• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi MarsirimpaBatak Toba pada Siklus Mata Pencaharian di Kecamatan Baktiraja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tradisi MarsirimpaBatak Toba pada Siklus Mata Pencaharian di Kecamatan Baktiraja"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tradisi gotong-royongmerupakan kebiasaan berupa tindakan untuk

melakukan sebuah aktivitas atau pekerjaan yang melibatkan orang-orang disekitar

kita atau kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama. Selain itu, tradisi

gotong-royong dapat juga diartikan sebagai salah satu kegiatan tradisional yang perlu

diwariskan dalam menata kehidupan sosial, terutama menyelesaikan

persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Tradisi

gotong-royong telah menjadi bagian dari praktik kehidupan masyarakat Batak

Toba untuk mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi sejak zaman dahulu.

Ada istilah gotong-royong dalam masyarakat Batak Toba yaitu marsirimpayang

berarti mengerjakan sawah atau ladang secara bersama-sama secara bergantian

satu sama lainnya. Alasan gotong-royong disamakan dengan marsirimpa dalam

Batak Toba adalah karena dalam melakukan marsirimpaditemukan unsur

gotong-royong yang dapat dimaknai dengan saling atau disebut dengan kebersamaan.

Hampir semua aspek kehidupan orang Batak Toba pada zaman dahulu

diselesaikan dengan gotong-royong. Gotong-royong (marsirimpa) dilakukan

karena seorang individu tidak bisa menyelesaikan pekerjaan di ladangnya dengan

cepat. Suatu pekerjaan itu dapat diselesaikan dengan cepat kalau dilakukan secara

bersama-sama. Seluruh kegiatan yang berhubungan dengan siklus mata

pencaharian yang mulai dari menanam, mengelola, dan memanen diselesaikan

dengan gotong-royong. Selain itu, pelaksanaan upacara adat dalam siklus

(2)

dengan gotong-royong. Pekerjaan umum seperti pembukaan kampung, perbaikan

jalan, perbaikan irigasi, pendirian rumah, maupun ritual-ritual religi juga

dilakukan dengan gotong-royong. Namun, disini penulis lebih fokus pada

kegiatan gotong-royong dalam siklus mata pencahariannya, yaitu untuk

mengetahui tahapan apa saja yang diperlukan dalam gotong-royong pada siklus

mata pencaharian masyarakat tersebut. Akan tetapi, dari hasil penelitian lapangan

penulis mendapat data hanya untuk mata pencaharian sawah yang melakukan

marsirimpa.

Kearifan lokal gotong-royong pada hakikatnya merupakan warisan leluhur

bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah dan di berbagai etnik dengan

berbagai variasi istilah dan penerapannya. Meskipun istilah dan penerapannya

bervariasi, pada hakikatnya semua yang menyangkut gotong-royong selalu

berkaitan dengan usaha memadukan potensi, tenaga, sumber daya, dan sumber

dana secara bersama-sama dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

Sekarang kearifan lokal gotong-royong semakin memudar karena kebiasaan

perseorangan setelah selesai melakukan pekerjaan akanmeminta upahdan

beranggapan bahwa gotong-royong tersebut tidak lagi perlu dipraktikkan dalam

kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat mengedepankan

kepentingan pribadi yang mengutamakan uangdaripadagotong-royong

tersebut.Orang-orang yang memiliki perekonomian kurang baik, akan susah

mencari teman bergotong-royong ke ladangnya, karena yang lainnya sudah

memberi upah kepada para pekerja ke ladang. Dengan demikian, masyarakat yang

tidak mampu memberi upah akan berupaya sendiri untuk

(3)

Kegiatan gotong-royong ini harus tetap dilaksanakan pada kehidupan

masyarakat agar terjadi kerja sama yang dapat mewujudkan kekompakan. Hal ini

pulalah yang melatarbelakangi penulis mengangkat judul “TradisiMarsirimpa

pada Siklus Mata Pencaharian di daerah Baktiraja”. Di daerah Baktiraja ini masih

dilaksanakan tradisi gotong-royong tersebut. Alangkah baiknya warisan leluhur

tersebut dilestarikan oleh generasi penerus bangsa kita ini.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah sangat penting bagi pembuatanskripsi ini, karena

dengan adanya perumusan masalah ini maka deskripsi masalah akan terarah

sehingga hasilnya dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Masalah

merupakan suatu bentuk pertanyaan atau pernyataan yang memerlukan

penyelesaian atau pemecahan.Perumusan masalah adalah biasanya berupa kalimat

pertanyaan atau pernyataan yang dapat menarik atau menggugah perhatian.

Adapun masalah yang dibahas adalah :

1. Bagaimana jenis-jenis marsirimpa yang ada pada masing-masing tahapan siklus

mata pencaharian di Kecamatan Baktiraja tersebut?

2. Bagaimana prosedurmarsirimpa yang ada pada masing-masing tahapan siklus

mata pencaharian di Kecamatan Baktiraja?

3. Bagaimana representasi (keberadaandan gambaran) kearifan lokal

marsirimpapada ungkapan-ungkapan (pribahasa, dan perumpamaan) pada

siklus mata pencaharian Batak Toba di Kecamatan Baktiraja?

(4)

Adapun tujuanpenelitian ini adalah untuk :

1. Menguraikan jenis-jenis marsirimpayang ada pada masing-masing tahapan

siklus mata pencaharianyang ada di Kecamatan Baktiraja tersebut.

2. Menguraikan prosedur marsirimpaBatak Toba pada siklus mata pencaharian

yang dilakukan di Kecamatan Baktiraja.

3. Menganalisis ungkapan (peribahasa dan perumpamaan) yang mengandung

kearifan marsirimpa (gotong-royong)pada siklus mata pencaharian di

Kecamatan Baktiraja tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tradisi lisan marsirimpa ini memberi manfaat untuk

masyarakat dan manfaat teoretis tradisi lisan sebagai berikut. Manfaat bagi

masyarakat berkenaan dengan memungkinkan hasil penelitian ini dapat diterapkan

dalam masyarakat untuk meningkatkan partisivasi masyarakat dalam membangun,

sedangkan manfaat teoretis berkenaan pada bidang keilmuan sebagaimana yang

dijelaskan berikut ini.

1.4.1 Manfaat Praktis

1. Bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi generasi muda untuk

memotivasi mereka mengenai marsirimpa.

2. Bermanfaat bagi masyarakat untuk tetap melestarikan marsirimpadalam

menyelesaikan pekerjaan dan persoalan dengan tradisi budaya siklus mata

(5)

Bermanfaat bagi para orang tua untuk mengajarkan marsirimpa kepada

generasi muda, dan bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

karena marsirimpadapat menghemat tenaga, dana, dan waktu.

1.4.2 Manfaat Teoritis

1. Dokumentasi kearifan lokal dalam hal gotong-royong pada Departemen Sastra

Daerah FIB USU.

2. Sebagai apresiasi sastra daerah khususnya apresiasi sastra Batak terhadap

tradisi lisan (marsirimpa).

3. Menyukseskan program pelestariansastra daerah sebagai bagian

darikebudayaan nasional.

4. Menjadi sumber informasi bagi mahasiswa Departemen Sastra Daerah FIB

USU.

1.5 Anggapan Dasar

Dalam melakukan suatu penelitian sangat perlu anggapan dasar. Menurut

Arikunto (1996:65), “Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini

kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas”. Maksud

kebenaran disini adalah apabila anggapan dasar tersebut dapat dibuktikan

kebenarannya.

Penulisberanggapan bahwa tradisi marsirimpa Batak Toba pada Siklus Mata

Pencaharian ini masih dilakukan di Kecamatan Baktiraja dan mengingatkan

kepada pembaca, khususnya pada masyarakat Batak Toba yang masih tinggal di

(6)

pentingnya kekompakan dan kebersamaan dalam suatu masyarakat untuk

membangun kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat.

1.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1.6.1 Sejarah Kecamatan Bakara dan Tipang

Sejarah Tapanuli tidak bisa dilepaskan dari Bakara. Bakara letaknya tepat

dipinggiran Danau Toba,Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan.

Bakaraadalah pusat kerajaan Batak yang terlama yaitu dinasti

Sisingamangaraja. Bakara adalah saksi bisu bagi masa pemerintahan 12 raja

dinasti Sisingamangaraja hingga raja yang terakhir yakni Ompu Pulo Batu (gelar

Sisingamangaraja XII). Meskipun Ompu Pulo Batu memiliki beberapa anak

laki-laki antara lain Raja Buntal dan Raja Sabidan, tetapi tidak satupun dari mereka

yang sempat dimahkotai sebagai penerus dinasti Sisingamangaraja. Sebagian

karena semua regalia kerajaan Sisingamangaraja sudah dirampas oleh Belanda

setelah berhasil membunuh Sisingamangaraja XII di hutan sekitar desa

Sionomhudon Dairi. Sebagianlagi karena tidak adanya komitmen pihak keluarga

keturunan Ompu Pulo Batu. Seorang cucu Sisingamangaraja ke-12 yang masih

hidup bernama Raja Tonggo Tua Sinambela, saat ini berdiam di Medan.

Dahulu Bakara terkenal dengan sebutan Negeri Bakara, sebagai tempat

pusat Kerajaan Sisingamangaraja I sampai XII. Pusat pemerintahan masa itu

dikonsentrasikan dari bangunan istana yang terletak di Desa Lumbanraja.

Peninggalan bersejarah itu kini masih bisa dilihat dan sudah direnovasi sejak masa

kemerdekaan Indonesia. Untuk memasuki kompleks istana yang terletak di kaki

(7)

khasnya adalah sebuah Tugu Sirajaoloan yang terletak di sebelah kiri badan jalan

desa.Sangat disayangkan memang, ketika di berbagai tempat lain di bumi

Nusantara, keturunan raja-raja Nusantara lainnya tetap melanjutkan kelangsungan

keraton dan rajanya meskipun fungsinya hanya sebatas sebagai simbol dan

pengayom budaya di daerahnya, keberlangsungan dinasti Sisingamangaraja

hingga saat ini nampaknya tidak mempunyai tempat di dalam sistem negara

Republik Indonesia.

Selama menjadi pusat kerajaan Sisingamangaraja, Bakara mengalami paling

tidak tiga kali pembumihangusan oleh musuh. Pertama oleh pasukan Paderi dari

Bonjol pimpinan Panglima Tuanku Rao ketika berupaya menundukkan

Sisingamangaraja X (nenek Op. Pulo Batu) dan sekaligus upaya mengislamkan

masyarakat Batak pedalaman.Tuanku Rao memang berhasil menewaskan

Sisingamangaraja X, tetapi gagal mengislamkan rakyat Batak di Tapanuli bagian

Utara saat itu.Kemudian Belanda melakukan pembumihangusan Bakara

sebanyak dua kali dalam rangka pengejaran Sisingamangaraja XII. Namun dua

kali pula Belanda gagal menangkap Sisingamangaraja XII. Untuk melemahkan

otoritas Sisingamangaraja XII di mata rakyat Batak, Belanda membumihanguskan

seluruh Bakara termasuk komplek istana Sisingamangaraja dan Bale Pasogitnya

(tempat yang dianggap suci oleh Sisingamangaraja).

Bakara berada di sebuah teluk di tepi Danau Toba yang dikenal oleh

penduduk lokal dengan nama Tao Simamora. Bakara adalah tempat yang sangat

indah dan tenang dikelilingi oleh bukit-bukit yang tinggi dan gagah, membuatnya

sebagai benteng pertahanan yang sangat sulit ditembus oleh musuh. Di Bakara ada

(8)

tersebut. Kondisi alam seperti itu dan peninggalan sejarah Raja Sisingamangaraja

XII membuat Bakara juga menjadi tempat wisata yang sangat bagus.

(http:www.blog M.Sitohang dan Idriz BS)

Tipang diyakini sebagai bonapasogit dari Raja Sumba (yang digelar sebagai

Sumba Napaduahon) yang merupakan salah satu anak dari Ompu Tuan Sorba

Dibanua yang delapan orang itu. Setelah menikahi Boru Pandan Nauli, yaitu putri

dari Raja Lontung dari negeri Sabulan, Raja Sumba berangkat menyisir kearah

Selatan dan membuka perkampungan disalah satu tempat yang kemudian dinamai

Tipang.Dari perkawinan dengan Boru Pandan Nauli, Raja Sumba dianugerahi dua

orang putra, yaitu Simamora yang tertua dan Sihombing yang termuda.Simamora

mempunyai keturunan, yaitu Purba, Manalu, dan Debataraja sedangkan

Sihombing memperanakkan Silaban, Nababan, Hutasoit, dan Lumban Toruan.

Ketujuh keturunan tersebut secara terus-menerus menempati Tipang hingga saat

ini danpembagian warisan sawah dan ladang diatur dengan musyawarah dan

damai secara turun-temurun.

Menurut informan, Tipang adalah nama orang. Padatahun 1921-1931 zaman

penjajahan dahulu, Belanda mengibarkan bendera mereka di gunung dan

kemudian si Tipang mengoyakkan bendera Belanda yang berwarna birunya pada

malam hari dan tinggallah hanya merah putih yang berkibar. Halitulah yang

mengakibatkan nama bukit itu menjadi Tipang.

Disuatu tempat, yakni di bagian belakang atau sebelah Selatanhutandari

marga Hutasoit dan sebelah Timur dari pusat keramaian Tipang, terdapat tiga

“Batu Pauseang” yang diterima oleh Raja Sumba dari Raja Lontung.Ketiga batu

(9)

hingga saat ini tidak terawat sama sekali dan hampir hilang ditutupi semak

belukar yang rimbun. Ketigabatu tersebut, yaitu:

1. Batu Siboru Gabe : Asa gabe diholmaon, gabe naniula (melambangkan

kemakmuran atas sawah ladang yang dikerjakan oleh seluruh keturunannya)

2. Batu Siboru Torop: Asa torop maribur huhut sangap angka pinompar na (yang

melambangkan supaya berkembang biak/beranak pinak dan sukses seluruh

keturunannya)

3. Batu Suboru Sinur: Asa sinur ma pinahan (melambangkan kemakmuran atas

ternak yang dikembangbiakkan oleh seluruh keturunannya)

Ketiga Batu Pauseang tersebut pada masa dahulu, digunakan sebagai tempat

sakral terlebih bila musim tanam tiba. Ketika masa mencangkul (ombahon) selesai

dan tiba saatnya menanam padi, maka beberapa jenis padi dibawa ke Batu

Pauseang untuk didoakan dan diletakkan disana selama beberapa hari. Bila

harinya tiba, pasanggul baringin (Purba) akan mengatakan kepada adiknya

(Manalu atau marga yang lainnya)untuk datang kesana dan akan mendapati tanda

bahwa jenis padi tertentulah yang akan ditanami di seluruh Tipang pada musim

tanam itu.Tipang adalah tempat yang banyak menyimpan sejarah atau pusaka

peninggalan Raja Sumba. Di Tipang juga terdapat tempat sakti, yaitu:

1. Namartua Guminjang: tempat mengisyaratkan suara ogung doal. Bila

berbunyi maka akan ada orang yang Saur Matua;

2. Namartua Sidimpuan: Mengisyaratkan suara ogung oloan, panggoaran dan

gordang bolon;

3. Naposo lahi-lahi ulian mataniari: suara dan tanda yang terbentang di Tipang;

(10)

5. Baru Jangar-jangar: batu berupa patung dimana tidak boleh berdusta;

6. Batu Maraktuk: sigala-gala binaga (sebagai syarat akan terjadi peristiwa

besar;

7. Gua Jarina: gua yang dalam, tempat berdoa dan mensucikan diri;

8. Batu Sada: tempat penyimpanan sari-saring (tulang-tulang) turun-temurun;

9. Pusaka Tano Hajiran: pusaka yang sangat ampuh untuk menolak bala (alogo

nasohapudian, udan nasohasaongan dohot napajolo gogo); dan

10.Air Terjun: tempat bersemedi untuk pensucian diri.

1.6.2Letak Geografis Kecamatan Baktiraja

Kecamatan Baktiraja terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Sumatera Utara, dengan luas wilayah 2.231,9 Ha yang terletak pada titik

koordinat 2°16’- 2° 23’ LU- 98°47’- 98° 58’ BT. Kecamatan Baktiraja merupakan

daerah perbukitan dan berbatu-batu yang terletak pada 500 - 1.500 meter di atas

permukaan laut (dpl). Kecamatan Baktiraja sendiri memiliki tujuh desa

diantaranya adalah DesaSimamora,Siunongunong Julu, Sinambela,

Simangulampe, Marbun Toruan, Marbun Tonga Marbun Dolok semua Desa

tersebut dapat disebut daerah bagian Bakara, dan Tipang dahulu ada dua desa

yaitu Tipang Dolok dan Tipang Toruan. Akan tetapi sekarang kedua Desa itu

sudah dijadikan satu Desa yaitu Tipang.

Kecamatan Baktiraja adalah sebuah kawasan yang terletak pada bagian

Timur wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan, berbatasan dengan empat

kecamatan:

(11)

2. Sebelah Timur, Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

3. Sebelah Selatan, Kecamatan Dolok sanggul

4. Sebelah Barat, Kecamatan Pollung

Secara administratif,Kecamatan Baktiraja terdiri atas 7(tujuh) desa,

sebagai berikut:

No Nama Desa Nama Kepala Desa Jumlah Penduduk

1 Tipang Darwin Manalu 1,669

2 Marbun toruan Omry Banjarnahor 1,085

3 Siunong-unong julu Rosmilu Purba, SH 602

4 Simamora Parningotan Bakara 703

5 Sinambela Marlindang Simanullang 1,057

6 Simangulampe Dompak Sinambela 572

7 Marbun Tonga, Marbun Dolok Dahlan Banjarnahor 1,188

(http:blog sumber Kecamatan Baktiraja dalam angka

(12)

Bakara adalah nama sebuah wilayah di pinggiran Danau Toba dekat Muara

yang terhampar di lembah yang berjarak belasan kilometer dari Dolok Sanggul.

Dibelah oleh dua aliran sungai besar yang berair deras yang disebut dengan Aek

Silang yang bersumber dari air terjun yang tercurah dari bentangan perbukitan dan

Aek Simangira. Keduanya mengaliri beberapa desa dan bermuara di Danau Toba.

Tipang adalah nama sebuah wilayah yang satu Kecamatan dengan Bakara

yang lokasinya banyak bebatuan dan jalannya terjal yang mengakibatkan

masyarakat di sana terlihat ketinggalan zaman dengan barang-barang teknologi

pada zaman sekarang. Dengan alasan ini pulalah masyarakat di Tipang masih

menjalankan tradisi marsirimpa untuk menyelesaikan lahan pertaniannya. Akan

tetapi, dengan keadaan seperti itu, bukan berarti para orang tuanya memiliki

pemikiran yang kuno, justru sebaliknya para orang tua di sana memiliki pemikiran

(13)

perguruan tinggi. Kalau di lihat dari dua desa tersebut masyarakat Tipang lebih

sejahtera dari pada Bakara, hal ini disebabkan pudarnya sifat kekeluargaan di

Bakara yang membuat masyarakatnya bekerja sendiri-sendiri tanpa menghiraukan

teman yang lainnya.

1.6.3. Situs-situs Sejarah di Kecamatan Baktiraja

Bakara terkenal dengan objek wisatanya yang indah seperti, lembah

penatapan yang indah, lokasi wisata yang terletak di jalan menuju Bakara dengan

objek wisata alam pemandangan lembah Bakara. Keindahan pemandangan di

daerah lembah Bakara ini jugalah yang menjadi pengganggu konsentrasi

penyerangan Belanda karena serdadu Belanda datang dari arah gunung lewat

Muara dan Huta Ginjang dan terpesona dengan keindahannya. Namun, memiliki

kondisi yang terjal dan curam, jarak dari kota Dolok Sanggul 8km menuju

Kecamatan Baktirja dengan waktu pencapaian ke objek wisata sekitar 40 menit

dan dapat ditempuh dengan roda empat dan roda dua dengan kondisi jalan aspal

yang baik dan sudah dibangun sebuah rumah teduh.

(14)

Istana Raja Sisingamangaraja XII dan Batu Siungkap-ungkapon. Lokasi

wisata ini terletak di Desa Simangulampe dusun Lumban Raja dengan objek

budaya berupa komplek istana dinasti Raja Sisingamangaraja yang berada tepat

pada sisi jalan lintas Kecamatan. Jarak dari kota Dolok Sanggul sekitar 17 km

menuju Kecamatan Baktiraja. Komplek ini berada di pinggir jalan menuju

Kecamatan Baktiraja, dengan waktu pencapaian ke objek wisata hanya dalam

hitungan puluhan menit dari Kecamatan Baktiraja dan dapat ditempuh dengan

menggunakan angkutan roda empat dan dua dengan kondisi jalan aspal yang baik

dan mulus. Untuk sarana dan prasarana yang tersedia rumah makan, lapangan

parker, gorga, dan rumah bolon khas Batak.

(15)

Kompleks istana Sisingamangaraja (Lumban Raja)

(16)

Batu Siungkap-ungkapon di Bakara

Batu hundul-hundulan adalah objek wisata yang terkenal di Desa Sinambela

dengan objek wisata budaya sejarah berupa batu peristirahatan yang dipercayai

pernah digunakan Raja Sisingamangaraja sebagai tempat duduknya dan di sekitar

objek batu sudah dikelilingi pagar sebagai pelindung.

Jarak dari kota Dolok Sanggul sekitar 18 km tepatnya di jalan menuju

Kecamatan Baktiraja, dapat ditempuh dengan kendaraan dan fasilitas jalan yang

(17)

Batu hundul-hundulan

Batu siungkap-ungkapon di Tipang

1.6.3 Keadaan Penduduk

Kecamatan Baktiraja terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi

Sumatera Utara dengan luas wilayah 50,36 km. Kecamatan Baktiraja merupakan

salah satu dari 10 kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan yang

(18)

jumlah penduduknya 6.364 jiwadan pada tahun 2014 jumlah penduduknya

semakin meningkat menjadi 6.876 jiwa.

Pada umumnya, masyarakat yang tinggal di Bakara dan Tipang adalah suku

Batak Toba yang telah lama mendiami desa tersebut. Desa Bakara adalah tanah

ulatan marga Sinambela, Marbun, Simamora, Sihite, dan Bakara atau disebut juga

dengan raja na onom, sedangkan marga yang lain adalah marga-marga pendatang

yang bermukim di Bakara.

1.6.4 Mata Pencaharian Kecamatan Baktiraja

Mata pencaharian utama di Kecamatan Baktiraja (Bakara, Tipang Haroroan

ni raja) ialah pertanian sawah dan ladang. Penduduk yang berada di Bakara

rata-rata mata pencahariannya adalah bertani sawah dan ladang. Mata pencaharian

sawah berupa padi yang ditanam dua kali setahun dan di ladang ada tomat, cabe,

bawang dan sayur-sayuran.Tipang mata pencaharian sawahnya adalah padi yang

ditanam dua kali setahun dan di ladangnya adalah kopi.

Baik di Bakara maupun di Tipang Karena hasil panen sering mengalami

kegagalan, penduduk membuat usaha sampingan seperti, memelihara ternak,

membuka warung, serta melibatkan wanita dan anak-anak turut bekerja dalam

membantu ekonomi rumah tangga. Akan tetapi, mata pencaharian di Bakara dan

Referensi

Dokumen terkait

banyak kualitas penting bagi sebuah organisasi pembelajar memiliki budaya yang kuat yang mendukung tidak hanya penciptaan pengetahuan tetapi transfer lintas batas

[r]

Hasil penelitian ini diketahui bahwa tingkat kepuasan siswa atas pembelajaran oleh guru-guru yang telah bersertifikasi di SMA Negeri 1 Kartasura belum memuaskan

akan menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas air, baik dampak yang bersifat fisik dan kimia, hal ini di dasarkan pada hasil pemeriksaan laboratorium pada air   buangan

COLLECT PROTECTION PAYMENTS: Players who chose flood or drought protection must pay one bean to the game assistant (if relevant, facilitator can make or invite.. observations

Penjelasan dari judul Peningkatan Hasil Belajar IPS materi Keragaman Sosial dan Budaya dengan menggunkan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together

V and Jacobs, Hendry E.1993.Literature: An Introduction to Reading and Writing.New York: A Simon and Schuster Company.. Sykes J.B.1982.Oxford Dictionary.Great Britain:The

The round characters usually the main figure in a story, profits from experience and undergoes a change and alternation, which may be shown in (1) an action or