• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Makan, Status Gizi, Higiene dan Sanitasi Makanan terhadap Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pola Makan, Status Gizi, Higiene dan Sanitasi Makanan terhadap Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH POLA MAKAN, STATUS GIZI, HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN TERHADAP KEJADIAN DIARE

PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR DARAT KECAMATAN MEDAN TIMUR

TESIS

Oleh

SRI WIRYA NINGSIH 117032107/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH POLA MAKAN, STATUS GIZI, HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN TERHADAP KEJADIAN DIARE

PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR DARAT KECAMATAN MEDAN TIMUR

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SRI WIRYA NINGSIH 117032107/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH POLA MAKAN, STATUS GIZI, HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN

TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR DARAT KECAMATAN MEDAN TIMUR Nama Mahasiswa : Sri Wirya Ningsih

Nomor Induk Mahasiswa : 117032107

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) (

Ketua Anggota

Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

pada Tanggal : 20 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes. Anggota : Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D Dra. Jumirah, Apt. M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH POLA MAKAN, STATUS GIZI, HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN TERHADAP KEJADIAN DIARE

PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR DARAT KECAMATAN MEDAN TIMUR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2013

(6)

ABSTRAK

Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama, baik pada negara maju maupun pada negara berkembang. Diare merupakan penyakit terbanyak yang menyerang anak usia 1-4 tahun (16,7%) dan merupakan penyebab nomor satu kematian balita usia 12-59 bulan. Dampak yang ditimbulkan akibat diare cukup besar yaitu bagi kesehatan dan tumbuh kembang balita. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh yang paling dominan diantara pola makan, status gizi, higiene dan sanitasi makanan terhadap kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang berdomisili di Kelurahan Glugur Darat I, Sampel berjumlah 100 balita, penentuan sampel dengan metode systematic random sampling. Tahapan analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dengan Chi Square dan fisher’s exact, dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda (multiple logistic regression).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare pada balita sebesar 19,0%. Status gizi (p=0,001), Pola makan (p=0,013) , higiene dan sanitasi makanan (0,022), mempunyai pengaruh terhadap kejadian diare. Faktor yang paling dominan dalam memengaruhi kejadian diare adalah status gizi dengan nilai Exp (B) sebesar 9.455 artinya dapat disimpulkan bahwa status gizi balita yang kurang akan mempunyai kemungkinan 9 kali lebih besar untuk menderita diare dibanding balita yang mempunyai status gizi normal.

Diharapkan petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang cara pencegahan maupun pentingnya penanggulangan diare, pemantauan status gizi balita secara berkesinambungan, melakukan upaya perbaikan status gizi dengan memperbaiki pola makan balita, serta membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat.

(7)

ABSTRACT

Diarrhea becomes the main health problem, both in the developed countries and in the developing countries. It usually attacks one to four-year old children (16.7%) and ranks the first in the death of 12 to 59 month-old babies. The impact of diarrhea is great enough for the health and the growth of babies. The objectives of the research was to analyze the most dominant influence of eating pattern, nutritional status, food hygiene and sanitation in the incident of diarrhea in children under five years old in the working area of Glugur Darat Puskesmas, Medan Timur Subdistrict.

The type of the research was analytic with cross sectional design. The population was children under five years old at Kelurahan Glugur Darat 1, and 100 of them were used as the samples, using systematic random sampling. The data were analyzed by using univariate, bivariate with Chi Square test and Fisher’s Exact and multivariate with multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that the incident of diarrhea in children under five years old was 19.0%. Nutritional status (p=0.001), eating pattern (p=0.013), food hygiene and sanitation (p=0.022) influenced the incident of diarrhea. The factor which had the most dominant influence on the incident of diarrhea was nutritional status with the value of Exp (β) was 9.455, which could be concluded that malnutrition in children under five years old would have nine times of probability to be affected by diarrhea, compared to children under five years old who had normal nutrition.

It is recommended that health workers in the working area of Glugur Darat Puskesmas, Medan Timur Subdistrict, perform socialization to people about the prevention and the importance handling of diarrhea, the monitoring of nutritional status of children under five years old continuously, and the effort to improve nutritional status by improving the eating pattern of children under five years old and by developing clean and healthy life behavior in community.

(8)

KATA PENGANTAR

Al hamdul il l ah, segal a puj i dan syukur saya panj at kan kehadi rat Al l ah

SWT, yang t el ah memberikan rahmat , hidayah, dan karunia-Nya berupa

rahmat iman dan kesehat an, sehingga dengan izi n-Nya penul i s dapat

menyel esaikan t esis yang berj udul ” Pengaruh Pol a Makan, St at us Gizi,

Higiene dan Sanit asi Makanan t erhadap Kej adian Diare pada Bal it a di

Wil ayah Kerj a Puskesmas Gl ugur Darat Kecamat an Medan Timur” .

Tesis i ni diaj ukan sebagai sal ah sat u persyarat an akademik unt uk

menyel esaikan pendidikan Program St udi S2 Il mu Kesehat an Masyarakat

Minat St udi Administ rasi dan Kebij akan Gizi Masyar akat pada Fakul t as

Kesehat an Masyarakat Universit as Sumat era Ut ara.

Penul is menyadari bahwa dal am penyusunan t esis ini , t idak t erl epas

dari dukungan dan kerj asama dari berbagai pihak, t er ut ama sekal i dukungan

moril dan bimbingan yang si f at nya membangun, sehingga penul is dapat

menyel esaikan t esis i ni. Unt uk it u, pada kesempat an ini, penul i s

mengucapkan t erima kasih kepada :

1. Prof . Dr . dr . Syahril Pasaribu, D. T. M&H. , M. Sc (CTM). , Sp. A, (K) sel aku

Rekt or Universit as Sumat er a Ut ara

2. Dr. Drs. Surya Ut ama, M. S sel aku Dekan Fakul t as Kesehat an Masyarakat

(9)

3. Dr. Ir. Evawany Y Arit onang, M. Si sel aku Ket ua Progr am St udi S2 Il mu

Kesehat an Masyar akat Fakul t as Kesehat an Masyarakat Universit as

Sumat era Ut ara.

4. Dr. Ir. Zul haida Lubi s, M. Kes sel aku Ket ua Komisi Pembimbing yang t el ah

banyak mel uangkan wakt u dan memberikan arahan. Bel iau dengan

penuh perhat ian, kesabaran, dan ket el it i an memberikan bimbingan,

arahan, dan saran kepada penul is hingga sel esainya penul isan t esis ini .

5. Ir. Et t i Sudaryat i, M. K. M, Ph. D, sel aku pembimbing kedua yang t el ah

banyak mel uangkan wakt u dan memberi kan arahan, dengan penuh

perhat ian, kesabar an, dan ket el it ian memberikan bimbingan, arahan,

dan sar an kepada penul is hi ngga sel esainya penul isan t esi s ini .

6. Dra. Jumirah, Apt . M. Kes, dan dr. Tauf ik Ashar, M. K. M, sel aku anggot a

t im penguj i yang t el ah bersedia menguj i dan memberikan masukan guna

penyempurnaan t esis ini .

7. dr. Rosit a Nur j annah sel aku Kepal a Puskesmas Gl ugur Darat Medan yang

t el ah banyak membant u dan memberikan dukungan kepada penul i s

dal am rangka menyel esaikan pendidikan pada Program St udi S2 Il mu

Kesehat an Masyarakat Universit as Sumat era Ut ara Medan.

8. Sel uruh st af pengaj ar dan semua pi hak yang t erkait di l ingkungan

Program St udi S2 Il mu Kesehat an Masyarakat Minat St udi Admini st rasi

(10)

9. Terist imewa buat suami t ercint a Seven Syaf ril Simbol on dan anak-anak

t ersayang Zaky, Faiz, dan Far rel sert a sel uruh kel uar ga t erci nt a ibu,

adik, mert ua, dan kakak at as dukungan, pengert ian, pengorbanan, sert a

do’ a yang t el ah diberikan sehingga penul is t ermot ivasi unt uk

menyel esaikan penyusunan t esis ini .

10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya minat studi AKGM atas bantuan yang diberikan berupa masukan, saran dan motivasi demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya, atas bantuannya sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini sangat penulis harapkan. Akhirul kalam penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat .

Medan, September 2013 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sri Wirya Ningsih, dilahirkan di Medan pada tanggal 13 Februari 1978, beragama Islam, bertempat tinggal di Pasar VI Sampali No.86 Kec. Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Alm. Ngademin dan Legiyem. Penulis telah menikah dengan Seven Syafril Simbolon dan telah dikaruniai tiga orang putra yaitu Zakwan Zaky Bahara Simbolon, Marzuqi Al-Faiz Simbolon, dan Moch. Farrel Azqila Simbolon.

Jenjang pendidikan formal penulis mulai di SD PAB P. Johar Kec. Percut Sei Tuan pada tahun 1983 dan tamat pada tahun 1989. Pada tahun 1992, penulis menyelesaikan pendidikan di SMP PAB 8 Sampali Kec. Percut Sei Tuan. Pada tahun 1995, penulis menyelesaikan pendidikan di MA Teladan Medan. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Kedokteran USU pada tahun 2002. Pada tahun 2011 penulis menjadi mahasiswi pada Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

2.1.4 Cara Penularan dan Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Diare ... 14

2.1.5 Komplikasi Diare ... 16

2.1.6 Penatalaksanaan ... 17

2.1.7 Makanan untuk Anak Penderita Penyakit Diare ... 18

2.2 Status Gizi ... 20

2.2.1 Penilaian Status Gizi ... 21

2.2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Status Gizi ... 24

2.2.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare ... 26

2.3 Pola Makan ... 27

2.3.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pola Makan ... 32

2.3.2 Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Diare ... 34

2.4 Higiene Sanitasi Makanan ... 36

2.4.1 Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penyiapan Makanan yang Aman Bagi Bayi dan Balita ... 39

(13)

2.6 Landasan Teori ... 47

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 59

3.6 Variabel dan Definisi Operasional ... 63

3.6.1 Variabel ... 63

3.6.2 Definisi Operasional ... 63

3.7 Metode Pengukuran ... 64

3.7.1 Pengukuran Variabel Independen ... 64

3.7.2 Pengukuran Variabel Dependen ... 65

3.8. Metode Analisis Data ... 66

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 68

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 68

4.2 Karakteristik Responden ... 70

4.3 Pola Makan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat... 71

4.4 Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat... 76

4.5 Higiene dan Sanitasi Makanan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 77

4.6 Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 80

4.7 Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat... 81

4.8 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 82

4.9 Hubungan Higiene dan Sanitasi Makanan Balita dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 83

4.10 Pengaruh Status Gizi, Pola Makan, Higiene dan Sanitasi Makanan terhadap Kejadian Diare Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 84

BAB 5. PEMBAHASAN ... 87

5.1 Diare pada Balita ... 87

5.2 Pengaruh Status Gizi Balita terhadap Kejadian Diare ... 91

5.3 Pengaruh Pola Makan Balita terhadap Kejadian Diare ... 94

(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

6.1 Kesimpulan ... 103

6.2 Saran ... 104

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan WHO-2005 ... 24 3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 59 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Pola Makan Balita

usia 0-6 Bulan ... 60 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Pola Makan Balita usia

7-11 Bulan ... 60 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Pola Makan Balita

usia 12-24 Bulan ... 61 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Pola Makan Balita usia

25-59 Bulan ... 61 3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas pada Higiene dan Sanitasi

Makanan ... 62 3.7 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 66 3.8 Analisis Variabel Data yang Diteliti ... 67 4.1 Struktur Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat

Kecamatan Medan Timur tahun 2013 ... 69 4.2 Struktur Penduduk berdasarkan jenis kelamin di Wilayah

Kerja Puskesmas Glugur Darat kecamatan Medan Timur

tahun 2012 ... 69 4.3 Distribusi Deskripsi Karakteristik Responden di wilayah kerja

Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2013... 71 4.4 Distribusi Deskripsi Pola Makan Balita Usia 0-6 Bulan

di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan

(16)

4.5 Distribusi Deskripsi Pola Makan Balita Usia 7-11 Bulan 4.8 Distribusi Frekuensi Pola Makan Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Glugur Darat ... 75 4.9 Distribusi Frekuensi Pola Makan dengan Umur Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 76 4.10 Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Glugur Darat ... 76 4.11 Distribusi Frekuensi Status Gizi dengan Umur Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Glugur Darat... 77 4.12 Distribusi Frekuensi Higiene dan Sanitasi Makanan Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 78 4.13 Distribusi Frekuensi Observasi Higiene dan Sanitasi Makanan

Di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat... 79 4.14 Distribusi Frekuensi Higiene dan Sanitasi Makanan Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 80 4.15 Distribusi Frekuensi Umur dengan Higiene dan Sanitasi Makanan

di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 80 4.16 Distribusi Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Glugur Darat ... 81 4.17 Distribusi Frekuensi Umur dengan Kejadian Diare Balita di

(17)

4.18 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 82 4.19 Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Diare pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 83 4.20 Hubungan Higiene dan Sanitasi Makanan dengan Kejadian Diare

(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Surat Izin Penelitian ... 114

2 Surat Selesai Penelitian ... 115

3 Lembar Persetujuan Responden ... 116

4 Formulir Lembar Persetujuan ... 117

5 Kuesioner ... 118

6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 127

7 Hasil Statistik Analisis Univariat, Bivariat dan Multivariat ... 132

8 Master Data ... 159

(20)

ABSTRAK

Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama, baik pada negara maju maupun pada negara berkembang. Diare merupakan penyakit terbanyak yang menyerang anak usia 1-4 tahun (16,7%) dan merupakan penyebab nomor satu kematian balita usia 12-59 bulan. Dampak yang ditimbulkan akibat diare cukup besar yaitu bagi kesehatan dan tumbuh kembang balita. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh yang paling dominan diantara pola makan, status gizi, higiene dan sanitasi makanan terhadap kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang berdomisili di Kelurahan Glugur Darat I, Sampel berjumlah 100 balita, penentuan sampel dengan metode systematic random sampling. Tahapan analisis data dilakukan dengan analisis univariat, bivariat dengan Chi Square dan fisher’s exact, dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda (multiple logistic regression).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare pada balita sebesar 19,0%. Status gizi (p=0,001), Pola makan (p=0,013) , higiene dan sanitasi makanan (0,022), mempunyai pengaruh terhadap kejadian diare. Faktor yang paling dominan dalam memengaruhi kejadian diare adalah status gizi dengan nilai Exp (B) sebesar 9.455 artinya dapat disimpulkan bahwa status gizi balita yang kurang akan mempunyai kemungkinan 9 kali lebih besar untuk menderita diare dibanding balita yang mempunyai status gizi normal.

Diharapkan petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang cara pencegahan maupun pentingnya penanggulangan diare, pemantauan status gizi balita secara berkesinambungan, melakukan upaya perbaikan status gizi dengan memperbaiki pola makan balita, serta membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat.

(21)

ABSTRACT

Diarrhea becomes the main health problem, both in the developed countries and in the developing countries. It usually attacks one to four-year old children (16.7%) and ranks the first in the death of 12 to 59 month-old babies. The impact of diarrhea is great enough for the health and the growth of babies. The objectives of the research was to analyze the most dominant influence of eating pattern, nutritional status, food hygiene and sanitation in the incident of diarrhea in children under five years old in the working area of Glugur Darat Puskesmas, Medan Timur Subdistrict.

The type of the research was analytic with cross sectional design. The population was children under five years old at Kelurahan Glugur Darat 1, and 100 of them were used as the samples, using systematic random sampling. The data were analyzed by using univariate, bivariate with Chi Square test and Fisher’s Exact and multivariate with multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that the incident of diarrhea in children under five years old was 19.0%. Nutritional status (p=0.001), eating pattern (p=0.013), food hygiene and sanitation (p=0.022) influenced the incident of diarrhea. The factor which had the most dominant influence on the incident of diarrhea was nutritional status with the value of Exp (β) was 9.455, which could be concluded that malnutrition in children under five years old would have nine times of probability to be affected by diarrhea, compared to children under five years old who had normal nutrition.

It is recommended that health workers in the working area of Glugur Darat Puskesmas, Medan Timur Subdistrict, perform socialization to people about the prevention and the importance handling of diarrhea, the monitoring of nutritional status of children under five years old continuously, and the effort to improve nutritional status by improving the eating pattern of children under five years old and by developing clean and healthy life behavior in community.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas periode pertumbuhan (Golden Age Periode) dimana pada usia ini sangat baik untuk pertumbuhan otak selain pertumbuhan fisik. Jika dalam masa ini perhatian kurang memadai, maka akan terganggu pertumbuhan karena beberapa faktor seperti adanya penyakit infeksi. Penyakit-penyakit infeksi yang biasa dialami balita adalah diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Dampak yang ditimbulkan berakibat kepada kesehatan dan tumbuh kembang. Penyakit diare merupakan penyakit kedua terbanyak yang menyebabkan kematian pada anak yaitu sebesar 20,1 persen. Diperkirakan satu dari lima anak balita meninggal akibat penyakit diare (Jellife, 1989; Adriani & Wirjatmadi, 2012; UNICEF, 2009; WHO, 2008).

(23)

terbanyak bayi usia 29 hari-11 bulan (31,4 %), dan merupakan penyebab nomor satu kematian balita usia 12-59 bulan (25,2 %). Disamping itu, diare juga dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Anak-anak balita di Asia Tenggara mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20 persen waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (WHO, 2008; Soebagyo, 2008).

Pada tahun 2000 angka incident rate (IR) diare sebesar 301/1000 penduduk dan data terakhir yaitu tahun 2010 menunjukkan bahwa angka Incident Rate (IR) diare sebesar 411/1000 penduduk. Berdasarkan daftar tabulasi dasar (DTD) diare merupakan penyakit terbanyak yang dirawat inap di Rumah sakit di Indonesia pada tahun 2010 dan merupakan penyakit penyebab kematian nomor enam dari daftar sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat di rumah sakit (Depkes RI, 2011).

(24)

angka kematian 25 orang. Penderita terbanyak pada tahun 2005 terdapat di Kota Medan dengan jumlah 38.012 orang. Pada tahun 2008 kembali terjadi KLB diare yang menyebabkan kasus kematian (CFR) sebesar 1,80 persen (Depkes RI, 2005; Depkes RI, 2009; Dinkes Provsu, 2012).

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, bukan hanya di negara–negara yang sedang berkembang tetapi juga di negara maju. Penyebab paling umum diare akut di seluruh dunia adalah infeksi virus, bakteri, dan parasit (Parashar, 2003). Sebagaimana diketahui bahwa ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (virus, bakteri, dan parasit) dengan terjadinya malnutrisi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan terjadinya penyakit infeksi, demikian juga sebaliknya bahwa adanya infeksi akan memengaruhi status gizi serta mempercepat timbulnya malnutrisi (Supariasa, 2002).

Menurut Firmansyah (1992), setiap episode diare dapat menyebabkan terjadinya kekurangan gizi. Hal ini disebabkan karena pada saat diare biasanya terjadi anoreksia (hilang nafsu makan) dan berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan sehingga apabila terjadi secara berkepanjangan akan berdampak pada pertumbuhan dan kesehatan anak. Padahal, pada saat sakit terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit (human host) maupun dari parasit yang terdapat dalam tubuh (Supariasa, 2002).

(25)

telah menemukan bahwa dehidrasi akibat diare akut dari setiap etiologi (penyebab) dan pada usia berapapun, kecuali bila parah, dapat dengan aman dan secara efektif diatasi dengan metode sederhana oral rehidrasi menggunakan cairan tunggal pada lebih daripada 90 persen kasus. WHO dan UNICEF merekomendasikan pemberian oral rehidration salt/oralit (ORS) osmolaritas rendah untuk mencegah terjadinya

dehidrasi (Bhan, 2005).

Masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor yang dapat menyebabkan diare seperti umur penderita, status gizi, susunan makanan, adanya infeksi, serta faktor adat dan kebiasaan. Faktor risiko terjadinya diare terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor pejamu (internal) dan faktor lingkungan (eksternal). Faktor pejamu (internal) yang menyebabkan kejadian diare yaitu bakteri, virus, dan organisme parasit. Kuman pathogenethik yang sudah lama dikenal sebagai penyebab penyakit diare antara lain E.coli. E.coli atau Escherichia coli, adalah anggota keluarga Enterobacteriaceae,

gram negatif, fakultatif anaerob, penghuni usus manusia dan hewan berdarah panas, sebagai indikator pencemaran oleh tinja hewan atau manusia serta keberadaannya dianggap sebagai penyebab kejadian diare dikalangan bayi, kuman ini menyebabkan sampai 25 persen kasus penyakit diare pada bayi (WHO, 2000; Todar & Kenneth, 2008, Motarjemi & Esrey SA dalam WHO, 2000; Kuswoyo, 2007).

(26)
(27)

kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI selama dua tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi.

Status gizi dengan diare mempunyai hubungan timbal balik, sering menyulitkan untuk memastikan mana kejadian yang terjadi terlebih dahulu, status gizi yang buruk akan memengaruhi terjadinya penyakit diare. Tingkat dehidrasi dan lamanya diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada penderita gizi buruk (Depkes RI, 2007). Selain itu makanan juga dapat menjadi sumber utama patogen penyebab diare. Sebanyak 70 persen kasus penyakit diare terjadi karena makanan yang terkontaminasi, kejadian ini juga mencakup pemakaian air minum dan air dalam menyiapkan makanan. Kondisi higiene sanitasi makanan dan minuman yang buruk mempunyai risiko terjadinya diare sebesar 2,543 kali dibandingkan dengan bayi yang mempunyai higiene dan sanitasi makanan yang baik. Diare pada balita disebabkan karena makanan/minuman yang tercemar kuman penyakit, basi, dihinggapi lalat dan kotor, minum air mentah/ tidak dimasak dan penggunaan botol susu dan dot yang tidak bersih (Zakianis, 2003; Kemenkes RI, 2010). Menurut Sander (2005), faktor yang juga berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta cara penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya.

(28)

yang tidak bersih, tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang dapat menjadi faktor risiko terjadinya diare pada balita. Sementara pada bayi, kejadian diare ada kaitannya dengan praktek pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang terlalu dini, MP-ASI yang terlalu dini kurang dari usia enam bulan, selain belum dibutuhkan juga memungkinkan bayi mendapat infeksi saluran pencernaan lebih besar akibat cara pemberian yang kurang bersih dan belum sempurnanya organ pencernaan bayi baik secara anatomis maupun secara fisiologis. Penyebab diare lainnya adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor, bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi yang sering memasukkan tangan/apapun ke dalam mulut karena virus ini dapat bertahan hidup di permukaan udara selama beberapa hari (Suririnah, 2006; Prawirohartono, 1997 ).

(29)

dua orang yang menyebabkan gangguan tumbuh kembang balita, serta belum adanya data yang akurat tentang cakupan pemberian ASI ekslusif.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pola Makan, Status Gizi, Higiene dan Sanitasi Makanan Terhadap Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur”.

1.2. Permasalahan

(30)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh yang paling dominan diantara pola makan, status gizi, higiene dan sanitasi makanan terhadap kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh yang paling dominan diantara pola makan, status gizi, higiene dan sanitasi makanan terhadap kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan indikator dalam menggambarkan penyebab terjadinya diare pada balita di Kecamatan Medan Timur, sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam mencegah dan menurunkan kejadian diare pada balita sehingga tumbuh kembang dan status kesehatan balita semakin meningkat.

2. Penelitian ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan pengetahuan tentang pola makan, status gizi, higiene dan sanitasi makanan terhadap kejadian diare pada balita.

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diare

Penyakit diare berasal dari kata diarrois (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus, yaitu suatu keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu sering/lebih dari biasanya. Penyakit diare merupakan gejala penyakit yang sering terjadi karena adanya penyimpangan/gangguan pada sistem pencernaan. Gejala yang sering tampak yaitu buang air besar lebih dari tiga kali dalam sehari dengan konsistensi tinja lebih encer, bahkan dapat berupa cairan saja dengan atau tanpa disertai lendir dan darah (Hery, 2005).

(32)

laktosa akibat belum sempurnanya sistem saluran cerna bayi. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang 14 hari.

2.1.1 Jenis-Jenis Diare

Menurut Bhan, Mahalanabis, Pierce, Rollins, Sack, dan Santosham (2005), diare terdiri dari beberapa jenis yang dibagi secara klinis, yaitu :

1. Diare cair akut (termasuk kolera), berlangsung selama beberapa jam atau hari, mempunyai bahaya utama yaitu dehidrasi dan penurunan berat badan juga dapat terjadi jika pemberian makan tidak dilanjutkan.

2. Diare akut berdarah, disebut disentri, mempunyai bahaya utama yaitu kerusakan mukosa usus, sepsis dan gizi buruk, mempunyai komplikasi seperti dehidrasi. 3. Diare persisten, diare yang berlangsung selama 14 hari atau lebih, bahaya

utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non-usus serius dan dehidrasi.

4. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) mempunyai bahaya utama infeksi sistemik yang parah, dehidrasi, gagal jantung, dan kekurangan vitamin dan mineral.

(33)

Diare menyebabkan terjadinya kerusakan morphologi usus yang mengakibatkan zat gizi terutama protein hilang secara langsung. Penderita penyakit diare kronis akan mengalami kekurangan enzim pencernaan dan kerusakan mukosa usus halus yang mengakibatkan terjadinya intoleransi terhadap karbohidrat dan enteropati karena sensitive terhadap protein makanan. Disamping itu villus usus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dengan baik. Selanjutnya cairan dan makanan yang tidak diserap akan meningkatkan tekanan usus sehingga terjadi hiperperistaltik usus yang menyebabkan kotoran keluar melalui anus (Juffrie, 2010). Penderita akan mengalami kegagalan pertumbuhan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan dan sosial yang kompleks dan dapat mengakibatkan kematian.

2.1.2 Etiologi Diare

Faktor Penyebab penyakit diare secara umum bermacam-macam diantaranya adanya infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi, intoksikasi dan lain-lain. Menurut Pickering dan Snyder (2004) berdasarkan etiologinya diare dapat dibagi beberapa faktor, yaitu:

(34)

2. Faktor non infeksi, beberapa faktor non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak faktor tersebut adalah

a. Faktor makanan

Makanan merupakan penyebab non infeksi yang paling sering, antara lain berupa makanan busuk atau mengandung racun, perubahan susunan makanan yang mendadak, atau susunan makanan yang tidak sesuai dengan umur bayi yang berupa osmolaritas tinggi atau terlalu banyak serat.

b. Faktor kesulitan makan akibat adanya defek anatomis

Adanya ketidak sempurnaan pada saluran cerna seperti malrotasi, penyakit Hircsprung, Short Bowel Syndrom, atrofi mikrovilli, dan stricture dapat menyebabkan terjadinya diare.

c. Faktor konstitusi

Faktor konstitusi yaitu kondisi saluran cerna yang dijumpai pada keadaan intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak, dan intoleransi protein.

d. Faktor adanya tumor dan kelainan sistem endokrin

Adanya tumor seperti Neuroblastoma dan gangguan sistem endokrin seperti Thyrotoksikosis dapat menimbulkan diare pada anak.

2.1.3 Gejala dan Tanda Diare

(35)

karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 2006).

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit yaitu setiap kehilangan berat badan yang melampaui satu persen dalam sehari yang merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15 persen (Soegijanto, 2002).

2.1.4 Cara Penularan dan Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Diare

Cara penularan diare yang paling umum adalah melalui fekal-oral yaitu melalui makanan ataupun minuman yang tercemar oleh enteropatogen, melalui kontak langsung dengan tangan maupun barang-barang yang tercemar dengan tinja penderita, ataupun secara tidak langsung melalui perantaraan lalat (Suparto, 2003).

(36)

yang tidak bersih, dan cara penyapihan yang tidak baik. Disamping itu keadaan penderita seperti gizi buruk, imunodefisiensi (kurangnya kekebalan tubuh terhadap penyakit), berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, dan menderita campak dalam empat minggu terakhir dapat meningkatkan kecendrungan untuk dijangkiti diare.

Menurut Kuswoyo (2007) faktor risiko diare terbagi menjadi dua faktor, yaitu faktor lingkungan (eksternal) dan faktor pejamu (internal). Dari faktor lingkungan utamanya bisa berupa sarana air bersih yang tidak memadai/tercemar, sarana sanitasi yang kurang baik, kebersihan perorangan/personal higienis dan pemukiman/tempat tinggal yang kurang baik, tingkat pendidikan orang tua, penyiapan dan penyimpanan makanan yang kurang baik serta cara penyapihan yang kurang baik, sedangkan faktor pejamu adalah faktor yang ada pada diri manusia (anak) yaitu terdiri dari malnutrisi/gizi salah khusunya kurang gizi, kurangnya kekebalan tubuh terhadap penyakit akibat tidak melakukan imunisasi tambahan semasa bayi, usia balita, penurunan asam lambung, penurunan kerja usus dan faktor genetik atau faktor keturunan.

(37)

Hasil penelitian Wijaya (2012), faktor risiko terjadinya diare pada balita adalah tingkat pengetahuan ibu, riwayat pemberian ASI, kebiasaan ibu mencuci tangan, jenis jamban, dan kepadatan lalat. Berdasarkan hasil penelitian Sinthamurniwaty (2006) faktor-faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita umur 0 – 24 bulan adalah status gizi yang rendah, tingkat pendidikan pengasuh yang rendah, dan tidak memanfaatkan sumber air bersih.

2.1.5 Komplikasi Diare

Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi, tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi, berikut komplikasi pada diare (Yongki, 2012) 1. Dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit

2. Renjatan hipovolemik akibat menurunnya volume darah

3. Hipokalemia dengan gejala yang muncul adalah meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan pada pemeriksaan Electrocardiography (EKG) 4. Hipoglikemia

5. Intoleransi laktosa sekunder sebagai akibat defisiensi enzim lactose 6. Kejang

(38)

2.1.6 Penatalaksanaan

Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare pada anak balita baik yang dirawat di rumah sakit maupun dirawat di rumah, yaitu:

1. Pemberian cairan atau rehidrasi

Pada penderita diare yang harus diperhatikan adalah terjadinya kekurangan cairan atau dehidrasi. Oleh karena itu, sangat penting dilakukan pemberian cairan, pada balita biasanya diberikan cairan oralit, air matang, kuah sayur atau air tajin (Kemenkes RI, 2011)

2. Pemberian Zinc

Zinc diberikan untuk mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan balita. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan proses regenerasi sel, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen dari usus. Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare 15 persen (Depkes RI, 2011).

3. Pengobatan dietetik dan pemberian ASI

(39)

4. Pengobatan kausal, pengobatan ini dilakukan setelah diketahui penyebab pasti diare dengan menggunakan antibiotik selektif. Antibiotik dapat diberikan pada diare berdarah (disentri) dan kolera.

5. Memberikan nasihat pada ibu/keluarga tentang cara pemberian oralit, zinc, ASI/makanan, dan tanda-tanda untuk segera membawa ke petugas kesehatan jika anak mengalami BAB cair lebih sering, muntah berulang-ulang, adanya rasa haus yang nyata pada anak, anak makan/minum sedikit, demam, BAB berdarah, serta diare tidak membaik dalam waktu tiga hari (Depkes RI, 2011).

2.1.7 Makanan untuk Anak Penderita Penyakit Diare

Penderita penyakit diare tentu banyak terjadi kehilangan cairan dan zat-zat gizi yang penting bagi tubuh selama episode berlangsungnya penyakit diare. Hal yang pertama diberikan adalah memberikan penggantian cairan yang hilang. Pemberian obat diberikan berdasarkan petunjuk dokter. Pemberian cairan dapat berupa larutan oralit, larutan gula garam, air tajin, air teh dan bagi bayi tetap diberikan air susu ibu (ASI).

(40)

penyembuhan (Susirah, 1997). Dalam pemberian makanan dan minuman untuk penderita penyakit diare harus diperhatikan higiene sanitasi makanan. Menurut Sudigbia (1992), pengelolaan terapi nutrisi (gizi) pada penderita penyakit diare perlu diperhatikan:

1. Faktor masukan makanan sebagai akseptabilitas makanan serta pengadaan makanan yang berasal dari bahan lokal dan mudah didapat.

2. Faktor intoleransi laktosa dan malabsorbsi

3. Masalah kehilangan gizi terutama protein dan cairan 4. Katabolisme.

Memperhatikan faktor-faktor diatas, maka proses pembuatan makanan untuk penderita penyakit diare selain perlu dipikirkan zat gizinya (protein dan kalori) juga perlu diperhatikan pula makanan yang mudah diserap oleh villi usus. Bahan makanan yang digunakan harus mudah dicerna karena penderita juga mengalami kekurangan enzim pencernaan (Mien, 1987). Adapun aspek-aspek pemberian makanan yang membutuhkan perhatian diantaranya mulai dari pemilihan bahan makanan, penyiapan makanan, jumlah yang diberikan setiap makan, dan frekuensinya (Sunoto,1990 & Astawan, 2004).

(41)

Menurut Sudigbia (1994), tujuan utama dari terapi nutrisi adalah pemberian nutrien dengan jumlah dan komposisi yang tepat, sehingga dapat mencukupi metabolisme rumatan yaitu gabungan dari jumlah mekanisme fisiologis dan biokemik yang mampu untuk merawat kondisi tubuh dalam keadaan sehat/segar serta mampu untuk menyelamatkan pertumbuhan dan perkembangan optimal balita. Penatalaksanaan terapi nutrisi baik pada diare akut maupun pada diare kronik sangat ditentukan oleh keterbatasan fungsi digesti usus kecil yang disebabkan oleh kerusakan mukosa usus akibat diare. Berdasarkan aspek-aspek di atas maka pemberian terapi nutrisi dapat ditentukan dengan (1) Mengukur kebutuhan nutrisi anak, (2) Mengukur jumlah kehilangan energi dan nutrien selama diare dengan mengukur jumlah volume tinja.

2.2 Status Gizi

(42)

yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.

2.2.1 Penilaian Status Gizi

Menurut Gibson (1998), penilaian status gizi adalah upaya untuk menginterpretasikan semua informasi yang dipeloreh melalui penilaian dalam antropometri, konsumsi makan, biokimia, dan klinik. Sedangkan menurut Jelilife (1989) penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung.

1. Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan melalui empat cara penilaian yaitu pemeriksaan antropometri, klinis, biokimia, dan pemeriksaan biofisik.

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan melalui tiga penilaian yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.

(43)

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti apabila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti satu tahun; dua tahun; tiga tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah bahwa satu tahun adalah 12 bulan, satu bulan adalah 30 hari (Depkes, 2004).

Anggraeni (2012) mengatakan, berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa tubuh, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini harus selalu dipantau agar dapat memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi sedini mungkin guna mengatasi kecendrungan perubahan berat badan yang tidak dikehendaki.

(44)

membutuhkan satu pengukuran, namun ketepatan pengukuran sangat tergantung pada ketepatan umur.

Tinggi badan merupakan parameter antropometri yang terpenting kedua. Tinggi badan dapat menggambarkan pertumbuhan tulang yang sejalan dengan pertambahan umur, keadaan yang telah lalu, dan keadaan sekarang. Berbeda dengan BB, tinggi badan tidak banyak terpengaruh oleh keadaan yang mendadak. Jika umur tidak diketahui dengan tepat, dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan. Rahmah (2010) menyatakan bahwa tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah (BBLR) dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (Tinggi Badan menurut Umur). Indikator TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lalu juga erat kaitannya dengan status sosial ekonomi yang dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan masyarakat (Diana, 2004).

(45)

meneliti dan memantau pertumbuhan balita dapat digunakan dengan menentukan status gizi balita berdasarkan rujukan WHO-2005.

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan WHO-2005

Indeks Status Gizi Ambang Batas

2.2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi

Gizi kurang, kematian, kecacatan fisik maupun rendahnya kecerdasan pada anak dipengaruhi oleh faktor langsung dan tidak langsung (Hadi, 2012). Dua faktor langsung pada model tersebut adalah kurangnya konsumsi makanan dan kondisi kesehatan seperti adanya diare akibat terjadinya infeksi, sedangkan faktor tidak langsung adalah ketahanan pangan dalam keluarga, pola pengasuhan anak dan akses kepada sarana kesehatan serta kondisi lingkungan dimana anak tinggal.

(46)

Konsumsi makanan, dalam hal ini menyangkut kualitas hidangan makanan tergantung kepada keadaan keseimbangan gizi yaitu terpenuhinya kebutuhan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan seseorang. Bila susunan hidangan kebutuhan tubuh baik dari segi kuantitasnya, maka tubuh akan memperoleh kesehatan gizi yang baik. Sebaliknya apabila konsumsi hidangan yang kurang baik dalam kualitas dan kuantitas akan berdampak tidak baik bagi kesehatan pangan dan gizi dan pada akhirnya akan memengaruhi status gizi orang tersebut. Kebutuhan gizi balita adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan balita. Kebutuhan gizi pada balita ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan (BB), dan tinggi badan (TB) (Marimbi, 2010).

Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X tahun 2012, angka kecukupan gizi (AKG) kebutuhan energi usia 0-6 bulan dengan BB 6 kilogram dan TB 61 centimeter sebesar 550 kkal/ hari, usia 7-11 bulan dengan BB 9 kilogram dan TB 71 centimeter sebesar 725 kkal/ hari, usia 1-3 tahun dengan BB 13 kilogram dan TB 91 centimeter adalah berkisar 1125 kkal/ hari, dan untuk usia 4-6 tahun dengan BB 19 kilogram dan TB 112 centimeter sebesar 1600 kkal/hari. Kebutuhan protein untuk anak usia 0-6 bulan adalah 12 gram/hari, usia 7-11 bulan 18 gram/hari, usia 1-3 tahun 26 gram/hari, dan untuk usia 4-6 tahun sebesar 35 gram/hari.

(47)

bahan makanan melalui muntah-muntah dan BAB yang encer. Disamping itu pada saat infeksi seperti diare terjadi penurunan nafsu makan (Arisman, 2004). Sebagaimana diketahui bahwa ada hubungan yang sangat erat antara infeksi (Virus, bakteri, dan parasit) dengan terjadinya malnutrisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Supariasa (2002), bahwa adanya interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan terjadinya penyakit infeksi, demikian juga sebaliknya bahwa adanya infeksi akan memengaruhi status gizi serta mempercepat timbulnya malnutrisi. Berdasarkan Depkes RI (1999), Kekurangan Energi Protein (KEP) seberapa ringan pun berpengaruh terhadap daya tahan tubuh anak terhadap terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi anak.

2.2.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare

(48)

adalah 2,54 kali lebih besar dibanding pada anak yang memiliki status gizi cukup (Sinthamurniwaty, 2006). Hasil penelitian Haryuni (2005), dengan desain case control di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang menunjukkan hubungan yang signifikan antara status gizi balita dengan kejadian diare.

2.3 Pola Makan

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu untuk mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009; Adriani, 2012). Apabila pola makan baik maka diasumsikan konsumsi makan akan baik pula sehingga akan menimbulkan status gizi yang baik. Menurut Santosa (2004), Pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh sesorang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pendapat lain tentang pola makan dapat diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh–pengaruh faktor fisiologi, psikologi, budaya, dan sosial (Sulistyoningsih, 2010). Menurut Berg (1985), pola makan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari memengaruhi status gizi.

(49)

merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit serta merupakan kelompok umur yang paling banyak mengalami gangguan akibat gizi. Hal ini dikarenakan balita berada dalam masa transisi perubahan pola makan yaitu dari makanan bayi ke makanan orang dewasa. Disamping itu, pada balita juga sering terjadi penurunan nafsu makan yang disebabkan oleh penurunan tingkat pertumbuhan dan sebagian anak sudah mengembangkan jenis makanan yang disukai dan tidak disukai. Anak cenderung menyukai makanan jajanan yang rendah energi dan tidak bergizi, oleh karena itu perhatian terhadap makanan dan kesehatan pada balita sangat perlu (Hardinsyah dan Martianto, 1992; Hurlock, 1982).

Menurut Mansjoer (2000), pemberian makanan pada anak balita harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur.

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, kebiasaan makan, dan selera anak terhadap makanan

3. Bentuk dan porsi disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan faal anak. 4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

(50)

Menurut Kemenkes RI (2011), pola makan yang baik bagi bayi dan balita adalah sebagai berikut :

A.Usia 0-6 bulan

Usia 0-6 bulan pertama kehidupan bayi merupakan usia dimana bayi hanya diberikan ASI saja. Yang harus diperhatikan oleh ibu adalah :

1. Memberikan ASI yang pertama keluar yaitu ASI yang berwarna kekuningan (kolostrum).

2. Berikan hanya ASI (ASI eksklusif).

3. Tidak memberikan makanan maupun minuman lain selain ASI 4. Menyusui bayi sesering mungkin.

5. Memberikan ASI sekehendak keinginan bayi, minimal delapan kali sehari.

6. Apabila bayi tidur lebih dari tiga jam, membangunkannya untuk kemudian menyusukannya.

7. Menyusui dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian.

8. Menyusui sampai payudara terasa kosong, baru kemudian pindah ke payudara sisi yang lainnya.

B. Usia 6-8 bulan

Pada usia 6-8 bulan, bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI. Yang harus diperhatikan ibu adalah :

(51)

2. Mulai memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) seperti bubur susu dan makanan lumat (bubur lumat, sayuran, daging, dan buah yang dilumatkan, biskuit, dan lain-lain) sebanyak 2-3 kali sehari.

3. Memberikan MP-ASI secara bertahap sesuai umur anak, pada tahap awal 2-3 sendok makan kemudian secara bertahap ditambah hingga mencapai setengah gelas atau 125 cc setiap kali makan.

4. Memberikan ASI terlebih dahulu kemudian MP-ASI.

5. Memberikan makanan selingan seperti jus buah dan biskuit 1-2 kali dalam sehari 6. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI

karena alasan medis. C. Usia 9-11 bulan

Hal-hal yang harus diperhatikan ibu dalam memberi makan anak usia 9-11 bulan adalah:

1. Tetap meneruskan pemberian ASI.

2. Memberikan MP-ASI dalam bentuk makanan lembik seperti nasi tim atau makanan yang dicincang kecil sehingga mudah ditelan anak dengan frekuensi pemberian 3-4 kali sehari.

3. Memberikan makanan dengan porsi setengah gelas/mangkuk atau sebanyak 125 cc perkali makan.

(52)

5. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI karena alasan medis.

D. Usia 1-2 tahun (12-24 bulan)

1. Mulai memperkenalkan anak dengan makanan keluarga yang terdiri dari ¾ gelas nasi (200 cc), 1 potong kecil ikan/daging/ayam/telur, 1 potong kecil tempe/tahu atau 1 sdm kacang-kacangan, ¼ gelas sayur, dan 1 potong buah dengan frekuensi 3-4 kali sehari.

2. Memberikan makanan selingan seperti bubur dan kue dua kali sehari. 3. Meneruskan pemberian ASI apabila memungkinkan.

E. Usia 2-5 tahun (24-60 bulan)

1. Memberikan anak makanan orang dewasa dengan frekuensi tiga kali sehari.

2. Memberikan anak ½ porsi makanan orang orang dewasa yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah.

3. Memberikan makanan selingan seperti bubur kacang hijau, biskuit, dan kue dua kali sehari di antara waktu makan.

4. Tidak memberikan makanan manis dekat dengan waktu makan, karena dapat mengurangi nafsu makan anak.

(53)

dalam memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari, (3) Untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi pada balita. Berdasarkan hal tersebut diperlukan adanya prilaku penunjang dari para orang tua, ibu atau pengasuh dalam keluarga untuk senantiasa memberikan makanan bergizi yang seimbang kepada balita.

2.3.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Makan

Menurut Adriani (2012), Pola makan yang terbentuk erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang, dimana pola makan tersebut dibentuk sejak masa kanak-kanak yang akan terbawa hingga dewasa. Banyak faktor yang memengaruhi terbentuknya pola makan antara lain sebagai berikut:

1. Ekonomi

Variabel ekonomi yang paling dominan dalam memengaruhi kosumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya jumlah pendapatan akan meningkatkan peluang dan kemampuan dalam membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.

2. Budaya

(54)

3. Agama dan Kepercayaan

Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya berdosa. Konsep halal dan haram sangat memengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikosumsi. Agama Roma Katolik melarang makan daging setiap hari, dan beberapa aliran agama (Protestan) melarang pemeluknya mengkonsumsi teh, kopi, atau alkohol.

4. Personal Preference

Hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Misalnya, ayah tidak suka makan ikan, begitu pula dengan anak laki-lakinya. Ibu tidak suka makan kerang, begitu pula dengan anak perempuannya. Perasaan suka dan tidak suka seseorang terhadap makanan tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut. Anak yang suka mengunjungi neneknya akan menyukai ayam karena sering dihidangkan ayam. Lain lagi dengan anak yang suka dimarahi bibinya, akan tumbuh perasaan tidak suka pada daging ayam yang dimasak bibinya. 5. Rasa Lapar, Nafsu Makan, dan Rasa Kenyang

(55)

6. Kesehatan

Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan. Sariawan atau sakit gigi sering membuat orang memilih makanan yang lembut dan tidak jarang pula orang memilih untuk tidak makan karena mengalami kesulitan menelan.

Pedoman pola makan yang sehat untuk masyarakat secara umum yang digunakan saat ini adalah 13 pesan dasar gizi seimbang.

2.3.2 Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Diare

Tindakan ibu dalam pemberian makan balita dipengaruhi oleh faktor kebiasaan makanan yang disukai balita terhadap jenis makanan tertentu, sehingga dalam memilih jenis makanan yang akan dikonsumsi oleh anak, ibu hanya memilih bahan makanan yang disukai oleh anak tanpa memperhatikan aspek terpenting kebutuhan anak. Padahal, kesehatan anak berhubungan dengan pola makan yang diberikan ibu, jika ibu tidak memperhatikan pola makan anak, maka anak tersebut akan mengalami masalah kesehatan yaitu berupa masalah gizi yang tidak baik, sehingga beresiko lebih besar untuk menderita penyakit infeksi seperti diare (Suharjo, 1992; Kardjati, 1985). Dari hasil penelitian Umijati (1992), diperoleh bahwa ada hubungan antara pola konsumsi makanan bayi yang meliputi pola pemberian makanan tambahan dan pola menyusui terhadap gangguan pencernaan dan ketidak cukupan konsumsi.

(56)

mengandung immunoglobulin yang bersifat sebagai antibodi melawan mikroorganisme, mengandung leukosit dalam jumlah yang sangat besar meliputi macrophaage yang dapat menghasilkan interferon, complement, dan Lysozyme selain itu ASI juga mengandung lactoferrin (Iron binding proteins) yang mengikat besi sehingga menghambat perkembangan bakteri serta mendorong kolonisasi usus oleh Lactobacillus bifidus yang menghasilkan asam sehingga menyebabkan PH usus

rendah yang menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Berdasarkan penelitian Rasmi (2002), pemberian ASI dapat melindungi bayi dari infeksi usus, sehingga dapat mengurangi risiko terkena diare. Menurut Suraji (2003), untuk memperoleh gizi yang baik pada bayi yang baru lahir maka ibu harus menyusui bayinya sesegera mungkin karena ASI memberikan peranan penting dalam menjaga kesehatan dan mempertahankan kelangsungan hidup bayi. Oleh karena itu pemberian ASI eksklusif pada bayi sangat dianjurkan. Hasil penelitian Kamalia (2005) tentang hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I yang menggunakan desain cross sectional, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian diare.

(57)

penanganan makanan (Martorell & Habichth, 1986). Adapun syarat-syarat pemberian MP-ASI yang baik adalah (1) Cukup zat gizi, (2) Mudah dicerna, (3) Tidak bulky (volume makanan menjadi besar), (4) Tidak menimbulkan alergi, (5) Memperhatikan perilaku makanan bayi (kemampuan bayi untuk menerimanya).

2.4 Higiene dan Sanitasi Makanan

Higiene dan sanitasi makanan adalah upaya mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan makanan (Depkes RI, 2006). Ada lima prinsip higiene dan sanitasi makanan yang perlu diperhatikan yaitu pemilihan bahan, penyimpanan bahan, pengolahan, penyimpanan makanan, pengangkutan dan penyajian makanan. 1. Pemilihan Bahan makanan

a. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum dihidangkan, contoh: beras, daging, telur, sayuran, dan sebagainya. b. Makanan terolah (pabrikan) yaitu makanan yang sudah dapat langsung

dimakan tetapi digunakan untuk proses pengolahan lebih lanjut seperti makanan kemasan antara lain bubur instan, kecap, ikan kaleng, kornet, tahu, tempe dan sebagainya.

(58)

2. Penyimpanan Bahan Makanan

Makanan yang baik adalah makanan bergizi yang dibutuhkan oleh setiap mahluk hidup termasuk manusia. Zat gizi selain diperlukan oleh manusia juga dibutuhkan oleh bakteri. Oleh karena itu makanan yang tercemar oleh bakteri mudah menjadi rusak. Kerusakan bahan makanan dapat terjadi karena:

a. Tercemar bakteri karena alam atau akibat perlakuan manusia.

b. Adanya enzim dalam makanan yang diperlukan untuk proses pematangan seperti pada buah-buahan.

c. Kerusakan mekanis, seperti gesekan, tekanan, benturan dan lain-lain 3. Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah-kaidah dari prinsip-prinsip higiene sanitasi. Dalam istilah asing dikenal dengan sebutan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) antara lain: a. Persiapan Tempat Pengolahan

(59)

b. Peralatan Masak dan Makan

Keutuhan peralatan tidak boleh patah, sompel, penyok, tergores atau retak karena akan menjadi sarang kotoran/bakteri. Peralatan yang tidak utuh tidak mungkin dapat dicuci sempurna sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi. Peralatan makan dan minum yang bersih harus disimpan dalam rak penyimpanan yang terlindung dari serangga dan tikus dan dikeluarkan apabila diperlukan.

c. Peralatan untuk Mencuci

Mampu membersihkan bahan makanan dan mencuci peralatan yang berasal dari air mengalir langsung dari keran air, tersedia tempat cuci tangan yang berbeda dengan tempat pencucian lainnya, dan tidak menggunakan tempat cuci tangan untuk mencuci bahan makanan.

4. Penyimpanan Makanan Masak

Setiap makanan masak masing-masing ditempatkan pada wadah yang terpisah. Pemisahan didasarkan pada saat makanan mulai diolah dan jenis makanan. Setiap wadah mempunyai tutup, tetapi berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air. Makanan berkuah dipisah antara lauk dengan saus atau kuahnya.

5. Pengangkutan dan Penyajian Makanan

(60)

2.4.1 Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penyiapan Makanan yang Aman Bagi Bayi dan Balita

Menurut Gibney, Margetts, Kearney, dan Arab, (2009), prinsip-prinsip dasar dalam penyiapan makanan yang aman bagi bayi dan balita harus sesuai dengan praktik higiene yang baik yaitu:

1. Masak makanan sampai benar-benar matang

Bahan makanan mentah, khususnya unggas, susu mentah dan sayuran, sangat sering terkontaminasi organisme penyebab penyakit. Pemasakan sampai benar-benar matang mampu membunuh mikroorganisme. Semua bahan makanan harus dimasak mencapai suhu minimum 70ºC.

2. Menyajikan makanan segera setelah dimasak

Upayakan selalu membuat makanan yang baru bagi bayi dan anak-anak, dan berikan begitu selesai dimasak saat makanan sudah cukup dingin. Jangan menyimpan makanan untuk bayi dan balita. Jika hal itu tidak mungkin dilakukan, makanan hanya boleh disimpan sampai waktu makan berikutnya, tetapi makanan harus disimpan pada suhu dingin (suhu dibawah 10ºC) atau panas (suhu diatas 60ºC). Makanan yang disimpan harus dipanasi kembali dengan baik pada suhu minimal 70ºC.

3. Menghindari kontak antara bahan pangan yang mentah dengan makanan yang sudah matang.

(61)

mentah bersentuhan dengan makanan matang. Kontaminasi silang secara tidak langsung dan tidak jelas misanya: melalui tangan, lalat, peralatan masak atau permukaan barang yang kotor. Dengan demikian tangan harus segera dicuci sesudah menangani bahan makanan yang berisiko tinggi, misalnya daging unggas. Perabot yang digunakan untuk menyimpan makanan mentah harus terlebih dahulu dicuci sampai bersih sebelum digunakan kembali untuk makanan matang. Penambahan setiap unsur yang baru ke dalam makanan yang sudah matang dapat memasukkan kembali organisme pathogen, oleh karena itu makanan harus dimasak lagi dengan baik.

4. Mencuci semua buah dan sayuran dengan air yang bersih

Buah dan sayuran yang akan diberikan pada bayi harus dicuci terlebih dahulu sampai bersih dengan air yang aman dan sebaiknya buah dikupas terlebih dahulu sebelum diberikan.

5. Menggunakan air yang aman

Air yang aman sama pentingnya untuk pengolahan makanan bagi bayi dan anak kecil seperti halnya air minum. Air yang digunakan untuk mengolah makanan harus direbus kecuali jika makanan yang ditambahi air itu kemudian dimasak sampai matang (misalnya; nasi, kentang). Pemberian es yang dibuat dari air yang tidak aman (air mentah) tidak aman untuk dikonsumsi.

6. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan makan

(62)

khususnya jika mengganti popok bayi, dari toilet, atau menyentuh hewan. Hewan peliharaan di rumah kerap kali menyimpan kuman yang dapat berpindah dari tangan ke mulut. Demikian juga halnya pada saat akan makan, tangan anak dan pengasuh harus dicuci dengan bersih terlebih dahulu.

7. Menggunakan cangkir dan alat-alat makan yang bersih dan hindari pemberian makan dengan menggunakan botol

Gunakan sendok dan cangkir untuk memberikan minuman dan makanan cair pada bayi dan anak kecil dan hindari pemberian dengan botol, karena biasanya lebih sulit untuk mencuci botol susu dan dot sampai benar- benar bersih. Sendok, cangkir, piring, dan perabot yang dipakai untuk mengolah dan menyajikan makanan harus segera dicuci setelah digunakan. Cara ini akan mempermudah pencuciannya sampai benar-benar bersih. Jika botol susu dan dot harus digunakan, perlengkapan itu harus dicuci sampai bersih benar dan direbus terlebih dahulu sebelum dipakai.

8. Lindungi makanan terhadap serangga, tikus dan hewan lainnya

Hewan terutama lalat, kecoa, dan tikus biasanya membawa organisme pathogen dan merupakan sumber yang potensial untuk kontaminasi makanan.

9. Menyimpan makanan yang tidak habis di tempat yang aman

(63)

10.Jaga semua alat untuk pengolahan makanan tetap bersih.

Permukaan alat yang digunakan untuk menyiapkan makanan harus dijaga agar selalu bersih untuk menghindari kontaminasi makanan. Sisa-sisa dan remah makanan merupakan sumber kuman yang potensial dan dapat menarik serangga serta hewan. Sampah dikumpulkan di tempat yang aman, tertutup dan harus segera dibuang maksimum dalam 3x24 jam.

11.Mempertimbangkan jenis-jenis makanan yang diasamkan dan diterima secara budaya karena jenis-jenis makanan ini memiliki pertumbuhan bakteri yang rendah.

2.5 Pencegahan

Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Kemenkes RI (2011) adalah sebagai berikut:

1.Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.

(64)

penyebab diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula beresiko tinggi menyebabkan diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2.Memperbaiki Cara Mempersiapkan Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana cara makanan pendamping ASI diberikan. Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.

Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik yaitu :

(65)

b. Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang–kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

c. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan menggunakan sendok yang bersih

d. Memasak makanan dengan benar, serta menyimpan sisa makanan pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak

3.Menggunakan Air Bersih yang Cukup

Sebagian besar penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral, yaitu ditularkan dengan cara kuman masuk kedalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan sarana air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai pada saat penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah : a. Ambil air dari sumber air yang bersih

(66)

c. Menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak d. Minum air yang sudah dimasak sampai mendidih

e. Mencuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup

4.Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak, dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam menurunkan angka kejadian diare sebesar 47 persen. 5. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.

b. Bersihkan jamban secara teratur

(67)

6. Membuang Tinja Bayi dengan Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anggota keluarga yang lain seperti anak-anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar, berikut hal-hal yang harus diperhatikan:

a. Kumpulkan segera tinja anak atau bayi dan buang segera di jamban.

b. Bantu anak untuk buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau oleh anak.

c. Bersihkan dengan benar anak setelah buang air besar dan mencuci tangannya dengan menggunakan sabun.

d. Apabila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di kebun dan ditimbun segera.

7. PemberianImunisasi Campak

(68)

penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio.

2.6 Landasan Teori

Gambar

Tabel 2.1  Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan WHO-2005
Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor Penyebab Kurang Energi Protein (KEP)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang higiene sanitasi pengelolaan makanan dan pemeriksaan bakteri Escherichia coli pada peralatan makan di instalasi gizi

Distribusi pengetahuan gizi, perilaku higiene sanitasi dan kejadian stunted dapat dilihat pada Tabel

Skripsi berjudul Hubungan antara Status Gizi, Imunisasi Campak, Higiene Perorangan dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 12-24 Bulan.. (Studi di Wilayah

Puskesmas Glugur Darat, Kecamatan Medan Timur merupakan salah satu puskesmas dari 39 Puskesmas di Kota Medan yang memiliki kasus gizi buruk dan kurang pada

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah di lakukan tentang hubungan pengetahuan Ibu tentang sanitasi makanan dengan kejadian diare pada Balita di Lingkup kerja

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ HIGIENE SANITASI PENJUALAN MAKANAN JAJANAN DAN PERILAKU KONSUMSI JAJAN SISWA SERTA KEJADIAN DIARE DI

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui higiene sanitasi penjualan makanan jajanan dan perilaku konsumsi jajan siswa serta kejadian diare pada anak sekolah

Dengan adanya data diatasa dan kejadian KLB di Tahun 2009 maka diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat diketahui Hubungan higiene sanitasi makanan dan