• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Eceng Gondok di Samosir (Studi Tentang Ekonomi Kreatif Masyarakat Desa Huta Namora)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Eceng Gondok di Samosir (Studi Tentang Ekonomi Kreatif Masyarakat Desa Huta Namora)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Dalam penelitian ini mengkaji mengenai pemanfaatan eceng gondok sebagai

produk kerajinan dan ekonomi kreatif masyarakat Desa Huta Namora, Kabupaten

Samosir. Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan modal

kreativitas yang dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono1 “ekonomi gelombang ke-4 adalah gelombang ekonomi dengan orientasi pada kreativitas, budaya, serta warisan budaya dan

lingkungan”. Masyarakat Indonesia mulai menyadari bahwa saat ini mereka tidak

bisa hanya mengandalkan bidang industri sebagai sumber ekonomi di negaranya

tetapi mereka harus lebih mengandalkan Sumber Daya Manusia yang kreatif karena

kreativitas manusia itu berasal dari daya pikirnya yang menjadi modal dasar untuk

menciptakan inovasi dalam menghadapi daya saing atau kompetisi pasar yang

semakin besar.

Indonesia merupakan provinsi yang memiliki daerah perairan yang luas.

Selama 106 tahun berada di bumi Indonesia, eceng gondok telah menyebar ke seluruh

perairan yang ada dan memenuhi setiap jengkalnya baik waduk, rawa, danau maupun

sungai. Tanaman ini sudah menyebar ke seluruh perairan di Jawa, Kalimantan,

1

(2)

Sumatera. Di Samosir khususnya salah satu kabupaten di Sumatera Utara, yang

terkenal dengan Danau Toba namun sangat disayangkan Danau Toba banyak

ditumbuhi tanaman eceng gondok, yang dianggap mengganggu keindahan dan

merusak lingkungan.

Eceng gondok2 termasuk dalam famili Pontederiaceae. Tanaman ini memiliki bunga yang indah berwarna ungu muda. Daunnya berbentuk bulat telur dan berwarna

hijau segar mengkilat bila diterpa sinar matahari. Daun-daun tersebut ditopang oleh

tangkai berbentuk silinder memanjang yang kadang-kadang sampai mencapai 1 meter

dengan diameter 1-2 cm. Tangkai daunnya berisi serat yang kuat dan lemas serta

mengandung banyak air.

Eceng gondok diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1894. Penanaman

eceng gondok yang berasal dari negara Brazil saat itu bertujuan untuk melengkapi

dan memperindah suasana kebun raya Bogor, karena eceng gondok yang hidup

terapung di permukaan air itu memiliki bunga ungu yang cukup indah. Apabila

pertumbuhannya terkendali, eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai makanan

ternak, membantu menetralkan air yang tercemar, dan sebagai pelindung ikan.

Eceng gondok di Danau Toba berkembang secara liar dan menjadi gulma

(tanaman pengganggu). Tanaman air yang pertumbuhannya sangat cepat ini

mengganggu ekosistem dalam air. Tumbuhan gulma ini hidup terapung pada air

2

(3)

Danau Toba yang dalam dan mengembangkan perakaran di dalam lumpur pada air

yang dangkal. Eceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara

vegetatif maupun generatif. Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak

Lingkungan Sumatera Utara di Danau Toba melaporkan bahwa satu batang eceng

gondok dalam waktu 52 hari mampu berkembang seluas 1 m2, atau dalam waktu 1

tahun mampu menutupi area seluas 7 m2. Heyne menyatakan bahwa dalam waktu 6

bulan pertumbuhan eceng gondok pada areal 1 ha dapat mencapai bobot basah

sebesar 125 ton. Di kawasan perairan danau, eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir

pantai sampai sejauh 5-20 m (dalam Gunawan Pasaribu dan Sahwalita 2006).

Salah satu upaya yang cukup prospektif untuk menanggulangi eceng gondok

yang ada di Danau Toba, adalah dengan memanfaatkan tanaman eceng gondok

sebagai bahan baku kerajinan. Meskipun usaha ini belum dapat dikatakan berhasil

sepenuhnya, tetapi dengan adanya usaha pengendalian tersebut memberi peluang

usaha baru bagi masyarakat. Pengolahan eceng gondok di Desa Huta Namora ini,

memberi beberapa keuntungan baik dilihat dari segi ekonomi dan lingkungan.

Pertama, dilihat dari segi ekonomi yaitu memanfaatkan dan memodifikasi eceng

gondok untuk menambah penghasilan masyarakat pengrajin. Kedua, dari segi

lingkungan berguna untuk mengurangi jumlah eceng gondok di Danau Toba, guna

menunjang aktivitas masyarakat dan mendukung pelestarian Danau Toba.

Masyarakat memanfaatkan tangkai daun eceng gondok sebagai bahan baku

untuk kerajinan anyaman seperti tas baik ransel maupun sandang, sandal,topi dan

(4)

dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat atau dihasilkan oleh tenaga

pengrajin mulai dari desain awal sampai proses penyelesaian produknya. Eceng

gondok dimanfaatkan untuk mencapai keuntungan serta kelanjutan usahanya. Eceng

gondok diolah semenarik mungkin, dilakukan dengan cara menciptakan kerajinan

tangan berbahan baku eceng gondok untuk dipasarkan, dikembangkan, dikemas

dengan tampilan menarik dan lebih komersial agar menarik minat konsumen.

Kegiatan mengolah eceng gondok ini dilakukan oleh tangan-tangan terampil.

Tumbuhan penggangu ini menjadi barang-barang kerajinan dengan nilai jual tinggi.

Muncul watak wirausaha yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan

inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Masyarakat Samosir menambahkan guna

atau manfaat terhadap eceng gondok dengan pengetahuan dan keterampilan. Para

pengrajin mengembangkan ide dan meramu sumber daya yang tersedia. Pengetahuan

sendiri salah satu unsur kebudayaan universal yang merupakan wujud ideal dari

kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam

kepala dengan perkataan lain, dalam alam pikiran masyarakat berupa ide-ide,

gagasan, nilai-nilai yang diinterpretasikan ke dalam kegiatan masyarakat termasuk

kegiatan mengolah eceng gondok.

Prakarya sederhana eceng gondok ini sangat banyak memberi manfaat bagi

masyarakat Samosir. Seperti contoh yang sudah penulis lihat, bahwa setiap hari

Kamis seluruh guru dan murid yang ada di sekolah Samosir menggunakan tas eceng

gondok, hal ini merupakan peraturan dari Dinas Pendidikan Samosir dan menjadi

(5)

yang telah diuraikan dengan melihat bagaimana masyarakat Samosir mengolah eceng

gondok, mengemas eceng gondok menjadi barang yang bersifat profan atau komersial

menjadi tolak ukur dan ketertarikan penulis untuk menelitinya. Penulis mencoba

untuk menjelaskannya melalui penelitian ini.

1.2 Tinjauan Pustaka

Pendapat McClelland dalam Heddy Shri Ahimsa Putra (2003), yang

mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dalam suatu masyarakat terkait dengan

adanya tipe-tipe kepribadian kreatif yang dominan dalam masyarakat. Istilah

Ekonomi Kreatif sendiri pertama kalinya dikembangkan oleh Jhon Howkins penulis

buku Creative Economy, “Make Money From Ideas”, menurutnya ekonomi kreatif

disebut ketika input dan output adalah gagasan. Menurut Robert Lukas seorang

pemenang Nobel di bidang ekonomi, dia menyatakan saat ini ekonomi kreatif muncul

sebagai fenomena ekonomi dunia masa depan (dalam Jurnal-Jurnal Ilmu Sosial

2009).

Oleh karena itu, ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi yang

lebih mengutamakan informasi dan kreativitas, dengan mengandalkan ide-ide dan

pengetahuan dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam

kegiatan ekonominya. Ekonomi kreatif lebih berfokus pada penciptaan barang dan

jasa yang mengandalkan keahlian, bakat, dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual

(6)

Koentjaraningrat (2005:72) mendefenisikan kebudayaan sebagai keseluruhan

gagasan, pengetahuan, pikiran, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat. Dijadikan milik diri manusia yang diperoleh melalui proses

belajar dan pengalaman manusia. Sehingga apa yang didapat oleh manusia itu adalah

melalui tahapan dari belajar dan tersusun sedemikian rupa dalam mind manusia itu

sendiri.

Dalam konsep ini, segala aktivitas manusia yang dilakukan dalam kehidupan

sehari-hari merupakan bagian dari kebudayaan. Oleh karena itu, usaha ekonomi

kreatif kerajinan eceng gondok ini merupakan kreativitas dari karya manusia berupa

benda-benda kerajinan yang merupakan salah satu bagian dari hasil kebudayaan.

Ekonomi kreatif juga tidak terlepas dari pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat.

Pengetahuan sebagai salah satu unsur kebudayaan merupakan bentuk primer dari

modal ekonomi kreatif. Pengetahuan dapat memberikan kehidupan dan berguna bagi

para pengrajin.

Kerajinan tangan (handy craft) adalah “a work produced by hand labor, a

trade requiring skill of hands”3. Hal ini mengandung pengertian tentang suatu karya yang dibuat oleh seseorang berdasarkan ide-ide yang dimilikinya dengan

menggunakan tangan mereka sendiri, dan memerlukan keterampilan untuk

mengkreasikan kerajinan tersebut sehingga mempunyai suatu nilai. Kerajinan itu

sendiri merupakan bagian dari ekonomi kreatif.

3

(7)

Kementrian perdagangan Republik Indonesia Tahun 2007 dalam buku

Rachma Fitriati tentang Ekonomi Kreatif (2012:5) membagi klasifikasi atas 14

subsektor industri kreatif yang berbasis kreativitas, yaitu periklanan, arsitektur, pasar

barang seni, kerajinan, desain, fashion, video, film dan fotografi, permainan

interaktif, musik, seni pertunjukan, penertiban dan percetakan, layanan computer dan

piranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangan. Berdasarkan keempat

belas (14) subsektor industri kreatif di atas, produk eceng gondok termasuk ke dalam

bagian kerajinan, yang dimaknai sebagai kegiatan kreatif yang berkaitan dengan

kreasi, produksi dan distribusi yang dibuat atau dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang

berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya. Barang

kerajinan ini terbuat dari sumber daya alam yang tersedia, seperti tumbuhan eceng

gondok.

Manusia dengan pengetahuannya mengolah sumber daya alam yang ada,

seperti yang dikatakan oleh Marx (dalam Anthony Giddens, terj Soeheba

Kramadibrata 1986), bahwa manusia hidup dalam suatu pola hubungan yang aktif

dengan alam. Perkembangan masyarakat adalah hasil interaksi yang produktif dan

berungkali antara alam dan manusia. Manusia mulai membedakan dirinya dari

binatang, segera setelah ia mulai memproduksi peralatan kehidupannya. Manusia

sebagai mahluk berbudaya, memerlukan kebutuhan yang bersifat hayati dan

manusiawi. Menurut Malinowski kebutuhan hidup manusia dapat dibagi 3 kategori

(8)

Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia bekerja dengan melakukan

suatu kegiatan. Kegiatan tersebut disebut juga sebagai kegiatan ekonomi sebagaimana

didefenisikan oleh ahli antropologi ekonomi oleh Karl Polanyi dalam Sairin

(2002:16) bahwa kegiatan ekonomi adalah upaya yang dilakukan manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidup ditengah lingkungan alam dan lingkungan sosial. Dalam

konteks jenis kegiatan ekonomi masyarakat, kegiatan ekonomi para pengrajin eceng

gondok di Desa Huta Namora dikatakan sebagai kegiatan industri. Kegiatan industri

itu sendiri diartikan sebagai aktivitas manusia dibidang ekonomi produktif untuk

mengolah bahan mentah menjadi barang yang lebih bernilai untuk dijual.

Hadirnya usaha ekonomi kreatif tidak terlepas dari adanya kewirausahaan.

Kewirausahaan merupakan padanan kata dari entrepreneurship dalam bahasa Inggris.

Kata entrepreneurship berawal dari bahasa Prancis yaitu „entreprende‟ yang berarti

petualang, pencipta, dan pengelola usaha. Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh

Rihard Cantillon dan istilah ini semakin popular setelah digunakan oleh pakar

ekonomi J.B Say untuk menggambarkan pengusaha yang mampu memindahkan

sumber daya ekonomi dari tingkat produktivitas rendah ke tingkat yang lebih tinggi

serta menghasilkan lebih banyak lagi (dalam Yuyus Suryana dan Kartib Bayu, 2010).

McClelland dalam Heddy Shri Ahimsa Putra (2003) mengatakan mereka yang

wirausaha ternyata memiliki “virus” positif yang disebutnya virus “n-Ach” atau need

for Achievement, yakni nafsu untuk bekerja secara baik, bekerja tidak demi

pengakuan sosial atau gengsi, tetapi dorongan kerja demi memuaskan batin dari

(9)

lebih besar, yang menjadi semacam kebutuhan pribadi, untuk mencapai prestasi

tertentu. Virus n-Ach4 diperoleh dari pengalaman hidup individu-individu atau proses sosialisasi yang dia alami, yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.

Ini berarti bahwa virus tersebut dapat ditanamkan pada diri seseorang, maka virus ini

tentunya berada pada tingkat pengetahuan. Maka penanamannya pada diri seseorang

dapat dilakukan melalui pendidikan atau berbagai pelatihan.

Selain adanya virus n-Ach dalam diri seorang wirausaha, hal lain yang

mendukung seseorang menjadi wirausaha adalah organisasi sosial. Organisasi sosial

akan berarti banyak bagi pengembangan usaha kewirausahaan apabila lingkungan

sosial budaya dan kebijakan pemerintah mendukung untuk tumbuhnya usaha-usaha

yang baru. Keberhasilan suatu kegiatan wirausaha dengan organisasi sosial mencoba

menampilkan unsur-unsur budaya yang dianggap memberikan sumbangan penting

pada munculnya kegiatan wirausaha di kalangan etnik tertentu dan tidak lupa untuk

memperhatikan organisasi sosial yang ada di kalangan mereka.

Keberhasilan suatu aktivitas yang dilakukan manusia juga tidak terlepas dari

adanya kerja sama dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Gender

adalah pembedaan peran, status, pembagian kerja yang dibuat oleh sebuah

masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Gender berbeda dengan jenis kelamin (sex),

gender adalah bentukan manusia bukan kodrat, yang artinya dapat berubah setiap

saat. Laki-laki memiliki penis dan perempuan memiliki vagina adalah kodrat,

4

(10)

perempuan haid dan melahirkan adalah kodrat yang tidak dapat dirubah oleh

manusia. Tetapi masak, berburu, mencuci, membersihkan rumah, kerja kebun,

mengambil kayu, ikut dalam pertemuan bukanlah kodrat. Pada pekerjaan atau peran

ini, baik laki-laki maupun perempuan dapat melakukannya. Untuk peran-peran yang

diciptakan manusia, tidak ada batasan kodrati.

Gender erat hubungannya dengan pengelolaan sumber daya alam, karena di

dalamnya terkait persoalan hubungan kuasa dan peran laki-laki dan perempuan dalam

menjadikan alam sebagai sumber kehidupan. Sumber daya alam adalah sumber

kehidupan, tanpa itu manusia tidak dapat hidup. Sumber daya alam sangat penting

dalam kehidupan manusia, tergantung cara manusia mengelola SDA. Suatu budaya

mempengaruhi cara manusia mengelola SDA. Ada yang menganggap bahwa alam

harus ditaklukkan dan dikuasai untuk kepentingan manusia, tetapi ada juga

masyarakat yang memandang alam adalah mitra untuk mempertahankan

kelangsungan hidup.

Karena cara mengelola dan perubahan-perubahan alam, manusia mencari akal

untuk menyesuaikan diri dan menciptakan budaya baru dalam berhubungan terus

dengan alam. Budaya berkembang, artinya pengetahuan juga berkembang,

hubungan-hubungan antar manusia juga berkembang, tidak ada yang tetap karena waktu tidak

pernah berhenti. Manusia melakukan hubungan dengan sumber daya alam untuk

memenuhi kebutuhan hidup seperti mengolah eceng gondok, bertani, beternak,

(11)

proses bekerja menghasilkan suatu produk dan kemudian untuk dikonsumsi sendiri

atau diperdagangkan untuk menghasilkan uang.

Relasi antara laki-laki dan perempuan dibagi-bagi, ada pekerjaan laki-laki dan

ada pekerjaan perempuan. Pembedaan peran, kegiatan, kerja biasanya berdasarkan

kegiatan yang menghasilkan uang, memelihara dan merawat keluarga, pergaulan

masyarakat, keagamaan, ritual, pesta, maupun kegiatan politik yang berhubungan

dengan pengambilan keputusan. Antara laki-laki dan perempuan umunya pembedaan

peran dibagi sebagai:

 Produktif : adalah kegiatan yang menghasilkan uang atau

menghasilkan barang-barang yang tidak dikonsumsi (digunakan)

sendiri. Misalnya bertani, beternak, berburu, menjadi buruh,

berdagang.

 Reproduktif : adalah kegiatan-kegiatan yang sifatnya merawat

keluarga, memperbaiki perkakas dan rumah, mengambil air, mencari

obat-obatan alam.

Begitu juga masyarakat di Desa Huta Namora dalam mengolah eceng gondok

ini, mereka memiliki peran pekerjaan antara laki-laki dan perempuan. Namun

pembagian peran kerja produktif dan reproduktif tidak begitu mencolok. Pekerjaan

menganyam eceng gondok ini dilakukan sama-sama, antara laki-laki dan perempuan

memiliki hubungan kerja sama. Kegiatan produktif dilakukan oleh laki-laki seperti

(12)

oleh perempuan. Begitu juga dengan kegiatan reproduktif yang dilakukan oleh

perempuan yaitu menganyam eceng gondok, namun kegiatan ini juga dikerjakan oleh

laki-laki.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang

akan menjadi fokus penelitian adalah:

1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Desa Huta Namora

mengolah eceng gondok?

2. Bagaimana sistem produksi eceng gondok menjadi barang bernilai ekonomi

di Desa Huta Namora?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan utama penelitian pada skripsi komodifikasi

eceng gondok di Samosir ini adalah:

1. Mendeskripsikan mengenai usaha kerajinan eceng gondok pada masyarakat

Desa Huta Namora serta faktor-faktor kemunculan usaha ekonomi kreatif ini.

2. Mendeskripsikan bagaimana sistem produksi kerajinan eceng gondok. Melalui

penelitian ini penulis melihat bagaimana tahap-tahap produksi eceng gondok,

(13)

Selain itu manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan referensi bagi masyarakat di kalangan akademisi, mahasiswa,

aktivis dan lain sebagainya tentang pemahaman kegiatan produksi eceng

gondok.

2. Menambah kepustakaan Departemen Antropologi FISIP USU dan

memperluas kajian mengenai proses produksi kerajinan eceng gondok dengan

menggunakan metode etnografi dan pendekatan antropologi.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif berupa metode etnografi. Dimana penulis melakukan wawancara

langsung dengan pengrajin eceng gondok di Desa Huta Namora dan berdasarkan pada

kenyataan di lapangan. Untuk mendeskripsikan secara rinci maka penulis melakukan

penelitian lapangan (field research) selama dua bulan. Selama dua bulan tersebut

penulis mencoba memahami suatu pandangan hidup secara rinci, dibentuk dengan

kata-kata dan gambaran holistik.

Seperti dikatakan oleh Spradley (2006:108) Etnografer harus memberi

perhatian khusus pada hubungan persahabatan dimasing-masing suasana budaya

untuk mempelajari berbagai segi yang bersifat lokal, segi-segi yang terikat pada

budaya yang membangun hubungan. Membangun rapport5 yang baik terhadap

informan bertujuan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian,

5

(14)

serta membuat informan menjadi lebih nyaman, tidak sungkan dan merasa curiga

kepada peneliti. Peneliti memposisikan diri sebagai orang yang sedang belajar, dan

tidak mengetahui mengenai perihal usaha pemanfaatan eceng gondok sebagai produk

kerajinan pada masyarakat Desa Huta Namora dan menempatkan informan sebagai

guru yang menjadi tempat bertanya. Peneliti juga menunjukkan rasa ketertarikan akan

hal tersebut, sehingga mereka menjadi bersemangat untuk menceritakan apa saja

pengetahuan yang dimiliki tanpa adanya rasa takut pendapat tersebut benar atau

salah.

Untuk menjalin rapport ini merupakan suatu keterampilan yang perlu dilatih.

Cara-cara yang saya lakukan dalam menjalin hubungan baik dengan informan yaitu

dengan terlebih dahulu memperkenalkan diri dan sering-sering berkunjung ke rumah

pengrajin. Setelah saya merasa pengrajin sudah nyaman dengan kehadiran peneliti,

maka dilakukanlah tahap pendekatan dengan bertanya tentang pertanyaan yang

ringan.

1.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan berupa pengumpulan data primer

yakni observasi partisipasi, wawancara, dan pengembangan rapport terhadap

informan. Namun di samping itu juga sebelum melakukan penelitian lapangan,

penulis melakukan pengumpulan data sekunder yakni pengumpulan data dari

beberapa buku, jurnal, majalah, koran dan hasil penelitian para ahli lain yang

berhubungan dengan pemanfaatan eceng gondok sebagai produk kerajinan guna

(15)

Maka dengan demikian penulis melakukan 2 teknik pengumpulan data: primer dan

sekunder. Adapun data primer yang peneliti lakukan sebagai berikut:

1.5.1.1 Observasi Partisipasi

Dalam metode observasi atau pengamatan, penulis berada di tengah-tengah

masyarakat pengrajin eceng gondok, melihat dan mengamati serta menuliskan hasil

pengamatan yang diperoleh dari lapangan dalam sebuah catatan lapangan (fieldnote).

Hasil dari observasi ini peneliti memperoleh gambaran penuh mengenai aktivitas,

tindakan, tingkah laku dan semua hal yang dapat ditangkap panca indra.

Observasi partisipasi dilakukan di Desa Huta Namora, peneliti melakukan

pengamatan dan pencatatan apapun yang terjadi selama proses pengambilan data.

Peneliti terjun langsung ke rumah pengrajin eceng gondok dan ikut dalam proses

menganyam eceng gondok. Lama observasi dan pengambilan data penelitian,

dilakukan kurang lebih selama dua bulan. Peneliti juga menghadiri rapat kampung

literasi dan ikut serta memberi pendapat pada saat rapat berlangsung.

Peneliti juga berusaha sedekat mungkin membangun rapport dengan informan

dengan menggunakan sudut pandang informan yang diteliti atau emic view. Peneliti

mencatat apa saja yang ditangkap dan disaksikan. Catatan-catatan lapangan ini

berfungsi sebagai alat bantu dalam pengolahan data dan membantu untuk

memperjelas data-data yang didapatkan melalui wawancara, serta sebagai bukti

otentik keberadaan penulis di lapangan. Penggunaan alat-alat tersebut terlebih dahulu

(16)

Selain itu penulis juga mengumpulkan data sekunder seperti pengumpulan

data dari sumber pustaka atau literatur yang berkenaan dengan skripsi yang ditulis.

Dan beberapa sumber lain seperti jurnal-jurnal, artikel, blog dan sumber internet

lainnya untuk menambah informasi yang diperlukan.

1.5.1.2 Wawancara

Wawancara adalah peristiwa percakapan (speech event) yang khusus dengan

maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan informan yang memberikan jawaban atas pertanyaan

tersebut. Wawancara yang dilakukan peneliti adalah secara langsung dan terbuka

dengan pengrajin eceng gondok agar mereka dapat menjawab pertanyaan dan

bercerita panjang lebar tentang apa yang dialami, dihadapi dan dirasakannya.

Wawancara ini dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview)

dan dengan cara yang santai seperti berbicara dengan sahabat kita, agar proses

wawancara berjalan lancar dan tidak kaku.

Wawancara mendalam (indepth interview) merupakan wawancara yang

terstruktur dan mendalam. Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti dengan

menggali informasi secara mendalam, terbuka, tegas dan bebas tetapi dengan tetap

memperhatikan fokus dalam penelitian. Wawancara mendalam dilakukan dengan

bantuan pedoman wawancara (interview guide) yaitu berupa daftar pertanyaan yang

disusun peneliti sebelum melakukan wawancara di lapangan. Interview guide ini

bersifat terbuka, selama wawancara peneliti mengembangkan pertanyaan di dalam

(17)

Dalam proses wawancara saya menggunakan tape recorder, untuk membantu

merekam dan mencatat hasil wawancara yang berlangsung, sebagai bentuk

kehati-hatian saya akan terbatasnya daya ingat. Peneliti juga menggunakan alat lain seperti

kamera foto, buku tulis, pulpen dan alat tulis lainnya. Alat-alat perekam selama di

lapangan sangat membantu peneliti ketika melakukan wawancara sehingga data yang

diperoleh ketika melakukan wawancara tersimpan dengan baik. Dimana

informasi-informasi tidak akan hilang, bermanfaat untuk mengabadikan peristiwa di lapangan

guna mendukung data dan bukti lapangan dan dapat juga memberikan gambaran

penelitian secara visual.

Wawancara dengan para pengrajin dilakukan sambil kegiatan menganyam

berlangsung. Namun ada juga pengrajin yang harus terlebih dahulu buat janji untuk

kita wawancarai, seperti Pak Janter karena bertepatan saat itu ada juga mahasiswa

Belanda datang untuk belajar menganyam ke rumah beliau. Peneliti datang ke lokasi

penelitian pada pukul 08.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB setiap hari selama

penelitian berlangsung. Terkadang peneliti harus menunggu pengrajin pulang dari

ladangnya, mengingat bertani adalah pekerjaan utama para pengrajin. Peneliti harus

sabar menunggu untuk 2-4 jam. Wawancara dilakukan kepada semua informan

penelitian yang berjumlah empat orang dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Proses wawancara tidak cukup sulit dilakukan, karena sifat informan yang

tidak tertutup dan senang bercerita dengan peneliti. Walaupun peneliti terkadang

(18)

menggunakan bahasa sehari-hari mereka yaitu bahasa Batak Toba agar lebih mudah

melakukan komunikasi dengan para pengrajin.

Informan peneliti adalah orang-orang yang dipilih oleh peneliti dan

melakukan kegiatan menganyam eceng gondok. Dalam penelitian ini penulis

memiliki informan sebanyak empat orang. Masing-masing infoman berasal dari latar

belakang yang berbeda-beda. Adapun informan pada penelitian ini adalah Janter

Gurning (46 tahun) yang berprofesi sebagai pengrajin eceng gondok, menganyam

eceng gondok merupakan pekerjaan utama beliau.

Informan berikutnya yaitu Heddy Simbolon (54 tahun) seorang ibu rumah

tangga sekaligus kepala keluarga karena suami beliau sudah lama meninggal,

memiliki 4 orang anak, memiliki latar belakang pendidikan SMP dan dan pekerjaan

utamanya adalah bertani. Informan lainnya adalah Merli Sinurat (56 tahun) seorang

ibu rumah tangga dan menganyam eceng gondok adalah pekerjaan sampingan beliau.

Wanjen Simbolon (32 tahun) yang berprofesi sebagai Satpol PP di kantor Bupati

Samosir.

1.5.1.3 Analisis Data

Setelah melakukan semua teknik penelitian dan menemukan data maka

penulis akan melakukan analisis data. Data yang telah ditemukan dari lapangan akan

dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yakni pengetahuan menganyam eceng

gondok oleh pengrajin, proses menganyam yang juga memiliki keterkaitan dengan

motif sosial antar para pengrajin, cara atau proses mereka mengolah eceng gondok,

(19)

Analisis data dilakukan untuk mengetahui makna yang ada dibalik data

informasi yang telah diperoleh dari informan. Data diperoleh dari naskah wawancara,

catatan lapangan, foto, video, dan hasil pemberitaan yang berasal dari media massa,

buku-buku yang berkaitan dengan pengelolahan eceng gondok. Dari semua data yang

telah dikumpulkan, peneliti harus memilah dan memeriksa kembali kelengkapan data

lapangan dan hasil wawancara.

1.6 Pengalaman Peneliti

Pengalaman berkesan adalah para pengrajin yang ramah dan welcome

terhadap saya. Kebetulan saya juga adalah orang Samosir sehingga mudah untuk

berkomunikasi dengan para pengrajin yang mayoritas menggunakan Bahasa Batak

Toba. Hari pertama ke lapangan saya datang menjumpai kepala desa Huta Namora

dan meminta data kependudukan. Saya disambut baik oleh Bapak Kepala Desa,

beliau mengajak saya masuk ke dalam ruangannya. Kemudian saya menjelaskan

tujuan saya datang ke Desa Huta Namora adalah untuk melakukan penelitian tentang

usaha mengolah eceng gondok di Desa Huta Namora, beliaupun merespon dengan

baik.

Sambutan yang ramah membuat saya merasa nyaman datang, beliau mengajak

saya masuk ke ruang Sekretaris Desa dan membantu saya untuk menjelaskan tujuan

saya datang. Kemudian Sekdes memberikan keseluruhan data penduduk tahun

2015/2016 dalam bentuk softcopy. Setelah itu saya diajak mengobrol lagi dengan

Bapak Kepala Desa, beliau memberi tahu siapa-siapa saja di Desa Huta Namora yang

(20)

memesan teh manis dan ditambah dengan gorengan, Bapak Kepala Desa menjadi

infoman pangkal saya. Dan tidak lama kemudian saya mengucapkan terima kasih dan

berpamitan dengan Bapak Kepala Desa.

Keesokan harinya saya langsung mendatangi rumah salah satu pengrajin

eceng gondok yaitu Bu Heddy Simbolon. Beliau adalah pengrajin eceng gondok di

Desa Huta Namora. Saya disambut baik oleh Bu Heddy namun beliau lagi buru-buru

mau ke pesta, kebetulan yang pesta adalah saudaranya “lagi buru-buru pulak lah

namboru dek, malam aja kau datang ke rumah namboru ya atau besok pagi terserah

mu lah. Sekarang bou lagi gak bisa, gak apa-apa ya fit”, ujar Bu Heddy. “Tidak apa

-apa bou, besok pagi aja saya datang lagi ya”, balas saya sambil pamit pulang.

Keesokan harinya saya datang kembali ke rumah Bu Heddy dan disambut

baik oleh ibu itu. Singkat cerita setelah menjelaskan maksud dan tujuan saya datang

ke rumahnya, saya langsung ke pertanyaan penelitian. Saya menanyakan nama

lengkap dari namboru tersebut. Heddy Simbolon, jawab beliau dengan nada senang.

Di tengah-tengah pembicaraan beliau bercerita banyak mengenai usaha menganyam

eceng gondok ini. Beliau juga menunjukkan hasil anyaman dan cara dia menganyam

eceng gondok tersebut. Setelah merasa cukup dengan informasi yang diberikan Bu

Merli, saya pun mengucapkan terima kasih dan segera pamit pulang.

Beberapa hari setelah itu, saya kembali menjumpai informan yang bernama

Janter Gurning. Saya mengetahui informasi mengenai Pak Janter dari kepala Desa

Huta Namora. Beliau sudah cukup lama menganyam eceng gondok ini. Dan memiliki

(21)

mengalami kesulitan mencari rumah Pak Janter, karena jarak rumahnya yang cukup

jauh dengan rumah saya. Ketika saya sudah menemukan rumah Pak Janter, saya

langsung memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud dan tujuan saya pada

beliau. Setelah itu Pak Janter menyuruh saya untuk duduk dulu dan menunggu

sampai beliau memanggil saya. Saya menunggu Pak Janter sekitar 3 jam lebih, karna

pada saat itu ada hal penting yang harus diurus Pak Janter. Setelah cukup lama

menunggu, kemudian saya kembali menemui Pak Janter ini yang sedang duduk di

dermaga bersama kawannya. Awalnya beliau bersikap cuek dan tidak memperhatikan

saya, beliau hanya fokus bercerita dengan temannya. Namun saya berusaha

menghampiri beliau dan mengajaknya bicara, saya banyak bertanya dan akhirnya

beliau siap untuk saya wawancarai.

Sepanjang wawancara, Pak Janter banyak bercerita tentang kerajinan eceng

gondok ini. Mulai dari beliau belajar ke Yogyakarta yang didanai oleh perusahaan

JICA dari Jepang, jenis eceng gondok yang bagus untuk dianyam, penjemuran eceng

gondok, alat yang digunakan, bahan-bahan yang digunakan, serta teknik dasar

menganyam eceng gondok. Bu Inceng Sitanggang yang merupakan istri Pak Janter

menyuguhi kami gorengan dan minum teh.

Sebelum saya pulang, Pak Janter menyuruh saya untuk datang kembali besok

pagi. Karena akan ada tiga orang mahasiswi dari Belanda datang untuk belajar

menganyam eceng gondok bersama pak Janter. Sebelumnya pak Janter sudah sering

(22)

Mendengar hal tersebut saya sedikit semangat, karena selain menambah pengetahuan,

juga menambah data dan dokumentasi saya untuk penelitian skripsi ini.

Saya datang kembali menemui Pak Janter dan saya disambut cukup ramah

dari hari sebelumnya. Mungkin karena pak Janter sudah tidak merasa canggung

bertemu saya seperti hari sebelumnya. Sekitar 20 menit saya dan pak Janter

menunggu tiga mahasiswi tersebut. Sembari menunggu, saya dan pak Janter bercerita

tentang eceng gondok sambil menikmati teh manis panas buatan istri Pak Janter.

Setelah 20 menit menunggu, tiga mahasiswi Belanda itu pun datang ke rumah

Pak Janter. Kami pun menyambut dan berkenalan dengan mereka bertiga. Mereka

adalah Kelly, Annaka, Sabine. Kemudian saya pun bertanya maksud kedatangan

mereka serta hal apa yang mendasari mereka sampai datang ke Samosir hanya untuk

belajar menganyam eceng gondok ini. Setelah saya dan ketiga mahasiswi tersebut

selesai berbincang, pak Janter pun datang menghampiri kami. Beliau mengajak kami

untuk berkumpul di luar halaman rumahnya. Dengan beralaskan tikar, kami pun

duduk untuk mendengar instruksi Pak Janter serta penjelasan teori dan praktek

menganyam eceng gondok. Saya sangat senang karena bisa belajar menganyam

kerajinan unik ini. Saya ingin menggali lebih dalam lagi informasi tentang

menganyam eceng gondok, serta meminta pendapat atau pandangan dari tiga

(23)

Seminggu saya belajar dan sekaligus membantu Pak Janter menganyam eceng

gondok, begitu juga dengan ketiga mahasiswi Belanda tersebut. Setelah merasa data

saya cukup, saya minta izin pamit pulang. Keesokan harinya saya mengikuti rapat

kampung literasi ekklesia yang diadakan oleh Dinas Pendidikan. Sebelumnya saya

tahu informasi rapat ini dari Kepala Desa Huta Namora, beliau menghubungi saya

dan memberi izin untuk ikut menghadiri rapat.

Rapat ini dipimpin oleh Sekretaris Dinas Pendidikan, dan dihadiri oleh tujuh

orang pengrajin eceng gondok. Rapat ini membahas mengenai perkembangan usaha

kerajinan eceng gondok di Desa Huta Namora, sekaligus pengrajin diminta untuk

membuat kerajinan anyaman alas kaki, keranjang sampah dan vas bunga dalam

jumlah besar yang akan dijual keseluruh sekolah yang ada di Samosir. Saya juga

diminta bicara oleh Sekretaris Dinas Pendidikan kepada para pengrajin untuk

menyampaikan maksud dan tujuan datang di Desa Huta Namora.

Setelah rapat selesai saya langsung menghampiri salah satu pengrajin yaitu Bu

Merli Sinurat untuk saya wawancara. Tapi beliau tidak mau diwawancara disitu dan

saya diajak ke rumahnya. Beliau bercerita banyak mengenai usaha kerajinan eceng

gondok ini dan mengatakan bahwa baru kali ini ada mahasiswa yang wawancara

mengenai usahanya. Beliau merasa senang dan percakapan kami berlangsung dengan

baik. Beliau juga menawarkan makan siang di rumahnya, tapi saya merasa segan dan

menolaknya dengan mengatakan saya sudah makan walaupun sebenarnya saya sudah

lapar sekali. Dari siang sampai sore saya di rumah beliau sambil ikut belajar

(24)

Saya merasa senang selama penelitian karena para pengrajinnya yang ramah.

Pendekatan saya yang mungkin berkenan di hati mereka. Begitu juga dengan

informan saya Pak Wanjen saya mendatangi rumah beliau dan melakukan percakapan

biasa seperti bercerita, sehingga saya lebih mudah memperoleh informasi. Mereka

bercerita banyak mengenai usaha kerajinan anyaman yang mereka tekuni. Dengan

pengalaman yang peneliti peroleh selama melakukan penelitian, untuk ke depannya

Referensi

Dokumen terkait

Tanaman dengan sifat-sifat baru (PNT) yang telah dikembangkan baik di dalam negeri atau di negara lain (yang membutuhkan izin impor) dan ditujukan untuk komersialisasi harus

Dengan ini mengundang Saudara yang namanya tersebut di atas untuk hadir dalam Acara Pembuktian Kualifikasi perusahaan Saudara yang sebelumnya telah dinyatakan lulus dalam tahap

Hasil Uji Validitas Pengaruh Balanced Scorecard Terhadap Kinerja Manajerial

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini

Sebuah bola bermassa 0,1 kg dilempar mendatar dengan kecepatan 6 m.s −1  dari atap gedung

banks, financial institutions and investment companies and to provide Shari’ah opinion on matters pertaining to Islamic banking and finance.. This article 5 clearly states

Pihak pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti perlu melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar