• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS

NYERI PASIEN PASCA BEDAH ABDOMEN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

DR. PIRNGADI MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Citra Hutri Anggry Ani 121121020

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)

Judul Penelitian : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

Nama : Citra Hutri Anggry Ani

Nim : 121121020

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2014

============================================================ ABSTRAK

Nyeri merupakan masalah utama yang dirasakan oleh sebagian besar pasien yang mengalami hospitalisasi termasuk di dalamnya pasien pasca bedah. Kira-kira 80 % pasien pasca bedah mengalami nyeri sedang sampai berat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif. Metode pengambilan sampel yang digunakan purposive sampling dengan yang melibatkan 45 pasien pasca bedah abdomen. Instrumen yang digunakan adalah State Anxiety Inventory (S-AI) Form Y untuk menilai tingkat kecemasan pasien pasca bedah abdomen, dan Numeric Rating Scale (NRS) untuk menilai intensitas nyeri pasca bedah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas nyeri pasien pada intensitas nyeri sedang 30 orang (66.7%), diikuti dengan intensitas nyeri berat orang 12 (26.7%) dan nyeri ringan 3 orang (6.7%). Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan terhadap intensitas nyeri pasca bedah abdomen adalah usia (p value = 0.044), jenis kelamin (p value = 0,001), tingkat kecemasan (p value = 0,000). Dari hasil penelitian ini perawat direkomendasikan untuk memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri pasca bedah abdomen sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat kepada pasien dengan masalah keperawatan nyeri dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. Pengukuran intensitas nyeri pada peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan intrumen yang lebih objektif seperti perilaku nyeri seperti Pain Behavior Observation Protocol dan selanjutnya melakukan observasi tanda-tanda vital pasien agar didapat hasil yang akurat.

(5)

Title Of Study : Factors Affecting Pain Intensity in Patients After Abdominal Surgery General Hospital dr . Pirngadi Medan

Name : Citra Hutri Anggry Ani Student Number : 121121020

Major : Bachelor of Nursing

Year : 2014

=============================================================

ABSTRACT

Pain is a major problem perceived by the majority of patients who experienced hospitalization including post- surgical patients . Approximately 80 % of patients experiencing postoperative pain is moderate to severe . The purpose of this study was to determine the relationship between the intensity of postoperative abdominal pain with the factors that influence it. This study used a descriptive correlative design. The sampling method used purposive sampling involving 45 patients with postoperative abdominal. Instrument used State Anxiety Inventory ( S - AI ) Form Y to assess the patient's level of anxiety after abdominal surgery and the Numeric Rating Scale ( NRS ) to assess postoperative pain intensity . The results showed that the patient's pain intensity on pain intensity were 30 persons (66.7 %), followed by severe pain intensity of the 12 (26.7%) and 3 mild pain (6.7%) . Factors significantly related to the intensity of postoperative abdominal pain were age ( p value = 0.044 ), gender (p value=0.001) , anxiety level (p value=0.000). From the results of this study nurses recommended to pay attention to the factors that influence the intensity of pain after abdominal surgery in order to provide appropriate interventions to patients with pain nursing problems in order to improve service quality. Measurement of pain intensity on further research should add more objective instruments such as Pain Behavior Observation Protocol and subsequent observation of vital signs of patients in order to obtain accurate results.

(6)

PRAKATA

Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen di RSUD dr. Pirngadi Medan”.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi. Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan sekaligus pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi, arahan, bimbingan dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp,. MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai penguji II.

5. Ibu Nur Afi Darti S.Kp, M.Kep sebagai penguji I.

(7)

7. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.

8. Teristimewa kepada keluargaku, Ayahanda Suryanto dan Ibunda Sapriani Siregar yang selalu memberikan motivasi, dukungan moril maupun materil serta do’a yang tiada henti bagi penulis. Adik-adikku tercinta Bobby Sanjaya, Prima Wardana, dan Rendy Afdillah yang menjadi anugerah terindah dalam hidupku. Tak lupa juga kepada keluarga Kakek Mi’un dan keluarga F. Siregar yang telah memberikan dukungannya selama ini.

9. Teman-teman seperjuangan di F.Kep Wewen, Dana, Lisa, Yeni, Adel, Theodora, Dewi, dan terkhusus buat sahabatku Lois Simamora dan Norayani Situmorang. 10.Mas Ari Purnomo, SKM yang selalu mendoakan dan menyayangiku, memberi

semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Seluruh rekan-rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan profesi keperawatan.

Medan, Februari 2014 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Prakata ... i

Daftar Isi ... …iii

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

Daftar Skema ... viii

BAB 1. Pendahuluan 1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 5

3. Tujuan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Bedah Abdomen ... 7

2. Konsep Nyeri Pasca Bedah Abdomen 2.1Defenisi Nyeri Pasca Bedah Abdomen ... 8

2.2Tipe Nyeri Pasca Bedah Abdomen ... 9

2.3Fisiologi Nyeri Pasca Bedah Abdomen ... 10

2.4Intensitas Nyeri dan Pengukurannya ... 20

2.5Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri ... 24

BAB 3. Kerangka Konseptual 1. Kerangka Konsep ... 31

2. Defenisi Operasional ... 32

3. Hipotesa ... 33

BAB 4. Metode Penelitian 1. Desain Penelitian ... 35

2. Populasi dan Sampel ... 35

3. Lokasi dan Waktu Penelitan... 36

4. Pertimbangan Etik ... 36

5. Instrumen Penelitian ... 37

6. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38

7. Pengumpulan Data ... 39

8. Analisa Data ... 39

BAB 5. Hasil Dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ... 42

1.1Analisis Univariat... 42

(9)

2. Pembahasan ... ....46

2.1Intensitas Nyeri...46

2.2Hubungan Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen dengan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... ………….47

2.2.1 Hubungan Usia dengan Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen ... 47

2.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen ... 49

2.2.3 Hubungan Suku dengan Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen ... 50

2.2.4 Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen... 51

BAB 6. Kesimpulan Dan Saran 1. Kesimpulan ... 54

2. Saran ... 55

2.1Saran Bagi Perawat ... 55

2.2Saran Bagi Pendidikan Keperawatan ... 55

2.3Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 55

Daftar Pustaka Lampiran

1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU 2. Komisi Etik Penelitian Kesehatan USU

3. Surat Selesai Penelitian dari RSUD dr. Pirngadi Medan 4. Lembar Persetujuan Responden

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.2 Defenisi Operasional………...32 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Usia,

Jenis Kelamin, Suku, Tingkat Kecemasan, Intensitas Nyeri dan Jenis Pembedahan………....42 Tabel 5.2 Distribusi Hubungan Usia dengan Intensitas Nyeri

Pasca BedahAbdomen………...43 Tabel 5.3. Distribusi Hubungan Jenis Kelamin dengan Intensitas Nyeri

Pasca Bedah Abdomen………...43 Tabel 5.4 Distribusi Hubungan Suku dengan Intensitas Nyeri

Pasca Bedah Abdomen……….45 Tabel 5.5. Distribusi Hubungan Kecemasan Intensitas Nyeri

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

DAFTAR SKEMA

(13)

Judul Penelitian : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan

Nama : Citra Hutri Anggry Ani

Nim : 121121020

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Tahun : 2014

============================================================ ABSTRAK

Nyeri merupakan masalah utama yang dirasakan oleh sebagian besar pasien yang mengalami hospitalisasi termasuk di dalamnya pasien pasca bedah. Kira-kira 80 % pasien pasca bedah mengalami nyeri sedang sampai berat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelatif. Metode pengambilan sampel yang digunakan purposive sampling dengan yang melibatkan 45 pasien pasca bedah abdomen. Instrumen yang digunakan adalah State Anxiety Inventory (S-AI) Form Y untuk menilai tingkat kecemasan pasien pasca bedah abdomen, dan Numeric Rating Scale (NRS) untuk menilai intensitas nyeri pasca bedah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas nyeri pasien pada intensitas nyeri sedang 30 orang (66.7%), diikuti dengan intensitas nyeri berat orang 12 (26.7%) dan nyeri ringan 3 orang (6.7%). Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan terhadap intensitas nyeri pasca bedah abdomen adalah usia (p value = 0.044), jenis kelamin (p value = 0,001), tingkat kecemasan (p value = 0,000). Dari hasil penelitian ini perawat direkomendasikan untuk memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri pasca bedah abdomen sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat kepada pasien dengan masalah keperawatan nyeri dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. Pengukuran intensitas nyeri pada peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan intrumen yang lebih objektif seperti perilaku nyeri seperti Pain Behavior Observation Protocol dan selanjutnya melakukan observasi tanda-tanda vital pasien agar didapat hasil yang akurat.

(14)

Title Of Study : Factors Affecting Pain Intensity in Patients After Abdominal Surgery General Hospital dr . Pirngadi Medan

Name : Citra Hutri Anggry Ani Student Number : 121121020

Major : Bachelor of Nursing

Year : 2014

=============================================================

ABSTRACT

Pain is a major problem perceived by the majority of patients who experienced hospitalization including post- surgical patients . Approximately 80 % of patients experiencing postoperative pain is moderate to severe . The purpose of this study was to determine the relationship between the intensity of postoperative abdominal pain with the factors that influence it. This study used a descriptive correlative design. The sampling method used purposive sampling involving 45 patients with postoperative abdominal. Instrument used State Anxiety Inventory ( S - AI ) Form Y to assess the patient's level of anxiety after abdominal surgery and the Numeric Rating Scale ( NRS ) to assess postoperative pain intensity . The results showed that the patient's pain intensity on pain intensity were 30 persons (66.7 %), followed by severe pain intensity of the 12 (26.7%) and 3 mild pain (6.7%) . Factors significantly related to the intensity of postoperative abdominal pain were age ( p value = 0.044 ), gender (p value=0.001) , anxiety level (p value=0.000). From the results of this study nurses recommended to pay attention to the factors that influence the intensity of pain after abdominal surgery in order to provide appropriate interventions to patients with pain nursing problems in order to improve service quality. Measurement of pain intensity on further research should add more objective instruments such as Pain Behavior Observation Protocol and subsequent observation of vital signs of patients in order to obtain accurate results.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setiap orang dapat mengalami nyeri selama kehidupannya. Derajat nyeri dan respon nyeri berbeda antara satu orang dengan orang lain. Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut syaraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dengan menjalani salah satu dari beberapa rute syaraf. Terdapat pesan nyeri berinteraksi dengan sel-sel syaraf inhibitor, mencegah stimulasi nyeri, sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisikan tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak akan menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta kebudayaan dalam mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).

(16)

jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan (IASP, 1979 dikutip dari Potter & Perry, 2005).

Nyeri merupakan masalah utama yang dirasakan oleh sebagian besar pasien yang mengalami hospitalisasi, termasuk didalamnya pasien postoperasi (Erniyati, 2002). Dalam penelitiannya Erniyati (2002) menemukan intensitas nyeri yang dirasakan pasien postoperasi bervariasi dari tingkat sedang sampai berat.

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan individu. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologi tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Pengukuran subjektif nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat pengukur nyeri seperti visual analog, skala nyeri numerik, skala nyeri deskriptif atau skala nyeri Wong-Bakers untuk anak-anak (Tamsuri, 2007). Intensitas nyeri ini juga digunakan untuk mengukur skala nyeri untuk pasien pasca bedah.

Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, selanjutnya dilakukan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

(17)

(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Hal ini didukung oleh penelitian Megawati (2010), bahwa pasien pasca laparatomi mengeluhkan nyeri sedang sebanyak 57,70%, yang mengeluhkan nyeri berat 15,38%, dan nyeri ringan sebanyak 26,92%.

Nyeri merupakan masalah utama pasien pasca bedah (Alexander & Hill, 1987). Kira-kira 80 % pasien pasca bedah mengalami nyeri sedang sampai hebat (Rekozar, 2005). Nyeri pasca bedah biasanya berlokasi pada area pembedahan. Intensitas nyeri yang dirasakan tergantung pada lokasi, jenis pembedahan, persepsi pasien tentang nyeri, dan lain-lain (Good & Roykulcharoen, 2004). Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang fisiologis, tetapi hal ini merupakan salah satu keluhan yang paling ditakuti oleh klien setelah pembedahan. Intensitas bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai nyeri berat namun menurun sejalan dengan proses penyembuhan Sensasi nyeri mulai terasa sebelum kesadaran klien kembali penuh, dan semakin meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh anestesi. Adapun bentuk nyeri yang dialami oleh klien pasca pembedahan adalah nyeri akut yang terjadi karena adanya luka insisi bekas pembedahan ( Perry dan Potter, 2005). Jika nyeri akut tidak dikontrol dapat menyebabkan proses rehabilitasi pasien tertunda dan hospitalisasi menjadi lama. Hal ini karena pasien memfokuskan semua perhatiannya pada nyeri yang dirasakan (Smeltzer & Bare, 2002).

(18)

nyeri pasca bedah, 11% sampai 20% mengalami nyeri hebat (Kozak, DeFrances & Hall, 2006).

Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri pasca bedah abdomen seperti usia, jenis kelamin, budaya, dan tingkat kecemasan dengan nyeri pasca bedah abdomen di lapangan mempunyai hasil yang berbeda. Penelitian Lueck (1992) menunjukkan kualitas atau intensitas nyeri pasca bedah abdomen antara lansia tua dengan lansia pertengahan tidak ada perbedaan secara signifikan. Sedangkan penelitian Moddeman (2000) menunjukan bahwa wanita yang lebih tua, lebih sedikit menerima analgesik daripada wanita yang lebih muda. Berbeda halnya dengan penelitian Ene, et al. (2008) menyatakan tidak ada korelasi antara usia dengan tingkat nyeri selama tiga hari pasca bedah radikal prostatektomi, namun pada pasien yang lebih muda memiliki skor nyeri lebih tinggi dari yang lebih tua.

Pada dua tahun terakhir di RSUD dr. Pirngadi Medan ada 812 kasus bedah abdomen yang terdiri dari 654 kasus secsio sesaria dan 153 kasus laparotomi. (Data RSUD dr. Pirngadi Medan).

(19)

2. Pertanyaan penelitian

Bagaimana hubungan antara intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya di RSUD dr. Pirngadi Medan?

3. Tujuan Penelitian

3.1 Mengidentifikasi intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen di RSUD dr. Pirngadi Medan.

3.2 Mengidentifikasi hubungan antara intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya di RSUD dr. Pirngadi Medan.

4. Manfaat Penelitian

a. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk perkembangan ilmu keperawatan khususnya bagi mata ajar keperawatan medikal bedah dan meningkatkan pengetahuan, pembelajaran dan pemahaman di institusi pendidikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen.

b. Bagi Pelayanan Keperawatan

(20)

c. Bagi Penelitian Keperawatan

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Bedah Abdomen

1.1 Pengertian Bedah Abdomen

Pembedahan abdomen adalah tindakan operasi yang melibatkan rongga abdomen yang dapat dilakukan dengan pembedahan terbuka (Higgins, Naumann, & Hall dalam Hartono 2007). Pembedahan abdomen meliputi pembedahan pada berbagai organ abdomen yaitu kandung empedu, duodenum, usus halus dan usus besar, dinding abdomen untuk memperbaiki hernia umbilikalis, femoralis dan inguinalis, appendiks, dan pankreas (Jong & Sjamsuhidajat, 2005).

1.2 Indikasi Bedah Abdomen

Indikasi dilakukan tindakan bedah abdomen menurut Smeltzer dan Bare (2002) adalah karena disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) trauma abdomen (tumpul atau tajam); 2) Peritonitis; 3) Perdarahan saluran pencernaan; 4) sumbatan pada usus halus dan usus besar; 5) masa pada abdomen; 6) perforasi usus; 7) pancreatitis; 8)cholelithiasis.

1.3 Macam-macam Bedah Abdomen

(22)

Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi / sayatan yang merupakan trauma yang menimbukan berbagai keluhan dan gejala. Salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).

2. Nyeri Pasca Bedah Abdomen

2.1 Defenisi Nyeri Pasca Bedah Abdomen

Nyeri didefenisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (McCaffery, 1979 dalam Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP, 1994) nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Sedangkan menurut Brunner & Suddarth, 2003 nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.

(23)

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu perasaan tidak nyaman yang bersifat subjektif dan tidak dapat dilihat atau dirasakan orang lain, yang diungkapkan oleh individu yang merasakannya, serta berhubungan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial. Oleh karena itu tenaga medis harus mempercayai apapun yang dikatakan pasien tentang nyeri yang dirasakannya, karena sifat subjektif dari nyeri ini.

Menurut Hartono (2009) nyeri pasca bedah abdomen adalah gabungan dari beberapa pengalaman sensori, emosional, dan mental yang tidak menyenangkan akibat trauma bedah dan dihubungkan dengan respon otonom, metabolisme endokrin, fisiologis, dan perilaku.

2.2 Tipe Nyeri Pasca Bedah Abdomen

Berdasarkan tipe nyeri, nyeri pasca bedah abdomen dikelompokkan sebagai nyeri akut (Chaturvedi & Chaturvedi, 2007). Kejadian nyeri akut biasanya tiba-tiba dan dihubungkan dengan luka spesifik. Nyeri akut mengindikasikan terjadinya kerusakan jaringan atau injuri. Nyeri akut biasanya berkurang bersamaan dengan penyembuhan (Smeltzer & Bare, 2003). Namun demikian, nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan pasien dan harus menjadi prioritas perawatan (Potter & Perry, 2005).

(24)

diperkirakan 3 sampai 4 hari dengan intensitas ringan sampai hebat. Semua prosedur laparatomi menyebabkan nyeri sedang sampai hebat selama beberapa hari sampai beberapa minggu (Medical, 2007).

2.3 Fisiologi Nyeri Pasca Bedah Abdomen

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut yakni: resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut saraf memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).

(25)

a. Transduksi/Transduction

Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi nyeri dikonfersi ke bentuk yang dapat diakses oleh otak (Turk & Flor,1999). Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini (nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan.

b. Transmisi/Transmission

Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar (Davis, 2003). Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis. Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui sistem contralateral spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex serebral.

c. Modulasi/Modulation

(26)

d. Persepsi/Perception

Persepsi adalah proses yang subjective (Turk & Flor, 1999). Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja (McGuire & Sheildler, 1993), akan tetapi juga meliputi cognition (pengenalan) dan memory (mengingat) (Davis, 2003). Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan behavioral (perilaku) juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu fenomena yang melibatkan multidimensional.

(27)

Impuls sensori/eferen memasuki akar dorsal sumsum tulang belakang, membentuk sinaps kimia dengan menggunakan neurotransmiter (seperti substansi P). Impuls nyeri berpindah ke sisi yang berlawanan dari sumsum tulang belakang dan merambat ke otak melalui sistem spinotalamus. Sistem spinotalamus bersinapsis di thalamus dan impuls disampaikan ke korteks serebral dimana stimulus nyeri diinterpretasikan. Ketika transmisi nyeri dikirim ke otak, individu merasakan nyeri. Beberapa impuls nyeri berakhir langsung di neuron motorik melalui arkus reflex di sumsum tulang. Neuron motorik kemudian muncul dari kornu anterior sumsum tulang belakang untuk mengaktifkan struktur yang sesuai seperti, bila seseorang menyentuh permukaan yang panas, sinyal nyeri diubah menjadi impuls motorik yang merangsang tangan menjauh dari sumber panas (Potter & Perry, 2005).

(28)

nyeri seseorang. Walaupun stimulusnya sama, setiap orang akan merasakan nyeri yang berbeda. Individu yang mempunyai kadar endorfin yang banyak akan merasakan nyeri yang lebih ringan daripada mereka yang mempunyai kadar endorfin yang sedikit (Smeltzer & Bare, 2002).

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah visceral. Oleh karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan (Smeltzer & Bare, 2002).

Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

(29)

2) Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi (Smeltzer & Bare, 2002).

(30)

Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di daerah yang terluka (Taylor & Le Mone, 2005).

Nyeri pada insisi pada awalnya diperantarai oleh serabut A-delta, tetapi beberapa menit kemudian nyeri menjadi menyebar akibat aktifasi serabut C. Impuls nyeri dibawa oleh serabut A-delta perifer dan dihantarkan langsung ke substansia gelatinosa pada akar dorsal sum-sum tulang belakang, kemudian konduksi lambat serabut C membuat durasi impuls rasa sakit menjadi lebih lama (Alexander & Hill, 1987).

Teori gate control dari (Melzack & Wall, 1965) dalam Smeltzer (2002), menjelaskan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta- A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan (Smeltzer dan Bare, 2002).

(31)

mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. Teknik distraksi, konseling dan pemberian placebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin (Potter & Perry, 2005).

(32)

gula darah, diaphoresis, peningkatan kekuatan otot, dilatasi pupil, penurunan motilitas gastro intestinal (Potter & Perry, 2005). Respon fisiologis stimulus parasimpatis antara lain: muka pucat, otot mengeras, penurunan frekuensi nadi dan tekanan darah, nafas cepat dan tidak teratur, mual dan muntah, serta kelelahan dan keletihan (Potter & Perry, 2005).

Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur), ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir), gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan, kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri). Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005).

Meinhart dan McCaffery (1983) dalam Potter & Perry (2006), mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)

(33)

tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.

2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)

Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. Karena nyeri itu bersifat subjektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. Orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.

3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)

(34)

2.4 Intensitas Nyeri dan Pengukurannya

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu. (Tamsuri, 2007). Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, artinya nyeri dengan intensitas yang sama dapat dirasakan berbeda oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2007). Nyeri bersifat subjektif, seorang perawat harus dapat meyakini nyeri yang dirasakan pasien. Selain itu, agar nyeri dapat dinilai lebih objektif maka dilakukan pengukuran. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Skala pengukuran nyeri menurut Agency for Health Care Policy dan Research (AHCPR ) dalam (Brunner dan Suddart, 2001) terdiri dari:

1. Skala Wajah Wong-Baker / Wong-Baker Faces Rating Scale

Skala wajah biasanya digunakan untuk anak-anak yang berusia kurang dari 7 tahun. Pasien diminta untuk memilih gambar wajah yang sesuai dengan nyerinya. Pilihan ini kemudian diberi skor angka. Skala wajah Wong-Baker menggunakan 6 kartun wajah yang menggambarkan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai menangis. Dan pada tiap wajah ditandai dengan skor 0 sampai dengan 5.

(35)

2. Skala Analog Visual / Visual Analogue Scale (VAS)

Skala analog visual tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka. Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak menghabiskan banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter & Perry, 2006).

Tidak ada nyeri Nyeri Sangat Hebat

(36)

3. Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale

Skala ini menggunalan angka 0 sampai dengan 10 untuk menggambarkan tinglat nyeri. (Black & Hawks, 2009). Dua ujung ekstrim juga digunakan dalam skala ini sama seperti pada VAS. NRS lebih bermanfaat pada periode post operasi karena selain angka 0-10, penilaian berdasarkan kategori juga dilakukan pada penelitian ini. (Nilsons, 2008; Rospond, 2008)

Skala 0 dideskripsikan sebagai tidak ada nyeri, skala 1-3 dideskripsikan sebagai nyeri ringan yaitu ada rasa nyeri (mulai terasa tapi masih dapat ditahan). Lalu skala 4-6 dideskripsikan sebagai nyeri sedang yaitu ada nyeri, teras mengganggu dengan usaha yang cukup kuat untuk menahannya. Skala 7-10 dideskripsikan sebagai nyeri berat yaitu ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan sehingga harus meringis, menjerit atau berteriak. (Mc.Caferry & Beebe, 1993).

Hal ini juga sependapat dengan pendapat dari (Serlin dkk, 1995 dalam Harahap, 2007) yang menyatakan bahwa NRS digunakan untuk ukuran intensitas nyeri (segera atau sekarang). Skala terdiri dari 11 poin yang mana 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan 10 menunjukkan nyeri sangat berat, penilaian dari 1-4 disamakan dengan nyeri ringan, 5-6 untuk nyeri sedang, dan 7-10 untuk nyeri berat.

(37)

digunakan secara rutin untuk pasien yang me galami nyeri di unit post operasi (Rospond, 2008; Black & Hawsk, 2009; Brunelli, et.al,. 2010).

Pada penelitian ini menggunakan NRS sebagai skala pengukuran untuk menilai nyeri pasien pasca bedah abdomen. Reliabilitas NRS telah dilakukan ujinya oleh Brunelli, et.al. (2010), dengan membandingkan instrument NRS, VAS, dan VRS untuk mengkaji nyeri pada 60 pasien. Hasil uji Cohen’s Kappa untuk instrumen NRS adalah 0,86 (sangat baik). Instrumen pengukuran NRS adalah seperti gambar di bawah ini:

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 3. Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale

Keterangan:

0 : Tidak ada keluhan nyeri

1-3 : Ada rasa nyeri, mulai terasa, tetapi masih dapat ditahan

4-6 : Ada rasa nyeri, terasa mengganggu, dan dengan melakukan usaha yang kuat untuk menahannya

7-10 : Ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan, sehingga harus meringis, menjerit, bahkan berteriak

Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri

i Tidak

(38)

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri

Banyak faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri. Perawat mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi pasien yang merasakan nyeri. Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam pengkajian dan perawatan pasien yang mengalami nyeri (Potter dan Perry, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri, yaitu: usia, jenis kelamin, kebudayaan, kecemasan, pengalaman nyeri sebelumnya, makna nyeri, perhatian, dukungan keluarga dan sosial.

1. Usia

Usia mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri. Anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan orang dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang dirasakannya sehingga kemungkinan perawat tidak dapat melakukan pengukuran untuk menurunkan nyeri secara adekuat (Berger, 1992).

(39)

dilakukan dalam upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anak-anak (Prasetyo, 2010)

Lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespon orang yang berusia lebih muda (Smeltzer & Bare, 2002). Pada lansia yang mengalami nyeri perlu dilakukan pengkajian, diagnosis dan penatalaksanaan secara agresif. Namun individu yang berusia lanjut memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang membuat mereka merasakan nyeri (Ebersol dan Hess, 1994).

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting terhadap respon nyeri (Matasarin-Jacobs, 1997). Laki-laki memiliki sensitifitas yang lebih rendah dibandingkan wanita atau kurang merasakan nyeri (Smeltzer & Bare, 2002; Black & Hawks, 2005). Laki-laki kurang mengekspresikan nyeri yang dirasakan secara berlebihan dibandingkan wanita.

(40)

3. Suku/Budaya

Budaya mempengaruhi bagaimana seseorang mengartikan nyeri, bagaimana mereka memperlihatkan nyeri serta keputusan yang mereka buat tentang nyeri yang dirasakannya. Masyarakat dalam suatu kebudayaan mungkin merasa bangga bila tidak merasakan nyeri karena mereka menganggap bahwa nyeri tersebut merupakan sesuatu yang dapat ditahan (Berger, 1997).

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk klien yang mengalami nyeri (Potter & Perry 2005).

(41)

mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick & Dimsdale, 1990 dalam Brunner & Suddart, 2003).

Harapan budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang hidupnya jarang dipengaruhi oleh pemajanan terhadap nilai-nilai yang berlawanan dengan budaya lainnya. Akibatnya, individu yakin bahwa persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima. Akibatnya individu yakin bahwa persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima. Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan seperti meringis, dan menangis berlebihan (Brunner & Suddart, 2003).

(42)

4. Kecemasan

Kecemasan sebagai sebuah kondisi atau keadaan emosi tertentu yang tidak

menyenangkan. Kondisi atau keadaan emosi tertentu yang tidak menyenangkan

tersebut meliputi perasaan cemas, tegang, khawatir, gairah fisiologis, dan rasa takut

yang disamaartikan dengan kecemasan objektif (Freud, 1936). Spielberger (1983)

juga mengatakan bahwa kecemasan sesaat (state anxiety) ditandai oleh perasaan

subjektif terhadap tekanan, ketakutan, kekhawatiran dan ditandai dengan aktivasi atau

stimulasi dari autonomic nervous sistem.

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi juga seringkali menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas (Gil, 1990 dalam Potter & Perry, 2005). Sama hubungan cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. Sulit untuk memisahkan dua sensasi tersebut , stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakinkani mengendalikan emosi seseorang.

(43)

meningkatkan persepsi nyeri dan nyeri sebaliknya dapat menyebabkan kecemasan (LeMone & Burke, 2008).

5. Pengalaman Nyeri Sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan mudah menerima nyeri pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama mengalami nyeri yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut akan muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis sama dan berulang tetapi nyeri tersebut dapat hilang akan lebih mudah bagi individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri dan akibatnya pasien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri. Dan apabila pasien tidak pernah mengalami nyeri maka persepsi pertama nyeri dapat menganggu koping terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006).

Riwayat sebelumnya berpengaruh tehadap persepsi seseorang tentang nyeri. Orang yang sudah mempunyai pengalaman tentang nyeri akan lebih siap menerima perasaan nyeri, sehingga dia akan merasakan nyeri lebih ringan dari pengalaman pertamanya (Taylor, 1997).

6. Makna Nyeri

(44)

seseorang akan berbeda jika pengalamannya tentang nyeri juga berbeda. Selain pengalaman, makna nyeri juga dapat ditentukan dari cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri yang dialami. Misalnya, seseorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri akibat cedera pukulan pasangannya (Potter & Perry, 2005).

7. Perhatian

Seseorang yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang dapat dilihat perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien sehingga perawat dapat memberikan intervensi yang tepat seperti relaksasi, massase, dan lain sebagainya. Namun dengan memfokuskan perhatian terhadap stimulus yang lain, dapat menurunkan persepsi nyeri (Potter & Perry, 2005). Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri (Prasetyo, 2010)

8. Dukungan keluarga dan sosial

(45)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antarvariabel (Nursalam, 2003). Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya di RSUD dr. Pirngadi Medan.

Skema 1. Kerangka Penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen di RSUD dr. Pirngadi Medan

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Berhubungan

- Usia

- Jenis Kelamin - Kebudayaan - Kecemasan

(46)

2. Definisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Skala Skala

Ukur Variabel Independen

Usia Usia pasien yang

dihitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir

Kuesioner Usia dalam tahun

Penggolongan pasien yang terdiri dari laki-laki dan perempuan

Kuesioner 1. Laki-laki 2. Wanita

Nominal

Kebudayaan Nilai yang dianut pasien berdasarkan latar belakang sukunya

Kuesioner 1. Batak 2. Jawa

3. Dan lain-lain

Nominal

(47)

negatif :

Hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2003). Rumusan yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(48)

- Hipotesa Null : Tidak ada hubungan antara intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya di RSUD dr. Pirngadi Medan

(49)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya di RSUD dr. Pirngadi Medan.

2. Populasi dan Sampel

2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pasca bedah abdomen di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan pada bulan September-Oktober 2013.

2.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tehnik nonprobability sampling jenis purposive sampling sehingga didapat sampel sebanyak 45 orang (Nursalam, 2009). Adapun kriteria sampel sebagai berikut:

1. Pasien pasca bedah abdomen 2. Kesadaran compos mentis

(50)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD dr. Pirngadi Medan tepatnya di ruangan Recovery Room (Ruang Pemulihan) dengan mempertimbangkan bahwa rumah sakit ini merupakan rumah sakit pendidikan yang memiliki fasilitas dan pelayanan bedah yang lengkap sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah sampel yang memenuhi kriteria. Selain itu, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2013.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan. Responden terlebih dahulu diberi informasi tentang sifat, manfaat, tujuan, dan proses penelitian ini. Responden yang bersedia diteliti terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan (informed consent).

(51)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari kuesioner dan skala pengukuran intensitas nyeri. Kuesioner berupa daftar pernyataan yang tersusun dengan baik sehingga responden tinggal menjawab sedangkan skala intensitas nyeri pasca bedah abdomen merupakan suatu rentang yang terdiri dari skala 0-10 dimana pasien diminta untuk menunjukkan skala tersebut dengan nyeri yang dirasakannya saat ini.

Instrumen berupa kuesioner dan skala pengukuran intensitas nyeri pasca bedah abdomen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kuesioner Karakteristik Responden

Kuesioner karakteristik responden berisi beberapa pertanyaan yang meliputi usia, jenis kelamin, suku/budaya.

2. Kuesioner Kecemasan

(52)

sebaliknya: tidak dirasakan sama sekali (skor 3), kurang (skor 2), cukup (skor 1) hingga sangat dirasakan (skor 0).

3. Skala Pengukuran Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen

Skala pengukuran nyeri yang digunakan pada penelitian ini adalah Numeric Rating Scale (NRS) dengan nilai sebagai berikut tidak ada nyeri (skor 0), nyeri ringan (skor 1-3), nyeri sedang (skor 4-6) dan nyeri berat (skor 7-10).

6 Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Sedangkan reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Tes reliabilitas tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoadmojo, 2010). Uji reabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi, yaitu dengan uji cronbach alpha. Menurut Polit & Hungler (2008) suatu instrument dikatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya lebih dari 0.70. Dalam penelitian ini dilakukan uji reliabilitas pada 30 responden sehingga didapat hasil 0.953 sehingga dapat dikatakan instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel.

(53)

7 Pengumpulan data

Tahap awal peneliti mengirimkan izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ke RSUD dr. Pirngadi Medan. Peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian setelah mendapat izin dan kemudian menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya yang nantinya diambil menjadi subjek penelitian.

Sebelum melakukan penelitian kepada responden, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan tentang tujuan dan manfaat penelitian, dan meminta persetujuan dari responden. Kemudian pasien yang bersedia diminta untuk menandatangani informed consent (surat pernyataan menjadi responden). Peneliti terlebih dahulu membuat kontrak dengan pasien. Interaksi antara peneliti dan pasien berlangsung selama 10 menit. Data yang telah diisi dikumpulkan untuk selanjutnya dianalisa.

8 Analisa data

(54)

kategori, sehinggga memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Tahapan ketiga entry atau processing, yaitu peneliti memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base komputer dengan menggunakan sistem komputerisasi. Tahapan keempat cleaning, yaitu peneliti mengecek kembali data yang sudah dientri, apakah ada kesalahan atau tidak. Setelah dicek tidak ada yang salah, ataupun missing. Tahapan kelima saving, yaitu peneliti menyimpan data untuk siap dianalisa.

Data dianalisa dengan analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik demografi dan intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen. Variabel dependen yaitu intensitas nyeri pasca bedah abdomen merupakan data numerik, sehingga analisa data dilakukan untuk mengetahui distribusi nilai mean, standar deviasi, minimal–maksimal.

Beberapa variabel independen antara lain jenis kelamin, budaya, kecemasan, merupakan data kategorik, sehingga analisa data yang dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi. Variabel independen lain yaitu usia merupakan data numerik, sehingga analisis data dilakukan untuk mengetahui nilai mean, standar deviasi, minimal–maksimal.

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Analisa univariat

(55)

penelitian ini, analisa data yang dilakukan dengan menganalisa variabel independen (faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri) dan variabel dependen (intensitas nyeri). Hasil analisa akan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.

2. Analisa bivariat

Analisa bivariat merupakan analisa statistik yang dapat digunakan oleh peneliti untuk menerangkan keeratan antara dua variabel. Analisa data dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan uji korelasi pearson yaitu untuk menentukan hubungan antara dua skala ordinal. Nilai r menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai r berada pada level 0.800-1.000 menunjukkan tingkat hubungan yang sangat kuat, level 0.600-0.799 menunjukkan adanya derajat hubungan yang kuat, level 0.400-0.599 menunjukkan tingkat hubungan yang sedang, level 0.200-0.399 menunjukkan tingkat hubungan rendah dan level 0.000-0.199 menunjukkan tingkat hubungan yang sangat lemah (Arlinda, 2007).

(56)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Bab ini membahas mengenai hasil penelitian terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri pasca bedah abdomen. Pengambilan data dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Medan yang dimulai pada bulan September 2013 - Oktober 2013. Jumlah responden adalah 45 pasien pasca bedah abdomen. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel yang didasarkan pada hasil analisis univariat dan bivariat.

1.1Analisis Univariat

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Suku, Tingkat Kecemasan, Intensitas Nyeri dan Jenis Pembedahan di RSUD dr.

(57)
(58)

1.2. Analisis Bivariat

Tabel 5.2.

Distribusi Hubungan Usia dengan Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen

Variabel 1 Variabel 2 r p-value Keterangan

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa hubungan usia responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen menunjukan hubungan yang rendah (r = -0.301 dan berpola negatif artinya, semakin muda usia responden semakin tinggi intensitas nyerinya. Hasil uji statistik didapatkan p=0.044, berarti ada hubungan yang signifikan antara usia responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen (p value > 0,05).

Tabel 5.3.

Distribusi Hubungan Jenis Kelamin dengan Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen Variabel 1 Variabel 2 r p-value Keterangan

(59)

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa hubungan jenis kelamin responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen menunjukan hubungan yang sedang (r = 0.487). Hasil uji statistik didapatkan p=0.001, berarti ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen (p value < 0,05)

Tabel 5.4.

Distribusi Hubungan Suku dengan Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen Variabel 1 Variabel 2 r p-value Keterangan

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa hubungan suku responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen menunjukan hubungan yang rendah (r = 0.232). Hasil uji statistik didapatkan p=0.125, berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara suku responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen (p value > 0,05)

Tabel 5.5.

(60)

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa hubungan tingkat kecemasan responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen menunjukan hubungan yang kuat (r = 0.618). Hasil uji statistik didapatkan p=0.000, berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen (p value < 0,05).

2. PEMBAHASAN

2.1 Intensitas Nyeri Pasien

(61)

intensitas nyeri yang dirasakan pasien postoperasi bervariasi dari tingkat sedang sampai berat.

Hal penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pasaribu (2011) bahwa intensitas nyeri terbanyak yang ditunjukkan pasien post operasi pada hari ke-2 rawatan pasca bedah adalah intensitas nyeri sangat berat. Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pasaribu (2011) dapat disebabkan oleh perbedaan pada objek penelitian. Penelitian ini dilakukan terhadap pasien pasca bedah abdomen, sedangkan penelitian Pasaribu dilakukan pada pasien fraktur.

2.2. Hubungan Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen dengan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

2.2.1 Hubungan Usia dengan Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen

Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan usia responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen menunjukan hubungan yang rendah (r = -.301) dan berpola negatif artinya, semakin muda usia responden semakin tinggi intensitas nyerinya. Hasil uji statistik didapatkan p=0.044, berarti ada hubungan yang signifikan antara usia responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen (p value > 0,05).

(62)

kurang menggunakan opiat daripada yang lebih muda dan skor Visual Analog Scale (VAS) pada lansia lebih rendah daripada yang lebih muda.

Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian oleh Ene, et al. (2008). Penelitian ini menggunakan responden sebanyak 155 pasien pasca bedah radikal prostatektomi dengan rentang usia 43–73 tahun. Instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas nyeri adalah VAS (0–100). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang lebih muda mengalami nyeri yang lebih hebat daripada pasien yang tua.

Sama halnya penelitian yang dikemukakan oleh Lueck (1992) yang bertujuan untuk menilai intensitas dan kualitas nyeri pasca bedah abdomen laparatomi pada lansia (65 tahun keatas) dan dewasa pertengahan (38-64 tahun). Jumlah responden pada lansia sebanyak 14 orang (8 orang laki-laki dan 6 orang wanita) dan dewasa pertengahan sebanyak 21 orang (10 orang laki-laki dan 11 orang wanita). Instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas dan kualitas nyeri adalah Short-Form McGill Pain Questionnaire (SF-MPQ). Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata intensitas nyeri pada dewasa pertengahan lebih tinggi daripada lansia pada 24 jam pasca bedah.

(63)

mengabaikan nyeri sebelum melaporkan atau mencari perawatan kesehatan, karena sebagian dari mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal dan sebagian orang dewasa tua lainnya tidak mencari perawatan kesehatan, karena mereka takut nyeri tersebut menandakan penyakit yang serius (Smeltzer & Bare, 2003). Penjelasan di atas memberikan gambaran dalam penelitian ini dan dapat disimpulkan bahwa ekspresi nyeri terkait dengan usia lebih disebabkan oleh hambatan psikologis, sehingga individu menutupi sensasi nyeri yang sebenarnya dirasakan.

2.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen

Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan jenis kelamin responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen menunjukkan hubungan yang sedang (r = 0.487). Hasil uji statistik didapatkan p=0.001, berarti ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen (p value < 0,05).

(64)

Pengaruh jenis kelamin yang ditemukan dalam penelitian ini sesuai dengan teori yang ada bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan dengan ambang nyeri seseorang dan jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam berespon terhadap nyeri (Mitchell, 2003).

2.2.3. Hubungan Suku/Budaya dengan Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan suku responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen menunjukan hubungan yang rendah (r = 0.232). Hasil uji statistik didapatkan p=0.125, berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara suku responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen (p value > 0,05)

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada bahwa ras dan suku merupakan faktor penting bagi seseorang dalam merespon nyeri (Smeltzer & Bare, 2003). Setiap orang dengan budaya yang berbeda akan mengatasi nyeri dengan cara yang berbeda-beda. Orang yang mengalami intensitas nyeri yang sama mungkin tidak melaporkan atau berespon terhadap nyeri dengan cara yang sama. Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri pada berbagai budaya.

(65)

Penyebab perbedaan hasil penelitian dengan teori adalah sudah terjadinya campuran budaya responden yang sudah tidak murni lagi sesuai dengan latar belakang budaya asalnya. Campuran budaya ini dapat menyebabkan responden mengadopsi nilai-nilai, keyakinan, budaya, dan gaya hidup tempat individu tersebut tinggal, sehingga penting untuk mengetahui berapa lama responden sudah berasimilasi dengan budaya setempat. Menurut McVicar (1992, dalam Potter & Perry, 2006) menyatakan bahwa sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Selain itu juga, budaya mempengaruhi perilaku nyeri tergantung pada banyak faktor meliputi budaya kelompok yang dipelihara dan identitas diri (Unruh & Henriksson,vs 2002).

2.2.4. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Intensitas Nyeri Pasca Bedah Abdomen Hasil penelitian menunjukan menunjukkan bahwa hubungan tingkat kecemasan responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen menunjukan hubungan yang kuat (r = 0.618). Hasil uji statistik didapatkan p=0.000, berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan responden dengan intensitas nyeri pasca bedah abdomen (p value < 0,05).

(66)

al. (2006) yang bertujuan untuk melihat hubungan diantara kecemasan dan nyeri akut, yang dilakukan pada 34 wanita yang dilakukan seksio. Nyeri diukur saat istirahat dan aktivitas. Hasil menunjukan tidak ada hubungan antara kecemasan dengan nyeri pada saat istirahat dan aktivitas selama 24 jam pertama pasca bedah seksio.

Adanya hubungan atau pengaruh tingkat kecemasan terhadap intensitas nyeri pasca bedah abdomen pada hasil penelitian ini, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Matassarin-Jacobs (1997) bahwa tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien dapat mempengaruhi respon pasien terhadap nyeri. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Unruh dan Henrikson (2002) bahwa status emosional mempengaruhi persepsi nyeri. Sensasi nyeri dapat di blok oleh konsentrasi yang kuat atau dapat meningkat oleh cemas atau ketakutan.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh LeMone dan Burke (2008) bahwa kecemasan dapat meningkatkan persepsi nyeri, dan nyeri sebaliknya dapat menyebabkan kecemasan. Jika seseorang mengalami cemas berat, maka nyeri yang dirasakan lebih hebat (Matassarin-Jacobs, 1997). Demikian halnya pendapat yang dikemukakan oleh Keogh dan Cochrane (2002, dalam Lin & Wang, 2005) bahwa pasien dengan tingkat kecemasan tinggi mengalami tingkat nyeri pasca bedah yang lebih hebat juga.

(67)

stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya kecemasan.

(68)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1 Kesimpulan

Karakteristik usia responden yang mengalami nyeri pasca bedah mayoritas berada pada usia 25-35 tahun, berjenis kelamin wanita, suku Batak dan mengalami tingkat kecemasan ringan.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien pasca bedah abdomen mayoritas merasakan intensitas nyeri sedang, dan selebihnya pasien merasakan intensitas nyeri ringan dan intensitas nyeri berat. Sehingga didapat bahwa tidak ada pasien pasca bedah

abdomen yang menunjukkan intensitas tidak nyeri dan intensitas nyeri sangat berat.

(69)

2 Saran

2.1 Saran Bagi Perawat

Perawat dalam menjalani praktek harus lebih memahami dan mengerti nyeri yang dirasakan pasien, pengkajian tentang intensitas nyeri yang optimal dan benar akan dapat mempercepat penanganan nyeri yang dirasakan pasien. Selain itu dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk mengurangi nyeri hendaknya memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri seperti kecemasan sehingga bagi pasien yang mengalami kecemasan perawat hendaknya menjelaskan tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan nyeri, membina hubungan dengan pasien, dan memberikan pendidikan kesehatan terhadap nyeri yang dialami oleh pasien.

2.2 Saran Bagi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perawat pendidik untuk mengembangkan metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen dan mempersiapkan mahasiswa untuk menerapkannya dalam pemberian asuhan keperawatan dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2.3 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

(70)
(71)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, J. I (1990). Postoperative Pain Control. London: Blackwell Scientific Publications

Alimul, A, (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Alimul, A. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika

Alimul, A. (2003). Riset Keperawatan & Teknik Penulisan Ilmiah.

Ardinata, D. (2007). Multidimensional Nyeri. Jurnal Keperawatan Rufaidah: 2. Sumatera Utara: Jurnal Keperawatan Rufaidah

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Berger, Williams. (1992). Fundamental of Nursing : Collaborating for Optimal Health. USA: Apleton & Lange

Erniyati, (2002). Nurses’ Caring Behavior In Pain Management as Perceined by Nurses and Patients with Postoperative Pain in Medan, Indonesia. Medan : Master of Nursing Science Thesis in Adults Nursing Prience of Songkla University.

Harahap, I. A, (2006). Pain Behavior Jurnal Keperawatan Rufaidah: 2. Sumatera Utara: Jurnal Keperawatan Rufaidah

Harahap. I. A, (2007). The Relationship Among Pain Intensity, Pain Acceptance, and Pain Behavior in Patients with Cronic Cancer Pain in Medan, Indonesia: Head of Health Departement of North Sumatera University

(72)

Jihan. (2009). Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi Pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan. Skripsi. Medan: FakultasKeperawatan USU.

Kozier, Barbara. (1995). Fundamental of Nursing, Calofornia : Copyright by Addist Asley Publishing Company

Lemone, P., & Burke, M.K. (2008). Medical-Surgical Nursing: Critical Thinking In Clien Care. New Jersey: Pearson education Inc.

Long, B.C, (1996). Perawatan Medikal Bedah. Bandung : IAPK.

Notoatmojo. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Novita, Dian. (2012). Pengaruh Terapi Musik terhadap Nyeri Post Operasi Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) di RSUD dr. Abdul Moeloek Provisi Lampung. Jakarta.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmiah Keperawatan. Jakarta : EGC.

Oeswari. (2005). Perawatan Pasien Operatif. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Harahap, I. A, (2006). Pain Behavior. Jurnal Keperawatan Rufaidah: Universitas Sumatera Utara

Harahap. I. A, (2007). The Relationship Among Pain Intensity, Pain Acceptance, and Pain Behavior in Patients with Cronic Cancer Pain in Medan, Indonesia: Head of Health Departement of North Sumatera University

Pasaribu, I. S. (2011). Intensitas Nyeri dan Perilaku Nyeri pada Pasien Pasca Bedah ORIF di RSUP H. Adam Malik Medan. Skripsi. Medan: Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

(73)

Priharjo, Robert. (1993). Perawatan Nyeri Pemenuhan Aktivitas Istirahat pasien. Jakarta. EGC

Polit, D.F & Cheryl. T. B, (2008). Nursing Research: Generating and Assessing Evidence for Nursing Practice. 8th edition. Philadelphia: Lippincott

Potter & Perry, (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses & Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC

Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2. Alih Bahasa: Pendit, B.U, dkk. Jakarta: EGC.

Rao, M. (2006). Acute Post Operative Pain. Indian Journal of Anaesthesia, 50(5), 340-344 diambil tanggal 4 Mei 2013

Ritonga, P & Dardanila, (2008). Bahasa Indonesia Praktis. Medan: Bartong Jaya Rufaidah, (2006). The Journal of Nursing North Sumatera. Volume 2, No. 1:

Universitas sumatera utara.

Sjamsuhidayat. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.

Tamsuri, A (2006). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC

Taylor, C, (1997). Fundamentals of Nursing: The Art and Science of Nursing Care/ Carol Taylor, Carol Lillis, Priscilla LeMone. 3rd edition. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers

Uchiyama, K., Kawai, M., Tani, M., Ueno, M., Hama, T., & Yamaue, H. (2006). Gender differences in postoperative pain after laparoscopic cholecystectomy. Surgical Endoscopy Journal, 20(3), 448-451

(74)
(75)
(76)
(77)

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasien

Pasca Bedah Abdomen di RSUD dr. Pirngadi Medan

Oleh

Citra Hutri Anggry Ani

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri pasien pasca bedah abdomen di RSUD dr. Pirngadi Medan

Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas skripsi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dengan jujur tanpa dipengaruhi oleh orang lain.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela sehingga bebas untuk menjadi responden penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Identitas Bapak/Ibu dan semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk penelitian ini. Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, silahkan Bapak/Ibu menandatangani formulir persetujuan ini. Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini.

Medan, 2013

Peneliti Responden

Gambar

Gambar 1. Skala Wajah Wong-Baker
Gambar 3. Skala Penilaian Numerik / Numeric Rating Scale
Tabel 5.1
Tabel 5.3.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa likuiditas, profitabilitas, leverage , ukuran komite audit dan kepemilikan manajerial secara simultan berpengaruh terhadap prediksi

43 Tahun 2007 pasal 14 mengemukakan berbagai hal tentang layanan perpustakaan, yaitu: (1) layanan per- pustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi pada kepentingan pemustaka;

web yang di buat yaitu hanya memberikan informasi dari Apotek Duta Esa Farma diantaranya pada bagian pengunjung terdapat menu Beranda, Tentang Kami, Daftar Obat, Artikel,

Bentuk geligi tiruan yang dipoles mempengaruhi retensi dan estetik, oleh karenanya bentuk permukaan sekitar gigi agar estetik baik, harus dapat meniru jaringan

______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi akan datang.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Media Massa, Media dan Konstruksi Realitas, Iklan, Periklanan Sebagai Komunikasi Persuasif, Pesan Iklan, Unsur-Unsur

Skripsi Pengaruh Sumber Karbon Terhadap Produksi Lipase Oleh Isolat.. Dia

subjek yang serius terhadap pembelajaran grammar selama games diterapkan, lebih. banyak peran games dalam memotivasi belajar subjek