• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR - Fenomena Kodokushi di Jepang Dewasa Ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KATA PENGANTAR - Fenomena Kodokushi di Jepang Dewasa Ini"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil „Alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT

yang telah begitu banyak memberi nikmat kepada penulis baik nikmat waktu,

kesempatan, kesehatan dan masih banyak lagi yang sering penulis lupakan. Berkat rahmat Allah SWT juga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa pula shalawat dan salam penulis sampaikan semoga dilimpahkan kepada

Rasulullah SAW, keluarganya, sahabatnya, dan seluruh umat dimanapun berada.

Adapun skripsi ini berjudul: Fenomena Kodokushi di Jepang Dewasa Ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan meraih gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini dapat selesai berkat bantuan dari banyak pihak, maka dalam

kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M. A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum, selaku Ketua Departemen Sastra

Jepang, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M. S., Ph. D., selaku Dosen

Pembimbing I yang telah dengan sabar meluangkan waktunya untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Adriana Hasibuan, S. S, M. Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi.

(2)

v

5. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Ilmu Budaya USU,

khususnya pada Departemen Sastra Jepang yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis.

6. Ayah dan Mamak tercinta (Ahdan dan Nurmismah) yang tanpa lelah mengorbankan segalanya sehingga penulis dapat mengenyam pendidikan sampai saat ini, kalian menjadi inspirasi dan penyemangat yang luar biasa.

7. Adik-adikku tersayang (Rizal, Taufik, Arini) yang telah menjadi penyemangat dan penghibur bagi penulis sampai saat ini, penulis akan

berusaha lebih baik lagi ke depannya untuk membantu kalian mewujudkan impian dan menjadi contoh yang bisa di teladani.

8. Orang-orang yang akan paling di rindukan setelah tamat, Elvi, Liska, Echa,

Vitri, Martha, yang dengan senang hati mau mendengar keluh-kesah penulis, sabar menghadapi sikap penulis yang menyebalkan, dan

menghibur penulis dengan semua candaan dan gurauannya. Setelah ini kita masih punya mimpi yang harus kita kejar dan meski nanti kita terpisah, semoga gak ada yang berubah ^_^.

9. Teman-teman penulis, Puti, Chusyam, Dian, Lina, Linda, Restu, Bari, Baim, Rauf, pendopo genk, dan berbagai pihak yang telah banyak

membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, biarpun nanti kita berjauhan jangan lupa sama ku ya .

10.Untuk “BM” (Ayu, Tika, Ifa, Winda) dan Retno yang biarpun kita jarang ketemu karena kesibukan masing-masing, tapi kalian tetap nggak bosan-bosan ngingatkan aku tentang skripsi, menjadi sahabat terhebat sampai

hari ini dan semoga selama-lamanya.

(3)

vi

11.Rekan-rekan Sastra Jepang Stambuk 2010 yang telah memberi banyak

bantuan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan yang telah menemani penulis dalam menghadapi dunia perkuliahan

sampai saat ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun

demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua orang yang membacanya dan ingin mengetahui lebih banyak mengenai

kodokushi.

Medan, Oktober 2014

Penulis,

Dila Fitria

(4)

vii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI……….….…………...…iii

BAB I PENDAHULUAN………...1

1.1. Latar Belakang Masalah……….1

1.2. Perumusan Masalah………...……….6

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan………...7

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori………8

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian………..……...11

1.6. Metode Penelitian……….12

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KODOKUSHI 2.1. Definisi kodokushi……….13

2.1.1. Pertumbuhan Penduduk Jepang………..16

2.1.2. Pelaku Kodokushi………20

2.2. Penyebab Terjadinya Kodokushi………...22

2.3. Perubahan Perilaku Sosial Masyarakat Jepang terhadap Lansia……...30

2.4. Contoh-contoh Kejadian Kodokushi……….34

BAB III DAMPAK KODOKUSHI DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG 3.1. Diri Sendiri (Kaum Lansia)………36

3.2. Masyarakat………...…………... 40

3.3. Negara………46

(5)

viii BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan………... 55 4.2. Saran……… 56

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK.

(6)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Selain memiliki kebudayaan yang begitu beragam, Jepang juga memiliki perindustrian yang maju dan ekonomi yang kuat. Tidak banyak negara maju yang

mampu mempertahankan kebudayaannya hingga dikenal diseluruh dunia namun diimbangi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jepang merupakan salah satu dari negara-negara Asia yang mampu bersaing dengan negara-negara

barat saat ini, Jepang yang awalnya mencontoh dari negara-negara barat terutama Amerika dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang saat ini mampu

mengimbangi negara-negara tersebut bahkan mengunggulinya.

Kemajuan Jepang dalam berbagai bidang telah dimulai sejak pemerintahan Meiji yang menganjurkan industrialisasi dan peningkatan produksi, kemakmuran

nasional, dan kekuatan militer, akibatnya ekonomi kapitalis Jepang mulai tumbuh pesat. Setelah Perang Dunia II kemakmuran Jepang juga dikarenakan adanya

perjanjian keamanan dengan Amerika Serikat yang menekankan kemajuan ekonomi dan politik yang berorientasi pada perdagangan dan pendidikan, hal itu

membantu memulihkan kondisi rakyat yang menderita trauma dan peperangan. Pencapaian Jepang hingga sekarang tidak terlepas dari semangat kerja orang Jepang yang sangat tinggi serta budaya kelompok yang kuat. Setiap pekerjaan

(7)

2

rela dan loyal melakukan pekerjaan yang menjadi kewajibannya demi kepentingan

keluarga dan negara walaupun pekerjaan itu berat. Sikap loyal diperlukan dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup didalam masyarakat. Semangat kerja mayarakat

Jepang ini dapat dilihat disiaran televisi, koran, ataupun majalah Jepang yang sering memberitakan tentang orang meninggal karena kelelahan dalam bekerja, fenomena ini disebut dengan istilah karoshi (Skripsi Lastri Pebriyanti Situmorang:

2008). Ini merupakan hal yang biasa bagi masyarakat Jepang, bahkan mereka lebih mementingkan pekerjaannya daripada kehidupan sosialnya.

Statistik tahun 2013 menunjukkan rata-rata setiap tahunnya pekerja Jepang bekerja sekitar 1.765 jam yang merupakan salah satu jam kerja tertinggi di dunia dan para pekerja Jepang lebih sering merelakan hari liburnya untuk bekerja. Para

pekerja di Jepang secara tradisional maupun struktural didorong untuk meningkatkan pendapatan dengan bekerja lembur. Perusahaan tidak memaksa

pegawai bekerja lebih panjang, akan tetapi pegawai secara sukarela melakukannya demi prestasi. Mereka secara sukarela harus bekerja lebih lama, baik untuk prestasi atau meraih pendapatan lebih tinggi karena dalam budaya kerja

masyarakat Jepang kenaikan pangkat dinilai berdasarkan prestasi kerja.

Orang-orang yang hidupnya tergantung gaji ini dikenal dengan istilah

Salaryman. Mereka adalah kaum pekerja kelas menengah kebawah yang hidupnya

serba pas-pasan. Para salaryman ini seluruh hidupnya berkutat disekitar pekerjaan

dikantor dan bekerja lembur setiap hari. Jenis pekerjaan yang termasuk kedalam Salaryman adalah pegawai Bank, asuransi, perusahaan pelayanan, pegawai perusahaan listrik dan gas, pegawai perkapalan, pegawai kontruksi, dan lain

(8)

3

biaya hidup yang harus dipenuhi. Hal ini menyebabkan para pekerja tidak

memiliki kehidupan sosial diluar kehidupan kantornya karena mereka hanya berteman dan bergaul dengan orang-orang ditempat kerjanya. Mereka tidak mengenal orang-orang dilingkungan sekitarnya sehingga ketika mereka telah

pensiun dan berpisah dari teman-teman kantornya mereka tidak memiliki teman untuk berbagi bahkan dengan keluarga sendiripun tidak memiliki ikatan

kekeluargaan yang kuat, yang lebih mengkhawatirkan adalah mereka bahkan tidak memiliki keluarga karena tidak pernah menikah. Kondisi seperti ini disebut

dengan istilah Muen shakai yaitu seseorang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Kondisi masyarakat yang seperti ini pada akhirnya menimbulkan berbagai masalah sosial dalam masyarakatnya.

Salah satu masalah sosial yang sedang dihadapi Jepang saat ini adalah kodokushi. Jika dilihat dari kanjinya yaitu kodoku(孤独) yang berarti kesepian dan

shi(死) yang berarti kematian, maka kodokushi dapat diartikan mati kesepian atau

mati dalam kesendirian. Kodokushi merupakan masalah sosial yang saat ini

sedang dihadapi kaum lansia Jepang, suatu kondisi dimana orang tua yang hidup sendiri, di apartemen ataupun di rumah mereka, meninggal tanpa ada keluarga

yang merawatnya. Hal ini dikarenakan adalah berubahnya sistem masyarakat di Jepang yang disebabkan beralihnya masyarakat agraris menjadi masyarakat

industri. Pola keluarga Jepang yang awalnya berbentuk Ie dimana dalam satu rumah tangga dapat hidup dua sampai tiga generasi berubah menjadi kaku kazoku atau keluarga inti yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum

(9)

4

Akibatnya banyak orangtua yang tidak lagi tinggal bersama anak atau cucunya

kemudian menyebabkan banyak orang tua tinggal sendiri atau di panti jompo dan kemudian meninggal. Fenomena kodokushi ini merupakan dampak dari

peningkatan jumlah lansia di Jepang dimana saat ini pertumbuhan kaum lansia meningkat sedangkan penduduk usia muda semakin menurun atau biasa disebut shoushi koreika. Penyebab menurunnya jumlah penduduk usia muda dikarenakan

kaum wanita Jepang saat ini merasa kesulitan untuk memilih antara kodratnya sebagai ibu rumah tangga yang harus mendidik anak atau berkarir. Banyak dari

mereka lebih memilih bekerja sehingga mereka tidak mau melahirkan anak bahkan semakin banyak kaum wanita yang tidak mau menikah. Ini menyebabkan angka kelahiran di Jepang saat ini adalah yang terendah di dunia yaitu sekitar 1,3

per pasangan sedangkan angka lansia mencapai 23,3% pada 2011 dan diprediksi akan mencapai 38,5% pada 2050. Kondisi tersebut mempengaruhi kehidupan

kaum lansia yang hidup tanpa keluarga dan hubungan sosial yang baik dengan sekitarnya. Pada dasarnya peningkatan usia hidup disatu sisi menunjukkan hal yang positif karena hal ini berarti meningkatnya sistem kesehatan dan pola hidup

yang baik, akan tetapi dalam perkembangannya hal ini menimbulkan masalah yaitu tentang penanganan lansia. Para lansia tidak mendapatkan kualitas

pemeliharaan yang memadai akibat keterbatasan tenaga muda yang produktif.

Fenomena kodokushi adalah fenomena sosial yang muncul ke permukaan di

Jepang pasca gempa bumi Kobe tahun 1995. Kasus ini mencuat pasca ditemukannya 207 lansia yang meninggal di rumah penampungan sementara (Themporary Shelter Housing). Mereka adalah para lansia yang menjadi korban

(10)

5

dari mereka mengalami deperesi akibat kesepian, banyak diantaranya yang

akhirnya mengalami ketergantungan alkohol. Sebagian lagi ditemukan karena kelaparan, kekurangan gizi, atau sakit lever. Mayoritas adalah pria berusia 55

an. Jumlahnya hampir dua kali lipat wanita yang rata-rata berusia 70 tahun-an.

Kasus-kasus kodokushi lainnya banyak dialami oleh para pekerja yang

memasuki usia pensiun dimana sebagian besar masyarakatnya, terutama kaum pria, memiliki fokus yang lebih besar terhadap pekerjaannya sehingga mereka

akan merasa diasingkan apabila mereka telah pensiun atau kehilangan pekerjaan. Pada lansia berumur 70-80 tahunan sering muncul perasaan tidak puas terhadap kaum muda yang dianggap tidak mampu merawat mereka dan mereka

beranggapan bahwa keberhasilan Jepang menjadi negara maju yang membuat para generasi muda hidup nyaman adalah berkat jasa mereka. Hal ini diperparah karena

adanya budaya malu dalam masyarakat Jepang dan kebiasaan tidak ingin mencampuri masalah orang lain sehingga ketika seseorang dalam kesulitan mereka tidak mau meminta bantuan orang lain meski itu keluarganya sendiri, bagi

mereka lebih baik bertahan dalam penderitaan daripada harus meminta bantuan orang lain. Karenanya masyarakat Jepang cenderung individualis dan merasa

hidup nyaman tanpa harus berinteraksi dengan banyak orang. Gaya hidup masyarakat Jepang yang cenderung individualis ini pada akhirnya membawa

dampak negatif karena ketika mereka meninggal tidak ada yang mengurus jasad mereka. Namun disisi lain hal ini melahirkan perusahaan-perusahaan yang menangani urusan kematian, mulai dari pemindahan barang-barang orang yang

(11)

6

Menurut Soekanto dalam sosiologi suatu pengantar, sejak dilahirkan

manusia sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok yaitu menjadi satu dengan manusia lain disekelilingnya serta menjadi satu dengan suasana alam

sekelilingnya (1990: 124). Proses ini bisa disebut sosialisasi sehingga ketika kehilangan agen sosialisasi untuk sebagian besar manusia ini membuat mereka merasa terisolasi dari lingkungannya dan kehilangan masa depannya. Hal inilah

yang dirasakan oleh sebagian besar kaum lansia Jepang sekarang ini, ditambah tidak adanya lagi sistem keluarga besar dimana dalam satu keluarga dapat hidup

dua sampai tiga generasi yang memungkinkan kaum lansia dapat terus bersosialisasi.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis merasa penting

untuk membahas dan menganalisis tentang sejarah dan pekembangan kodokushi yang berdampak pada kehidupan sosial masyarakat Jepang. Hal ini akan penulis

bahas melalui skripsi yang berjudul Fenomena Kodokushi di Jepang

Dewasa Ini .“

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Guba dalam Moleong (2007: 93) mendefinisikan masalah sebagai suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara 2 faktor atau lebih yang

menghasilkan situasi lain yang menyeret mereka dalam hubungan yang rumit yang mereka sendiri sulit memahaminya.

Fenomena kodokushi sendiri telah menjadi masalah serius bagi

(12)

7

komitmen mereka untuk menghormati orang tua. Kebanggaan ini ditunjukkan dari

adanya sistem Ie dimana dalam satu keluarga dapat terdiri dari dua hingga tiga generasi, menurut Ariga Kizaemon dalam Situmorang (2011: 25) Ie adalah

kelompok kerjasama dalam mengelola kehidupan. Maka jika ditinjau lebih jauh pada dasarnya masyarakat Jepang didasarkan pada dua pilar yaitu pekerjaan dan keluarga yang stabil, namun sekarang hal tersebut tidak sekuat dulu lagi.

Berdasarkan hal diatas maka permasalahan penelitian ini akan menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah realitas kodokushi?

2. Bagaimanakah usaha mengatasi kodokushi dan apa dampak yang ditimbulkan oleh kodokushi terhadap kehidupan sosial masyarakat

Jepang?

1.3. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah karena dalam setiap penelitian diperlukan adanya pembatasan masalah agar pembahasan tidak terlalu melebar

sehingga penulis dapat lebih fokus terhadap pembahasan dalam masalah tersebut dan agar tidak menyulitkan pembaca untuk memahami pokok permasalahan yang

dibahas.

Seperti diketahui bahwa setiap manusia memiliki masalah tidak peduli

(13)

8

hanya kaum muda saja, tetapi kaum lansia juga. Salah satu masalah sosial yang

sedang dihadapi kaum lansia Jepang saat ini adalah kodokushi. Untuk membatasi ruang lingkup pembahasan, dalam penulisan ini hanya akan membahas masalah

Kodokuhi dalam kehidupan kaum lansia Jepang dan dampak yang ditimbulkannya

terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang. Untuk mendukung pembahasan ini penulis juga akan membahas tentang kehidupan sosial masyarakat Jepang dewasa

ini, latar belakang terjadinya kodokushi, serta faktor-faktor penyebab terjadinya kodokushi di Jepang.

1.4. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

a. Tinjauan Pustaka

Setiap manusia dimanapun mereka berada tidak dapat hidup tanpa bantuan

orang lain karena manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri sehingga perlu adanya jalinan kerjasama antara manusia yang satu dengan yang

lain. Tidak dapat dibayangkan bagaimana kehidupan manusia jika tidak berada dalam masyarakat (sosial) sebab setiap individu tidak dapat hidup dalam keterpencilan selama-lamanya. Manusia membutuhkan satu sama lain untuk

bertahan hidup dan untuk hidup sebagai manusia. Saling ketergantungan ini menghasilkan bentuk kerjasama tertentu dan menghasilkan bentuk masyarakat

tertentu.

Mac Iver dan page dalam Hasan (2009: 28) menyatakan bahwa masyarakat

(14)

9

kebebasan- kebebasan manusia. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial.

Dan masyarakat selalu berubah.

Kenudian Ralph Linton dalam Hasan (2009: 28) dalam bukunya yang

berjudul The Study of Man, mengemukakan masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu

kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.

Dari penjelasan diatas maka jelaslah bahwa manusia adalah makhluk sosial

sedangkan yang merupakan bentuk umum dalam proses-proses sosial adalah interaksi sosial, bahkan beberapa ahli sosiologi berpendapat bahwa interaksi sosial tersebut merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain

dari proses-proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis,

menyangkut hubungan secara perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 1990: 51).

Namun dalam masyarakat Jepang sekarang ini interaksi sosial yang terjadi

sangat jarang karena adanya tuntutan pekerjaan sehingga interaksi sosial dianggap tidak terlalu penting. Hal ini akhirnya menjadi masalah bagi masyarakat Jepang

yang salah satunya adalah kodokushi.

b. Kerangka Teori

(15)

10

kedalam bentuk yang nyata. Dalam penelitian kebudayaan masyarakat diperlukan

satu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini. Dalam hal ini, penulis menggunakan teori pendekatan psikologi

sosial, teori sosiologi, juga pendekatan fenomenologis untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan kodokushi.

Michener dan Delameter, dalam Tridayaksini dan Hudaniah (2003: 5)

mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi yang sistematik tentang sifat alami dan sebab-sebab dari perilaku sosial manusia. Sementara menurut Shaw Costanzo

dalam Sarwono (1987: 3), psikologi sosial didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu sebagai fungsi dari rangsangan-rangsangan sosial. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan rangsangan-rangsangan-rangsangan-rangsangan

sosial adalah manusia dan seluruh hasil karya manusia yang ada disekitar individu. Teori ini berhubungan dengan bagaimana cara berfikir kaum lansia di Jepang

dalam menghadapi masalah yang ada dalam kehidupannya.

Sedangkan menurut Soerjono Soekanto dalam Upe (2010: 39) menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses sosial,

termasuk perubahan-perubahan sosial dan masalah sosial.

Menurut Moleong (1994: 8), pendekatan fenomenologis menekankan

rasionalitas dan realitas budaya yang ada serta berusaha memahami budaya dari sudut pandang pelaku budaya tersebut. Dalam pendekatan fenomenologis, peneliti

(16)

11

Penulis menggunakan teori psikologi sosial, teori sosiologi, dan pendekatan

fenomenologis untuk menjawab hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya kodokushi dan dampak yang ditimbulkan oleh kodokushi terhadap kehidupan

sosial masyarakat Jepang karena perilaku individu pelaku kodokushi merupakan gejala psikologi sosial yang terjadi di masyarakat.

1.5. TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN

a. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan

dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui latar belakang terjadinya kodokushi.

2. Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kodokushi terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang.

b. Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai kodokushi.

2. Diharapkan mampu menambah informasi bagi para pembaca khususnya

pelajar Bahasa Jepang mengenai masalah sosial yang sedang dihadapi kaum lansia di Jepang yaitu kodokushi.

(17)

12 1.6. METODE PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian sangat diperlukan metode-metode yang mendukung penelitian untuk menunjang keberhasilan tulisan yang akan

disampaikan penulis kepada para pembaca. Maka dalam mengerjakan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan peristiwa atau gejala apa adanya. Menurut Koentjaraningrat

(1976: 30) penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok

tertentu. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh, dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan, sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada.

Selain itu untuk pengumpulan data penulisan menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research). Menurut Nasution (1996 : 14), metode

kepustakaan atau Library Research adalah mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dipilih penulis. Kemudian merangkainya menjadi suatu informasi yang mendukung penulisan

skripsi ini. Studi kepustakaan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kegiatan penelitian yang dilakukan. Beberapa aspek yang perlu dicari dan diteliti

meliputi : masalah, teori, konsep, kesimpulan serta saran. Data dihimpun dari berbagai literatur buku yang berhubungan dengan masalah penelitian. Survey book

Referensi

Dokumen terkait

Silase dibuat dengan mencacah bahan hijauan menjadi ukuran yang kecil-kecil, kemudian menyimpannya kedalam ruang kedap udara.Pencacahan dilakukan untuk mendapatkan

Golongan marga keturunan Arab di kota Medan pertama yaitu sayyid yang merupakan kelas tertinggi dalam masyarakat Arab khususnya keturunan Arab yang berasal dari

Air lindi dihasilkan akibat terjadinya presipitasi cairan di TPA, baik dari resapan air hujan maupun kandunganairpadasampahitusendiri.Lindi bersifat toksik karena

The project is dedicated to development of integrated and modular system of sensors for monitoring of cultural heritage objects by means of processing of

Dengan mengidentifikasikan perilaku di masyarakat, siswa mampu memberikan contoh dan menceritakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung pada

In Chinese rural practice cases, the architects fully consider the original architectural materials, forms and other traditional elements to make the construction design

Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2O06 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik. Indonesia Tahun 201I Nomor

There are nine distinguished national parks in Taiwan. Each one has its own wild variety of natural inhabitants and cultural resources. However, due to the