dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi.

Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang

terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan

nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.

Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang

sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan

alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan

penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami

modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya

memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang

pendek.

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam

(21)

adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan

angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk

beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95,

5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, produk dana talangan haji masih sedikit peminatnya dikarenakan kurang efektifnya promosi yang dilakukan oleh KSPPS

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Pada perjanjian yang dikemukakan oleh pemilik modal dan pengelola sewaktu pelaksanaan bagi hasil itu akan dilaksanakan pengelola tidak boleh melakukan kecurangan dan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengarakterisasi sifat fisiko-kimia pada tanah berkapur dan mengarakterisasi pola erapan P dengan mengevaluasi korelasi antara

Perbedaan ukuran, jumlah dan distribusi kelenjar kulit serosa dan mukus pada dua amfibi tersebut kodok Duttaphrynus melanostictus (hidup terrestrial) dan katak

Dari uji coba small group ini, peneliti mengkuantitasi nilai kepraktisan modul yang dikembangkan dan diperoleh rata-rata untuk kepraktisan modul pembelajaran kimia

Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah

18 GANESH Universitas Pendidikan Ganesha 19 WISANGGENI_USRC Universitas Negeri Malang 20 ETAM – X2 Institut Teknologi Kalimantan 21 KING PHOENIX Universitas Ahmad Dahlan 22