• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove di Dusun II Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove di Dusun II Desa Pulau Sembilan Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian

No.60/Kpts/DJ/I/1978 hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat disepanjang pantai

atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu

pasang dan bebas genangan pada waktu surut. Dari sudut ekologi, hutan mangrove

merupakan bentuk ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur

biologis penting yang fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa (Departemen

Kehutanan, 1992).

Menurut Nybakken (1992) menyatakan hutan mangrove sebagai formasi tumbuhan

litoral yang tumbuh di daerah pantai yang terlindung dari ombak besar dan umumnya

tersebar di daerah tropis dan subtropis, vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang

surut yang diatasnya ditimbuni selapis pasir (lumpur) atau pada pantai berlumpur. Hutan

mangrove merupakan suatu komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh

beberapa spesies pohon-pohonan yang khas yang memiliki kemampuan untuk tumbuh di

lingkungan laut.

Tempat ideal bagi pertumbuhan hutan mangrove adalah sekitar pantai, delta, muara

sungai yang arus sungainya banyak mengandung pasir dan lumpur serta umumnya pada

pantai yang landai yang terhindar dari ombak besar. selain tempat hidupnya berbagai jenis

satwa tersebut, hutan mangrobe juga berperan dalam keberlanjuran ekosistem pantai dan

(2)

Ciri-Ciri Ekosistem Mangrove

Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang

unik, adalah memiliki jenis pohon yang relatif sedikit, memiliki akar tidak beraturan

(pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau

Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada Sonneratia spp., dan

pada api-api Avicennia spp., memiliki biji yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di

pohonnya. Khususnya pada Rhizophora spp., memiliki banyak lentisel pada bagian kulit

pohon. Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan

memiliki ciri-ciri khusus diantaranya adalah tanahnya tergenang air laut secara berkala,

baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama, menerima pasokan air

tawar yang cukup dari darat, airnya berkadar garam (bersalinitas) payau hingga asin

(Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia, 2008).

Vegetasi Hutan Mangrove

Berdasarkan Bengen (2001) jenis-jenis pohon penyusun hutan mangrove,

umumnya mangrove di Indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah daratan biasanya dapat

dibedakan menjadi 4 zonasi yaitu sebagai berikut; (1). Zona api-api-prepat (Avicennia spp.,

- Sonneratia spp.,) terletak paling luar/jauh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah

berlumpur agak lembek (dangkal), dengan substrat agak berpasir, sedikit bahan organik

dan kadar garam agak tinggi, (2). Zona bakau (Rhizophora spp.,) biasanya terletak

dibelakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur lembek (dalam). Pada umumnya

didominasi bakau (Rhizophora spp.,) dan dibeberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan

jenis lain seperti tanjang (Bruguiera spp.), (3). Zona tanjang (Bruguiera spp.), terletak

(3)

ditumbuhi jenis tanjang (Bruguiera spp.), dan dibeberapa tempat berasosiasi dengan jenis

lain, (4). Zona nipah (Nypa fruticans) terletak paling jauh dari laur atau paling dekat ke

arah darat. Zona ini mengandung air dengan salinitas sangat rendah dibandingkan zona

lainnya, tanahnya keras, kurang dipengaruhi pasang surut dan kebanyakan berasal

ditepi-tepi disungai dekat laut. Pada umumnya ditumbuhi jenis nipah (Nypa fruticans) dan

beberapa spesies palem lainnya.

Karakteristik Vegetasi Hutan Mangrove

Flora mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Telah

diketahui lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan lebih

kurang 80 spesies. Sedangkan jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove

Indonesia adalah sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis

perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit (Soerianegara, 1987 diacu oleh Eriza,

2010)

Tomlinson (1986) membagi flora mangrove menjadi 3 kelompok yaitu; (1). Flora

mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang menunjukkan kesetiaan

terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan

mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus

(bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme

fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia spp., Rhizophora spp.,

Bruguiera spp., Ceriops spp., Kandelia spp., Sonneratia spp., Lumnitzera spp.,

Laguncularia spp., dan Nypa fruticans, (2). Flora mangrove minor, yakni flora mangrove

yang tidak mampu membentuk tegakan murni sehingga secara morfologis tidak berperan

(4)

Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis dan Pelliciera, (3).

Asosiasi mangrove, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus dan

lain-lain.

Struktur dan Zonasi Hutan Mangrove

Menurut Kusmana (1995) menyatakan bahwa hutan mangrove dapat dibagi

menjadi lima bagian berdasarkan frekuensi air pasang yaitu, zonasi yang terdekat dengan

laut akan didominasi oleh Avicennia spp., dan Sonneratia spp., tumbuh pada lumpur lunak

dengan kandungan organik yang tinggi. Avicennia spp., Tumbuh pada substrat yang agak

keras, sedangkan Avicennia alba tumbuh pada substrat yang agak lunak, zonasi yang

tumbuh pada tanah kuat dan cukup keras, zonasi yang tumbuh pada tanah kuat dan cukup

keras serta dicapai oleh beberapa air pasang. Zonasi ini sedikit lebih tinggi dan biasanya

didominasi oleh Bruguiera cylindrica, kearah daratan lagi, zonasi yang didominasi oleh

Rhyzophora mucronata dan Rhyzophora apiculata. Jenis Rhyzophora mucronata lebih

banyak dijumpai pada kondisi yang agak basah dan lumpur yang agak dalam. Pohon lain

yang juga mencakup Bruguiera parviflora dan Xylocarpus granatum. Hutan yang

didominasi oleh Bruguiera parviflora sering dijumpai tanpa jenis pohon lainnya, hutan

mangrove dibelakang didominasi oleh Bruguiera gymnorhiza. Pola zonasi mangrove dapat

(5)

Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove (Bengen, 2004).

Menurut Bengen (2001) flora mangrove umunya tumbuh membentuk zonasi mulai

dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi hutan mangrove mencerminkan

tanggapan ekofisiologis tumbuhan mangrove. Zonasi yang terbentuk berupa zonasi yang

sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi)

tergantung pada kondisi lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang penting dalam

mengontrol zonasi adalah arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap

pertumbuhan anakan dari spesies intoleran seperti Rhizophora spp., Avicennia spp., dan

Sonneratia spp.

Secara sederhana mangrove tumbuh dalam empat zona, yaitu pada daerah

terbuka, darah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawardan

daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar. (a). Mangrove terbuka: mangrove berada

pada bagian yang berhadapan langsung dengan laut. Salah satu contoh mangrove terbuka

adalah Hutan Mangrove Karang Agung Sumatra Selatan, di zona ini didominansi oleh

Sonneratia alba yang tumbuh pada daerah yang di pengaruhi oleh air laut. S. alba dan

Avicennia alba merupakan jenis-jenis dominan pada areal pantai yang sangat tergenang

dan menyukai habitat berlumpur dengan frekuensi tergenang air tinggi. (b). Mangrove

(6)

didominasi oleh jenis Bruguiera cylindrical. Jenis-jenis penting lainnya yang di temukan

B. gymnorrhiza, Excoeicaria agallocha, R. mucronata, Xylocarpus granatum dan X.

moluccensis. (c). Mangrove payau: mangrove berada di sepanjang sungai berair payau

hingga hampir tawar. Di zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau

Sonneratia. Di jalur-jalur tersebut sering sekali ditemukan tegakan N. fruticans yang

bersambung dengan vegetasi yang terdiri dari Cerveza spp., dan Xylocarpus granatum. (d).

Mangrove daratan: mangrove darat berada di zona perairan payau atau hampir tawar di

belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang umum ditemukan pada

zona ini termasuk Ficus microcarpus dan Xylocarpus moluccensis (Noor, dkk., 2006).

Menurut sturktur ekosistem secara garis besar dikenal tiga tipe formasi mangrove

yaitu, (1). Mangrove pantai: tipe ini air laut dominan dipengaruhi air sungai. Struktur

horizontal formasi ini dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari tumbuhan pionir

(Avicennia spp.), diikuti oleh komunitas campuran Sonneratia alba, Rhizophora apiculata,

selanjutnya komunitas murni Rhizophora spp., dan akhirnya komunitas campuran

(Rhizophora spp. - Bruguiera spp.). Bila genangan berlanjut, akan ditemui komunitas

murni Nypa fruticans dibelakang komunitas campuran yang terakhir, (2). Mangrove

muara: pengaruh air laut sama dengan pengaruh air sungai yang dicirikan oleh mintakan

tipis Rhizophora spp. Di tepian alur, diikuti komunitas campuran Rhizophora spp. –

Bruguiera spp., dan diakhiri komunitas murni Nypa fruticans, (3). Mangrove sungai:

pengaruh oleh air sungai lebih dominan daripada air laut dan berkembang pada tepian

sungai yang relatif jauh dari muara. Jenis-jenis mangrove banyak berasosiasi dengan

komunitas daratan (Bengen, 2001).

Gunarto (2004) menyatakan bahwa vegetasi mangrove mempunyai morfologi dan

(7)

bersifat halopitik menyukai tanah-tanah yang bergaram, misalnya Avicennia spp.,

Bruguiera spp., Lumnitzera spp., Rhizophora spp., dan Xylocarpus spp. Vegetasi tersebut

menentukan ciri lahan mangrove berdasarkan sebaran, dan sangat terikat pada habitat

mangrove. Vegetasi yang tidak terikat dengan habitat mangrove antara lain Acanthus spp.,

Baringtonia spp., Callophyllum spp., Cerbera spp., Derris spp., Hibiscus spp., Ipomoea

spp.

Vegetasi mangrove dapat dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, vegetasi

pendukung, dan vegetasi asosiasi. 17 spesies vegetasi utama, di antaranya R. apiculata, R.

mucronata, B. gymnorrhiza, B. cylindrica, dan Xylocarpus granatum (vegetasi utama), 13

spesies vegetasi pendukung antara lain A. aureum, Aegiceras corniculatum, dan A.

floridum, serta 19 spesies vegetasi mangrove asosiasi, misalnya Acanthus spp.,

Baringtonia spp., Callophyllum spp., Calotropis spp., Cerbera spp., dan Derris spp.

(Kitamura, dkk., 1997).

Kondisi Tapak Hutan Mangrove

Menurut Kusmana (2005) jenis tanah pada hutan mangrove umumnya tanah ini

berupa lumpur kaku dengan persentase liat yang tinggi, bervariasi, tanah liat biru dengan

sedikit atau tanpa bahan organik sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah melepas

karena banyak mengandung pasir dan bahan organik. Tanah mangrove dapat

diklasifikasikan menjadi 3 golongan utama yaitu:

1. Golongan I, tanah tidak matang (Unripped soils) adalah tanah baru, sifat fisik tanahnya

belum sempurna, hanya horizon A dan C yang dapat diamati dari profil tanah. Umumnya

(8)

kimia tanahnya pH sangat rendah hingga 2,5 dan kadar garam tinggi, variasai bahan

organik ±2-2,5% mengandung sejumlah K dan P, variasi tekstur dari liat sampai berpasir.

2. Golongan II, tanah matang (repening soils) tanah yang sudah berkembang dan umumnya

ditemukan didaerah paling atas pada waktu air pasang, yaitu tanah bagian atasnya adalah

liat berwarna gelap yang memiliki kedalaman sebesar 10-30 cm dengan kandungan bahan

organik yang relatif tinggi, tanah bagian bawah, bahan organiknya lenih rendah dengan

kedalaman 40-49 cm yang berwarna kebih terang, pH tinggi, kadar garam tinggi dan kadar

P rendah.

3. Golongan III, tanah organik (organic soils) adalah tanah yang mengandung bahan organik

tinggi dan profil yang dalam. Lapisan tanah organik yang tidak sempurna terdegradasi.

Tanah bagian atas abu-abu sampai coklat keabuan. Sifat kimia tanahnya adalah pH rendah,

kadar garam dan K yang tinggi, tetapi kadar P yang rendah dan teksturnya liat.

Menurut Kusmana, dkk., (2005), bahwa untuk menghadapi habitatnya berupa

substrat lumpur dan selalu tergenang (reaksi anaerob), tumbuhan mangrove beradaptasi

dengan membentuk akar-akar dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) Akar pasak (pneumatophore): akar yang muncul dari sistem akar kabel dan

memanjang ke luar arah udara seperti pasak. Akar pasak ini terdapat pada Avcennia

spp.,Xylocarpus spp., dan Sonneratia spp., (b) Akar lutut (knee root): akar lutut merupakan

modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh kearah permukaan substrat.

Kemudian melengkung menuju ke substrat lagi. Akar lutut ini terdapat pada Bruguiera

spp., (c) Akar tunjang (stilt root): akar tunjang merupakan akar (cabang−cabang akar) yang

keluar dari batang dan tumbuh ke dalam substrat. Akar ini terdapat pada Rhizophora spp.,

(d) Akar papan (buttress root): akar papan hampir sama dengan akar tunjang tetapi akar ini

(9)

gantung adalah akar yang tidak bercabang yang muncul dari batang atau cabang bagian

bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat, terdapat pada Rizophora sp., Avicennia sp.,

dan Acanthus sp.

Faktor Lingkungan Pertumbuhan Mangrove

Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan komunitas mangrove

diantaranya yaitu salinitas, suhu, pH, oksigen terlarut, arus, kekeruhan dan substrat dasar.

Kondisi fisika dan kimia perairan hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh volume air

tawar dan air laut yang bercampur. Mangrove tumbuh dengan baik dari ketinggian

permukaan air laut sampai dengan rata-rata permukaan pasang air laut (Bengen, 2004).

Karakteristik Substrat Hutan Mangrove

Menurut Kusmana (1997) dalam Eriza (2010) sifat tanah merupakan faktor

pembatas utama terhadap pertumbuhan didalam hutan mangrove. Karakteristik kimia dan

sifat tanah mangrove berbeda dengan tanah diluar daerah mangrove. Susunan jenis dan

kerapatan pada hutan mangrove dipengaruhi oleh susunan tekstur tanah dan konsentrasi

ion tanah. Pada lahan mangrove yang tanahnya lebih banyak terdiri atas (clay) dan debu

(silt), terdapat tegakan yang lebih rapat dari lahan yang tanahnya mengandung liat dan

debu pada konsentrasi yang lebih rendah. Tanah dengan konsentrasi kation Na>Mg>Ca>

atau K, tegakan dikuasai oleh jenis Avivennia spp. Tanah dengan susunan konsentrasi

kation Mg>Ca>Na atau K, tegakan dikuasai oleh Nypa (Nypa fruticans).

Karakteristik Substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan

mangrove. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam tebal dan

berlumpur, Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir. Tekstur

(10)

komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih

rapat (Harahap, 2010).

Tanah hutan mangrove dibagi dalam dua kategori umum yaitu; (1). Halic

hydaquent, lebih dekat ke laut yaitu tanah liat tidak tua (unripe clay soils) mempunyai nilai

entisol (n) > 0,7. Nilai n adalah hubungan antara persentase tanah liat inorganik dan

humus. Semakin kecil nilai n berarti tingkat kematangan tanah semakin besar, (2). Halic

sulvaquent, lebih dekat ke rawa-rawa yaitu tanah liat muda yang mengandung air secara

permanen, mempunyai bahan-bahan sulfidik dalam 50 cm lapisan permukaan tanah (Eriza,

2010).

Fungsi dan Peranan Mangrove

Menurut Bengen (2004) menyatakan ekosistem mangrove memiliki fungsi sebagai

daerah penyangga antara daratan dan lautan. Hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat

antara lain; sebagai peredam gelombang, pelindung dari abrasi, penahan lumpur dan

perangkap sedimen, daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makan (feeding

grounds) dan daerah pemijahan (feeding grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut

lainnya, penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, pemasok

larva ikan, udang dan biota laut lainnya dan sebagai tempat pariwisata.

Fisika Kimia Perairan Suhu

Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi). Produksi

daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20°C dan jika suhu lebih tinggi maka

(11)

tumbuh optimal pada suhu 26-28°C. Bruguiera tumbuh pada suhu 27°C dan Xylocarpus

tumbuh pada suhu 21-26°C (Eriza, 2010).

Pasang Surut

Pasang surut air laut dimana pada waktu air pasang masuklah air laut dan

menyebabkan meningkatnya salinitas air hutan mangrove. Pada waktu air surut, air dalam

hutan mangrove mengalir keluar, mengalirnya air tawar melalui air permukaan

menurunkan salinitas air dalam hutan mangrove. Pasang surutnya dari hutan mangrove

mengakibatkan berfluktuasinya salinitas air di dalam hutan mangrove. Pada keadaan

demikian, dimana fluktuasi alami ini jelas dapat ditoleransi oleh pohon-pohon mangrove

asalkan salinitasnya tidak melebihi ambang batas (Pariyono, 2006).

Salinitas

Menurut Eriza (2010) menyatakan bahwa salinitas optimum yang dibutuhkan

mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt. Salinitas secara langsung dapat

mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi

penggenangan. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam

keadaan pasang. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air.

Derajat Keasaman (pH)

Adalah indikator baik buruknya lingkungan air dan digunakan secara luas untuk

menggambarkan kondisi asam atau basa suatu larutan. Air yang bersifat basa dapat lebih

cepat mendorong proses pembongkaran bahan organik menjadi garam mineral seperti

ammonia, nitrat dan phospat yang akan diserap menjadi bahan makanan oleh tumbuhan

renik dalam air, sedangkan bila pH asam maka daya produksi potensialnya tidak begitu

(12)

Arus

Arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan

padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir

ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove. Arus mempengaruhi

transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove kelaut. Nutrien-nutrien yang berasal dari

hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari run off daratan dan terjebak dihutan

mangrove akan terbawa oleh arus ke laut pada saat surut (Kusmana, 1995).

Dampak Kerusakan Ekosistem Mangrove

Potensi manfaat ekonomi, sosial dan kemasyarakatan dari kawasan tersebut akan

terus menerun atau bahkan hilang, baik pada tingkat spesies maupun tingkat ekosistem

apabila bentuk pengelolaan dan relasi sosial ekonomi yang dibangun antara ekosistem

dengan masyarakat sekitar kawasan tidak mengalami perubahan. Ditambah lagi dengan

fenomena bahwa sampai dengan saat ini belum terbentuk sistem pengelolaan kawasan

mangrove yang efektif dan efisien di Pantai Timur Sumatera Utara dengan berbasis pada

potensi kawasan yang ada. Fenomena diatas secara langsung menimbulkan akibat berupa

sumberdaya alam akan terus menurun (Siregar dan Purwoko, 2002).

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (2004) menjelaskan bahwa status kondisi

mangrove adalah tingkatan kondisi mangrove pada suatu lokasi tertentudalam waktu

tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku kerusakan mangrove.Semakin

meningkatnya kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampakterhadap kerusakan

mangrove, oleh karena itu perlu dilakukan upayapengendalian, dimana salah satu upaya

pengendalian untuk melindungi mangrove dari kerusakan adalah dengan mengetahui

(13)

mangrove untuk menentukan status kondisi mangrove diklasifikasikan dalam tiga

tingkatan yaitu :

1. Sangat baik (sangat padat) dengan penutupan ≥ 75% dan kerapatan ≥ 1.500 pohon/ha;

2. Rusak ringan (baik) dengan penutupan antara ≥ 50% - <75% dan kerapatan ≥1.000

pohon/ha - <1.500 pohon/ha;

Gambar

Gambar 2. Pola Zonasi Mangrove (Bengen, 2004).

Referensi

Dokumen terkait

[r]

CABANG OLAH RAGA BULU TANGKIS MTs/SMP PUTRA 1..

f. Guru menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang dilakukan peserta didik yang berkaitan dengan pengertian, jenis, tujuan, manfaat, dan fungsi

1) Guru membuka kesempatan secara luas dan bervariasi kepada peserta didik untuk melakukan kegiatan tentang membuat karya tulis berupa makalah tentang membuat laporan

[r]

(1) Manfaat jaminan kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) iberikan pada fasilitas kesehatan milik Pemerintah atau swasta yang memenuhi syarat dan

[r]

Permintaan atau pengalihan keuangan dan harta kekayaan kepada pihak lain serta investasi dana dan usaha lain yang sah hanya dapat dilakukan menurut anggaran dasar dan/atau