• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Enjo-Kosai Di Jepang Dewasa Ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fenomena Enjo-Kosai Di Jepang Dewasa Ini"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ENJO KOSAI DI JEPANG

2.1 Pandangan Seksualitas Orang Jepang

Di Jepang sudah lazim melakukan seks tanpa ikatan pernikahan. Seks

bukan hal baru lagi bagi masyarakat Jepang. Di Jepang kita masih menemukan

istilah dekichatta kekkon, yaitu pernikahan karena si perempuan terlanjur hamil.

Anak-anak muda Jepang memang sudah menganggap hubungan seks diluar nikah

sebagai hal yang lumrah.

Seringkali remaja Jepang dipandang sebagai sosok yang manis, lugu,

serius yang selalu berkutat dengan pekerjaan rumah dan belajar, bahkan ada juga

pandangan yang menganggap mereka tidak aktif dalam hal seksualitas. Tercatat

pada tahun 1993, 87% dari remaja putri Jepang yang sudah aktif dengan seks

sejak umur 15 tahun dan telah melakukan masturbasi lebih dari 2 kali dalam

seminggu disamping dengan melakukan hubungan intim dengan lawan jenisnya.

Hal ini disebabkan karena bagi remaja Jepang, seks dipandang sebagai suatu

tantangan, bukan sebagai aspek yang mendukung keharmonisan suatu hubungan. (

White, 1993 : 172 )

Keterbukaan dan kebebasan perilaku seks remaja Jepang tentunya tidak

lepas dari informasi seputar seks yang mereka dapatkan. Peran media massa juga

tak dapat diabaikan dalam kehidupan masyarakat Jepang, terutama remaja, karena

(2)

14

berupa komik-komik porno yang disebut eromanga, terekura dan juga dari

majalah-majalah para remaja mendapatkan informasi mengenai seks. Pada tahun

1989 tercatat dari 1,9 milyar komik yang beredar, 474 juta diantaranya berisi

mengenai seks. Baik komik maupun majalah isinya lebih menekankan pada

praktek melakukan hubungan intim daripada pendidikan dan pengetahuan

mengenai perilaku dan konsekuensi dari hubungan intim itu.

Yasou Higashi dari Kobe menyatakan bahwa di Jepang, seks dan

kedewasaan tidaklah saling berhubungan seperti di Amerika Serikat. Berbeda

dengan remaja Amerika yang memandang hubungan intim sebagai langkah besar

dalam perkembangan kedewasaan dan hubungan mereka, sedangkan bagi remaja

Jepang menjadi aktif dalam hubungan seksual bukan berarti menjadi dewasa (

White, 1993 : 193 ).

Maraknya industri-industri seks atau bisnis hiburan malam di Jepang juga

membuat masyarakat Jepang tidak terlalu mempermasalahkan masalah kebutuhan

seks mereka. Ketika mereka merasa mereka ingin berhubungan seks mereka bisa

langsung pergi ke industri-industri seks.

Melihat maraknya media yang memproduksi hal-hal yang berisikan

tentang seks diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jepang memandang

seksualitas dengan bebas. Kebebasan berhubungan seks bukan lagi hal baru bagi

(3)

15 2.2 Fenomena Enjo Kōsai

Fenomena Enjo Kōsai banyak diangkat sebagai topik dalam berbagai

media informasi seperti komik, majalah, acara bincang-bincang di televisi dan

film pada awal tahun 1990-an. Berdasarkan komponen pembentukannya, Enjo

Kōsai terdiri dari dua kata, yaitu Enjo ( 援助 ) dan Kōsai ( 交際 ). Enjo yang

berarti ‘sokongan’ atau ‘bantuan’sedangkan Kōsai berarti ‘pergaulan’. Sehingga

jika diterjemahkan secara harafiah kedalam Bahasa Indonesia, Enjo Kōsai berarti

‘pergaulan bantuan/sokongan’. Istilah Enjo Kōsai ini pertama kali disebutkan

dalam surat kabar harian Yomiuri Shinbun pada tahun 1994 ketika

mengungkapkan fenomena terlibatnya remaja dalam prostitusi ( Leheny 2006 : 73

). Sejak saat itu pula muncul banyak perdebatan pendapat mengenai penggunaan

istilah tersebut dan assosiasinya dengan prostitusi. Banyak yang mempertanyakan

apakah Enjo Kōsai ini sama dengan prostitusi atau tidak. Untuk memperjelas

pemahaman terhadap fenomena Enjo Kōsai ini, pertama-tama kita akan melihat

arti istilah Enjo Kōsai menurut beberapa sumber.

Thollar dalam (Liska, 2011 : 24) menyatakan bahwa Enjo Kōsai

merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena siswi

sekolah (terutama yang berusia 13-19 tahun) menjual waktu dan tubuh mereka

pada pria dewasa. Dalam bahasa Inggris, kita dapat menemukan penggunaan

istilah supportive relationship, paid escort, paid dating, subsidied dating,

(4)

16

datingmerupakan istilah yang paling banyak digunakan dalam tulisan berbahasa Inggris yang mengangkat topik Enjo Kōsai.

Dalam laporan penelitian yang diadakan oleh Asosoasi Pendidikan

Psikologi Jepang dibawah pimpinan Mamoru Fukutomi dengan di sponsori oleh

The Asian Women’s Fund (AWF) pada bulan Oktober 1997 di Tokyo (Sakuraba, 2001 : 167), Enjo Kōsai diartikan sebagai berikut : “Melakukan serangkaian

kegiatan seksual sebagai bentuk pertukaran dengan uang atau barang”.

Sedangkan menurut Koujien dalam (Liska, 2011 : 25 ), Enjo Kōsai

memiliki arti seperti yang dikutip dibawah ini. “Suatu pergaulan yang menjadikan

tunjangan atau bantuan finansial sebagai upahnya, khususnya merupakan suatu

istilah yang secara implisit mengandung makna prostitusi yang dilakukan oleh

para remaja putri dengan tujuan uang”.

Melalui uraian di atas, kita dapat melihat bahwa ada pendapat-pendapat

yang menilai Enjo Kōsai sebagai salah satu bentuk prostitusi, termasuk berasal

dari masyarakat Jepang sendiri. Sehingga, istilah “pergaulan bantuan/sokongan”

pun tidak dapat menggambarkan fenomena ini dengan tepat dalam Bahasa

Indonesia. Menurut para konservatif di Jepang yang memandang Enjo Kōsai

sebagai suatu bentuk prostitusi, Enjo Kōsai tetap harus disebut sebagai prostitusi

jika diterjemahkan dalam bahasa asing.

Istilah prostitusi dalam standar definisi sosiologi, seperti yang

diungkapkan oleh A. Jordan, dapat diartiakan sebagai transaksi layanan seksual

yang dilakukan tanpa perasaan cinta dan tanpa paksaan antara dua orang dewasa

(5)

17

sederhana sebagai transaksi komersial berupa pertukaran antara uang dan seks.

Dalam perspektif umum, orang yang melakukan prostitusi ini adalah wanita,

dilakukan secara heteroseksual, bayaran transaksi ini dilakukan dengan uang

tunai dan transaksi dilakukan secara fisik tanpa melibatkan perasaan satu sama

lain.

Adanya kemiripan definisi antara Enjo Kōsai dan prostitusi mendorong

banyak orang mengartikan Enjo Kōsai sebagai prostitusi. Namun, fenomena yang

direpresentasikan oleh istilah Enjo Kōsai ini sendiri tidak dapat dimengerti

sebagaimana yang tergambar dalam pandangan masyarakat umum. Ketika

melakukan Enjo Kōsai, mungkin saja para pelakunya langsung melakukan

hubungan intim di hotel, tetapi tidak jarang pula sekedar mengobrol di restoran

atau kafe ataupun menonton film di bioskop. Dalam penelitian yang dilakukan

oleh Asosiasi Pendidikan Psikologi Jepang pada tahun 1997 di Tokyo, didapati

bahwa 23% dari pelaku Enjo Kōsai melakukan hubungan intim, 23% lainnya

melakukan kontak fisik lain seperti berciuman dan seks oral, sedangkan 48%

sekedar menemani dannanya (yang berarti sponsor atau tuan) mengobrol, makan,

dan minum (Sakuraba, 2001 : 168)

Hal tersebut berarti bahwa tidak semua remaja putri yang melakukan

praktik Enjo Kōsai melakukan hubungan intim dengan pria yang menjadi

rekannya. Walaupun para danna ini kerap memberikan uang tunai (umumnya

sekitar 30.000-60.000 yen) sebagai balasannya, tidak sedikit juga yang

memberikan hadiah berupa barang-barang mahal dan bermerk terkenal (Liska,

(6)

18

uang dan seks, sedangkan dalam Enjo Kōsai transaksi yang berlangsung tidak

selalu antara uang dan seks.

2.2.1 Kemunculan dan Perkembangan Enjo Kōsai

A. Terekura Sebagai Titik MulaEnjo Kōsai.

Berasal dari kata bahasa Inggris, telephone club. Penggunaan kata

terehon-kurabu kemudian disingkat menjadi terekura merupakan suatu toko atau tempat yang menjadi perantara untuk mengobrol dengan wanita melalui telepon.

Tergantung pada bagaimana isi obrolan yang dilakukan, penelepon dapat

membuat janji uantuk bertemu, berkenan bahkan melakukan hubungan seksual

dengan wanita tersebut. Banyak terekura terletak di sekitar sekolah dan pintu

masuknya sering kali ditempeli gambar siswi SMA.

Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa bisnis ini pertama kali dibuka di

seluruh Jepang pada tahun 1985 oleh Kobayashi Tomomi di Shinjuku dengan

nama “Atelier Keyhole”, ada juga yang menyatakan dibuka di musim gugur tahun

yang sama dengan nama “Tokyo 12 Channel”.

Bagaimanapun asal-usulnya, tidak dapat dipungkiri bahwa dengan

promosi yang gencar melalui penyebaran poster di berbagai tempa seperti tiang

listrik dan kotak telepon umum, terekura menjadi sangat populer pada tahun

1990-an terutama dikalangan remaja. Banyak remaja yang menyatakan bahwa

mereka mengenal terekura melalui selebaran dan tisu gratis yang dibagikan di

(7)

19

Oleh karena penggunaan layanan ini tidak membutuhkan nama maupun

identitas, siapapun termasuk para remaja dapat menggunakannya dengan bebas.

Dalam tulisannya Schoolgirl Prostitution and Compased Dates mengungkapkan

bahwa studi yang diadakan oleh Persatuan Orangtua Murid dan Guru Seluruh

Jepang pada pertengahan tahun 1990 mendapati 25% dari 2.200 orang siswi SMA

pernah menggunakan terekura setidaknya sekali. Sedangkan tahun 1995, terdapat

lebih dari 30% pelajar putri tahun kedua dan ketiga SMP (berusia 13-15 tahun)

yang pernah menggunakan terekura (Lawless, 2008 : 83). Mudahnya cara

menggunakannya telah menjadikan terekura sebagai titik mula kemunculan Enjo

Kōsai oleh kaum remaja di Jepang.

Hays mengatakan dalam data statistik yang diperoleh oleh Agen

Kepolisian Nasional Jepang pada tahun 1995 disebutkan bahwa jumlah remaja

putri yang terlibat sebagai pelaku Enjo Kōsaidengan modus terekura atau

sejenisnya adalah 5.841 dan 25% dari mereka masih duduk dibangku SMP.

Selanjutnya pada tahun 1996, survei yang dilakukan oleh Pemerintah

Metropolitan Tokyo terhadap 110 orang remaja putri menyatakan bahwa sekitar

4% remaja yang duduk di bangku SMA dan 3,8% remaja putri yang duduk di

bangku SMP pernah menggunakan layanan terekura untuk mengikuti Enjo Kōsai.

Angka ini dinyatakan naik setiap tahunnya (Liska, 2011 :28)

B. Kemunculan “Terekura-terekura” Lainnya.

Dalam perkembangan sarana-sarana Enjo Kōsai, muncul beberapa tempat

yang menyerupai terekura, salah satunya adalah kafe kencan atau deto-kafe. Di

(8)

20

mengamati para wanita melalui cermin dua arah. Jika pria tersebut melihat

seorang wanita yang menarik baginya, ia dapat meminta dengan bayaran 2000 yen

pada pihak kafe untuk mengobrol dengan wanita tersebut. Pria tersebut akan

memberikan bayaran khusus pada wanita yang bersedia pegi bersamanya dan

sekitar 8000 yen pada kafe itu. Kafe-kafe ini biasanya memiliki tanda di luar

tokonya yag berbunyi, “Kafe kopi dan komik, gratis biaya masuk bagi wanita”

dan tanda lain seperti, “Kami menyambut wanita berusia 16 tahun ke atas”. Para

wanita ini diberikan makanan, minuman dan perawatan kuku gratis. Beberapa

kafe menempelkan larangan masuk bagi perempuan yang berusia di bawah 18

tahun. Akan tetapi, pada kenyataanya tidak ada tanda-tanda kafe ini mencegah

perempuan yang berusia di bawah 18 tahun masuk ke dalam kafe.

Kemunculan berbagai sarana Enjo Kōsailainnya seiring dengan

menyebarnya media informasi komunikasi membuat jumlah terekura semakin

berkurang. Hal tersebut seperti yang dikutip dari Dbpedia berikut ini :

sekarang ini (terekura) menurun sebagai dampak menyebarnya situs-situs

kencan yang diakses dengan menggunakan personal computer dan telepon

genggam

Walaupun demikian, jumlah layanan pesan suara komersial dan bisnis lain

yang berkaitan dengan pelayanan seksual dinyatakan terus meningkat dari

tahun ke tahun, yaitu 900 unit pada tahun 1992, 2.164 unit pada tahun

1995 dan pada tahun berikutnya menjadi 2200 unit. Unit-unit pelayanan

(9)

21

menggunakan media informasi dan komunikasi yang lebih canggih, seperti

internet.

Mendukung hal tersebut, Schreiber menyatakan bahwa banyak bisnis

berorientasi seksual, termasuk terekura, yang menggunakan berbagai teknologi

informasi komunikasi baru untuk melakukan perdagangan seksual, misalnya

dengan membuat situs jejaring dalam internet yang dapat diakses melalui telepon

genggam

modern menyediakan layanan penyimpanan pesan suara, yang digunakan untuk

menjual celana dalam atau stocking, dan telepon dengan pesan bergambar atau

disertai dengan video call

Salah satu sarana Enjo Kōsaiyang terkenal adalah dengon daiyaru (伝言ダ

イ ヤル ). Dengon-daiyaru ini merupakan layanan telepon berbayar yang

digunakan untuk menelepon dan mengirimkan pesan di rumah-rumah (Kuronuma,

1996 : 29). Dengon daiyaru ini menawarkan beberapa bentuk program dengan

tariff yang berbeda-beda. Dengon sabisu adalah program bertarif 100 yen per

menit untuk bertukaran pesan dengan pengguna wanita, sedangkan tsuushotto

(two shot) sabisu digunakan untuk mengobrol langsung dengan tarif 150 yen per

menit. Dengon daiyaru hanya dapat diakses melalui telepon rumah saja dan

ketentuan tarif tersebut hanya berlaku pada pengguna pria. Sedangkan untuk

pengguna wanita, terdapat program free dial yang berarti program tersebut dapat

digunakan tanpa dikenakan biaya apapun. Kuronuma menjelaskan tahap-tahap

(10)

22

Dengarkan pesan suara di kotak pesan umum → berminat pada pesan dari

A → kirimkan pesan langsug ke kotak pesan pribadi A → balasan dari A

langsung ke kotak pribadi → saling kirim pesan (berkomunikasi)

Jika komunikasi berjalan lancar, sama seperti terekura, mereka dapat membuat

janji untuk bertemu muka. Informasi tentang daiyon daiyaru ini sangat banyak

ditemukan terutama di dalam majalah porno, baik majalah khusus pria maupun

wanita. Berbagai informasi ini umumnya dituliskan dalam kalimat-kalimat yang

menantang, mengundang rasa ingin tahu dan membentuk fantasi tertentu, seperti

kutipan dibawah ini (Kuronuma 1996 : 51-52) :

Majalah pria : “Pusat belanja hasrat pria : pilih dan bicara,langsung bisa!” ;

“Anda bisa bertemu! Langsung terjadi! Kepuasan besar hasrat terselubung

anda!” ; “Dari 1.500.000 tisu yang dibagikan di jalan tiap bulan, dari iklan

yang dipasang di 65 komik wanita: pilih sesuka hati anda dari kogal, office

lady, ibu rumah tangga dan siswi bimbingan belajar”.

Majalah wanita : “Mari bersenang-senang dengan dengon! Mari dapatkan

hadiahnya!” ; “Dengan satu kali telepon, drama pun dimulai!” ;

“Pertemuan dimulai dari keberanianmu!” ; “Mari temukan wanita yang

tersembunyi dalam dirimu!” ; “pilihan ada ditanganmu” ; “Sebentar lagi

kamu pun akan mengalami kisah cinta dunia dewasa”.

Selain yang disebutkan di atas, Dial Q2 (dibaca : kyu kyu) yang

ditawarkan oleh NTT menjadi salah satu sarana yang sangat banyak digunakan

untuk melakukan Enjo Kōsaisetelah kemunculannya pada tahun 1990. Layanan

(11)

23

sudah mengalami inovasi, yaitu dapat diakses dengan menggunakan telepon

genggam. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, Dial Q2

berkembang menjadi dapat digunakan dengan komputer, telepon genggam dan

internet. Para remaja putri dapat menemukan orang-orang yang bersedia

melakukan Enjo Kōsaidi berbagai situs kencan dengan mudah melalui layanan ini

(http://www.ntt-east.co.jp/)

C. Contoh Penggunaan Terekura oleh Para Remaja Putri.

Berikut ini adalah beberapa contoh penggunaan terekura sebagai sarana

untuk melakukan Enjo Kōsaioleh remaja putri. ( Miyadai, 1994 : 117-119 )

Halo, saya seorang siswi kelas 3 SMA, dan berniat melakukan Enjo Kōsai. Bagi anda yang bekesempatan datang ke Ikebukuro

pada hari rabu tanggal 4 Mei jam 6 sore, tolong hubungi saya ya.

Pembayaran sekita 50.000 yen, dan bila ingin melakukan hubungan

intim gunakanlah pelindung. Saya menantikan seorang paman yang

baik hati. Tolong hubungi ya.

• Salam kenal. Saya siswi SMA kelas 2. Sekarang saya sedang

mencari orang yang ingin melakukan Enjo Kōsai. Orang yang bisa

bertemu di Shibuya besok sabtu lepas petang hari, terutama orang

yang suka anak SMA dan ingin berhubungan seks dengan anak

yang menggunakan seragam, cukup dengan memberikan saya uang

saku 50.000 yen. Tinggi badan saya 155 dan saya cukup percaya

diri dengan penampilan saya. Saya tidak peduli dengan usiamu,

(12)

24

• Selamat siang. Aku seorang perempuan berusia 15 tahun yang

ingin melakukan Enjo Kōsai. Kalau boleh, tolong beritahu aku

nomormu. Penampilanku sih, kalau dijelaskan secara singkat,

tinngi 162 cm, berat badan 47 kilo. Hm, karna aku ini masih

perawan, banyak hal yang tidak kumengerti, tolong ajari aku

bermacam-macam hal ya. Ah, kirimkan juga harga yang kamu

inginkan. Tolong ya.

• Saya anak SMA berumur 17 tahun yang tinggal di pedalaman

gunung di Pref. Yamanashi. Saya sangat menyukai hal-hal yang

berbau ecchi. Saya bersedia melakukannya untuk anda. Bagi yang

bisa memberi saya uang saku, saya tunggu pesan anda. Sampai

jumpa.

• Saya siswi kelas dua SMA. Karena saya ingin uang jadi saya

bersedia melakukan Enjo Kōsaiatau sekedar kencan biasa juga tak

apa. Bila sekedar kencan biayanya 20.000-30.000 yen, dan bila

sampai melakukan hubungan intim biayanya 40.000-50.000 yen.

Bagi anda yang berminat, tolong hubungi saya ya.

Pesan-pesan yang dibuat oleh pelaku Enjo Kosai di club telepon terekura

tersebut hanya berlaku selama 24 jam dan setelah itu akan terhapus secara

otomatis terhapus sendiri. Dari pesan ini pria mendapatkan nomor si remaja putri,

dan bila si pria tertarik maka ia akan menghubungi remaja putri tersebut ia akan

mengirim pesan pada remaja putri tersebut dan remaja putri juga memiliki

kesempatan untuk memilih pria yang sesuai dengan keinginannya untuk dijadikan

(13)

25

2.2.2 Praktik Enjo Kōsai oleh Remaja Jepang

Berikut ini adalah beberapa contoh praktik Enjo Kōsaiyang dilakukan oleh

remaja putri Jepang.

• Yumi dan Mariko adalah siswi kelas tiga SMA yang tinggal di prefektur

Niigita. Keduanya berpenampilan sederhana dan bukan anak yang

memiliki masalah baik di lingkungan rumah maupun sekolah, sebaliknya

mereka adalah siswi yang selalu mengikuti pelajaran di sekolahnya dengan

sungguh-sungguh. Akan tetapi, ketika malam tiba, mereka akan berdandan

dengan alat rias dan pakaian bermerk terkenal ( lipstick Gucci, pemulas

mata Dior, aksesoris rambut Burberry’s, kaos Gucci, celana jins DKNY

dan tas Fendi ) dan melakukan Enjo Kōsai. Yumi dan Mariko

menggunakan telepon genggam sebagai sarana melakukan Enjo Kōsai,

yaitu dengan mendaftarkan diri dalam situs-situs kencan dan membuat

janji untuk bertemu dengan pria-pria yang rata-rata berusia 30-40 tahun.

Menurut mereka Enjo Kōsaibukanlah hal yang memalukan atau tidak

boleh dilakukan. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa Enjo

Kōsaimerupakan hal yang sangat mudah dilakukan untuk mendapatkan

uang atau barang-barang mahal. Dengan mengobrol, makan dan minum

bersama di kafe atau rstoran, dan hal-hal lain berbau seksual seperti

berciuman, mereka bisa mendapatkan uang sekitar 50.000 yen setiap

kalinya. (http://www.freezerbox.com/archieve/articel.asp?id=188)

• Seorang wanita muda bercerita kepada Kate Drake, seorang penulis dari

Time, mengenai bagaimana pengalamannya melakukan Enjo Kōsai.

(14)

26

Kōsaiketika masih kelas dua SMA. Walaupun merasa sekolah sangat

membosankan, X tetap pergi ke sekolah setiap hari layaknya seorang

pelajar. Akan tetapi setelah putus dengan kekasihnya, ditambah tidak

memiliki uang untuk berpergian, kebosanan yang dirasakannya semakin

menjadi-jadi. X kemudian melakukan Enjo Kosai untuk pertama kalinya

dengan meninggalkan pesan dalam situs-situs kencan. Setelah saling

berkirim pesan selama seminggu pada pria yang beminat padanya, mereka

membuat janji untuk bertemu di stasiun Kyoto. Pada hari itu mereka pergi

ke restoran Italia untuk makan dan mengobrol, malamnya mereka pergi ke

hotel dan melakukan hubungan seksual dan mendapatkan uang 50.000

yen. Sejak saat itu, ia melakukan Enjo Kōsaidengan cara yang sama. X

meninggalkan pesan di berbagai situs kencan dan memilih untuk

menerima atau menolak tawaran pria yang menghubunginya berdasarkan

usia dan pekerjaan. Pria-pria yang mengencaninya rata-rata berusia 30

tahunan, bekerja sebagai sarariman dengan penampilan tipikal. Bayaran

yang ia terima bukan hanya berupa uang, tetapi juga barang mahal seperti

cincin Gucci. Uang yang ia terima biasanya digunakan untuk berlibur.

(15)

27

2.3 Faktor-faktor Penyebab terjadinya Enjo Kōsai

Fenomena Enjo Kōsaiyang secara mencolok muncul beberapa tahun

belakangan ini mau tak mau menuntut masyarakat Jepang untuk merenungkan

sistem kemasyarakatan mereka. Mereka berusaha mencari tahu mengapa remaja

putri ini begitu saja menjual diri mereka dengan melakukan Enjo Kōsai.

Kesimpulan yang pasti memang belum ada, namun ada beberapa hal yang

dihubungkan sebagai latar belakang kemunculan fenomena ini.

Salah satu pendapat diungkapkan oleh seorang sosiolog Kawai Hayao

dalam tulisannya yang bertajuk The Message from Japan’s Schoolgirl Prostitues

yang dimuat dalam Japan Echo volume 24 tahun 1997, Kawai menyatakan :

“Teenagers in Japan are under pressure to buy expensive items not covered by

their allowances and thus they seek money from other sources”. Adanya desakan dari lingkungan remaja Jepang yang berlimpah dengan barang-barang mahal,

membuat mereka berkeinginan untuk membeli barang-barang itu dan bila mereka

tidak mampu membiayai keinginannya, maka mereka mencari sumber untuk

mendapatkan uang, salah satu caranya ialah dengan melakukan Enjo Kōsai. Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh Kuronuma Katsushi dalam bukunya

yang menyatakan bahwa motivasi para remaja putri Jepang melakukan Enjo Kosai

ialah sekaichuu ni aru kakko ii mono ga te ni iretai ( 世界中にあるかっこいい

物がてにいれたい) yang berarti ingin memiliki barang-barang yang mewah. (

Kuronuma, 1996 : 34 )

(16)

28

1. Para pria yang menyukai gadis-gadis sekolahan yang kawai dan

bersedia membayar mereka untuk kencan yang disebut dengan Lolita

Complex atau disingkat Lolikon, hal inilah penyebab utama terbentuknya pasar untuk praktik Enjo Kōsaitersebut. Kecenderungan

para pria-pria tua ini terlibat dalam Enjo Kosai adalah berawal dari

istilah ‘tamaranai’, yaitu secara harafiah dapat diterjemahkan sebagai

‘an uncontrollable attraction’ atau ketertarikan yang tidak terkontrol. Ini merupakan alasan kaum pria Jepang yang berusia 50-an akan

ketertarikan mereka terhadap gadis Jepang yang berusia 15 tahunan.

Tamaranai disini juga bisa muncul akibat kurangnya perhatian dari istri-istri mereka karena faktor jam kerja lembur di Jepang. Untuk

itulah mereka mencari gadis-gadis remaja Jepang yang bersedia

menemani mereka untuk berkencan maupun berhubungan seks.

2. Berasal dari remaja putri atau Kogyaru itu sendiri. Remaja putri yang

terlibat dalam Enjo Kōsaikebanyakan barasal dari keluarga menengah,

mereka tidak menjual diri mereka untuk menyambung kebutuhan

hidup tetapi untuk membiayai kesenangan mereka dalam berbelanja

(konsumerisme).

JelaslahbahwafaktoryangpalingbanyakmengundangfenomenaEnjokōsai

adalahparapriaLolikon.Kebanyakandarimereka adalahparasalarymanyangberumur

30an sampai 50-an.Sepertiyangkitaketahui,orang-orang Jepangadalahpekerja

kerasatauseringdisebutsebagaiWorkalcoholicolehorangAmerikadanjamkerjadi

(17)

29

jenisnya.Kesepian yangdirasakan olehpria-priaJepangitu memicusuatuperasaan

tamaranai(tidaktahan)saatmelihatparaKogyaruyangkawaii.Keterobsesian terhadap

gadis-gadisberseragam sailorfukumembuatparapriaJepangmemburuparagadisitu setiapharinyadijalan-jalanuntukmengajakmerekaberkencandenganmenawarkan

uangdalamjumlahyangbesarsertahadiah-hadiahyangmenggiurkan.Tidakjarangpara

gadisitumenerimaajakankencanyangditawariolehpria-prialolikon tersebutkarena

tergiurolehuangdalam jumlahbesar.Halinidisebabkankarenabudayakonsumtifpara

gadisremajaterbendungolehbanyaknya uang yang mereka butuhkan untuk

memenuhi kesenangannya yangkemudianmemaksagadistersebut

untukbekerja,danEnjokōsai merupakansolusiyangtercepatuntukmemecahkan

masalahtersebut.OlehkarenaituselainfenomenaLolikon,keberhasilanEnjokōsaijuga

sangatbergantungpadakeputusanKogyaru itu sendiri.

AlasanKogyaruterlibatdalamEnjokōsaisangatkompleks. Kuronuma(1998)

menuliskankembalihasilwawancaranyaterhadapKogyarubernamaSawakodanYum

i yangditemuinya disebuahklubkencanmengenaialasanparaKogyarumelakukan

Enjokōsai.

情 報 収 集 の 成 果 で あ る 。 二 人 が 通 学 校 で は 「 売 春 」 と 言 う 言 葉

は 使 わ ず に 、 「 ウ リ 」 あ る い は 「 仕 事 」 と 表 現 す る 。 「 ユ ミ ち ゃ

ん 、 遊 ぼ う 」 「 今 日 は 仕事だからダメ」 とい う会話が、放課後の

素 顔 を 知 っ て い る 友 達 の あ い だ で 平 然 と 交 わ さ れ て い る 。 二

人 が ウ リ に 手 を 出 す よ う に な っ た 最 初 の 動 機 は 、 世 界 の 一 流

品 を 手 に 入 れ た い と い う 物 欲 に 目 覚 め た か ら だ っ た 。

(18)

30

“Darihasilyangdikumpulkan.Keduanyatidakmenggunakankata‘prostitu

si’, melainkanlebihmenunjukkanpada

‘berjualan’atau‘bekerja’.‘YumiChan,

mainyuk!’ajakSawako.‘Hariiniadaperkerjaan, jaditidakbisa’,tolaknya.

Sepulang dari sekolah, keduanya saling melemparkan bahasa isyarat

dan memulaibekerjadengantenang.Motivasipertamayangmenjadikan

mereka melakukanEnjokōsai

karenatimbulnyakesadaranuntukmemilikibarang-barang

kelassatusedunia.”(Kuronuma,1998:34)

Kogyaru tidak menganggap bahwa padakenyataannyaEnjokōsai sebagai

aktivitasseksatausecarakasaryangkitasebutprostitusi.Merekamenganggap hal

tersebutmerupakansuatupekerjaan,yaitu‘menjual’(seks)sebagaimana yangkita

ketahuisebagaidefinisidaribekerjadalamartimendapatkanupah.

サワコ「ウチの学校、 高校生がブランド物持 ってるじゃん。

ヴィトンが 好きな子 はシャネルとか興味な い。どこそこ の学

校が好きっていう趣味 みたいなもんだよね 。で、先輩がこれ

持って たから私の欲しいなー、と か思うんだよね。けっこう

くだらない理由だよね。」 くだらない理由―日本の十時代が

ブランド物 になるのは、いつの時代も だい たいくだらない理

由からだ。このブラン ドじゃないと基本的人 権が おかされろ

とか、このブランドこ そが恒久の 平和をもたらすとか、そん

(19)

31 は な い 。(Kuronuma1998:3637)

“Sawakoberkata,“Disekolah,siswa-siswamembawabarang-barang

bermerk. Orangyangmenyukaimerk ‘Vuitton’tidaktertarikpadamerk

‘Channel’. Sepertimemilihsekolahyangdiminati.

Karenakakakkelasmemilihini,saya juga menginginkannya. Sungguh

alasan yang cukup bodoh ‘kudaranai’, bukan.”

Alasan‘kudaranai’-selama10abadJepangterikatolehbarang-barangbermerk

itu,jadisetiapabaditukebanyakankarenaalasan‘kudaranai’.

Merk-merkini tidakmenentang hakdasarmanusia,namunsebaliknya

iamembawakedamaian yang abadi.Menuntut akan hal itu tidak ada

permintaan akan pembelian

terhadapmerkselamasepuluhtahun”.(Kuronuma,1998:36-37).

SalahseorangKogyaruyangbernamaSawakomengatakan bahwaalasannya

melakukan Enjokōsaiadalahkarenamerasasadarakanhasratuntukmemilikibarang

nomor satu di dunia. Barang-barangbermerkakan memberikan pesona kepada

seseorang, sepertiChannelyangsangatterkenal,namunsuatusaatdiaakanketinggalan

zaman.Selerasetiaporangberbeda-beda,bagiorangyangmenyukaimerkChannel,tidak

akantertarikataumenganggapmerkVuittonadalahterkenal,begitujugasebaliknya.

Hanya ada satualasan untuk menyimpulkan prilaku anak muda tersebut yaitu

‘Kudaranai’ yang diartikan bodoh,sia-sia, tidakberguna.Katsushi menyimpulkan

(20)

32

olehalasan‘kudaranai’.Dikatakanbahwamerk-merktersebuttidakmenentanghak-

hakasasimanusianamunsebaliknya membawakedamaian bagibagimerekayang

mengkonsumsinya.

Penulis juga berpendapat bahwa orang Jepang sangat memperhatikan

penampilandanselaluingintampilunikdanmenarikmenurutpenilaiannya sendiri

khususnya para remaja. Mereka tidak segan-segan menghabiskan uangnya untuk

kesenangan,trend, fashion,memperbaikipenampilannya,dansetiapsaatpulafashion

berubahsehinggamerekamerasatidakdanbelumsepenuhnya fashionabledanterus

mengikutiperubahantanpaakhiryangjelas.Demikianlahdisebutkan bahwaremaja

Jepanghanyamelakukansesuatuyangbodoh dantidakberguna.

Sementara menurut sosiolog Universitas Keio, Jun Nagamoto

menyatakan bahwa setidaknya ada 5 faktor yang melatarbelakangi keberadaan

Enjo Kōsaiini, yaitu :

1. Pengaruh dari kemajuan ekonomi Jepang yang mempengaruhi daya

kontrol seseorang dalam mengkonsumsi barang.

2. Pengaruh dari media massa dengan iklan-iklannya yang menuntun

pembaca dan penontonnya untuk mengkonsusmsi barang, media massa

juga membentuk opini publik terutama remaja sehingga mereka

melihat Enjo Kōsaisebagai suatu hal yang wajar untuk mendapatkan

uang.

3. Perubahan struktur keluarga Jepang yang membuat anggota

keluarganya memiliki sedikit waktu untuk saling berinteraksi satu

(21)

33

4. Tidak adanyan ketegasan hukum dalam menindak masalah-masalah

yang berhubungan dengan pelacuran.

5. Pengaruh dari pendidikan sekolah yang hanya menekankan pada nilai

akademis siswa-siswinya.

Masi berkenaan dengan fenomena Enjo Kōsaiini, Miyadi Shinji ( Miyadai,

1994 : 118 ) menyatakan bahwa Enjo Kōsaiitu sendiri terbagi menjadi beberapa

tipe atau bentuk, yaitu :

1. Tipe yang mendambakan komunikasi, ingin lebih mengenal pria, dan

berkeinginan untuk lebih tahu tentang masyarakat terutama prianya.

2. Tipe yang mendambakan pengakuan atas dirinya dan ingin

meyakinkan diri sendiri bahwa dirinya lebih dari sekedar murid bodoh

atau murid pintar yang kampungan.

3. Tipe pembangkangan secara emosional kepada orangtua yang terlalu

keras pada mereka sampai-sampai tidak mengizinkan mereka memiliki

pacar.

4. Tipe yang ingin bisa bergaul dan diterima oleh lingkungan sekitarnya

atau tempat bermainnya.

5. Tipe yang ingin ganti suasana dari lingkungan keluarga dan sekolah

yang membuat mereka jenuh, dengan cara memuaskan dorongan

mereka dengan mengkonsumsi barang.

(22)

34

2.4 Pandangan Masyarakat Jepang terhadap Enjo Kōsai

Seperti masalah Ijime, boryouku (tindak kekerasan) yang berpusat kepada

anak sebagai pelaku atau korban tindakan itu, Enjo Kōsaitelah menambah daftar

deretan fenomena sosial dalam masyarakat Jepang. Tentu saja kemunculan

fenomena Enjo Kōsaiini telah mendatangkan keresahan pada orangtua khususnya

masyarakat Jepang.

Kini dalam masyarakat di Jepang bila mendengar kata Enjo Kōsaimaka

secara otomatis langsung terbayang dalam benak mereka bahwa itu berhubungan

dengan tindakan para remaja usia belia, yang melayani kebutuhan biologis dari

para lelaki setengah baya untuk mendapatkan uang yang banyak dan

barang bermerk terkenal dalam waktu yang relatif singkat. Biasanya

barang-barang yang menjadi incaran mereka adalah barang-barang produksi luar negri seperti

Prada dan Hermes juga kosmetik merk Channel. (http://ballz.ababa.net/uninvited/enjokousai.htm)

Berdasarkan polling yang dibuat oleh program TV Jepang Asahi Asa

Made Nama Terebi pada tahun 1997 menunjukkan bahawa 70% responden menentang Enjo Kosai melibatkan interaksi seksual, sementara 30%

menyetujuinya. Banyak kritikus yang khawatir bahwa anak perempuan yang

melakukan Enjo Kosai akan tumbuh menjadi istri dan ibu yang tidak layak.

Persepsi ini muncul dari kecurigaan bahwa ketika gadis-gadis ini menjadi dewasa,

mereka akan dengan cepat meninggalkan loyalitas dan komitmen mereka dengan

(23)

35

Akan tetapi ada juga pendapat yang menyatakan bahwa praktik Enjo Kōsai

tidak sepenuhnya salah gadis remaja karena sebenarnya mereka hanyalah korban

dari kebiharian para lolikon.

Fukutomimengatakanbahwa,

"Manyteen-agegirlsinvolvedinprostitutionhavefamilyproblems.Theytendto

beunabletoexerciseself-restraint, actimpulsivelyandfeellonely. Manyof

themeitherhavefewchancestotalkwiththeirparentsorareoverprotectedby

theirparents. Theloosertheirrelations withtheirparents, thelessreluctant

theyaretoprostitutethemselves.However,theyarevictimsinawayandmen

whobuythemaretoblame."

"Banyakgadisremajaterlibatdalamprostitusi memiliki masalahdidalam

keluarganya.Merekacenderungtidakmampumenahanhawanafsu,bertindak

sesuaidorongan hatidanmerasakesepian. Banyakdiantaramerekayanghanya

mempunyaisedikitkesempatanuntukberbicaradenganorangtuamerekaatau

terlaludikekangolehorangtuamereka.Merekayangkehilangan hubungan

denganorangtua,semakinsedikitkesegananmerekauntukmelacurkan diri.

Bagaimanapun,merekaadalahkorbandanorang-orangyangmembelimereka

pantasdisalahkan."

Banyak media yang mengangkat isu tentang Enjo Kōsaiseperti, manga,

anime dan film. Media-media yang mengangkat isu tentang Enjo Kōsaiini tidak

semua menempatkan pelaku Enjo Kōsaidalam posisi yang buruk. Media inilah

(24)

36

yang menempatkan perasaan pelaku Enjo Kōsaisebagai perasaan manusiawi yang

tidak salah. Banyak media yang seakan membenarkan perilaku Enjo Kōsaiini.

Sekalipun hal ini juga tidak mempengaruhi keseluruhan masyarakat Jepang dapat

menerima keberadaan Enjo Kōsai.

Memang banyak masyarakat Jepang menunjukkan perasaan tidak suka dan

merasa terganggu oleh keberadaan pelaku Enjo Kōsai. Namun jika dibandingkan

masyarakat pada umumnya, para pelanggan yang merupakan sebagian dari

penduduk Jepang menganggap keberadaan Enjo Kōsaimerupakan bagian dari

kehidupan mereka. Keberadaan Enjo Kōsaibisa menjadi hiburan tersendiri bagi

para pria salaryman yang membutuhkan hiburan, teman mengobrol ataupun

teman melakukan seks.

BAB III

Referensi

Dokumen terkait

Golongan marga keturunan Arab di kota Medan pertama yaitu sayyid yang merupakan kelas tertinggi dalam masyarakat Arab khususnya keturunan Arab yang berasal dari

Air lindi dihasilkan akibat terjadinya presipitasi cairan di TPA, baik dari resapan air hujan maupun kandunganairpadasampahitusendiri.Lindi bersifat toksik karena

Lyons, John. Linguistic Semantics: an Introduction. Cambridge: Cambridge University Press. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya. Jakarta: PT

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keakuratan metoda panel di dalam analisa karakteristik aerodinamika cukup tinggi, dengan terlihatnya hasil grafik dari simulasi software

3. Standar proses pengabdian kepada masyarakat , merupakan kriteria minimal tentang: a) kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, dan

Sedangkan penilaian secara kualitatif, dari hasil pengamatan penulis dan wawancara dengan dosen sejawat yang mengampu matakuliah matematika teknik didapatkan gambaran bahwa

Adapun makna kata dari menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kata. depan yang menyatakan tempat

 Pelaksanaan kegiatan riset dengan cara individu/kemitraan merupakan pelaksanaan riset dan pengembangan utama oleh satu lembaga tempat peneliti utama bernaung.  Proposal