BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelapa sawit pertama kali dikenalkan di Indonesia oleh pemerntahan kolonial
Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang di bawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai di usahakan dan di budayakana secara komersial
pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di
Afrika. Budidaya yang dilakukan diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di
Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5,123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576
ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.
Indonesia memiliki banyak kekayaan alam yang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi berbagai bahan pangan fungsional. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dengan
curah hujan 200nm/tahun dan kisaran suhu 22–32 0C. Saat ini 5,5 juta Ha lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah memproduksi minyak sawit mentah Crude Palm Oil (CPO) dengan kapasitas minimal 6 ton per tahun dan merupakan
pengolahan kelapa sawit adalah CPO. Mutu dari CPO dipengaruhi oleh kadar
asam lemak bebas, kadar kotoran dan kadar air.
Minyak kelapa sawit di peroleh dari proses pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik, bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang
berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan tandan buah kelapa sawit ke
pabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil sampingnya. Produk utama yang di hasilkan dari pengolahan kelapa sawit adalah CPO. Mutu dari CPO dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebas, kadar kotoran dan kadar air.
Dalam industri minyak sawit CPO yang dihasilkan belum dapat langsung digunakan karena masih membutuhkan pengelolahan lebih lanjut. Untuk
pengelolahan minyak sawit menjadi minyak goreng intinya terjadi melalui dua tahap yaitu pemurnian dan pemisahan. Tahap permunian terdiri dari penghilangan gum, pemucatan, dan penghilangan bau. Dan tahap pemisahan terdiri dari proses
pengkristalan dan pemisahan fraksi. RBDPO (Refenery Bleaching Deodorized Palm Oil) adalahminyaksawit yang telahmengalami proses
penyulinganuntukmenghilangkanasamlemakbebassertapenjernihanuntukmenghila ngakanwarnadanbau yang tidaksedap. Sedangkan RBDPOL (RefeneryBleaching DeodorizedPalm olein) adalahfraksicair yang berwarnakuning yang
diperolehdengancarafraksinasidari RBDPO.
Dalam industri minyak sawit terdapat parameter mutu bahan baku dan
hasil proses pemurnian dan fraksinasi seperti Asam Lemak Bebas, Bilangan Iodine, Beta Karoten, Dobi, Bilangan Peroksida, Warna dan lain – lain dimana dari setiap parameter haruslah sesuai spesifikasi yang ditentukan ataupun yang
disepakati sesuai kontrak perusahaan dan apabila bahan baku diluar spesifikasi
parameter mutu maka bahan baku harus didaur ulang kembali untuk mendapatkan speksifikasi yang sesuai.
Asam lemak bebas terjadi karena hidrolisa dari minyak oleh adanya
enzim lipase dain air dalam air dalam minyak tersebut. Selain proses hidrolisa, proses oksidasi juga dapat terjadi karena kenaikan bilangan asam. Asam lemak
bebas yang diinginkan dari minyak sawit yaitu memiliki kandungan asam lemak bebas yang rendah mengakibatkan kualitas minyak baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa terhadap asam lemak bebas pada RBDPO sebelum di proses
menjadi minyak goreng yang baik. Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin menganalisa kadar asam lemak bebas pada RBDPO (Refenery Bleaching
Deodorized Palm Oil) dan RBDPOL (Refenery Bleaching Deodorized Palm
Olein) di PT Pacific Medan Industri.
1.2. Permasalahan
Apakah kadar asam lemak bebas pada RBDPO dan RBDPOL di PT Pacific Medan Industri sudah memenuhi standar PORAM (Palm Oil Refiner Association Malaysia) atau tidak.
1.3.Tujuan
Untuk mengetahui kadar asam lemak bebas pada RBDPO dan RBDPOL telah memenuhi standar PORAM (Palm Oil Refiner Association Malaysia) atau tidak.
1.4.Manfaat
Dapat memberikan wawasan tentang menganalisa Asam Lemak Bebas pada
RBDPO (Refenery Bleaching Deodorized Palm Oil) dan RBDPOL (Refenery Bleaching Deodorized Palm Olein)