• Tidak ada hasil yang ditemukan

definisi spinal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "definisi spinal"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Rabu, 21 Desember 2011

Spinal Anestesi

Spinal Anestesi pertama kali ditemukan pada tahun 1885 oleh Leonard Corning, seorang ahli saraf di New York. Beliau

bereksperimen dengan memasukan kokain pada saraf tulang belakang Anjing, kemudian ia melihat Anjing tersebut

kehilangan rasa sakit, meskipun disayat dengan pisau.

Eksperimen awal Leonard Corning, membawa perubahan penting di bidang Kedokteran Anestesi dan sampai saat ini teknik Spinal Anestesi sangat bermamfaat di dunia kesehatan untuk menolong pasien di kamar operasi.

Spinal Anestesi itu Apa?

Spinal Anestesi adalah pembiusan dengan memasukan obat berupa suntikan jarum halus melalui tulang belakang (tulang punggung) sehingga pasien tidak mengalami rasa nyeri ketika di sayat dengan pisau, namun pasien tetap sadar dan bisa bicara dengan petugas dan mengetahui bahwa dia sedang menjalani operasi.

Apa mamfaat Spinal Anestesi bagi dunia kesehatan ?

Teknik Spinal Anestesi sangat berguna pada pasien yang tidak bisa dilakukan pembiusan umum dengan teknik Intubasi

endotrakeal, seperti pasien yang mengalami gangguan saluran napas, yaitu asma bronkial, bronkitis alergi dan kelainan

anatomi saluran nafas.

( Intubasi endotrakeal adalah salah satu tindakan untuk pembiusan umum)

Jadi dengan adanya teknik Spinal Anestesi, pembiusan tetap dapat dilakukan tanpa pembiusan umum pada pasien yang mengalami gangguan saluran pernafasan.

Apa Tujuan Spinal Anestesi ?

Spinal Anestesi bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri pada daerah pinggang atas sampai ujung jari kaki, jika diberi

(2)

diblok dengan obat bius pada daerah punggung.

Kasus apa saja yang bisa di lakukan Spinal Anestesi?

Spinal Anestesi dapat dilakukan pada tindakan Sectio Caesaria, pasien dengan Hernia, pasien yang akan di operasi dengan patah tulang kaki dan Amputasi anggota gerak bawah.

Apa saja efek negatif atau Komplikasi dari Spinal Anestesi? Dapat secara luas diklasifikasikan sebagai berikut, yaitu

Komplikasi langsung (di meja operasi), seperti terjadinya Shock Spinal, Cauda equina cedera, pendarahan, hematoma dan

jarum patah saat melakukan penusukan.

Kemudian komplikasi tidak langsung (di unit perawatan pasca operasi), yaitu berlangsung dalam waktu enam jam setelah Anestesi Spinal, dimana pasien akan mengalami sakit kepala dan sakit tulang belakang.

Terakhir, Komplikasi lanjut, yaitu terjadinya Infeksi, seperti meningitis.

• KOMPLIKASI NEUROLOGIS DARI ANESTESI SPINAL

Komplikasi neurologis yang berkaitan dengan SA mencakup sakit kepala post- dural, radikulopati, nervus kranial palsy.36 Contoh yang jarang yaitu emfiema, meningitis aseptik,

arachnoiditis, hematoma epidural dan mielitis telah dilaporkan.36 Pada sebuah survei observasi, komplikasi

neurologis ditemukan 34 dari 40.640 anestesi spinal dengan lima kasus dengan gejala yang bertahan melewati 3 minggu dan disebut permanen.37 Pada survei skala besar lain, insiden sequelae neurologis permanen adalah 1 dari 65.000 prosedur. Studi ini dan yang lainnya mendukung pernyataan bahwa SA adalah teknik yang relatif aman.

Anestesi Spinal

(3)

Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal adalah jenis obat, dosis yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat.

Indikasi

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga

digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi

urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetri, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi

Kontraindikasi

Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat

dilakukan pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakranial.

Kontraindikasirelatif meliputi neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan praoperasi golongan AINS (antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, novalgin,

parasetamol), heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, dan a resistant surgeon.

Persiapan Pasien

Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed concent) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.

Pemeriksaan fisis dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya skoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah

penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.

Kunjungan praoperasi dapat menenangkan pasien. Dapat dipertimbangkan pemberian obat premedikasi agar tindakan anestesi dan operasi lebih lancar. Namun, premedikasi tidak berguna bila diberikan pada waktu yang tidak tepat.

Perlengkapan

(4)

Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16-G sampai dengan 30-G. Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah yang teranestesi. Pada

anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat jenis cairan serebrospinal (hiperbarik), akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama

(isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37°C cairan serebrospinal memiliki beratjenis 1,003-1,008.

Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alkohol, dan duk.

Jarum Spinal

Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bambu runcing (jenis Quinke-Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pascapenyuntikan spinal.

Teknik

1. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi. Panggul dan lutut

difleksikan maksimal. Dada dan leher didekatkan ke arah lutut. 2. Posisi penusukan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebra lumbalis (interlumbal).

3. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.

4. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10-30° terhadap bidang horizontal ke arah kranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater dan lapisan

subaraknoid.

(5)

kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti adrenalin.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri saat

penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urin, meningitis, cedera pumbuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal total.

Friday, November 7, 2008

ANESTESI SPINAL PADA SEKSIO CESARIA ANESTESI SPINAL PADA SEKSIO CESARIA PENDAHULUAN

Tahun 1973 di Inggris terdapat 50 kematian ibu. Kebanyakan kematian ibu ini sehubungan dengan anestesi umum, 50% diantaranya karena aspirasi isi lambung. Tahun 1980 di Inggris terdapat 29 kematian ibu dengan anestesi umum, 16 orang di antaranya disebabkan aspirasi isi lambung, sedangkan yang 11 orang mengalami cardiac arrest karena kesukaran intubasi. Dengan anestesi regional ibu masih dalam keadaan sadar, refleks protektif masih ada, sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung kecil sekali. Ibu tidak menerima banyak macam obat dan perdarahannya lebih sedikit. Dari segi janin, anestesi regional ini bebas daripada obat-obat yang

mempunyai efek depresi terhadap janin.

Tahun 1970, menurut American College of Obstetric and Gynecologists untuk Sectio caesarea elektif 50% digunakan anestesi spinal. Sampai tahun 1975 di klinik-klinik swasta masih banyak digunakan anestesi spinal dibandingkan dengan anal gesi epidural. Di dalam tulisan ini kami melakukan anestesi spinal pada penderita-penderita yang akan dioperasi sectio caesarea dengan pemikiran bahwa :

Analgesi epidural lebih banyak membutuhkan waktu dan ketrampilan, juga adanya stimulasi alat-alat dalam yang menimbulkan perasaan tidak enak pada waktu manipulasi (terutama manipulasi segmen bawah uterus) serta adanya kegagalan-kegagalan walaupun dilakukan oleh seorang ahli (1,4% Bromage 1954; 6% Bonica 1957).

(6)

cepat, blokade sarafnya meyakinkan, kemungkinan toksisitas tidak ada karena dosis yang rendah, dan karena adanya

blokade saraf sakral yang sempurna, perasaan tidak enak seperti pada anestesi epidural tidak ada.

Teknik apapun yang dipakai, agar keadaan ibu dan anak tetap baik. Usahakan :

mempertahankan kestabilan sistim kardiovaskular

oksigenisasi yang cukup

mempertahankan perfusi placenta yang cukup.

Pemberian cairan pre-operatif, pencegahan aortacaval

compression (tilting, uterine displacement), oksigenisasi dan

pemberian efedrin merupakan hal-hal yang penting sekali dilakukan.

ANESTESI SPINAL (SUB ARACHNOID NERVE BLOCK)

Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan-tindakan bedah, obstetrik, operasi operasi

bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah. Teknik ini baik sekali bagi penderita-penderita yang mempunyai kelainan

paru-paru, diabetes mellitus, penyakit hati yang difus dan kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan gangguan metabolisme dan ekskresi dari obat-obatan.

Bagian motoris dan proprioseptis paling tahan terhadap

blokade ini dan yang paling dulu berfungsi kembali. Sedangkan saraf otonom paling mudah terblokir dan paling belakang

berfungsi kembali. Tingginya blokade saraf untuk otonom dua dermatome lebih tinggi daripada sensoris, sedangkan untuk motoris dua-tiga segemen lebih bawah. Secara anatomis dipilih segemen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujung

bawah daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang interegmental lumbal ini relatif lebih lebar dan lebih datar dibandingkan dengan segmen-segmen lainnya.

Lokasi interspace ini dicari dengan menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan. Maka titik pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau L4 - 5

interspace. Ligamenta yang dilalui pada waktu penusukan yaitu :

• Ligamentum supraspinosus Ligamentum interspinosus• Ligamentum flavum•

(7)

sarankan penusukan paramedian, dimana jarum hanya melalui otot dan fascia kemudian ligamentum flavum. line approach yaitu apabila kita menusukkan jarum tepat digaris yang

menghubungkan processus spinosus satu dengan yang lainnya, pada sudut 800 dengan punggung. Sedangkan paramedian approach penusukan 1 jari lateral dari garis jarum diarahkan ke titik tengah pada garis median dengan sudut sama dengan midline approach.

Pada penusukan mungkin yang keluar bukan liquor tapi darah, sebab di bagian anterior maupun posterior medula spinalis terdapat sistim arteri dan vena. Apabila setelah 1 menit liquor yang keluar masih belum jernih sebaiknya jarum dipindahkan ke segmen yang lain. Bila liquor tidak jernih, sebaiknya anestesi spinal ini ditunda dan dilakukan analisa dari liquor. Adapun jarum yang dipakai paling besar ukuran 22, kalau mungkin pakai jarum 23 atau 25. Makin kecil jarum yang kita pakai, makin kecil kemungkinan terjadinya sakit kepala sesudah anestesi (post spinal headache).

Obat spinal anestesi yang paling menonjol adalah tetrakain dan dibukain, yang mempunyai efek kuat dan kerjanya lebih lama. Di bagian Anestesi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin yang ada hanya xilokain 5% hiperbarik, buatan Astra dengan B.D. 1,030 -1,035. Onsetnya cepat, kurang dari 4 menit dengan lama

kerjanya antara 60 - 90 menit. Dosis untuk wanita hamil 25% - 30% lebih rendah dari wanita yang tidak hamil. Rata-rata

dipakai 1,25 - 1,50 cc. Tingginya lebel anestesi tergantung dari :

• Posisi penderita waktu penyuntikkan dan sesudahnya.

• Tingginya segemen yang dipilih pada penusukkan, makin ke arah kranial makin tinggi.

• Volume dari obat yang disuntikkan, makin banyak makin tinggi.

• Kekuatan dan kecepatan penyuntikkan.

Hal-hal tersebut diatas dapat kita atur, tetapi ada faktor lain di luar kemampuan kita, yaitu keinginan mengejan waktu

persalinan. Apabila pada saat dimasukkan obat anestesi atau pun segera setelah obat masuk liquor, wanita mengejan, maka tinggi level anestesi akan bertambah yang kadang-kadang sangat jauh sampai th. 4, sehingga penderita akan mengalami hipotensi yang hebat dan kesukaran bernafas, bahkan sampai menimbulkan sianosis.

(8)

Pada akhir kehamilan akan terjadi kenaikan alveolar ventilation sampai 70%, untuk mengimbangi kenaikan konsumsi oksigen sekitar 20% atau lebih. Hal ini mengakibatkan turunnya pCO2 sampai 30 - 32 mmHg. Pada persalinan hiperventilasi terjadi lebih hebat lagi, disebabkan rasa sakit dan konsumsi oksigen dapat naik sampai 100%. Oleh karena itu apabila terjadi

hipoventilasi baik oleh obat-obat narkotika, anestesi umum maupun lokal, maka akan mudah terjadi hipoksemia yang berat. Faktor-faktor yang menyebabkan hal ini, yaitu : • Turunnya FRC sehingga kemampuan paru-paru untuk menyimpan O2menurun.

• Naiknya konsumsi oksigen Airway closure•

• Turunnya cardiac output pada posisi supine.

Maka mutlak pemberian oksigen sebelum induksi, dan selama operasi.

Letak Penderita

Kompresi dari pembuluh-pembuluh darah besar di pinggiran pelvis merupakan hal yang berbahaya bagi ibu dan anak. Kompresi aortokaval ini terutama terjadi apabila penderita dalam keadaan supine terlentang. Karena perfusi plasenta sangat tergantung pada tensi, maka penurunan cardiac output yang berakibat penurunan tensi akan mengakibatkan

penurunan perfusi plasenta yang menyebabkan terjadinya depresi fetal. Apalagi kalau seandainya penderita mendapat blokade simpatis oleh regional anestesi, maka tonus vena di ekstremitas bawah makin berkurang, venous return akan lebih kurang lagi berarti cardiac output juga akan rendah sekali, sehingga terjadi hipotensi yang berat dan perfusi plasenta akan lebih buruk lagi.

Begitu posisi diubah menjadi letak miring, kompresi pada vena cava inferior berkurang, venous return kembali normal, maka cardiac output dan tensipun akan baik kembali. Jadi, semua penderita yang akan di sectio caesarea dengan anestesi spinal harus diletakkan miring ke kiri dengan jalan memberi bantal pada bokong penderita. Teknik Anestesi Spinal :

o Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 - 1500 ml. o Oksigen diberikan dengan masker 6 - 8 L/mt.

o Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.

(9)

sehingga lutut dekat ke perut penderita.

o L3 – 4 interspace ditandai, biasanya agak susah oleh karena adanya edema jaringan.

o Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.

o Sebelum penusukan betadin yang ada dibersihkan dahulu. o Jarum 22 - 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu, juga tanpa introducer dengan bevel menghadap ke atas.

o Kalau liquor sudah ke luar lancar dan jernih, disuntikan xylocain 5% sebanyak 1,25 - 1,5 cc.

o Penderita diletakan terlentang, dengan bokong kanan diberi bantal sehingga perut penderita agak miring ke kiri, tanpa posisi Trendelenburg.

o Untuk skin preparation, apabila penderita sudah operasi boleh mulai.

o Tensi penderita diukur tiap 2 - 3 menit selama 15 menit pertama, selanjutnya tiap 15 menit

o Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari 20 mmHg dibanding semula, efedrin diberikan 10 – 15 mgl.V. o Setelah bayi lahir biasanya kontraksi uterus sangat baik, sehingga tidak perlu diberikan metergin IV oleh karena sering menimbulkan mual dan muntah-muntah yang mengganggu operator. Syntocinon dapat diberikan per drip.

o Setelah penderita melihat bayinya yang akan dibawa keruangan, dapat diberikan sedatif atau hipnotika.

KEPUSTAKAAN

Aboulesh EA. Pain control in obstetries, JB Lippincott Comp. Philladelphia-Toronto: 1977; 305-341.

Shnider SM, Levinson G. Anesthesia for cesarean section. In Shnider SM, Levinson G, Eds Anesthesia for obstetric,

Baltimore: The William & Wilkin Comp 1979; 254 - 275.

(10)

Levinson G, Shnider SM. Vasopressor in obstetrics. Clin Anesth 1973; 10 : 78.

Ueland K, Gills R, Hansen JM. Maternal cardiovascular dynamics. Am J Obstet Gynecol. 1968; 100: 42.

Weaver JB, Pearson JF, Rosen M. Posture and epidural block inpregnant woman at term. Anaesth. 1975; 30 : 752.

Datta S. Analgesia for cesarean section. In : 32 nd Annual refresher course lectures 1981; 218A.

Datta S, Alper MH, Ostheimer GW, Weiss JB. Method of

ephedrine administration and nausea and hypotension during spinal anesthesia for cesarean section. Anesthesiology 1982; 56 : 68.

Datta S, Brown WU. Acid-base status in diabetic mothers and their infantsfollowing general or spinal anesthesia for cesarean section. Anesthesiology 1977; 47 : 272.

Datta S, Kitzmiller Jl, Naulty JS, Ostheimer GW, Weiss JB. Acid base status of diabetic mothers and their infants following

spinal anesthesia for cesarean section. Anesth Analg 1982; 61 : 662.

Ralston DH, Shnider SM. The fetal and neonatal effects of

regional anesthesia in obstetrics. Anesthesiology 1978; 48, 34. Giasi RM, D'Agostino E, Covino BG. Absorption of lidocaine following subarachnoid and epidural administration. Anesth Anal 1979;58 : 360.

Bonnardat JP, Mallet M, Calau JC, Millot F, Deligue. Maternal and fetal concentration of morphine after intrathecal administration during labour. Br J Anaesth 1982; 54 : 487.

Corke BC, Datta S, Ostheimer GW, Weiss JB, Alper MH. Spinal anaesthesia for caesarion section. Anaesth. 1982; 37 : 658. Datta S, Alper MH, Ostheimer GW, Brown WU, Weiss JB. Effect of maternal position on epidural anesthesia for cesarion

section, acid-base status, and bupicaine consentrations at delivery. Anesthesiology 1979;50 : 205.

Moya F, Smith B. Clinical anesthesia for cesarean section; clinical and biochemical studies of effect on maternal physiology. JAMA 1962; 179 : 609.

Wollmann SB, Marx GF. Acute hydration for preventing of

hypotension of spinal analgesia in parturients. Anesthesiology, 1968; 29 : 374.

Mendiola J, Grylock LI, Scanlon JW. Effect of intrapartum

(11)

Mathru M, Rao TLK, Kartha RK, Shanmaghan M. Jacobs HK. Intravenous albumin administraion for prevention of spinal hypotension during cesarean section. Anesth Analg 1980; 59 : 655.

Kenepp NB, Shelley WC, Kumar S. Dextrose hydration in cesarean section patients. Anesthesiology 1980; 53 : S304. Bulky RJ, Downing JW, Brock-Utne JG, Cuerden C. Right versus left lateral tilt for cesarian section. Br J Anaesth 1977; 49 : 1009.

Clark RB, Thomson DS, Thomson CH. Prevention of spinal hypotension associated with cesarion section. Anesthesiology 1976;45 : 670.

Guthe K, Gill RE, Hensen JM. Prophylactic ephedrine preceding spinal anesthesia for cesarean section. Anesthesiology 1976; 45: 462.

Shnider SM. Uterine blood flow. In : 32nd Annual refresher course lectures. 1981; 107.

Ralston DH, Shnider SM. Effect on equipotent ephedrine, metaraminol, mephentermine and metho xamme on uterine blood flowin pregnant ewe. Anesthesiology 1974; 40 : 354. Wright RG, Robin SH, Shnider SM, Levinson G. Maternal adini nistration of ephedrine increases fetal hearth rate and

variability. In : American Society of Anesthesiologist. Annual meeting 1977; S131.

Cassady GN, Moore DC Bridenbaugh LD. Post partum

hypertension after the use vascontrictor and oxytoxic drugs, JAMA 1960; 172: 1011.

Sprague DH. Effects of position and uterine displa cement on spinal anesthesia for cesarean section. Anesthesiology 1976; 44 : 164.

Johnson GN, palahnink RJ, Tweed WA, Jones MV, Wade JG. Regional cerebral blood flow changes during servere fetal asphyxia by slow partial umbilical cord compression Am J Obs Gynecol 1979; 135 : 48.

(12)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Selama ini, anestesi lokal yang dipakai adalah bupivacaine dan efek samping anestesi spinal adalah penurunan tekanan darah untuk itu penelitian ini bertujuan mendapatkan

EFEKTIFITAS EFEDRIN ORAL DOSIS 30 mg DAN 40 mg UNTUK MENCEGAH HIPOTENSI PADA ANESTESI SPINAL.. DI

pemberian obat pada anestesi spinal pasien sectio caesaria , dengan. pemberian bupivacaine-fentanyl lebih diutamakan karena

Dari grafik di atas terlihat tekanan darah diastolik pasca penyuntikan anestesi spinal yaitu mulai menit 3 sampai ke menit 12 untuk kelompok bupivakain dengan lidokain,

Variabel pada penelitian ini meliputi klonidin dengan dosis 30 mcg intratekal sebagai adjuvant tunggal dalam anestesi spinal, prevalensi kejadian menggigil, dan derajat

Vasovagal merupakan efek samping anestesi karena stimulasi N. Vagus, hal ini disebabkan peningkatan tonus saraf parasimpatis. Pada penggunaan anestesi spinal, obat

Selama ini, anestesi lokal yang dipakai adalah bupivacaine dan efek samping anestesi spinal adalah penurunan tekanan darah untuk itu penelitian ini bertujuan mendapatkan

Dari grafik di atas terlihat tekanan darah diastolik pasca penyuntikan anestesi spinal yaitu mulai menit 3 sampai ke menit 12 untuk kelompok bupivakain dengan