• Tidak ada hasil yang ditemukan

Liberalisme Reinhold Niebuhr dan John Ra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Liberalisme Reinhold Niebuhr dan John Ra"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Liberalisme Reinhold Niebuhr dan John Rawls

Dalam teori politik internasional, Reinhold Niebuhr dan John Rawls dikenal memiliki kontribusi pemikiran yang besar. Niebuhr menjadi ‘bapak’ dari realisme Kristen, sedangkan Rawls seorang filsuf politik liberal dan kosmopolitan. Dalam perjalanan pemikiran kedua tokoh tersebut, pandangan mereka terhadap filsafat politik tidak selalu dapat didefinisikan dengan mudah. Dari satu tulisan ke tulisan lain, selalu ada celah-celah yang masih dapat diperdebatkan konsistensinya, sehingga acapkali dalam diskusi-diskusi kelas, mereka tidak lepas dari label ‘pragmatis’ karena berusaha menyesuaikan dengan ideal yang mereka junjung dengan praktik dalam kehidupan. Tulisan ini hendak menggali pandangan dari Niebuhr yang pada titik tertentu menggenggam liberalisme, sedangkan Rawls sebagai liberal dapat beranjak dari sekadar menjelaskan tentang rasionalitas. Pengalaman mereka sebagai seorang Amerika membuat mereka terekspos dalam aspek-aspek liberalisme dan eksepsionalisme Amerika. Pertanyaan akan mengeksplorasi seputar nilai-nilai liberalisme yang mereka (tidak sadari) kemukakan. Menggali pandangan liberal dari kedua tokoh ini penting sebagai sebuah alternatif dari politik praktis liberal yang berkembang sekarang ini, far right, yang memberikan lokus bagi ultranasionalisme dan neokonservatisme. Kritikan yang dibuat oleh Niebuhr terhadap liberalisme, misalnya, sebenarnya justru hendak menguatkan dan menopang prinsip-prinsip liberal dalam liberalisme. Tulisan ini merujuk pada beberapa tulisan Niebuhr dan Rawls, serta beberapa jurnal yang telah mengkaji tulisan masing-masing dengan lebih elaboratif.

Liberalisme dalam tulisan ini tidak akan dijelaskan berbagai spektrumnya secara detil, melainkan fokus ke beberapa poin penting yang juga dibahas dalam tulisan-tulisan kedua tokoh tersebut, yaitu: 1) pandangan progresif tentang sifat manusia, 2) pluralism, kebebasan dan barang sosial dan 3) persaudaraan manusia di level internasional. Liberalisme yang dimiliki oleh kedua tokoh tidak selalu dapat dikategorikan secara pasti, apakah liberalisme itu modern atau klasik. Akan tetapi corak keduanya memberikan variasi terhadap pandangan liberalisme yang dianggap usang dan acapkali, naif.

Liberalisme Reinhold Niebuhr

(2)

pemikirannya dikenal luas sebagai Christian realism. Kategori ini diberikan kepadanya karena dalam berbagai tulisannya, ia selalu mengkritik liberalisme, budaya Amerika, dan kadang-kadang modernitas. Akan tetapi, Paul Rozen merujuknya sebagai “salah satu santo dalam liberalisme Amerika” yang “mendapatkan pujian dalam komunitas liberal Amerika”, dan di saat yang sama, Hans Morgenthau, seorang realis kenamaan, juga memujinya sebagai “salah satu pemikir politik paling penting setelah Calhoun” [CITATION Cho87 \l 1033 ]. Sumbangsih Niebuhr dalam politik, terutama bagi politik Amerika yang iklimnya saat itu didominasi oleh perang, adalah salah satu yang paling diapresiasi, sekaligus paling banyak diperdebatkan dipertanyakan.

(3)

Niebuhr dijuluki sebagai seorang “teolog yang paling sekuler” dan menjadi salah satu bapak pertama dalam gerakan ekumenis (keutuhan ciptaan). Ia percaya bahwa suatu pemerintahan haruslah terbuka dan pluralis, serta menjunjung tinggi toleransi. Dalam banyak kritikan terhadapnya, pluralisme dan toleransi dianggap sebagai etika yang membuat manusia tidak memiliki prinsip. Niebuhr menghidupkan gagasan kerendahan hati (humility) untuk membalas kritikan tersebut, yaitu dengan mengatakan bahwa setiap individu, juga negara harus memiliki toleransi menerima bahwa prinsipnya bukanlah yang paling benar, sedangkan nilai kerendahan hati penting untuk dimengerti; mengakui bahaya akan ada godaan terhadap dosa dan penyalahgunakan demi kepentingan egoistis [ CITATION Kev05 \l 1033 ]. Prinsip-prinsip ini juga merupakan sebuah pandangan seorang liberal, bukan kamp realisme yang menekankan sifat egois dan legitimasi akan sebuah absolutisme moral.

Niebuhr memang mendapatkan banyak pengaruh dari Marx, bahkan secara eksplisit menyebut dirinya “Christian Marxian”—seperti Marx mendapatkan pengaruh dari banyak realis, begitu pula sebaliknya—tetapi Niebuhr mengkritik Marx pula. Baginya, dosa merupakan sesuatu yang universal. Kapitalis dan proletar, keduanya tidak terlepas dari dosa, dan tidak ada yang menjadi pendosa lebih besar secara natur. Kapitalis lebih bersalah atas kecongkakannya di hadapan Tuhan dan ketidakadilan yang mereka lakukan terhadap yang lebih lemah. Oleh karena itu, kekuatan kapitalis harus dibatasi [ CITATION Kev05 \l 1033 ]. Argumen ini menjadi basis moral dari sebuah negara liberal, dan menjadi pengakuannya bagi negara kesejahteraan (welfare state) Amerika saat itu.

(4)

konflik menjadi mungkin karena keberdosaan manusia. Oleh karena itu, negara ada untuk menyalurkan konflik menjadi lebih tidak berdarah-darah dan menggunakan cara-cara yang lebih beradab melalui hukum. Oleh karena itu, sebenarnya masyarakat politik selalu undesirable dan ambigu. Dalam tulisannya, The Children of Light, ia setuju memilih demokrasi pluralis dan keterbukaan karena ia mengaburkan diskriminasi dalam koersi yang dilakukan negara—keadilan positif [ CITATION McW62 \l 1033 ]. Sekali lagi ia menunjukkan persetujuannya terhadap tujuan liberal dalam kebijakan sosial.

Sepanjang karirnya, Niebuhr berada dalam iklim perang, mulai dari Perang Dunia I, Perang Dunia II, hingga Perang Vietnam. Dalam perjalanannya bersama perang-perang ini, para pembacanya melihat pandangannya yang berubah. Saat 1920an pasca-PD I, ia mendukung pasifisme, tetapi pada tahun 1940an, saat PD II, ia menjadi lebih realistis dalam memandang penggunaan power, kemudian ia mengkritik pasifisme. Bahkan Niebuhr dengan enggan setuju pemimpin Kristen untuk mendukung kaum proletar menggunakan kekerasan untuk melawan kapitalisme apabila memang diperlukan. Menurutnya, pasifisme menunjukkan masalah, yaitu ilusi teologi dan budaya: orang Kristen hidup dalam para liberal modern bahwa hukum cinta dapat menjadi pedoman moral dan politik. Baginya, netralitas berbahaya dan untuk mencapai kebaikan yang lebih besar, maka power dibutuhkan [ CITATION Tho07 \l 1033 ]. Di titik ini, Niebuhr memang terlihat lebih realis. Akan tetapi, argumennya tentang power tidak lantas membuatnya mendukung penggunaan power berlebihan oleh Amerika Serikat. Dalam ide-ide politik luar negeri, Niebuhr banyak mengkritik Amerika. Ia mengingatkan lagi bahwa sebuah negara harus memiliki kerendahan hati (humility) atas bahaya dari kebangaan bangsa. Ia sangat menekankan “supreme act of ethical and collective instrospection on the past of America’s citizenry and foreign policy leadership”. Di titik ini, banyak orang melihat Niebuhr sebagai dove dalam pandangan politik luar negerinya, juga ketika ia menyatakan ketidaksetujuannya atas Vietnam [ CITATION Kev05 \l 1033 ]. Catatan ringan, ia mengkritik bahwa Amerika perlu ‘mengerjakan’ kebijakan luar negerinya dengan lebih baik, karena yang terlihat dari sikap Amerika justru bukan demokrasi dan kebebasan tetapi Coca Cola dan Hollywood.

(5)

Jefferson. Ia menawarkan teori bahwa setiap orang yang menjadi bagian dari sebuah negara akan dibatasi kebebasannya demi stabilitas negara, maka negara, dalam konteks internasional, harus mencari power untuk membuat penduduknya lebih bebas dari sebelumnya [ CITATION McW62 \l 1033 ]. Negara mencari power untuk meningkatkan national freedom—gagasan ini terlihat realis tetapi Niebuhr menolak ide mengenai Leviathan dalam kontestasi power internasional, ia masih seorang Kantian, dalam arti manusia dalam negara adalah ends, bukan means dari pencarian power.

Gagasan terakhir yang tidak kalah penting dari Niebuhr adalah brotherhood of man. Konsep kerja sama seperti ini tentu menjadi ciri khas mendasar dari liberalisme. Meskipun dikenal sebagai realis, namun Niebuhr membuat perbedaan antara dirinya realis klasik lain. Di antara survival dan liberty, Niebuhr memilih yang kedua. Lebih jauh lagi, ia lebih memilih adanya pluralism dari pusat kekuasaan dunia, daripada satu kekuatan tunggal. Negara-negara di dunia harus menerima perubahaan, keterbukaan, juga termasuk konflik dan keseimbangan. Bahkan Balance of Power tidak dapat mencegah terjadinya perang, tetapi adanya BoP lebih baik daripada satu kekuatan tunggal [ CITATION McW62 \l 1033 ]. Pandangan yang sangat liberal terlihat ketika Niebuhr menjunjung tinggi adanya brotherhood of man atau fraternity, yaitu konsep persaudaraan di dunia. Namun menurutnya, fraternity baru akan tercapai ketika semuanya setara. Ia menerima konsep federasi dunia (world federation), karena itu lebih baik daripada imperium dunia (world empire). Niebuhr lama dikenal sebagai penolak imperium sama sekali, seperti ia juga enggan dengan imperium Amerika. Pandangannya mengenai ekonomi tidak dapat didefinisikan dengan mudah, namun ia menganggap bahwa planned justice dan laissez-faire sama-sama legitim. Artinya, ia mengamini sistem ekonomi yang liberal, baik dengan intervensi negara maupun sedikit intervensi.

Liberalisme John Rawls

(6)

demokrasi, dan kerap mengundangnya ke White House. Pemikiran-pemikiran John Rawls memang mengkonsolidasi liberalisme Amerika Serikat.

Magnus opus miliknya, A Theory of Justice (setelah ini menggunakan TJ) menjadi rujukan banyak orang sebagai ‘cara’ atau metodenya sampai pada kesimpulan justice as fairness. Ia berangkat dari pengalamannya melihat ketimpangan, diskriminasi, dan masalah sosial lainnya di negara modern, kemudian membuat hipotesis bahwa ketimpangan ini kerap kali disebabkan oleh manusia yang tidak dapat menempatkan dirinya dalam “sepatu” orang lain. Ia pun menemukan ‘alat’ untuk dapat mencari tahu keadilan seperti apa yang benar-benar adil bagi semua orang, dan alat itu bernama veil of ignorance. Ketika posisi asali seseorang ditutup oleh veil of ignorance—sehingga orang berada dalam keadaan sebelum ‘birth lottery’; tidak memiliki pengetahuan akan dilahirkan dalam kondisi-kondisi seperti apa—dan ditanya keadilan seperti apa yang mereka inginkan, menurutnya setiap orang akan sampai pada dua prinsip keadilan: institusi politik yang legitim harus memberikan hak-hak kebebasan dasar seluas dan sebanyak mungkin, dan mengatur ketimpangan sosial dan ekonomi hingga menciptakan suasana kondusif bagi persamaan kesempatan dan pengembangan maksimal kondisi sosioekonomi masyarakat yang lebih tidak beruntung. Artinya, negara harus memberikan ruang kebebasan sebanyak dan seluas mungkin bagi masyarakat, termasuk hak untuk berbicara, hak untuk ber-media, bahkan hak dan kesempatan yang sama untuk melakukan kegiatan ekonomi, tetapi membuat kondisi-kondisi tersebut menjadi ‘keadaan terbaik’ masyarakat yang lebih tidak beruntung. Ia tidak menafikan bahwa ketimpangan akan selalu ada, begitu pula dengan ketidaksetujuan, karena pluralisme manusia di dunia, tetapi masyarakat dapat sampai pada keadilan dan tidak harus meninggalkan konflik politik karena perbedaannya. Mudah untuk melihat bahwa TJ menjadi basis moral praktis bagi negara-negara liberal. Meski mendasar, namun tidak semuanya mudah untuk diterapkan.

(7)

sendiri, meskipun jenius, mendapatkan banyak kritikan yang biasa memojokkan Rawls sebagai orang arch-rationalist dan kurang mengeksplorasi kualitas manusia. Akan tetapi pandangan Rawls tentang sifat manusia yang progresif dapat ditelusuri melalui premisnya ini. Menurutnya, pilihan rasional manusia tentang keadilan memiliki otoritas normatif karena kompatibilitasnya dengan penalaran (exercise of reason) dan karakter psikologis emosi manusia yang rumit. Pilihan-pilihan terhadap keadilan ini menyatakan independensi manusia atas keadaan-keadaan aksidental dari dunia kita, tetapi juga menunjukkan simpati alami dengan orang lain, menunjukkan kerentanan atas perasaan sesamanya. Bagi Rawsl, kemudian, pada dasarnya manusia selalu menginginkan sesamanya berada dalam keadaan terbaik tetapi juga tidak meninggalkan kepuasan dirinya. Di titik inilah Rawls tidak hanya berbicara tentang keadilan yang mengesampingan sifat alami manusia, karena ia berbicara tentang sentimen moral, bahkan Rawls juga hendak mengatakan bahwa rezim liberal selalu telah memperhatikan dimensi afektif dari kewarganegaraan ini [ CITATION Bar15 \l 1033 ].

Tidak hanya sentimen moral terhadap orang lain, tetapi Rawls juga menekankan tentang self-respect untuk menunjukkan perasaan aman bahwa setiap kehidupan manusia memiliki arti. Dalam dimensi relasional, self-respect berarti kemanusiaan dan perbuatan kita diapresiasi dan dikonfirmasi oleh orang lain yang memiliki kepercayaan diri yang sama. Apabila kita tidak mendapatkan apresiasi sedemikian rupa, hampir tidak mungkin bagi kita untuk mempertahankan keyakinan bahwa mereka pun berguna. Pengakuan mutual ini menunjukkan bahwa setiap manusia selalu ingin dinilai setara [ CITATION Bar15 \l 1033 ].

Mengenai pandangan liberal Rawls tentang kebebasan, pluralisme, serta social good sudah cukup eksplisit dalam tulisan-tulisannya. Ia selalu berangkat dari pertanyaan tentang pluralitas yang selalu diakuinya dan bagaimana negara harus mengatur pluralisme ini. Rawls selalu mengajak masyarakat Amerika untuk dapat menoleransi perbedaan pandangan iman (tidak selalu tentang agama, tetapi pandangan apapun tentang sebuah standar moralitas), bahkan dalam bukunya Lectures on the History of Moral Philosophy (2000), ia mencoba merespon perdebatan tua tentang liberalisme dan agama dengan memberikan alasan-alasan bahwa, jauh dari antithesis dari kebebasan, agama bisa menjadi basis dari penghargaan kita terhadap kebebasan, hal yang membuat penghormatan kita menjadi rasional [ CITATION Ber02 \l 1033 ].

(8)

menyebabkan, mengukuhkan, dan menentukan—sedikit banyak sebelum munculnya—struktur kelas [ CITATION Sne76 \l 1033 ]. Gagasan ini masih berada dalam perdebatan panjang, tetapi dapat diketahui bahwa Rawls berpikir pluralisme dalam ekonomi akan selalu ada karena struktur dari institusi. Hal yang lebih diperhatikan oleh Rawls adalah bagaimana membuat rezim liberal ini tetap adil (fair), bagi kelas yang lebih beruntung dan yang tidak. Menurutnya, kelas yang lebih beruntung ini memiliki tanggung jawab moral untuk menciptakan keadaan terbaik bagi kelas yang kurang beruntung, tanpa harus mengurangi keuntungan dari kelas atas ini. Premis inilah yang menjadi dasar dari teori keadilan liberal (liberal theory of justice) [ CITATION Abb76 \l 1033 ].

Sebagai seorang kosmpolitan pula, aspek brotherhood of man juga penting bagi Rawls. Ia banyak berbicara tentang keadilan distributif global. Salah satu kritik terbesar Rawls justru kepada dirinya sendiri. Ia memodifikasi TJ dalam Law of Peoples dan menujukannya untuk seluruh masyarakat. Rawls memanggil komunitas internasional, terutama bangsa yang lebih maju dan lebih baik dalam ekonomi, untuk memastikan bahwa mereka yang miskin dapat menemui konsumsi dasar mereka [ CITATION Hil01 \l 1033 ]. Lagi, dalam revisinya, Rawls berargumen bahwa tidak semua negara dapat menjadi liberal (ia juga menyebutnya decent hierarchical society), tetapi bukan berarti negara yang liberal meninggalkan negara-negara non-liberal, malah mereka harus menoleransinya selama negara tersebut tidak agresif dan menghargai HAM. Ia mengundang delegasi masyarakat liberal untuk masuk dalam posisi asali internasional. Kemudian Rawls berpendapat bahwa masyarakat decent hierarchical society akan menerima sejumlah hukum internasional, seperti prinsip non-intervensi, penghormatan atas perjanjian, dan HAM [ CITATION Dog04 \l 1033 ]. Dalam hal ini, Rawls mengajak masyarakat dunia, terutama masyarakat liberal kepada non-liberal, untuk saling menghormati meskipun berbeda prinsip. Meskipun Rawls dinilai tidak konsisten karena menoleransi prinsip-prinsip illiberal di ruang internasional dan tidak demikian dalam level domestik dan masih banyak perdebatan tentang hal ini, namun paling tidak Rawls menjelaskan pandangannya tentang saling hormat dalam masyarakat internasional dan bagaimana perbedaan prinsip tersebut sebenarnya masuk akal dalam secara politis.

(9)

Abbot, P. (1976). With Equality and Virtue for All: John Rawls & the Liberal Tradition. Polity, 8(3), 339-357.

Barnejee, K., & Bercuson, J. (2015). Rawls on the embedded self: Liberalism as an affective regime.

European Journal of Political Theory, I(4), 209-228.

Berkowitz, P. (Spring 2002). John Rawls and the Liberal Faith. The Wilson Quarterly , 26(2), 60-69.

Chomsky, N. (1987). Reinhold Niebuhr. Grand Street, 6(2), 197-212.

Dogan, A. (2004). The Law of Peoples and the Cosmopolitan Critique. Reason Papers, 27, 131-148.

Hill, R. P., Peterson, R. M., & Dhanda, K. K. (February 2001). Global Consumption and Distributive Justice: A Rawlsian Perspective. Human Rights Quarterly, 23(1), 171-187.

Mattson, K. (2005). Why We Should Be Reading Reinhold Niebuhr Now More Than Ever: Liberalism and the theFuture of American Political Thought. The Good Society, 14(3), 77-82.

McWilliams, W. C. (1962). New Orthodoxy for Old Liberalism. The American Political Science Review, 56(4), 874-885.

Niebuhr, R. (1960). Moral Man and Immoral Society. New York: Touchstone.

Sneed, J. D. (April, 1976). John Rawls and the Liberal Theory of Society. Erkenntnis, 10(1), 1-19.

Thompson, M. G. (2007). An Exception to Exceptionalism: A Reflection on Reinhold Niebuhr's Vision of "Prophetic" Christianity and the Problem of Religion and U.S. Foreign Policy. American

Referensi

Dokumen terkait

Artinya adalah bahwa presentase sumbangan pengaruh variabel independen (kreativitas iklan, daya tarik iklan, kualitas pesan iklan) terhadap variabel dependen (brand

Daya tarik yang dimiliki Wisata Alam Pantai Air Terjun Tompa Ika memiliki keunikan sumber daya alam yang sangat menarik dan beragam, sehingga sangat berpotensi dijadikan

pada grafik hasil motor kedua (cooling water pump) di kondisi beban normal terlihat hal yang sedikit berbeda pada nilai torsi elektromagnetik dimana hal yang sama terjadi

Peran kepala sekolah sangat penting dalam melaksanakan konsep trilogi kepemimpinan Tamansiswa karena kepala sekolah sebagai pemimpin yang harus menjadi contoh

Jadi, ini adalah sesuatu hal yang cukup vital bahwa organisas anda memilih software HRIS yang mempunyai teknik-teknik keamanan yang paling canggih, seperti proteksi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh karakteristik pekerjaan dan komunikasi interpersonal terhadap komitmen organisasi pada Toserba Gunasalma Kawali dengan hasil uji

Fungsi sumber manusia seperti pampasan, perancangan dan perekrutan sumber manusia, pemilihan dan sosialisasi, latihan dan perhubungan industri merupakan aspek yang