• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harapan Kenyataan dan. Perspektif PERSI. INDO HEALTH CARE PANEL DISCUSSION 1 Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jakarta, 28 Maret 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Harapan Kenyataan dan. Perspektif PERSI. INDO HEALTH CARE PANEL DISCUSSION 1 Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jakarta, 28 Maret 2016"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Harapan – Kenyataan dan

Solusi JKN

Solusi JKN

Perspektif PERSI

INDO HEALTH CARE PANEL DISCUSSION 1 Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

(PERSI)

(2)

Harapan terhadap program JKN

Rakyat lebih sejahtera dalam hal ketersediaan jaminan pelayanan

kesehatan.

Rakyat yang mampu dengan senang hati membayar premi asuransi

sosial mereka.

Fasilitas kesehatan baik primer maupun lanjutan mampu memberikan

Fasilitas kesehatan baik primer maupun lanjutan mampu memberikan

pelayanan yang terstandar, dan mampu bertumbuh secara ekonomis,

khususnya bagi fasilitas kesehatan non pemerintah.

Dokter dan professional kesehatan lain lebih sejahtera.

Industri kesehatan di Indonesia bergairah akibat berlakunya program

JKN.

(3)

Instrumen pengendalian program JKN

Regulasi :

• Kapitasi berbasis komitmen pelayanan (Per BPJS K no 2/2015).

• Rujukan berjenjang.

• Setiap peserta memilih 1 FKTP kecuali kasus gawat darurat.

• Penetapan standar kelas perawatan berdasarkan premi.

• Penetapan standar kelas perawatan berdasarkan premi.

• Tidak ada urun kecuali akibat naik kelas perawatan (manfaatkan atau gugur manfaat bila meghendaki standar yang tidak sesuai hak peserta).

• Masa tenggang penggunaan manfaat.

• Pinalti keterlambatan bayar iuran, berupa urun biaya 2,5 persen biaya rawat inap (Perpres 19/2016)..

Praktik :

• Target jumlah rujukan.

• Pelayanan promotif dan preventif.

(4)

Suara Pemangku Kepentingan :

Masyarakat :

• Positif : sebagian besar peserta puas dengan manfaat program JKN

• Negatif : 1. Rujukan berjenjang dianggap “mempersulit”.

2. Pelayanan terhadap pasien umum dianggap relatif lebih baik (dalam hal standar obat dan faskes).

hal standar obat dan faskes).

3. Kesulitan mendapat TT perawatan, atau harus naik kelas. 4. Harus membayar sendiri saat berobat ke IGD Rumah Sakit.

5. Tidak bisa periksa atau konsul beberapa dokter spesialis dalam sekali kunjungan, diminta kontrol untuk hal yang sepele , misalnya

menunjukkan hasil laboratorium.

6. Antrian berobat relatif lebih lama dibanding pasien umum.

(5)

Suara Pemangku Kepentingan :

Rumah sakit :

• Positif : Rumah sakit mendapat banyak pasien, khususnya RS pemerintah dan RS non pemerintah yang bermitra dengan BPJS K 

pendapatan rumah sakit meningkat.

• Negatif : 1. Rumah Sakit, terutama di kota besar tidak bisa optimal dalam mengelola diagnosis pasien  Mutu layanan klinis menurun. mengelola diagnosis pasien  Mutu layanan klinis menurun. 2. Gruping dan besaran tarif INA-CBG tidak realistis (terutama

dari RS dengan base rate relatif tinggi).

3. Ketidak sepahaman dalam koding diagnosis dan pemahaman episode kunjungan antara RS dengan BPJS K.

4. Ketentuan urun biaya dan CoB yang mengambang.

5. BPJS K dianggap “monopsony”, mempengaruhi regulator.

6. Beberapa dokter RSUD non BLUD merasa pendapatan tidak sesuai dengan beban kerja.

(6)

Permasalahan di Kemenkes

Gruping kasus dalam INA CBG belum “sempurna”.

Besaran tarif beberapa kelompok diagnosis dan tindakan dalam INA CBG serta

regionalisasi tarif belum sesuai dengan unit cost pelayanan rumah sakit.

Petunjuk tehnis pelayanan JKN masih belum lengkap.

Petunjuk tehnis pelayanan JKN masih belum lengkap.

Regulasi di berbagai tingkatan belum sinkron (contoh : regulasi tentang CoB).

Ketidak jelasan aturan PPN obat untuk penyerahan obat rawat jalan pasien BPJS

Kesehatan.

Ketidak jelasan aturan pelaporan perpajakan untuk pelayanan pasien BPJS

Kesehatan (standar akuntansi rumah sakit belum direvisi, masih menggunakan

pendekatan “fee for service”)

(7)

Permasalahan di Rumah Sakit

Rumah Sakit masih terpola pelayanan berdasar “fee for service”.

Belum ada daftar kompetensi Rumah Sakit dan tingkatannya

(Klasifikasi Rumah Sakit belum 100 % menunjukkan kompetensi

rumah sakit).

Standarisasi mutu layanan rumah sakit masih bervariasi, relatif

Standarisasi mutu layanan rumah sakit masih bervariasi, relatif

banyak yang belum berani akreditasi.

Konflik manajemen dengan dokter akibat dokter merasa dibatasi hak

untuk pengambilan keputusan klinis.

Kendala pemenuhan SDM profesional kesehatan (contoh : D3 Rekam

Medis).

(8)

Permasalahan di peserta BPJS K

Pasien belum semua teredukasi sistem pelayanan JKN (contoh :

pasien belum memahami sistem rujukan, pasien menghendaki

pelayanan sama dengan “fee for service” bisa menentukan

(9)

Permasalahan BPJS Kesehatan

Model koordinasi dengan Faskes.

Belum ada SIM yang terintegrasi antara BPJS K – FKTP dan FKRTL.

Sistem verifikasi klaim – peralihan menuju sistem Verdika.

Kemampuan tehnis dan pemahanan verifikator belum sama.

Kemampuan tehnis dan pemahanan verifikator belum sama.

Kendali mutu dan kendali biaya.

(10)

Permasalahan di DJSN

Besar iuran premi

Model monitoring dan evaluasi program JKN.

Penegakan aturan dan penyelesaian konflik antar pemangku

kepentingan.

(11)

Analisis Situasi – aspek regulasi dan

situasi RS di Indonesia

Regulasi program JKN masih belum lengkap.

Variasi antar daerah di Nusantara: faktor jarak, kerapatan penduduk,

maupun ketersediaan sarpras dan SDM. Terjadi “lingkaran setan”

antara kelangkaan sarpras dan SDM kesehatan, rendahnya kunjungan

antara kelangkaan sarpras dan SDM kesehatan, rendahnya kunjungan

dan mutu layanan.

Klasifikasi beberapa rumah sakit tidak sesuai dengan kompetensi riil

rumah sakit.

Angka kunjungan pasien cenderung meningkat, karena hilangnya

hambatan ekonomis, tetapi ada disparitas utilitas Mandiri (PBPU dan

BP) serta PBI

(12)

Analisis Situasi – aspek pelayanan

Angka rujukan dari FKTP masih tinggi, termasuk kasus-kasus dengan level

kompetensi layanan primer.

Variasi pemahaman RS tentang JKN masih variatif.

• Ada yang Jaspel naik 45%

(http://www.beritasatu.com/kesehatan/309399-kerja-sama-dengan-bpjs-kesehatan-jasa-medik-• Ada yang Jaspel naik 45% (http://www.beritasatu.com/kesehatan/309399-kerja-sama-dengan-bpjs-kesehatan-jasa-medik-dokter-rs-pelni-naik-45.html)

• Ada yang mengeluh Jaspel belum cair (http://aceh.tribunnews.com/2015/12/23/petugas-medis-rsia-unjuk-rasa)

• Ada yang sudah proporsional, ada yang masih berorientasi “fee for service”

Pemahaman prosedur layanan oleh sebagian peserta BPJS K ,belum baik.

Model CoB antara BPJS K dengan Asuransi kesehatan Komersial belum ada

(13)

Analisis Situasi – aspek pembiayaan dan

pola pembayaran

Rasionalisasi dalam standar pelayanan dan seleksi penerimaan berdasar

kasus untuk menghadapi risiko “defisit” yang dalam beberapa kasus terlalu

ekstrem.

Ada rujukan antar RS bukan atas indikasi kompetensi atau ketersediaan

sarana prasarana, tapi juga karena “selisih tarif INA-CBGs antar RS terlalu

lebar”

lebar”

Perbedaan harga perolehan obat untuk RS non pemerintah, karena kendala

membeli dengan tarif e catalog.

Disharmoni tentang urun biaya antara pasal 22 ayat 2 UU no 40/2004

beserta penjelasannya vs

Pasal 36A Perpres 19/2016

(Untuk jenis pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan, peserta dikenakan urun biaya VSFasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dilarang menarik biaya

pelayanan kesehatan kepada Peserta selama Peserta mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan sesuai dengan haknya).

(14)

Analisis Situasi – aspek monev dan

manajemen sistem

Peran Dinas Kesehatan sebagai pengawas pelaksanaan program JKN

masih belum optimal.

Tidak ada sistem standar fasilitas kelas perawatan rumah sakit.

Kendala pengadaan obat dan sarana prasarana di beberapa RS

Kendala pengadaan obat dan sarana prasarana di beberapa RS

Pemerintah yang non BLUD, bila Bupati dan DPRD kurang memahami

kebutuhan obat yang rasional.

Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya di berbagai tingkatan belum

melaksanakan tugasnya secara optimal, karena berbagai

(15)

Usulan Perbaikan Sistem

Percepatan peta jalan menuju persamaan

standar pelayanan dasar rumah sakit dan

fasilitas untuk semua pasien.

(16)

PETA JALAN ASPEK PELAYANAN KESEHATAN

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 •Distribusi blm merataKualitas bervariasiSistem rujukan blm optimalCara Pembayaran blm optimal -Perluasan &

Pengemb. faskes & nakes secara komprehensif -Evaluasi & penetapan pembayaranJumlah mencukupiDistribusi merata

Sistem rujukan berfungsi optimal

Pembayaran dg cara prospektif dan harga keekonomian untuk semua penduduk

KEGIATAN-KEGIATAN:

Rencana aksi pengembangan faskes,

nakes, sistem rujukan & infrastruktur

Kajian berkala BPJS Kesehatan terhadap fasyankes (pemberi pelayanan kesehatan) terhadap standar yang ditetapkan

Peningkatan upaya kesehatan promotif preventif baik masyarakat maupun perorangan

Implementasi roadmap: pengembangan dan pemantauan faskes, nakes, sistem rujukan, infrastruktur lainnya.

Penyusunan Standar, prosedur dan pembayaran faskes

Implementasi pembayaran Kapitasi dan INA-CBGs serta penyesuaian besaran biaya dua tahunan dengan harga keekonomian 16

(17)

PETA JALAN ASPEK MANFAAT DAN IURAN

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Manfaat bervariasi belum komprehensif sesuai kebutuhan medis - Manfaat standar - Komprehensif

sesuai keb medis

-- Berbeda non

medis

Iuran :

Masihberbeda PBI dan Non PBI

Manfaat sama untuk semua penduduk KEGIATAN-KEGIATAN Iuran bervariasi Konsensus manfaat Penyesuaian Perpres Jamkes Penetapan manfaat dlm Perpes JK, termasuk koordinasi manfaat

Kajian berkala tahunan tentang upah , iuran, efektifitas manfaat , dan pembayaran antar wilayah

Telaah utilisasi kontinyu untuk menjamin efisiensi, menurunkan moral hazard, dan kepuasan peserta dan tenaga/fasilitas kesehatan

Penyesuaian Perpres Jamkes

(18)
(19)

Prinsip perbaikan :

1. Semua orang yang memerlukan mempunyai hak yang sama untuk berobat ke rumah sakit dan mendapat layanan klinis terstandar.

2. Standar kelas rumah sakit berbasis pada kompetensi klinis minimal, yang didukung oleh fasilitas dan SDM. Rujukan berbasis pemetaan kompetensi RS yang ada.

3. BPJS Kesehatan menentukan standar layanan dan formularium pengobatan yang layak, tetapi hanya untuk pasien pada kelas standar.

tetapi hanya untuk pasien pada kelas standar.

4. Tarif INA-CBG yang diperbaiki dengan mengakomodir indeks upah SDM, kendala supplai alat medis habis pakai, kasus dengan biaya relatif tinggi, insentif untuk RS swasta, serta bobot kasus yang wajar untuk pasien rawat jalan serta rawat inap. (tidak disesuaikan berdasarkan kecukupan anggaran saja).

5. Aturan koordinasi manfaat (Coordination of benefit) memungkinkan urun biaya yang wajar, untuk standar pelayanan yang dikehendaki peserta. Asuransi dimungkinkan memiliki standar pelayanan dan formularium sendiri, dan membayar urun atas manfaat dasar dari BPJS-Kesehatan.

(20)

Prinsip perbaikan :

6. BPJS K sebagai asuransi sosial hanya memiliki 1 kelas standar bagi peserta. Setiap peserta yang menginginkan pelayanan di kelas non standar (di atas kelas standar ), membayar urun biaya, atau membayar premi asuransi tambahan ke asuransi

kesehatan komersial. (Ada beberapa asuransi komersial sebagai pelengkap).

7. Rumah sakit membagai klaim , klaim dasar dibayar oleh BPJS Kesehatan, sedangkan klaim top up (urun) dibayar oleh asuransi kesehatan. Cara pembayaran tetap

menggunakan metode prospektif, kecuali untuk kelas VIP, menggunakan retrospektif. menggunakan metode prospektif, kecuali untuk kelas VIP, menggunakan retrospektif. 8. Proses kredensial rumah sakit mitra BPJS Kesehatan melibatkan Dinas Kesehatan dan

PERSI.

9. Untuk beberapa daerah di Indonesia, dimungkinkan pembayaran rumah sakit

mengunakan sistem budget, karena kekurangan sumber daya administratif dan klinis. 10. Penyelesaian kecurigaan kecurangan JKN diselesaikan melalui mediasi, sebelum

(21)

Monev dalam JKN?

DJSN

pengembangan program Jaminan Kesehatan Nasional dan kepesertaan secara

menyeluruh

JKN

Kemkes

Bappenas OJK

sehat tidaknya

pengelolaan keuangan evaluasi status kesehatan,

kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, social protection dan fiskal

penyelenggaraan pelayanan jaminan kesehatan

(22)

LIMAS JKN

PEMERINTAH

Pemerintah/Pe Kemkes Kemensos BPJSK Peserta Faskes/Nakes Pemerintah/Pe mda Pemberi Kerja Asosiasi Faskes Organisasi Profesi Industri Kesehatan (Tonang, 2014) Kemdagri

(23)

Manfaat dari usulan perbaikan :

• Setiap orang memiliki akses ke pelayanan kesehatan yang kompeten sesuai kondisinya.

• BPJS Kesehatan hanya membayar pelayanan standar dan 1 kelas perawatan, lebih mudah untuk menghitung premi dan pembayaran ke provider.

• Asuransi kesehatan komersial akan kembali ke pasar pelayanan asuransi kesehatan.

• Industri farmasi Indonesia akan pulih, karena obat yang dipakai bukan mayoritas kelompok fornas.

Industri farmasi Indonesia akan pulih, karena obat yang dipakai bukan mayoritas kelompok fornas.

• Rumah sakit akan lebih bahagia, karena memiliki peluang untuk negosiasi tarif top up dengan asuransi kesehatan.

• Pasien akan terpenuhi hak standar pelayanan non klinis essensial sesuai harapannya, asal mau urun biaya.

• Profesional kesehatan dapat menerapkan pelayanan sesuai “evidence base medicine” yang terbaru.

(24)

Terima kasih.

Referensi

Dokumen terkait

– Tes virologis HIV yang positif (HIV-RNA atau HIV-DNA atau antigen HIV p24 yang ultrasensitif) dikonfirmasi ddengan tes virologis kedua yang didapatkan dengan cara berbeda lebih

Pulau Tulang memiliki beragam potensi ekowisata, termasuk ekowisata minat khusus.Potensi ekowisata minat khusus yang dapat ditelusuri dan dapat diteliti di Pulau Tulang

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui permasalahan yang timbul pada pasien post partum dengan infeksi sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan

Gambar berikut menunjukkan konfigurasi Data Guard yang menggunakan proses LGWR untuk mengirimkan redo data secara synchronous ke sistem standby pada saat yang sama dengan proses

Pejabat yang membidangi kepegawaian yang bersangkutan kepada Pimpinan Unit Kerja Pelayanan Kesehatan (serendah-rendahnya eselon III) Pimpinan Unit Kerja Pelayanan

Perbedaan dengan penelitian ini adalah dalam penelitan ini meneliti tentang pertolongan pertama serangan jantung, sedangkan peneliti sebelumnya meneliti tentang

Transit atau transfer bagi penumpang dengan kebutuhan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b, yaitu tersedianya petugas yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara

Menurut Sugiyono (2010:81): Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini