BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Keluarga 1.1. Defenisi Keluarga
Defenisi keluarga banyak di uraikan tentang keluarga sesuai dengan
perkembangan sosial masyarakat. Berikut ini akan dikemukakan pengertian
keluarga. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang di ikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu sama lain.
Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan
antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang
laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik
anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam satu sebuah rumah tangga
(Sayekti, 1994).
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes, RI, 1998).
Keluarga adalah unti terkecil dari masyarkat yang terdiri atas kepala
keluraga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu atap dalam
keadaan salaing ketergantungan. (Effendy, 1998).
Sesuai dengan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
1. Terdiri atas dua atau lebih individu yang di ikat oleh hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi.
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain.
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing – masing
mempunyai peran sosial sebagai suami, istri, anak, kakak, dan adik.
4. Mempunyai tujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota.
1.2. Karakteristik Keluarga
Keluarga terdiri dari orang – orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan,
darah dan ikatan adopsi dimana anggota sebuah keluarga biasanya hidup
bersama-sama dalam satu rumah tangga atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka
tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota
keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran–peran sosial
keluarga seperti suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan,
saudara, saudara dan saudari. Selain itu, keluarga sama-sama menggunakan kultur
yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik
tersendiri ( Friedman, 1998 ).
1.3. Tipe keluarga
Di Indonesia dalam Undang-Undang Tahun 1998 disebutkan bahwa
keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri atas suami istri dan
anak atau ayah/ibu dan anak. Dalam konteks pembangunan, di Indonesia
dalam Undang-Undang No.10 disebut sebagai keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, dan mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan maternal, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Es, memiliki
hubungan yang serasi, selaras, seimbang antara dan dengan masyrakat.
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai
macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial, maka tipe keluarga
berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam
meningkatkan derajat kesehatan, maka perawat perlu memahami dan mengetahui
berbagai macam keluarga.
1. Nuclear Family. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang
tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu
ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja diluar rumah.
2. Extended Family. Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara,
misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dan
sebagainya.
3. Reconstituted Nuclear. Pembentukan baru dari keluarga intimelalui perkawinan
kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan
anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun asal dari perkawinan
baru. Satu atau keduanya dapat bekerja diluar rumah.
4. Middle Age/Aging Couple. Suami sbagai pencari uang,istri
dirumah/kedua-duanya bekerja dirumah, anak -anak sudah meninggalkan rumah karena
5. Dyadic Nuclear. Suami istri yang sidah berumur dan tidak mempunyai anak,
keduanya/salah satu bekerja dirumah.
6. Single Parent. Satu orang tua sebagai akibat perceraian/kematian pasangannya
dan anak – anaknya dapat tinggal diru mah/diluar rumah.
7. Dual carier. Suami istri atau keduanya berkarir dan tanpa anak.
8. Commuter Married. Suami istri/keduanya orang karir dan tinggal terpisah pada
jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu tertentu.
9. Single Adult. Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah.
10. Three Generation. Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
11. Institutional. Anak–anak atau orang–orang dewasa tinggal dalam suatu
panti.
12. Comunal. Satu rumah terdiri atas dua /lebih pasangan yang monogami
dengan anak – anaknya dan bersama – sama dalam penyediaan fasilitas.
13. Group Marriage. Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunan
didalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah menikah dengan
yang lain dan semua adalah orangtua dari anak – anak.
14. Unmarried Parent and Child. Ibu dan anak perkawinan yang tidak
dikehendaki, anaknya di adopsi.
15. Cohibing Couple. Dua orang /satu pasangan yang tinggal bersama tanpa
pernikahan.
Dari sekian macam tipe keluarga, maka secara umum di Negara Indonesia
Tipe keluarga tradisional
1. Keluarga inti : suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri dan anak
(kandung/angkat)
2. Keluarga besar : keluarga inti ditambah keluarga lain yang mempunyai
hubungan darah misalnya kakak, nenek, paman, bibi.
3. Single parent : suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan
anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabakan oleh kematian atau
perceraian.
4. Single adult : suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang dewasa.
5. Keluarga lanjut usia terdiri dari suami istri lanjut usia.
Tipe keluarga non tradisional
1. Commune family : lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah.
2. Orang tua (ayah ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah tangga.
3. Homoseksual : dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu rumah
tangga.
1.4. Fungsi Keluarga
Harmoko, 2012, menyatakan dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi
keluarga yang dapat dijalankan. Fungsi keluarga adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara dan
2. Fungsi Psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi
keluarga, memberikan perhatian diantara keluarga, memberikan kedewasaan
kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas pada keluarga.
3. Fungsi Sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingksh laku sesuai
dengan tingkat perkembangan masing-masing dan meneruskan nilai-nilai
budaya.
4. Fungsi Ekonomi, yaitu mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk memenuhi kebutuhan
keluarga dimasa yang akan datang.
5. Fungsi Pendidikan yaitu menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,
keletrampilan, membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa, serta mendidik anak
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Friedman, 1988 menidentifikasi lima fungsi dasar keluarga diantaranya
adalah
1. Fungsi Afektif (The Affective Function)
Fungsi afektif berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang, merupakan
basisi kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikologis. Keberhasilan fungsi afektif tanpa melalui keluarga yang gembira dan
bahagia. Anggota keluarga, mengembangkan gambaran diri yang positif, perasaan
yang dimiliki, perasaan yang berarti, dan merupakan sumber kasih sayang.
interaksi dalam keluarga. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang
menetukan kebahagiaan keluarga. Adanya perceraian, kenakalan anak, atau
masalah lain yang sering timbul dalam keluarga dikarenakan fungsi afektif yang
tidak terpenuhi. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk fungsi afektif
antara lain : memelihara saling asuh (mutual nurturance), keseimbangan saling
menghargai, pertalian dan identifikasi, keterpisahan dan kepaduan.
2. Fungsi Sosialisasi (The socialzation function)
Sosialisasi dimulai pada saat lahir dan akan diakhiri dengan kematian.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, dimana
individu secara kontinu mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap
situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami.
Sosialisasi mencakup semua proses dalam sebuah komunitas tertentu atau
kelompok dimana manusia, berdasarkan sifat kelenturannya, melalui
pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama hidup, merka memperoleh karakteristik yang
terpola secara sosial. Sosial merujuk pada proses perkembangan atau perubahan
yang dialami seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran
peran-peran sosial. Anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya, serta
perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga, sehingga individu
mampu berperan dimasyarakat.
3. Fungsi Reproduksi (The Reproductive Function)
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
menambah sumber daya manusia dengan adanya program keluarga berencana,
atau diluar ikatan perkawinan, sehingga lahirlah keluarga baru dengan satu orang
tua.
4. Fungsi Ekonomi (The Economic Function)
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti: makanan, pakaian, dan
perumahan, maka keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sulit
dipenuhi keluarga yang berbeda dibawah garis kemiskinan, berat bertanggung
jawab untuk mencari sumber-sumber dimasyarakat yang dapat digunakan oleh
keluarga dalam meningkatkan status kesehatan.
5. Fungsi Perawatan Keluarga/pemeliharaan kesehatan (The Health Care
Function)
Bagi para profesional keluarga, fungsi perawatan kesehatan merupakan
pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga. Guna menempatkan dalam sebuah
persektif, fungsi ini merupakan salah satu fungsi keluarga yang menyediakan
kebutuhan-kebutuhan fisik seperti: makanan, pakaian, tempat tinggal dan
perawatan kesehatan.
Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan
secara bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit. Lebih jauh lagi
keluarga mempunyai tanggung jawab utama untuk memulai dan
mengkordinasikan pelayanan dan diberikan oleh para profesional perawat
kesehatan. Keluarga melakukan praktik asuhan kesehatan untuk mencegah
terjadinya gangguan atau merawat anggota yang sakit. Keluarga haruslah mampu
menentukan kapan meminta pertolongan kepada tenaga profesional ketika salah
Tingkat pengetahuan keluarga terkait konsep sehat sakit akan mempengaruhi
perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Misalnya
sering ditemukan keluarga yang menganggap diare sebagai tanda perkembangan,
imunisasi penyakit (anak menjadi demam), mengkonsumsi ikan menyebabakan
cacingan. Kesanggupan keluarga melaksanakan perawatan atau pemeliharaan
dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Tugas kesehatan
keluarga adalah sebagai berikut :
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
3. Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit
4. Mempertahankan suasana rumah yang sehat
5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada dimasyarakat
Kelima tugas kesehatan keluarga tersebut saling terkait dan perlu dilakukan
oleh keluarga, perawat perlu mengkaji sejauh mana keluarga mampu
melaksanakan tugas tersebut dengan baik dan memberikan bantuan atau
pembinaan terhadap keluarga untuk memenuhi tugas kesehatan keluarga.
1.5. Tugas kesehatan keluarga
Keluarga memiliki polanya tersendiri dalam membina hubungan dengan
anggota keluarga, antara lain : pola komunikasi, mengambil keputusan, sikap dan
nilai dalam keluarga serta kebudayaan, dan gaya hidup. Kemandirian anggota
keluarga sangat tergantung pada pola-pola yang diaktualisasikan keluarga, tingkat
komunikasi setempat. Pola-pola tersebut juga mempengaruhi kemampuan
keluarga dalam menjalankan tugas kesehatan keluarga (Sudiharto, 2007).
Setiap keluarga memiliki cara yang unik dalam melaksanakan tugas
kesehatan keluarga khususnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan anggota
keluarga. Keluarga memiliki budaya yang unik yang diaktualisasikan dalam
mengatasi permasalahan kesehatan walaupun memiliki garis keturunan yang
sama. Masih ada budaya yang di pertahankan keluarga untuk mengatasi masalah
kesehatan keluarga, meskipun telah ratusan tahun berselang (Sudiharto, 2005).
Ada lima tugas kesehatan keluarga yaitu : mengenal gangguan
perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, mengambil keputusan untuk
tindakan kesehatan yang tepat, memberikan perawatan kepada anggota keluarga
yang sakit (yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu
muda), memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga,
dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.
Kelima hal diatas menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara keluarga dan
status kesehatan anggotanya, bahwa peran dari keluarga dalam menyelesaikan
masalah kesehatan sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan anggota
keluarga secara individu, mulai dari strategi-strategi hingga rehabilitasi
(Friedman, 1998).
2. Prinsip – prinsip perawatan keluarga
Setiadi (2008) ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam
memberikan Asuhan Keperawatan keluarga adalah :
b. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan Kesehatan keluarga sehat sebagai
tujuan utama.
c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai
peningkatan kesehatan keluarga.
d. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan keluarga, perawat melibatkan peran
aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan kebutuhan keluarga
dalam mengatasi masalah kesehatannya.
e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat proinotif dan preventif
dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
f. Dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga, keluarga
memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan
kesehatan keluarga.
g. Sasaran Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara
keseluruhan.
h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan Asuhan Keperawatan
kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan
menggunakan proses keperawatan.
i. Kegiatan utama dalam memberikan Asuhan Keperawatan kesehatan keluarga
adalah penyuluhan kesehatan dan Asuhan Keperawatan kesehatan dasar atau
perawatan dirumah.
3. Konsep TB Paru 3.1. Defenisi TB Paru
Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium
tuberculosa Tipe Humanus (jarang oleh Tipe M.Bovinos). TB paru merupakan
penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah setelah eradikasi penyakit
malaria. TB paru merupakan penyakit infeksi menular, menyerang pada paru,
disebabkan oleh Basil Micobakterium tuberkulose. (Depkes, 2007).
Penyakit Tubercolusis atau yang sering disebut TB Paru adalah infeksi
menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis.Tuberculosis
merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka
kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Bersama dengan
HIV/AIDS, Malaria dan TB Paru merupakan penyakit yang pengendaliannya
menjadi komitmen global dalam program MDGs.
3.2. Etiologi TB Paru
Penyakit tuberkulosis dahulu disingkat TBC,sekarang dipopulerkan sebagai
TB saja untuk menghindari stigma di masyarakat terhadap pasien-pasien TB.
Penyakit ini disebabkan oleh kuman jenis Mycrobacterium tuberculosis. Kuman
ini pertama kali ditemukan oleh Dokter Robert Koch. Kuman ini sangat kecil,
untuk melihat kuman ini perlu dilihat dengan mikroskop. Kuman ini dapat
ditemukan dalam dahak atau sputum seseorang yang sedang sakit TB. Kuman ini
bersifat tahan terhadap larutan asam sehingga mendapat julukan atau bahkan lebih
terkenal dengan nama Basil Tahan Asam (BTA). Jadi untuk pemeriksaan dahak
Pemeriksaan dahak BTA lazimnya dilakukan 3x berturut-turut untuk menghindari
faktor kebutulan. Bila hasil pemeriksaan dahak minimal 2x positif, maka sudah
dapat dipastikan orang tersebut sakit TB Paru.
3.3. Manifestasi Klinis
Penyakit tuberculosis atau TB paling sering menyerang organ paru, tetapi
sebagian kecil dapat menyerang organ – organ lain, misalnya otak, tulang,
kelenjar getah bening, kulit, usus, mata, telinga, dll. Gejala dan tanda yang
muncul tergantung organ mana yang terkena. Seorang disangka menderita TB,
terutma TB Paru dijumpai keluhan dan tanda – tanda sebagai berikut :
1. Nafsu makan berkurang
2. Berat badan turun
3. Keringat malam hari
4. Batuk – batuk (lebih 3 minggu)
5. Demam – demam (terutama sore hari)
6. Batuk darah
7. Dahak bercampur darah
8. Badan terasa lemah/mudah capek/rasa malas
9. Sesak napas (bila penyakit sudah lanjut)
10. Sakit dada (bila terjadi peradangan selaput paru/dinding paru)
11. Berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
12. Demam meriang lebih dari sebulan
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru).Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC paru
dibagi dalam :
1. Tuberkulosis Paru BTA Positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. 1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif
2. Tuberkulosis Paru BTA Negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasil BTA negatif dan foto rotgen dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TBC paru BTA negatif rontgen positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu berat dan ringan. Bentuk
berat bila digambarkan foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas.
3. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalkan pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. TBC ekstra paru
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
1. TBC ekstra paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar lymfe, pleuritis, eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa
duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat
kelamin.
Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih
BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
3.5. Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita TBC BTA Positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman TBC tersebut dapat menyebar dari paru ke
bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif
hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut, bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TBC ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
3.6. Penatalaksanaan TB Paru
3.6.1 Pencegahan
Ada beberapa cara untuk pencegahan TB Paru yaitu:
1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu-individu yang
bergaul erat dengan sipenderita tubekulosis paru BTA positif. Pemeriksaan
meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes teberkulin positif, maka
Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi
konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2. Mass chest X-tray, yaitu pemeriksaanmassal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/ puskesmas/ balai
pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
3. Vaksinasi BCG
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bekteri yang masih
sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut:
Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena risiko
timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja dibawah 20 tahun
dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang
menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes melitus.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang pneyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh
petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
3.6.2 Pengobatan
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk
mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan
mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru,
berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui.
Mekanisme kejrja Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Streptomisin.
Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid
(INH).
2. Aktivitas strerilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid.
Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
3. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam
para-amino salisilik (PAS), dan sikloserine.
Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam
keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan terdiri atas
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan
Etambutol (Depkes, RI, 2004)
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi TB, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bekeriologi,
apusan sputum, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Disamping itu, perlu
pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal Directly Observed
Treatment Short Course (DOTSC).
DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima komponen
yaitu:
1. Adanya komponen politis berupa dukungan para pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung,
sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis
dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana
tersebut.
3. Pengobatan TB dengan OAT jangka pendek dibawah pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan pertama
dimna penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
3.7. Efek samping OAT
Efek samping yang ditimbulkan oleh OAT bisa dibedakan menjadi dua
1. Efek samping ringan
Nafsu makan menurun, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai
rasa terbakar dikaki, dan warna kemerahan pada air seni.
2. Efek samping berat
Gatal dan kemerahan kulit, tuli/gangguan pendengaran, gangguan
keseimbangan, kulit menjadi kekuning-kuningan, bingung dan muntah-muntah,
dan gangguan penglihatan.
4. Peran perawat Keluarga
Sebagai kekhususan perawat keluarga memiliki peran yang cukup banyak
dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga diantaranya :
1. Peran perawat sebagai pendidik/educator
Perawat memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga dalam rentang
sehat sakit.
2. Peran perawat sebagai penghubung/koordinator/kolaborator
Dalam menjalankan peran ini, perawat mengkoordinasikan keluarga dengan
pelayanan kesehatan
3. Peran perawat sebagai pelindung/advocate
Perawat memberikan perlindungan atas kesamaan keluarga dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan.
4. Peran perawat sebagai pemberi pelayanan langsung.
Perawat memberikan pelayanan kesehatan langsung pada keluarga.
Perawat memberikan beberapa alternatif pemecahan masalah berkaitan
dengan masalah yang dihadapi keluarga tanpa harus ikut dalam
pengambilan keputusan keluarga tersebut.
6. Peran perawat sebagai modifikator lingkungan
5. Peran keluarga dalam merawat penderita TB paru
Agar keluarga dapat menjadi sumber kesehatan yang efektif dan utama
keluarga harus lebih terlibat dalam tim perawatan kesehatan dan keseluruhan
proses terapetik. Pada penderita TB, peran keluarga sangat dibutuhkan khususnya
dalam memberikan perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik namun juga
perawatan secara psikososial (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease, 2007). Hal ini dikarenakan keluarga merupakan orang terdekat dari klien
dan juga sesuai dengan salah satu fungsi keluarga yaitu memberikan perawatan
pada anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).
Penderita TB sangat membutuhkan dukungan, kasih sayang, dan perhatian
khususnya dari keluarga, hal ini dapat ditunjukkan dari keikutsertaan keluarga
dalam membantu perawatan pada penderita TB, baik memberikan perawatan
secara fisik maupun secara psikis karena banyaknya stigma buruk berkembang
dimasyarakat terhadap penderita TB, sehingga dengan adanya dukungan, kasih
sayang serta perawatan yang baik tersebut akan membantu mempercepat
kesembuhan pasien TB.
Hal-hal yang dapat lakukan keluarga dalam merawat penderita TB paru
diantaranya mengawasi klien dalam meminum obat secara teratur hingga klien
tersebut paling baik bekerja ketika pagi hari, keluarga juga harus dapat
memotivasi pasien agar sabar dalam pengobatannya, menempatkan obat di tempat
yang bersih dan kering, tidak terpapar langsung dengan sinar matahari dan aman
dari jangkauan anak-anak, selain itu keluarga dapat membawa atau mengajak
pasien ke fasilitas kesehatan setiap dua minggu sekali untuk melihat
perkembangan penyakitnya atau jika pasien mengalami keluhan-keluhan yang
harus segera di tangani.
Keluarga juga harus lebih terbuka dan memahami serta menghargai perasaan
klien, mendengarkan keluhan-keluhan yang disampaikan klien, menanyakan apa
yang saat ini klien rasakan, ini merupakan salah satu bentuk dukungan dari
keluarga secara psikis.
Untuk kebutuhan nutrisinya keluarga harus memberikan makan yang cukup
gizi pada pasien untuk menguatkan dan meningkatkan daya dahan tubuh agar bisa
menangkal kuman TB yang merusak paru-paru, kebersihan lingkungan rumah
juga harus diperhatikan misalnya dengan pengaturan ventilasi yang cukup, ajarkan
keluarga untuk tidak meludah sembarangan, menutup mulut ketika batuk atau
bersin, keluarga juga dapat menjemur tempat tidur bekas pasien secara teratur,
membuka jendela lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk,
karena kuman TB paru akan mati bila terkena sinar matahari (BPN, 2007).
6. Riset Fenomenologi
Riset fenomenologi didasarkan pada falsafah fenomenologi yang didukung
oleh Edmund Husserl. Husserl menyatakan bahwa “makna” merupakan
secara objektif dan diambil intinya saja agar orang lain lebih cepat memahami.
Penelitian fenomenologi berusaha untuk memahami respon seluruh manusia
terhadap suatu hal atau sejumlah situasi (Dempsey & Dempsey, 2002).
Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan
fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup.
Fokus utama fenomenologi adalah pengalaman nyata (Saryono & Anggraeni,
2010). Tujuan dari penelitian fenomenologi adalah mengembangkan makna
pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan makna dengan
mengidentifikasi inti fenomena dan menggambarkan secara akurat dalam
pengalaman hidup sehari-hari (Streybert & Carpenter, 2003).
Fokus pendekatan fenomenologi adalah memahami keunikan fenomenal
dunia kehiduipan individu, bahwa realitas dunia kehidupan masing-masing
individu itu berbeda, dalam hal ini adalah respon-respon yang unik dan spesifik
yang dialami tiap individu termasuk interaksinya dengan orang lain, untuk
selanjutnya mengeksplorasi makna atau arti dari fenomena tersebut.
Penelitian fenomenologi menggunakan penjelasan-penjelasan secara rinci
sehingga menghasilkan deskripsi padat (thick description) dan anlisis yang rinci
tentang berbagai pengalaman (seperti apa) yang dialami individu dalam dunia
kehidupannya dari situasi atau peristiwa (bagaimana) yang dialami seorang
individu sehingga dapat memperoleh intisari (essence) dari pengalaman tersebut
dengan menambah berbagai persepsi (Sandelowski, 2004). Interpretasi dan
analisis hasil-hasil temuannya memungkinkan peneliti mengungkapkan suatu
individu, sekaligus melalui perspektif mereka bersama sebagai pemahaman yang
universal.
Khusus penelitian fenomenologi deskripsi, peneliti wajib melakukan
“braketing” yaitu usaha yang dilakukan peneliti untuk menyimpan dan
mengurung asumsi, pengetahuan dan kepercayaannya tentang segala hal yang
diketahuinya tentang fenomena yang sedang diteliti selama melakukan riset
dengan tujuan agar memperdalam pemahaman peneliti tentang fenomena yang
sedang dipelajari (Straubert & Carpenter, 2012). Peran peneliti adalah memberi
penjelasan berupa deskripsi dan interpretasi fenomena tersebut berdasarkan sudut
pandang para partisipannya.
Fenomenologist dalam proses analisis data untuk fenomenologi deskriptif
adalah Colaizi (1978), Giorgi (1985), dan Van Kaam (1959). Ketiga tokoh
tersebut berpedoman pada filosofi Husserl yang mana fokus utamanya adalah
mengetahui gambaran sebuah fenomena. Untuk pendekatan interpretif, tokoh
yang terkenal adalah Diekelmann, Allen dan Tannes (1989). Van Mannen (1990)
percakapan yang mendalam, dengan peneliti dan informan sebagai partisipan.
Peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidup tanpa
memimpin diskusi. Selanjutnya, dalam percakapan yang mendalam, peneliti
berusaha untuk masuk kedalam dunia informan untuk mendapatkan akses penuh