• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. METODE PENELITIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

Apendicitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun.

WHO memperkirakan insidens apendicitis di dunia tahun 2007 mecapai 7% dari keseluruhan jumlah penduduk dunia (Juliansyah, 2008). Di Amerika, kejadian appendicitis dikatakan 7% dari seluruh populasi dengan insiden 1,1 kasus per 1000 penduduk pertahun. Dari segi usia, usia 20-30 tahun adalah usia yang paling sering mengalami appendicitis. Sementara untuk Indonesia sendiri appendicitis merupakan penyakit dengan urutan keempat terbanyak pada tahun 2006. Data yang dirilis oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008 jumlah penderita appendicitis di indonesia mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang (Eylin, 2009). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Prof.DR. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo, diperoleh data dari Subag Medical Record bahwa jumlah pasien yang melakukan tindakan operasi pada tahun 2011 dari sekitar 1606 pasien bedah umum, sebanyak 576 pasien diantaranya yang melakukan operasi appendicitis atau sekitar 35,87% pada tahun 2011.

Pada tahun 2012, dari 1431 pasien bedah umum, sebanyak 455 diantaranya yang melakukan operasi

appendicitis atau sekitar 31,79%. Sedangkan pada tahun 2013 untuk periode januari sampai maret, dari 318 pasien bedah umum, sebanyak 83 orang yang melakukan operasi appendicitis dengan lama hari rawat rata-rata 3-5 hari. (Medical Record. RSAS, 2013).

Salah satu penatalaksanaan pasien dengan appendicitis akut adalah pembedahan (appendiktomy). Apendiktomi dapat dilakukan pada apendicitis tanpa komplikasi. Ada beberapa masalah yang sering muncul pada luka pasca pembedahan. Diantaranya masalah tersebut adalah luka yang mengalami stres selama masa penyembuhan akibat nutrisi yang tidak adekuat, gangguan sirkulasi dan perubahan metabolisme yang dapat meningkatkan resiko lambatnya penyembuhan luka (potter and perry, 2006). Menurut karakata (2006) pada luka bersih dan dirawat dengan baik maka luka akan sembuh lebih cepat, sedangkan menurut R. Sjamsuhidajat (2005) proses penyembuhan luka disebabkan oleh gangguan sistem imun yang akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka.

Faktor-faktor yang dapat menghambat penyembuhan luka pasca operasi ada 2 faktor yaitu faktor intrinsik : umur, penyakit penyerta, status nutrisi, oksigenasi dan perfusi jaringan, serta merokok. Kemudian faktor ekstrinsik : teknik pembedahan buruk, mobilisasi, pengobatan, manjemen luka yang tidak tepat, psikososial dan infeksi (Potter and Perry, 2006).

(2)

Selain itu, beberapa penelitian yang terkait dengan proses penyembuhan luka operasi, diantaranya Penelitian tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka pasca operasi” yang dilakukan oleh hayati (2010), dari hasil analisis menunjukkan ada hubugan bermakna antara umur, status nutrisi, oksigenasi dan perfusi, merokok, serta mobilisasi dengan penyembuhan luka, dengan faktor yang paling dominan adalah status nutrisi.

Herlina Puspitasari, dkk dalam penelitiannya tentang “faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka post operasi sectio caesaria (sc)”, terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi (konsumsi), DM, dan Personal Hygiene dengan penyembuhan luka post operasi sc. Dengan faktor yang paling dominan adalah personal Hygiene.

Dewi Suryaningsih dalam penelitiannya tentang “ faktor-faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka post sectio caesaria”, menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara usia, mobilisasi, dan perawatan luka dengan penyembuhan luka post sectio caesaria.

Dari berbagai uraian di atas, dapat diketahui bahwa ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses penyabuhan luka, sehingga penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy Di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013”.

II. METODE PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap (G2) Bedah RSUD Prof. DR. Aloei Saboe kota Gorontalo pada tanggal 14-30 Mei 2013.

2.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian observasional analitik Cross sectional Study.

2.3 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien post appendictomy yang berada di ruang bedah (G2) RSUD Prof. DR. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo selama masa penelitian tanggal 14-30 juni 2013.

2.4 Sampel

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 38 responden dengan pengambilan sampel accidental sampling.

2.5 Analisa data

Analisis data untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji chi-square dan untuk menentukan faktor dominan digunakan uji regresi logistik dengan signifikansi Wald.

(3)

III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Analisis Univariat 1. Umur Responden Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo

Umur Jumlah n % 12-25 Tahun 18 47.4 26-45 Tahun 7 18.4 46-65 Tahun 13 34.2 Total 38 100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa responden dengan umur 12-25 tahun (remaja) didapatkan sebanyak 18 responden (47.4%), responden dengan umur

26-45 tahun (dewasa) sebanyak 7 responden (18.4%), dan responden dengan umur 46-65 tahun (usia lanjut) sebanyak 13 responden (34.2 %).

2. IMT Responden Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan IMT Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo

IMT Jumlah

n %

IMT > 27 15 39.5

IMT ≤ 27 23 60.5

Total 38 100

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan responden dengan IMT > 27 (obesitas) sebanyak 15 responden

(39.5%), sedangkan responden dengan IMT ≤ 27 (tidak obesitas) sebanyak 23 responden (60.5%). 3. Kebiasaan Merokok

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo

Kebiasaan Merokok Jumlah

n %

Perokok 13 34.2

Bukan Perokok 25 65.8

Total 38 100

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan responden yang memiliki kebiasaan merokok (perokok) sebanyak 13 responden (34.2%), sedangkan

responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok (bukan perokok) sebanyak 25 responden (65.8%).

(4)

4. Nutrisi Responden Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nutrisi Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo

Nutrisi Jumlah

n %

Kurang 20 52.6

Baik 18 47.4

Total 38 100

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebagian responden memiliki nutrisi yang baik sebanyak 18 responden (47.4%), sedangkan

sebagian lagi memiliki nutrisi yang kurang baik sebanyak 20 responden (52.6%).

5. Mobilisasi Dini Responden Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Mobilisasi Dini Responden di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo

Mobilisasi Dini Jumlah

n %

Kurang 16 42.1

Baik 22 57.9

Total 38 100

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden dengan mobilisasi yang baik sebanyak 16 (42.1%),

sedangkan responden dengan mobilisasi yang kurang sebanyak 22 responden (57.9%).

3.2 hasil analisis bivariat

1. Pengaruh Umur Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy

Tabel 4.8

Pengaruh Umur Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013

Umur Responden

Penyembuhan Luka Total P Nilai RO

(Rasio Odds) Sembuh Tidak Sembuh

n % n % n % 12-25 Tahun dan 26-45 Tahun 18 85,7 7 41,2 25 65.8 0.004 0.11 46-65 Tahun 3 14.3 10 58.8 13 34.2 Total 21 100 17 100 38 100

(5)

Berdasarkan tabel 4.8 diatas, menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden yang mengalami luka sembuh pada umur 12-25 tahun dan 26-45 tahun yaitu sebanyak 18 responden (85.7%) sedangkan responden dengan umur 12-25 tahun dan 26-45 tahun yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 7 responden (41.2%). Sementara responden yang mengalami luka

sembuh pada umur 46-65 tahun sebanyak 3 responden (14.3%), sedangkan respoden yang mengalami lika tidak sembuh pada usia 46-65 tahun sebanyak 10 responden (58.8%). Dengan nilai p value = 0.004 yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian Ha diterima dan H0 ditolak, artinya umur mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyembuhan luka.

2. Pengaruh IMT Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy

Tabel 4.9

Pengaruh IMT terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013

IMT Penyembuhan Luka P RO

(Rasio Odds)

Sembuh Tidak Sembh Total

n % n % n %

> 27 3 14.3 12 70.6 15 39.5 0.000 14.40

≤ 27 18 85.7 5 29.4 23 60.5

Total 21 100 17 100 38 100

Berdasarkan tabel 4.9 di atas, menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden yang mengalami luka sembuh dengan IMT > 27 (Obesitas) sebanyak 3 responden (14.3 %) sedangkan responden dengan IMT > 27 (Obesitas) yang mengalami luka tida sembuh sebanyak 12 responden (70.6%). Responden yang mengalami luka sembuh dengan IMT ≤ 27 (Tidak Obesitas) sebanyak 18

responden (85.7%) sedangkan responden dengan IMT ≤ 27 (Tidak Obesitas) yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 5 responden (29.4%). Dengan nilai p = 0.000 yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan H0 ditolak, artinya IMT mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyembuhan luka.

3. Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy

Tabel 4.10

Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013

Kebiasaan Merokok

Penyembuhan Luka p RO

(Rasio Odds)

Sembuh Tidak Sembh Total

n % n % n %

Perokok 4 19.0 9 52.9 13 42.1 0.029 4.78

Bukan perokok

(6)

Total 21 100 17 100 38 100 Berdasarkan tabel 4.10 di atas

menunjukkan bahwa dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden dengan kategori perokok yang mengalami luka sembuh sebanyak 4 responden (19.0%), dan responden dengan kategori perokok yang megalami luka tidak sembuh sebanyak 9 responden (552.9%) sedangkan responden dengan kategori bukan perokok yang mengalami luka

sembuh sebanyak 17 responden (81.0%) dan responden dengan kategori bukan perokok yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 8 responden (47.1%). dengan nilai p = 0.029 yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima dan H0 ditolak, artinya ada pengaruh kebiasaan merokok terhadap proses penyembuhan luka. 4. Pengaruh Nutrisi Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post

Appendictomy Tabel 4.11

Pengaruh Nutrisi terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo

Nutrisi Penyembuhan Luka p RO

(Rasio Odds)

Sembuh Tidak Sembh Total

n % n % n %

Kurang 3 14.3 15 88.2 18 47.4 0.000 45.00

Baik 18 85.7 2 11.8 20 52.6

Total 21 100 17 100 38 100

Berdasarkan tabel 4.11 di atas, menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden yang mengalami luka sembuh dengan nutrisi yang baik sebanyak 18 responden (85.7%) dan responden dengan nutrisi yang baik yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 2 responden (11.8%). Sedangkan responden yang mengalami luka sembuh dengan nutrisi yang kurang sebanyak 3

responden (14.3%) dan responden dengan nutrisi yang kurang yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 15 responden (88.2%). Dengan nilai p value = 0.000 yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima dan H0 ditolak, artinya nutrisi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyembuhan luka.

5. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy

Tabel 4.12

Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013

Mobilisasi Dini

Penyembuhan Luka p RO

(Rasio Odds)

Sembuh Tidak Sembh Total

(7)

Kurang Baik

3 14.3 13 76.5 16 42.1 0.000 19.50

Baik 18 85.7 4 23.5 22 57.9

Total 21 100 17 100 38 100

Berdasarkan tabel 4.12 di atas menunjukkan dari seluruh sampel yang berjumlah 38 responden, responden dengan mobilisasi baik yang mengalami luka sembuh sebanyak 18 responden (85.7%) dan responden dengan mobilisasi baik yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 4 responden (23.5%), sedangkan responden dengan mobilisasi kurang baik yang mengalami luka sembuh sebanyak 3

responden (14.3%) dan responden dengan mobilisasi kurang baik yang mengalami luka tidak sembuh sebanyak 13 responden (76.5%). Dengan nilai p value = 0.000 yang berarti lebih kecil dari α = 0.05 dengan demikian dapat disimpulkan Ha diterima dan H0 ditolak, artinya mobilisasi dini mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyembuhan luka.

3.3 Pembahasan

1. Pengaruh Umur Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy

Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh umur terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa umur pasien 46-65 tahun akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien dengan umur 46-65 tahun memiliki kemungkinan 0.11 kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan dengan pasien yang berumur 12-25 tahun dan 26-45 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia 46-65 tahun pasien telah mengalami penuaan sel dan penurunan frekuensi sel epidermis yang seringkali membuat lamanya pembentukan sel-sel baru untuk penyembuhan luka pasien. Di sini kita dapat melihat melihat ada pengaruh umur terhadap proses penyembuhan luka sehingga pasien dengan umur 12-25 tahun dan 26-45 tahun cenderung lebih cepat

penyembuhannya dibandingkan dengan umur 46-65 tahun. Usia merupakan salah satu faktor menentukan proses penyembuhan luka. Penuaan dapat mengganggu semua tahap penyembuhan luka karena terjadi perubahan vaskuler yang mengganggu ke daerah luka, penurunan fungsi hati mengganggu sintesis faktor pembekuan, respon inflamasi lambat, pembentukan antibodi dan limfosit menurun, jaringan kolagen kurang lunak dan jaringan parut kurang elastis (Potter & Perry, 2010).

Kulit utuh pada dewasa muda yang sehat merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi, begitupun yang berlaku pada efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskuler, dan sistem respirasi yang memungkinkan penyembuhan luka terjadi lebih cepat. Seiring dengan berjalannya usia perubahan yang terjadi dikulit yaitu frekuensi penggantian sel epidermis, respon inflamasi terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi barier kulit. Beberapa faktor yang mempengaruhi

(8)

hal tersebut adalah naiknya frekusensi gangguan patologis yang berhubungan dengan usia yang dapat memperlambat penyembuhan luka melalui berbagai mekanisme seperti status nutrisi yang buruk, defisiensi vitamin dan mineral, anemia, adanya gangguan pernafasan yang menyebabkan penurunan suplai oksigen sehingga buruknya suplai darah dan hipoksia disekitar luka, gangguan kardiovaskuler seperti arteriosklerosis, diabetes, gagal jantung kongestif, selain itu, adanya arthritis rheumatoid dan uremia (Morison, 2004).

2. Pengaruh IMT Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy

Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh IMT (obesitas) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa IMT > 27 (obesitas) akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien dengan IMT > 27 (obesitas) memiliki kemungkinan 6.75 kali untuk mengalami luka tidak sembuh (penyembuhan yang kurang baik) dibandingkan dengan pasien dengan IMT ≤ 27 (tidak Obesitas). Hal ini dikarenakan pada pasien yang mengalami obesitas, jaringan lemak sangat rentan terhadap terjadinya infeksi. Selain itu pasien obesitas sering sulit dirawat karena tambahan berat badan, pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring sehingga mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonal pasca operasi.

Hal ini didukung oleh pendapat para ahli bahwa sejumlah kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Misalnya adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Jaringan lemak kekurangan persediaan darah yang adekuat untuk menahan infeksi bakteri dan mengirimkan nutrisi dan elemen-elemen selular untuk penyembuhan. Apabila jaringan yang rusak tersebut tidak segera mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan maka proses penyembuhan luka juga akan terhambat (Gitarja dan Hardian, 2011).

3. Pengaruh Kebiasaan Merokok Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy

Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kebiasaan merokok terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa kebiasaan merokok akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien perokok memiliki kemungkinan 4.78 kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan dengan pasien dengan bukan perokok. Ini dikarenakan pasien dengan riwayat rokok, sering mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah. Hal ini

(9)

mempengaruhi pada suplai darah ke daerah luka.

Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli bahwa merokok akan mengakibatkan oksigenasi jaringan yang buruk pada jaringan normal. Pada jaringan yang mengalami perlukaan, misalnya jaringan yang mengalami sayatan operasi, kebutuhan oksigen justru menjadi lebih tinggi daripada kebutuhan normal. Karena itu sel-sel jaringan pada luka operasi orang yang merokok akan „tersengal-sengal‟ relatif lebih berat karena kekurangan oksigen yang diharapkan justru mendapat sediaan kadar oksigen yang rendah di dalam aliran darah. Oleh karena itu, risiko kematian sel-sel kulit dan/atau jaringan bawah kulit menjadi lebih serius. Adanya jaringan yang non-vital akan memudahkan tumbuhnya infeksi kuman kulit, dan kedua kondisi tersebut akan sangat mengancam hasil akhir penyembuhan luka operasi. Kulit perokok yang biasanya lebih kering dibandingkan kulit normal akan lebih memperburuk penyembuhan. Kulit yang kering relatif lebih mudah terpecah-pecah, sehingga masa penyembuhan luka menjadi sangat memanjang (Fawzy Ahmad, 2012). 4. Pengaruh Nutrisi Terhadap

Proses Penyembuhan Luka Post Appendictomy

Dan dari hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nutrisi terhadap proses penyembuhan luka. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa nutrisi akan mempengaruhi penyembuhan luka dimana pasien

dengan nutrisi yang kurang memiliki kemungkinan 31.87 kali untuk mengalami luka tidak sembuh dibandingkan pasien dengan nutrisi yang baik. Ini dikarenakan penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Pada dasarnya nutrien yang berguna ialah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.

Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli bahwa penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat, karena proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A dan C) dan mineral. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan untuk mensintesis kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada penyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen. (Potter, 2005 : 1859).

Proses zat gizi dalam penyembuhan luka : protein berfungsi sebagai pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, pembentukan antibodi, mengangkat zat-zat gizi dan sumber energi. Karbohidrat berfungsi sebagai penyedia energi bagi tubuh. Vitamin A berfungsi sebagai kekebalan pertumbuhan dan vitamin C berfungsi sebagai sistem kolagen, mencegah infeksi. Dan air (mineral) berfungsi sebagai bagian penting dari struktur sel dan jaringan. Zat-zat makanan tersebut dapat mempercepat pembentukan jaringan

(10)

baru dalam proses penyembuhan luka (Potter, 2005 : 1859).

IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

1. Terdapat pengaruh umur terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2013. 2. Terdapat pengaruh IMT

(obesitas) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2013.

3. Terdapat pengaruh kebiasaan merokok terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2013.

4. Terdapat pengaruh nutrisi terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2013. 5. Terdapat pengaruh mobilisasi

dini terhadap proes penyembuhan luka di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun 2013.

6. Dari hasil analisis multivariat yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dari beberapa faktor (umur, IMT, kebiasaan merokok, nutrisi, dan mobilisasi dini) yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, nutrisi merupakan faktor yang paling berpengaruh (dominan) terhadap proses penyembuhan luka post appendictomy di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo tahun 2013 4.2 Saran

Adapun saran dari peneliti adalah sebagai berikut :

1. Bagi rumah sakit, agar petugas kesehatan rumah sakit khususnya petugas gizi, agar lebih memperhatikan dalam hal pemberian makanan yang baik untuk dikonsumsi selama pasca operasi terutama asupan protein dan vitamin, selain itu juga pedoman mobilisasi perlu dilaksanakan sesuai prosedur agar proses penyembuhan luka normal.

2. Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat menyediakan atau memperbanyak literatur yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang akan bermanfaat bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian. 3. Bagi peneliti selanjutnya

diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini lebih baik lagi untuk perkembangan pengetahuan mengenai penyembuhan luka. V DAFTAR PUSTAKA

Arfa, Mohamad. 2012. Pengaruh tekhnik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri post operasi appendicitis. Skripsi, FIKK Universitas Negeri Gorontalo

Arfah Noer, Nursiah. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat pada pasien pasca operasi laparatomy. Jurnal ilmu keperawatan. (online). (https://www.box.com/s/8310 3e737c60e4bb29c9, diakses tanggal 2 april 2013, 13:10) Anonim. 2011. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio

(11)

Caesaria (SC). (online). (http://kti-skripsi-keperawatan.blogspot.com/20 12/07/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html, diakses tanggal 23 februari 2013, 15:30)

Dahlan, Sopiyudin. Tutorial Interaktif Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika Hayati. 2010. Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Penyembuhan Luka Pasca Operasi. Jurnal Ilmu Keperawatan. (online). (http://repository.unand.ac.id/ 18329/, diakses tanggal 23 Februari 2013, 15:29)

Heddiman, S. 2012. Hubungan Mobilisasi Dini Terhadap Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesaria di Rumah Sakit Puri Cinere. Jurnal Ilmu Keperawatan. (online). (Diakses tanggal 23 Februari 2013, 15:13)

Hidayat, A.A. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Surabaya: Kelapa Pariwara.

Hiola, Dewi S. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka post sectio caesaria. Skripsi, FIKK Universitas Negeri Gorontalo. Morison, Moya J. 2004. Manajemen

Luka. Jakarta : EGC

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta Nurul Fajrin. 2013. Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Penggunaan Kontrasepsi IUD. Skripsi, FIKK Universitas Negeri Gorontalo

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : salemba medika.

Pierce, N. 2007. Glance Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Erlangga.

Potter, A. G dan Perry, P. A. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Volume 1 edisi 4. Jakarta: EGC.

Price, S dan Wilson, l. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1 edisi 6. Jakarta: EGC.

Puspitasari, dkk. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesaria (SC). Jurnal ilmiah kesehatan keperawatan. (online). (http://ejournal.stikesmuhgom bong.ac.id/index.php/JIKK/ar ticle/view/25, diakses tanggal 23 februari 2013, 15.25) RSAS. 2012. Data pasien post-operasi appendicitis. Gorontalo Sjamsuhidajat, R dan Wong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1, edisi 8. Jakarta: EGC.

Sulistiyawati, Yesi Hasnelu, dan Riri Novayelinda. 2012. Efektifitas Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka Post Operasi Appendicitis. Jurnal Ilmu Keperawatan. (online). (Diakses tanggal 23 Februari 2013, 15:19)

Tamher, Sayuti. 2008. Faktor-faktor

(12)

penyembuhan luka operasi. Jurnal Ilmu Keperawatan.

(online). (Diakses tanggal 23 Februari 2013, 15: 23)

Referensi

Dokumen terkait

Tahun 2021 tercatat sebanyak 1.363 mahasiswa aktif dengan dosen tetap berjumlah 45 orang, artinya rasio dosen dan mahasiswa 1 : 30, rasio yang sangat ideal bagi bidang ilmu

Sifat penata yang senang menyendiri, tidak percaya diri dan suka memendam perasaan merupakaan watak yang terdapat pada watak melankolis yang sempurna dan

Metode ini memanfaatkan arus listrik bervoltase kecil yang dihubungkan ke benda yang akan dites, dengan memindahkan secara elektrolisis sejumlah kecil sampel ke kertas

Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari kedua variabel prediktor tersebut dicari seberapa besar kontribusinya sehingga diketahui bahwa kontribusi perhatian

informasi publik ini dibatasi dengan hak individual dan privacy seseorang terkait dengan data kesehatan yang bersifat rahasia (rahasia medis). Jadi dalam hal ini dapat dianalisis

Kode diagnosis utama penyakit neoplasma pada pasien rawat inap periode triwulan I tahun 2014 di RSUD Tugurejo Semarang hanya menggunakan kode letak dari ICD-10

Hasil pengujian pada hipotesis kedua (H2) dapat kita lihat pada tabel path coefficient dengan nilai p values memiliki besaran nilai 0.000, nilai tersebut lebih kecil dari

PENYESUAIAN JENJANG JABATAN FUNGSIONAL GURU BUKAN PNS TAHUN