• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Laporan Akhir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Laporan Akhir"

Copied!
336
0
0

Teks penuh

(1)

awasan perkotaan dan perkembangannya adalah sesuatu yang tidak terpisahkan satu sama lain. Kawasan perkotaan dengan kompleksitas kegiatannya ini akan terus berkembang dari waktu ke waktu dan meliputi semua bidang pembangunan. Adanya perkembangan di kawasan perkotaan ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk berdomisili dan melakukan aktivitas ekonominya di kawasan perkotaan tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya migrasi yang menambah beban kawasan perkotaan baik dari sisi ruang maupun intensitas aktivitas.

1.1 LATAR BELAKANG

Pemerintah Indonesia dalam memenuhi target MDG’s telah berupaya keras menangani perumahan dan permukiman kumuh perkotaan, bahkan zero kumuh sudah secara jelas ditargetkan pada RPJMN 2015-2019 tepatnya ditahun 2019. Pencanangan zero kumuh 2019 telah diikuti dengan arah kebijakan dan strategi yang focus serta alokasi anggaran yang memadai diawali ditahun pertama implementasi RPJMN 2015-2019.

Langkah awal dalam mengejar target zero kumuh 2019 sebenarnya telah dimulai oleh Kementerian Pekerjaam Umum melalui Ditjen Cipta Karya sejak tahun 2013 dengan menyusun road map penanganan kumuh serta pemutakhiran data kumuh yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan kementerian/lembaga yang terkait serta pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

Menjamurnya kawasan (perumahan dan permukiman) kumuh di Kota-kota di Indonesia pada umumnya diakibatkan oleh laju urbanisasi yang tinggi dimana kehidupan perkotaan menjadi magnet yang cukup kuat bagi masyarakat perdesaan yang kurang beruntung karena sempitnya lapangan kerja di daerahnya. Bermukim di kawasan kumuh perkotaan bukan merupakan pilihan melainkan suatu keterpaksaan bagi kaum migran tak terampil yang harus menerima keadaan lingkungan permukiman yang tidak layak dan berada dibawah standar pelayanan minimal seperti rendahnya mutu pelayanan air minum, drainase, limbah, sampah serta masalah-masalah lain seperti kepadatan dan

BAB 1

PENDAHULUAN

(2)

misalnya bahaya kebakaran maupun dampak sosial seperti tingkat kriminal yang cenderung meningkat dari waktu kewaktu.

Tidak semua kawasan-kawasan kumuh dihuni oleh kaum pendatang, dan tidak juga seluruh penghuninya adalah kaum papa bahkan dibeberapa kawasan kumuh illegal (squatters area) ternyata dikuasai oleh “land lord” yang memanfaatkan lahan sebagai tempat usaha kontrakan rumah petak, dan ada pula komunitas yang punya alasan tertentu bertahan dengan kondisi lingkungan yang tidak layak, ragam permasalahan inilah yang harus ditemu kenali khususnya oleh pemerintah Kota/Kabupaten sendiri.

Dilihat dari sisi pemanfaatan ruang permukiman, permukiman kumuh diartikan sebagai area permukiman yang tidak layak huni dengan kondisi bangunan yang tidak teratur, memiliki tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dengan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Penggunaan ruang para permukiman kumuh tersebut seringkali berada pada suatu ruang yang tidak sesuai dengan fungsi aslinya sehingga berubah menjadi fungsi permukiman, seperti muncul kantung-kantung permukiman pada daerah sempadan untuk kebutuhan ruang terbuka hijau atau lahan-lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya (squatters).

Keadaan demikian yang menunjukkan bahwa penghuninya kurang mampu untuk membeli dan menyewa rumah di daerah perkotaan dengan harga lahan/bangunan yang tinggi, sedangkan lahan kosong di daerah perkotaan sudah tidak ada. Permukiman tersebut muncul dengan sarana dan prasarana kurang memadai, kondisi rumah yang kurang baik dengan kepadatan yang tinggi serta mengancam kondisi kesehatan, keselamatan dan kenyamanan penghuni. Oleh karena itu permukiman yang berada di kawasan SUTET, sempadan sungai, sempadan rel kereta api, kolong jembatan tol dan sempadan situ/danau merupakan permukiman kumuh.

Permasalahan permukiman kumuh perkotaan sering kali menjadi salah satu isu utama yang cukup menjadi polemik, sehingga seperti tidak pernah terkejar oleh upaya penanganan yang dari waktu ke waktu sudah dilakukan. Masalah yang sarat muatan sosial, budaya ekonomi dan politik dengan serta merta mengancam kawasan-kawasan permukiman perkotaan yang nyaris menjadi laten dan hampir tak selesai ditangani dalam

(3)

paradigma buruk terhadap penyelenggaraan pemerintah, dengan memberikan dampak citra negatif akan ketidakberdayaan dan ketidakmampuan pemerintah dalam pengaturan pelayanan kehidupan hidup dan penghidupan warganya. Dilain sisi dibidang tatanan sosial budaya kemasyarakatan, komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh secara ekonomi pada umumnya termasuk golongan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, yang seringkali menjadi alasan penyebab terjadinya degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam berbagai tatanan sosial masyarakat.

Penanganan permukiman kumuh diawali dengan identifikasi lokasi permukiman kumuh dan penetapan lokasi permukiman kumuh tersebut melalui SK Walikota/Bupati. Melalui identifikasi tersebut, penanganan dilakukan sesuai Undang-undang no 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman khususnya di pasal VII dan VIII yang menjelaskan berbagai hal tentang pemeliharaan dan perbaikan kawasan permukiman, serta pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman kumuh dengan tiga pola penanganan yaitu pemugaran, peremajaan dan pemukiman kembali. Tahapan penanganan kawasan kumuh UU no 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengamanatkan agar pemerintah Kota/ Kabupaten melakukan:(i) menyusun Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP), (ii) menyusun Rencana Kawasan Permukiman (RKP), (iii) menyusun Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) dan (iv) penetapan kawasan perumahan/permukiman kumuh di wilayahnya masing-masing. Untuk mencegah permukiman menjadi kumuh kembali, dilakukan pengelolaan setelah penanganan sehingga permukiman kumuh tidak mengalami penurunankualitas permukiman.

Sebagai Kota wisata, ternyata Bukittinggi tidak luput dari persoalan lokasi kumuh. Lokasi kumuh tersebut berada pada dua kelurahan, yakni Pakan Kurai dan Aur Tajungkang Tangah Sawah. Tetapi lokasi tersebut kemungkinan akan bertambah, melalui analisa dan review dokumen kebijakan terkait profil permukiman kumuh perkotaan yang dilakukan oleh Konsultan akan melakukan pengumpulan data beseline untuk menyusun dokumen

(4)

Kota Bukittinggi.

Dokumen ini, sangat penting untuk disusun dalam rangka mengetahui tentang kondisi permukiman layak di Bukittinggi dan program yang akan dilakukan dalam rangka mendukung target Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 100-0-100, yaitu 100 persen masyarakat terpenuhi akses air minumnya, 0 persen permukiman kumuh dan 100 persen masyarakat memiliki sanitasi yang layak sampai dengan tahun 2019.

Sementara itu, salah satu upaya penanggulangan masalah kawasan kumuh tersebut, Walikota Bukittinggi sudah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 188.45/82/2015 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Sanitasi Kota Bukittinggi Tahun Anggaran 2015 dan SK Kepala Bappeda Kota Bukittinggi Nomor 188.45/036/SK/Bappeda/V-2015 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Lembaga Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Bukittinggi tahun 2015.

Sebelumnya Wali Kota Bukittinggi juga sudah menetapkan lokasi dan peta sebaran lokasi lingkungan perumahan kumuh dan permukiman kumuh di Kota Bukittinggi dengan No. SK 188.45.300-2014 dimana terdapat 2 (dua) lokasi, di 1 (satu) Kecamatan, dengan luas total sebesar 30,6 Ha. Lokasi tersebut yakni Kelurahan Aur Tajungkang Tengah Sawah dengan luas 8,48 Ha, dan Kelurahan Pakan Kurai dengan luas 22,12 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut.

Tabel 1.1

Lokasi Lingkungan Kumuh dan Permukiman Kumuh di Kota Bukittinggi No. Nama Lokasi Kelurahan Kecamatan Luas

(Ha) Koordinat Tingkat Kekumuhan Lintang Bujur 1 Aur Tajungkang Tengah Sawah Aur Tajungkang Tengah Sawah Guguak Panjang 8,48 0018’ 28,779’’ LS 100022’ 23,353’’ BT Kumuh Berat

2 Pakan Kurai Pakan Kurai Guguak Panjang 22,12 0018’

14,135’’ LS 100022’ 35,204’’ BT Kumuh Berat

(5)

1.2.1 MAKSUD

Pelaksanaan pekerjaan ini dimaksudkan untuk menghasilkan dokumen rencana penyelenggaraan pembangunan kawasan permukiman perkotaan yang difokuskan pada pola pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan program dan kegiatan yang terpadu dan bersinergi yang pada gilirannya dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah Kota/ Kabupaten secara mandiri dan berkelanjutan.

1.2.2 TUJUAN

Tujuan pekerjaan penyusunan RP2KPKP ini adalah:

a. Memantapkan pemahaman pemerintah Kota/ Kabupaten tentang kebijakan dan strategi penanganan kawasan kumuh perkotaan dalam mencapai target zero Kumuh (100-0-100) pada tahun 2019,

b. Agar pemerintah Kota/ Kabupaten dapat sepenuhnya menjadi pemrakarsa utama dalam penyusunan RP2KPKP yang difokuskan pada penanganan permukiman kumuh perkotaan,

c. Agar pemerintah Kota/ Kabupaten punya komitmen tinggi serta konsisten didalam implementasi program dan kegiatan yang telah ditetapkan serta menjaga keberlanjutannya.

1.2.3 SASARAN

Sasaran pekerjaan penyusunan RP2KPKP ini adalah:

a. Tersedianya Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan sebagai acuan pelaksanaan penanganan kawasan kumuh perkotaan bagi seluruh pelaku (stakeholders) pelaksanaan penyelenggaran penanganan permukiman kumuh perkotaan yang menyeluruh, tuntas, dan berkelanjutan (konsep delivery system).

b. Tersedianya strategi penanganan kumuh secara spatial dan tipologi kawasan, indikasi program dan kegiatan penanganan kawasan kumuh perkotaan oleh

(6)

pengendalian pembangunan bersama selama jangka waktu berjalan (2015-2019).

c. Tersedianya Rencana Kegiatan Aksi Komunitas (community action plan) sebagai bentuk perkuatan kapasitas Pemerintah Kabupaten/Kota dan kelompok masyarakat (komunitas masyarakat/BKM/KSM/CBO’s) untuk dapat lebih aktif terlibat dalam menangani permukiman kumuh di lingkungannya. d. Tersedianya Dokumen Rencana Aksi (Action Plan) yang mengacu pada RP2KP

dan RPKPP, Peta Perencanaan skala 1:1000 dan 1:5000, Dokumentasi Visual dan Visualisasi 3 dimensi Dokumen Perencanaan, serta adopsi rencana penanganan kumuh kegiatan tahun pertama (2016) sebagai bagian dari RP2KPKP secara keseluruhan

1.3 RUANG LINGKUP PEKERJAAN

Dalam Kegiatan Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) Kota Bukittinggi, ruang lingkup pekerjaan ini dibagi menjadi dua, yaitu : (1) Ruang Lingkup Wilayah, dan (2) Ruang Lingkup kegiatan.

1.3.1 LINGKUP WILAYAH

Wilayah perencanaan dalamPenyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) Kota Bukittinggi adalah kawasan perkotaan yang disepakati oleh pemangku kepentingan berdasarkan hasil analisa, kajian teknis, proyeksi pengembangan berdasarkan kondisi aktual (eksisting) serta arah dan kebijakan Kabupaten yang ditetapkan dalam RTRW Kota Bukittinggi.

Lokasi Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh di Kota Bukittinggi meliputi sejumlah 2 (dua) lokasi, di 1 (satu) kecamatan, yakni Kelurahan Aur Tajungkang Tengah Sawah dan Pakan Kurai Kecamatan Guguak Panjang, dengan luas total sebesar 30,6 Ha.

(7)
(8)

Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK), lingkup Kegiatan dalam Kegiatan Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) Kota Bukittinggi dibagi 8 (delapan) tahap, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan kegiatan sebelum tim turun ke lapangan, meliputi: a. Melakukan diskusi untuk mendapatkan data sekunder serta pemahaman

terhadap maksud kegiatan dalam KAK ini.

b. Menyusun rencana kerja tim, termasuk pembagian peran tiap tenaga ahli dalam melibatkan partisipasi aktif kelompok swadaya masyarakat.

c. Menyusun desain survei mengenai penanganan permukiman kumuh perkotaan di Kabupaten/Kota.

d. Menyiapkan format-format kegiatan secara lengkap yang dapat mengakomodasi tahapan perencanaan dalam menunjang penyusunan profil kawasan mencakup fungsi dan deliniasi struktur ruang kawasan permukiman perkotaan dalam skala Kota dan kawasan yang disepakati.

e. Menyiapkan data profil kawasan kumuh dan dokumen pendukung lainnya yang mengacu kepada SK Penetapan kawasan kumuh perkotaan disertai detil data statistik yang diperlukan pada masing-masing indikator.

2. Tahap Survey

Tahap survei merupakan kegiatan mengumpulkan data, meliputi :

a. Melakukan studi literatur dan pendalaman terhadap teori, kebijakan, dan lesson learned, yang berkaitan dengan penanganan permukiman kumuh perkotaan di Kabupaten/Kota penyusun RP2KPKP.

b. Mengumpulkan data-data primer maupun sekunder terkait isu strategis, potensi, dan permasalahan mengenai penanganan permukiman kumuh perkotaan di Kabupaten/Kota yang mendapatkan bantuan.

c. Melibatkan partisipasi aktif Kelompok Swadaya Masyarakat dalam melakukan survei/pemetaan swadaya/survey kampung sendiri di permukiman kumuh dan pengisian format yang telah dilaksanakan pada tahap persiapan.

(9)

kumuh perkotaan jika sudah memiliki SK, deliniasi kawasan dan cakupan pelayanan infrastruktur pada lokasi permukiman kumuh tersebut. Jika belum memiliki SK maka membantu penyusunan SK Penetapan kawasan kumuh perkotaan yang sesuai dengan deliniasi kawasan dan cakupan pelayanan infrastruktur pada lokasi permukiman kumuh tersebut.

e. Mempertajam profil kawasan kumuh melalui survey kebutuhan yang detail (by name, by address) dengan pemetaan sebaran kebutuhan pelayanan infrastruktur menuruh indikator kekumuhan.

f. Melakukan wawancara semi-terstruktur dengan beberapa narasumber utama yang memiliki kompetensi yang terkait dengan penanganan permukiman kumuh perkotaan di Kabupaten/Kota.

g. Melakukan koordinasi dengan kelembagaan masyarakat setempat yang akan terlibat dalam proses penyelenggaraan pembangunan kawasan permukiman (fasilitator P2KKP bila ada/kelembagaan masyarakat lainnya).

h. Melakukan pengukuran lapangan lengkap atas kondisi batas lahan pembangunan, kondisi landsekap, kondisi topografi dan keteknikan lainnya yang berpengaruh terhadap penyusunan desain kawasan dan DED untuk pelaksanaan fisik.

3. Tahap kajian

Tahap kajian merupakan kegiatan telaahan data primer dan sekunder, meliputi: a. Melakukan analisis dan pemetaan terhadap isu strategis kawasan, potensi,

permasalahan dan tantangan dalam kaitannya dengan pembangunan permukiman perkotaan.

b. Melakukan overview terhadap dokumen-dokumen perencanaan dan pengaturan/studi yang terkait seperti Rencana Tata Ruang, SPPIP, RPKPP dan RP2KP, Perencanaan Teknis Sektoral dalam lingkup kegiatan ke-Cipta Karya-an, kebijakan daerah dalam penanganan kumuh serta SK Bupati/WaliKota tentang Kawasan Kumuh Kabupaten/Kota sebagai acuan dalam kajian penyusunan Rencana Kawasan Permukiman (RKP).

(10)

permukiman di Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan Rencana Kawasan Permukiman (RKP) Kabupaten/Kota.

d. Melakukan kajian terhadap konsep, strategi penanganan permukiman kumuh di kawasan terpilih, keterkaitan antar kawasan, serta penetapan sasaran output dan outcome.

e. Melakukan analisis yang melibatkan partisipasi aktif Kelompok Swadaya Masyarakat dalam merumuskan metode penanganan permukiman kumuh perkotaan yang paling tepat dan implementatif sesuai dengan kebutuhan sektor keterpaduan pelaksanaan program, serta dampak yang ditimbulkan dari dilaksanakannya/indikasi implementasi program penanganan kumuh.

f. Melakukan penetapan kawasan kumuh prioritas berdasarkan kriteria, indikator, parameter serta pembobotan sesuai denganbuku panduan.

g. Penyusunan Pra-Desain Kawasan, meliputi: Masterplan kawasan perencanaan, konsep rancangan dan detail desain, pra-rancangan arsitektur, pra-rancangan penghijauan dan tata ruang luar, pra-rancangan struktur, pra-rancangan sistem mekanikal dan elektrikal, denah, tampak, potongan, jaringan utilitas dan rencana perhitungan konstruksi /Sipil untuk fasilitas prioritas.

h. Melakukan analisa dan pendampingan terhadap kebijakan pemerintah Kota/ Kabupaten terkait penanganan kumuh (ditunjang data spasial, numerik/statistik, dan kondisi sosial, ekonomi, fisik lapangan).

4. Tahap Focus Group Discussion (FGD)

Tahap FGD dilakukan untuk meningkatkan kapasitas dan perkuatan Kelompok Swadaya Masyarakat dan Tim Teknis Pemerintah Kabupaten/Kota berkaitan dengan kegiatan Perencanaan Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan Perkotaan meliputi :

a. Pelaksanaan FGD dilakukan minimal 3 (tiga) kali selama masa pelaksanaan kegiatan ini.

b. FGD diadakan untuk memberikan pemahaman yang berkaitan dengan kebijakan, penetapan kawasan prioritas kumuh, kesadaran terhadap

(11)

penanganan permukiman kumuh, penyusunan kertas kerja kelompok swadaya masyarakat, dan metode dokumentasi kegiatan.

c. Dilaksanakan untuk mencapai kesepakatan lintas pemangku kepentingan terhadap strategi dan indikasi program/ kegiatan penanganan kumuh di awasan-kawasan prioritas.

5. Tahap Perumusan

Tahapan perumusan merupakan kegiatan penyusunan dokumen perencanaan, meliputi:

a. Menyusun Rencana Kegiatan Pembangunan sektor ke-Cipta Karya-an berupa: 1) Strategi operasional penanganan kumuh perkotaan hingga 0% (melalui

pola pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman)

2) Kajian konsep dan merumuskan strategi teknis penanganan kumuh dari aspek sosial, ekonomi dan analisa pembiayaan melalui analisa potensi peningkatan kualitas kawasan.

3) Konsep penanganan permukiman kumuh secara tematik berdasarkan kondisi kawasan, analisis keterkaitan antar kawasan, dan pola penanganan pemukiman kumuh.

4) Skenario pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman dalam upaya mengurangi luasan kumuh Kabupaten/Kota.

5) Strategi dan memorandum program keterpaduan sektor ke-Cipta Karya-an dalam penanganan kawasan pemukiman kumuh perkotaan disesuaikan dengan konsep penanganan.

6) Kesinambungan antara rencana pemerintah dan Rencana Aksi Komunitas (Community Action Plan/CAP) yang merupakan rencana kebutuhan peningkatan kualitas dalam penanganan kawasan permukiman pada skala lingkungan.

7) Indikasi program investasi dan pembiayaan lintas pemangku kepentingan dalam pencapaian kumuh 0% hingga 2019.

(12)

1:1000 untuk jangka waktu tahun 2015-2019.

10) Desain Kawasan permukiman kumuh pada kawasan prioritas.

b. Menyusun Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan Kumuh Tingkat Masyarakat (Perencanaan Partisipatif), berupa: 1) Susunan kelembagaan masyarakat sesuai kesepakatan pembentukan

kelembagaan.

2) Rumusan prioritas kebutuhan berdasarkan pemberdayaan masyarakat dengan metode yang paling tepat dan implementatif bagi masyarakat. 3) Rencana Kerja Masyarakat dalam skala lingkungan.

6. Tahap Penyusunan Desain Teknis

Tahap penyusunan detail desain dilaksanakan melalui:

a. Penyusunan peta rinci kawasan/site plan dengan tingkat kedetailan peta yang cukup untuk menjelaskan detil konsep penanganan dan perencanaan infrastruktur kawasan.

b. Pengambilan dokumentasi foto udara/film visual (air view) yang dapat menggambarkan kondisi kawasan serta foto kondisi eksisting yang disandingkan/digabungkan dengan desain rencana penanganan (visualisasi). c. Rencana rinci pola penanganan kawasan pemukiman kumuh perkotaan

(pencegahan/pemugaran/ peremajaan/ pemukiman kembali) beserta strategi keterpaduan sektor ke-Cipta Karya-an.

d. Daftar rencana komponen infrastruktur yang dibutuhkan untuk penanganan permukiman kumuh untuk jangka waktu tahun 2015-2019.

e. Tata cara pengendalian tahapan pelaksanaan dan pembiayaan tiap tahun. f. Peta Perencanaan Penanganan Permukiman kumuh skala 1:5000 dan 1:1000

untuk jangka waktu tahun 2015-2019.

g. Pengukuran dan survey investigasi terhadap kondisi lapangan dan perencanaan komponen infrastruktur dalam upaya meningkatkan kualitas kawasan permukiman.

(13)

kawasan prioritas (dilengkapi gambar, RAB, dan RKS); gambar disajikan secara detail dalam skala 1:50, 1:20 dan 1:10.

i. Penyusunan Desain Kawasan, meliputi: Masterplan kawasan perencanaan, konsep rancangan dan detail desain, rancangan arsitektur, rancangan penghijauan dan tata ruang luar, rancangan struktur,rancangan sistem mekanikal dan elektrikal, denah, tampak, potongan, jaringan utilitas dan rencana perhitungan konstruksi /Sipil untuk fasilitas prioritas.

j. Memastikan readiness criteria (kepastian lahan, desain, kondisi fisik, kondisi sosial, kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah Kota/ Kabupaten, dsb) terpenuhi dan dapat ditindaklanjuti dalam waktu dekat.

7. Tahap Pembahasan Pleno

Tahap Pembahasan Pleno merupakan upaya pendampingan dari pemerintah Pusat (Kementerian PUPR) untuk memastikan kualitas proses dan substansi yang telah dan dalam proses penyusunan sesuai dengan metodologi pelaksanaan. Tim Tenaga Ahli bersama dengan Tim Teknis Pemeritah Kabupaten/Kota akan memberikan pelaporan kemajuan pencapaian kegiatan maupun hasil kesepakatan di daerah dalam penyusunan pekerjaan ini.

8. Tahap Penyusunan Laporan

Tahap penyusunan laporan merupakan kegiatan penyusunan laporan mulai dari laporan pendahuluan, antara, dan akhir, meliputi :

a. Laporan hasil diskusi pembahasan dalam tahapan kegiatan penyusunan Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Laporan Draft Akhir dan Laporan Akhir dengan melibatkan berbagai instansi terkait.

b. Masing-masing tahapan dalam penyusunan laporan dengan gambaran hasil rumusan dan analisis data/informasi yang diperoleh dari pelaksanan survei, FGD, dan masukan serta saran dalam pembahasan laporan bersama Tim Teknis dan pihak terkait lainnya.

c. Merumuskan kesimpulan sebagai landasan dari finalisasi Dokumen Profil Perencanaan Kawasan Kumuh Perkotaan dan DED permukiman kumuh.

(14)

komponen infrastruktur yang akan dilaksanakan di tahun selanjutnya.

e. Profil update terkait hasil survey dan investigasi terhadap kondisi eksisting permukiman kumuh (by name by address) beserta dokumentasi dan analisa isu strategis, potensi, permasalahan dan tantangan dalam penanganan permukiman kumuh.

f. Matriks strategi operasional, program, dan indikasi kegiatan serta indikasi biaya dan peran stakeholders dalam pencapaian Kota/ Kabupaten bebas kumuh sesuai targetnya.

1.4 KELUARAN DAN LAPORAN 1.4.1 KELUARAN

Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan pekerjaanini adalah:

a. Dokumen Perencanaan Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan yang berisikan strategi penanganan kumuh secara spatial dan tipologi kawasan, indikasi program dan kegiatan penanganan kawasan kumuh perkotaan oleh seluruh pelaku,strategi pendanaan/investasi dan nota kesepakatan bersama bagi semua pelakudalam pengendalian pembangunan bersama selama jangka waktu berjalan (2015-2019).

b. Dokumen Rencana Aksi Penanganan Permukiman Kumuh (Action Plan) yang mengacu pada RP2KP/ SPPIP dan RPKPP, termasuk Rencana Aksi Komunitas (community action plan).

c. Dokumen SK Penetapan Kawasan Kumuh Perkotaan update disertai dengan detail profil dan basis data informasi (file shp) yang sesuai dengan pedoman. d. Berita acara kesepakatan tiap tahapan penyusunan RP2KPKP.

e. Dokumentasi kondisi eksisting berupa foto/ film udara (aerial view/Drone). f. Masterplan/ Desain umum penanganan kawasan beserta jadwal, skenario

pelaksanaan dan rumusan tahapan kegiatan.

g. Berita Acara hasil kesepakatan/ Memorandum program dan kegiatan antarpemangku kepentingan penanganan kumuh.

(15)

3 dimensi Dokumen Perencanaan (film, Clip/dokumenter).

i. Dokumentasi kertas kerja proses kegiatan KSM/BKM bersama Tenaga Ahli dan TimTeknis Kabupaten/Kota yang merupakan Rencana Aksi Komunitas (Community Action Plan/CAP) sebagai perwujudan rencana kebutuhan peningkatan kualitas dalam penanganan kawasan permukiman pada skala lingkungan.

j. Dokumen Desain Kawasan yang meliputi: Masterplan kawasan perencanaan, denah, tampak, potongan, jaringan utilitas dan rencana perhitungan konstruksi/Sipil untuk fasilitas prioritas yang akan disusun, meliputi :

• Analisis tapak dan kawasan sekitar lokasi kegiatan. Analisis element, ornament, vegetasi lokal dan hal-hal lain yang diperlukan dalam menyusun masterplan.

• Membuat konsep Desain Kawasan.

• Membuat konsep-konsep rancangan dan detil desain dengan melibatkan masukan dan pendapat seluruh stakeholder.

• Rancangan dan detail arsitektur.

• Rancangan dan detail struktur, beserta uraian konsep dan perhitungannya. • Rancangan dan detail penghijauan dan tata bangunan serta ruang luar

bangunan.

• Rancangan dan detail utilitas bangunan dan lingkungan, mekanikal elektrikal, beserta uraian konsep dan perhitungan kontruksi.

• Gambar kerja lengkap yang akan dikerjakan meliputi: Gambar dan detail arsitektur, gambar dan detail struktur, gambar dan detail utilitas, gambar dan detail elemen kawasan seperti lansekap, dan atau kegiatan terkait lainnya

• Spesifikasi bahan/material yang akan didetailkan dari Pra-Rancangan yang sudah ada.

• Perhitungan biaya pembangunan lengkap dengan bill of quantity (BQ) dan harga satuan pekerjaan (berdasarkan HSBGN setempat).

(16)

• Gambar pelaksanaan termasuk rancangan detail (dokumen pelelangan). • Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)

k. DED Penataan kawasan permukiman dengan desain/ rancangan rinci tiap komponen infrastruktur (1:200, 1:100, 1:50, 1:10), spesifikasi teknis serta RAB untuk kegiatan yang siap dilelangkan pada tahun pertama.

l. Dokumen lelang:

• Rencana Anggaran Biaya (RAB/EE) • Rincian Volume Pekerjaan (BQ) • Rencana Kerja dan syarat-syarat (RKS)

• Dokumen persyaratan umum dan dokumen persyaratan administrasi

1.4.2 LAPORAN DAN SISTEM PEMBAHASAN

Laporan yang diserahkan kepada Pemberi Tugas adalah:

1. Laporan Pendahuluan, diserahkan pada akhir bulan pertama dari masa pelaksanaan pekerjaan sebanyak 3 (tiga) eksemplar. Isi dari laporan ini adalah uraian ringkas mengenai kerangka pikir, rencana kerja, juga dimasukkan metodologi serta pendekatan teknis pelaksanaan pekerjaan, mobilisasi tenaga ahli dan jadwal penyelesaian pekerjaan.

Pada tahap laporan pendahuluan ini akan dilakukan diskusi pembahasan bersama tim teknis dengan mengundang beberapa pihak lain yang terkait dan diharapkan dapat diperoleh satu kesepakatan mengenai sasaran serta pola kerja yang akan dituju. Hasil diskusi dituangkan dalam bentuk satu berita acara dan dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan berikutnya. Penyerahan finalisasi dokumen laporan pendahuluan kepada Pemberi Tugas dilakukan segera setelah memasukkan hasil kesepakatan diskusi pembahasan tersebut kedalam laporan. 2. Laporan Antara, dibuat sebanyak 3 (tiga) eksemplar dan diserahkan 2,5 (dua

setengah) bulan atau 75 hari setelah penerbitan SPMK. Laporan ini berisikan kemajuan pelaksanaan pekerjaan yang mencakup hasil kompilasi data yang telah didapatkan dari pelaksanaan survei lapangan, hasil analisis sesuai dengan tujuan dan sasaran pekerjaan, rumusan rencana aksi program dan kegiatan serta draft

(17)

Kumuh Perkotaan dan DED penanganan kawasan permukiman.

Pada tahap laporan antara ini akan dilakukan diskusi pembahasan bersama tim teknis dengan mengundang beberapa pihak lain yang terkait dan diharapkan dapat diperoleh satu kesepakatan mengenai hasil kompilasidan analisis data. Hasil diskusi dituangkan dalam bentuk satu berita acara dan dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan berikutnya. Penyerahan finalisasi dokumen laporan antarakepada Pemberi Tugasdilakukan segera setelah memasukkan hasil kesepakatan diskusi pembahasan tersebut kedalam laporan.

3. Laporan Draft Akhir, berisikan informasi lengkap mengenai pelaksanaan cakupan hasil kajian termasuk rekomendasi awal dari pelaksanaan kegiatan untuk pembahasan lebih lanjut dengan pihak pemberi tugas. Informasi/data-data pendukung dari pelaksanaan kegiatan dapat merupakan lampiran dari Laporan utama. Laporan Draft Final harus diserahkan selambat-lambatnya 5 (lima) bulan sejak SPMK diterbitkan sebanyak sebanyak sebanyak 3 (tiga) buku laporan. 4. Laporan Akhir, berisikan bentuk akhir dari keseluruhan rangkaian pelaksanaan

pekerjaan. Laporan ini dibuat sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar dan diserahkan pada akhir pelaksanaan pekerjaan.

Pada tahap laporan akhir ini akan dilakukan diskusi pembahasan bersama tim teknis dengan mengundang beberapa pihak lain yang terkait untuk memperoleh masukan lain/tambahan untuk penyempurnaan hasil akhir dari pelaksanaan pekerjaan ini, sehingga dapat diperoleh satu kesimpulan yang mampu menampung banyak kepentingan terkait. Penyerahan finalisasi dokumen laporan akhir kepada Pemberi Tugasdilakukan segera setelah memasukkan hasil kesepakatan diskusi pembahasan tersebut kedalam laporan.

5. Profil Summary dan rencana aksi kawasan permukiman, sebanyak 10 eksemplar dan diserahkan setelah laporan akhir disetujui tim teknis. Dokumen ini merupakan dokumen khusus yang berisikan tampilan umum hasil kajian, analisa dan kesepatan strategi, program dan kegiatan penanganan kumuh kawasan

(18)

terhadap masyarakat. 6. Album Peta

7. Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh

Perkotaan, Desain kawasan dan DED Penanganan kawasan permukiman,

sebanyak 10 eksemplar dan diserahkan pada akhir pelaksanaan pekerjaan. Dokumen ini merupakan dokumen khusus yang berisikan hasil kajian akademis dan kerangka materi pengaturan yang terkait dengan kegiatan.

8. Dokumen Community Action Plan / Rencana Aksi Masyarakat

9. Dokumen visual (video kondisi eksisting, video drone, 3D visual perencanaan) Seluruh data dan laporan termasuk Buku Dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan dan DED Aksi Komunitas dimuat kedalam CD sebanyak 10 (sepuluh) buah diserahkan bersamaan dengan penyerahan Laporan Akhir.

1.5 DASAR HUKUM PELAKSANAAN PENYUSUNAN RP2KPKP Kota BUKITTINGGI

Dasar hukum dalam penyusunan RP2KPKP Kota Bukittinggi ini antara lain : 1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

2. Undang-undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;

3. Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

4. Permen PUPR No. 2/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh;

5. Permen PU No. 1/PRT/M/2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

1.6 JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Untuk menyelesaikan pekerjaan ini dibutuhkan waktu 6 (enam) bulan sejak PMK ditandatangani dan dilaksanakan dengan cara kontraktual.

(19)

BUKITTINGGI

Penyelenggaraan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) Kota Bukittinggi tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pengembangan dan pembangunan Kabupaten/Kota secara keseluruhan. Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, tiap Kabupaten/Kota diamanatkan memiliki dokumen perencanaan pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang kemudian diterjemahkan dalam rencana 5 (lima) tahunan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Selain itu dari sisi ruang, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan tiap Kabupaten/Kota memiliki dokumen rencana tata ruang yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota berikut dengan rencana rincinya. Dokumen sektoral Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan SPPIP) yang merupakan terjemahan, paduan dan integrasi dua kelompok dokumen pilar pembangunan di Indonesia terkait permukiman dan infrastruktur dan Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) yang merupakan dokumen teknis penanganan kawasan permukiman prioritas pembangunan di suatu Kabupaten/Kota.

Dalam Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang pembagian kewenangan pusat dan daerah mengamanatkan bahwa untuk mewujudkan masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak, terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan terdapat pembagian kewenangan untuk pemerintah pusat, provinsi maupun daerah. Dalam hal penyedian perumahan pemerintah pusat mempunyai kewenangan untuk menyediakan rumah bagi MBR, korban bencana nasional serta fasilitasi penyediaan rumah bagi masyarakat yang terkena dampak program pemerintah pusat. Untuk kewenangan pemerintah propinsi dalam hal penyediaan rumah hanya pada kasus bencana provinsi serta fasilitasi penyediaan rumah bagi masyarakat yang terkena dampak program pemerintah provinsi. Sedangkan pemerintah daerah berwenang dalam penerbitan izin pembangunan dan pengembangan perumahan, serta

(20)

bagi masyarakat yang terkena dampak program pemerintah Kabupaten/Kota.

Kaitannya dengan penanganan dan pencegahan permukiman kumuh di Indonesia berdasarkan penjelasan yang tertuang dalam UU no 23 Tahun 2014 tersebut dijabarkan pembagian kewenangan pemerintah pusat, provinsi serta Kabupaten/Kota. Untuk menangani perumahan dan kawasan permukiman kumuh pemerintah pusat hanya akan menangani penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 15 Ha atau lebih, untuk pemerintah provinsi penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 10 (sepuluh) Ha sampai dengan di bawah 15 (lima belas) Ha, dan untuk pemerintah daerah Kabupaten/Kota berwenang melakukan Penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas di bawah 10 (sepuluh) Ha serta melakukan pencegahan perumahan dan kawasan permukiman kumuh pada Daerah Kabupaten/Kota.

Untuk menunjang pembangunan bidang permukiman di kawasan perkotaan, berdasarkan Pasal 15 huruf c, dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pemerintah Kabupaten/Kota perlu menyusun dan memiliki rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman. Rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman ini merupakan penjabaran dari arahan rencana pola ruang kawasan permukiman yang tertuang di dalam RTRW Kabupaten/Kota, yang di dalamnya mengatur perencanaan untuk 2 (dua) l ingkup substansi, yaitu perumahan dan kawasan permukiman.

UU No.1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman mengamanahkan bahwa Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak, terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Dalam mewujudkan fungsi permukiman, pencegahan dan peningkatan kualitas terha dap permukiman kumuh dilakukan guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni serta menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman berdasarkan pada kepastian bermukim dan menjamin hak

(21)

tersebut, pemerintah berkomitmen untuk mengentaskan permukiman kumuh dengan target 0 % kumuh hingga tahun 2019, sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Langkah awal penanganan permukiman kumuh untuk mencapai target 0% kumuh ini sudah dimulai sejak tahun 2014 oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat cq Ditjen Cipta Karya melalui penyusunan Road Map penanganan kumuh dan pemutakhiran data kumuh yang dilaksanakan secara koordinatif dengan kementerian/lembaga terkait serta dengan pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

Selanjutnya untuk menunjang pembangunan bidang permukiman khusunya dalam penanganan dan pencegahaan kawasan permukiman kumuh sesuai amanah UU No.1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, pemerintah Kabupaten/Kota perlu menyusun dan memiliki rencana aksi penanganan dan pencegahan permukiman kumuh. Untuk mewujudkan rencana aksi aksi penanganan dan pencegahan permukiman kumuh tersebut diperlukan skenario, konsep dan strategi penaganan yang akan diisi oleh substansi RP2KPKP.

RP2KPKP yang menjabarkan kebijakan makro terkait pencegahan perkembangan permukiman kumuh Kabupaten/Kota serta konsep penanganan kawasan permukiman kumuh prioritas, dalam implementasinya akan menjadi acuan bagi penyusunan strategi sector dan rencana induk system komponen-komponen pembentuk permukiman.

Dalam konteks pembangunan permukiman, strategi sektor dan RIS yang telah disusun secara sistematis dan sinergi ini nantinya akan menjadi masukan dalam proses penyusunan memorandum program yang selanjutnya akan diterjemahkan kedalam desain teknis.

(22)
(23)

Sistematika penulisan dalam Laporan Akhir dari RP2KPKP Kota Bukittinggi ini meliputi :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang, maksud, tujuan, dan sasaran, ruang lingkup wilayah dan kegiatan, keluaran dan laporan, jadwal pelaksanaan kegiatan, kedudukan RP2KPKP Kota Bukittinggi dan sistematika pembahasan laporan.

BAB II

KAJIAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN KOTA BUKITTINGGI Pada bagian ini mencerminkan karakter dan kekhasan penanganan

kawasan kumuh di Kota Bukittinggi yang telah di overview. Rumusan bagian ini lebih menggambarkan dan memaparkan secara jelas rumusan kebijakan penanganan kumuh perkotaan.

BAB III PROFIL PERMUKIMAN KUMUH KOTA BUKITTINGGI

Pada bagian ini berisi gambaran mengenai profil permukiman kumuh yang telah dilakukan sinkronisasi dan verifikasi bersama stakeholder terkait.

BAB IV IDENTIFIKASI KEKUMUHAN DAN KEBUTUHAN PENANGANAN

Bab ini akan menjelaskan proses penilaian tingkat kekumuhan dan skala prioritas penanganan sebagai perumusan kebutuhan penanganan sehingga dapat diketahui kontribusi program penanganan permukiman kumuh sesuai cakupannya.

BAB V

KONSEP DAN SRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS

PERMUKIMAN KUMUH KOTA BUKITTINGGI

Pada bab ini akan menjelaskan alur dan arah penyusunan RP2KPKP Kota Bukittinggi sebagai suatu strategi pencapaian pada akhirnya berupa Kota bebas kumuh.

(24)

Bagian ini menjelaskan turunan dari konsep dan strategi penanganan kumuh Kota serta hasil penyusunan dokumen-dokumen memorandum program.

BAB VII

RENCANA AKSI PROGRAM PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH

PERKOTAAN KOTA BUKITTINGGI

Merupakan bagian yang akan memuat Dokumen Rencana Aksi Program Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan (Memorandum Program) berupa Rencana Program dan Investasi pada lingkup penanganan skala lingkungan, kawasan, dan Kota secara bersama oleh stakeholders.

BAB VIII

RENCANA DETAIL KONSEP DESAIN KAWASAN PENANGANAN PRIORITAS

Merupakan rencana teknis rinci/gambar kerja (detailed engineering

design/DED) disertai dengan analisa harga satuan, RAB, dan RKS untuk komponen infrastruktur pembangunan tahap 1 yang telah disepakati.

(25)

2.1 ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN PERMUKIMAN PERKOTAAN KOTA BUKITTINGGI

Ruang perkotaan Bukittinggi saat ini sudah lebih luas dari wilayah administrasi Kota Bukittinggi semula. Kondisi ini disebabkan adanya perkembangan kegiatan perkotaan yang berkembang secara ribbon development pada ruas jalan utama regional yang berasal dari dan menuju ke Kota Bukittinggi. Pasca terjadi bencana longsor Maret tahun 2007 yang lalu akan cukup banyak berpengaruh terhadap struktur ruang Kota Bukittinggi, terutama terkait dengan pergeseran fungsi pemanfaatan lahan pada daerah-daerah kritis yang muncul setelah kejadian tersebut.

Berdasarkan daerah terbangunnya, bentuk Kota Bukittinggi mencerminkan pola konsentrik, hal tersebut dipengaruhi oleh letak geografis kota yang berada di tepi Ngarai Sianok. Keberadaan Ngarai Sianok membatasi perkembangan kota ke arah Barat dan sebagian arah utara. Sistem jaringan regional yang melintasi Kota Bukittinggi ikut membentuk po!a ruang kota. Kota Bukittinggi merupakan titik perternuan antara jalan Bukittinggi-Medan; Bukittinggi-Pekanbaru, Bukittinggi-Jambi, dan Bukittinggi-Lubuk Basung. Jalan utama kota yaitu Jl. Veteran ke arah Utara dan Jl. Sudirman ke arah Selatan yang berpotongan di pusat kota.

Struktur ruang Kota Bukittinggi eksisting sebagian besar terbentuk dari kegiatan-kegiatan yang bersifat perkotaan dan sebagian kecil bersifat perdesaan yang merupakan lahan-lahan pertanian serta kegiatan kepariwisataan. Kegiatan perkotaan yang mempunyai jangkauan pelayanan wilayah (regional) berupa fasilitas perdagangan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan dan fasilitas perkantoran/pemerintahan,

BAB 2

KAJIAN KEBIJAKAN

PEMBANGUNAN

PERMUKIMAN

PERKOTAAN

(26)

(hotel berbintang), gedung konferensi, pelayanan jasa kepariwisataan yang mengkaitkan objek-objek wisata baik yang berada di dalam kota ataupun yang terletak di luar kota dan daerah lain di Provinsi Sumatera Barat.

Komponen ruang kota yang bersifat pedesaan berupa lahan-lahan pertanian tanaman pangan sawah dan kebun lahan kering terdapat lebih banyak di wilayah hinterland kota dengan hasil produksi yang dipasarkan ke Provinsi Riau,Jambi, dan wilayah Sumatera Barat. Daerah pertanian ini tersebar di bagian timur dan tenggara wilavah kota, terutama di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dan Aur Birugo Tigo Baleh dan lebih luas di Bukittinggi Utara, Bukittinggi Timur, dan Bukittinggi Selatan dalam wilayah hinterland kota.

Dari pengamatan fisik dapat diindikasikan struktur ruang kota dalam kategori komponen kegiatan fungsional kota:

a. Kawasan Pusat kota yang merupakan konsentrasi kegiatan perdagangan, pemerintahan dan perkantoran, pelayanan kegiatan sosial dan pariwisata dengan lingkup pelayanan nasional, regional wilayah kota dan daerah pinggiran. Kegiatan ini berada di Kelurahan Benteng Pasar Atas, Aur Tajungkang Tengah Sawah, Kayu Kubu, Bukit Cangang Kayu Ramang, Tarok Dipo, Belakang Balok, Birugo, serta Aur Kuning.

b. Kawasan pariwisata dan kegiatan pendukungnya yaitu sepanjang Ngarai Sanok, dari Panorama Lama sampai ke Panorama Baru dan Benteng.

c. Kawasan perumahan yang menyebar dengan intensitas yang semakin tinggi ke arah pusat kota. Bagian Timur dan tenggara kota merupakan daerah perkembangan permukiman yang antara lain di Kelurahan Birugo, Aur Kuning, Kubu Tanjung, Ladang Cakiah, Parit Antang, dan Koto Selayan.

d. Kawasan Pertanian yang berkembang pada kawasan Timur dan Tenggara kota yang besaran lahannya semakin menyusut karena beralih fungsi menjadi lahan permukiman.

Kebijakan strategi serta pertimbangan gambaran wilayah masing-masing akan mengeluarkan isu strategis dari berbagai sudut pandang sehingga akan membentuk isu

(27)

permukiman kumuh perkotaan. Selanjutnya dengan mempertimbangkan arahan pengembangan wilayah dan gagasan masa depan, rumusan strategis besar tersebut akan memberikan kesimpulan terhadap kebutuhan penanganan yang realistis untuk diwujudkan dalam kurun waktu tertentu, sehingga dapat menjawab permasalahan permukiman dan infrastruktur perkotaan dan menjadi dasar bagi perumusan tujuan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan. Rumusan isu strategis besar serta kebutuhan penanganannya yang menjadi dasar bagi perumusan tujuan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan di Kota Bukittinggi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1

Isu-Isu Strategis Skala Kota Bukittinggi NO ISU STRATEGIS SKALA

KOTA/PERKOTAAN LOKASI KEBIJAKAN PENANGANAN

1 Terdapatnya kawasan permukiman padat dan tidak teratur di pusat kota padat

Area sekitar pasar, di Kelurahan Aur Tajungkang Tengah Sawah dan Kelurahan Aur Kuning.

➢ Pengendalian dan Penertiban Kawasan Permukiman padat

2 Kualitas bangunan rendah/tidak layak dan rendahnya pelayanan infrastruktur

• Kel. Benteng Pasar Atas • Kel. Tembok

• Kel. Pakan Kurai • Kel. ATT Sawah • Kel. Tarek Dipo • Kel. Campago Ipuah

➢ Bedah rumah untuk rumah tidak layak huni

3 Banyak muncul kelompok-kelompok permukiman baru yang belum terintegrasi dan belum didukung pelayanan infrastruktur yang memadai dan terpadu

Kelurahan-kelurahan yang berada di sebelah timur yang diperuntukan permukiman

➢ Peningkatan Kualitas Layanan Infrastruktur Permukiman (penyediaan sumur resapan, peningkatan kuantitas dan kualitas jaringan drainase, pembangunan IPAL, dll) 4 Terdapatnya permukiman

pada kawasan sempadan sungai

Kelurahan yang dilewati sungai Membatasi perkembangan permukiman di wilayah sempadan sungai

5 Terdapatnya permukiman pada kawasan sempadan rel kereta api

Kelurahan yang dilewati rel kereta api

Membatasi perkembangan

permukiman di wilayah sempadan rel kereta api

6 Terdapatnya permukiman di daerah rawan genangan

• Permukiman di sekitar Tabek Tuhua, Bukit Cangang, pasar Bawah, Tugu Adipura, Simpang anak ai, simpang hotel pusako,

Membatasi perkembangan permukiman di wilayah rawan genangan

(28)

KOTA/PERKOTAAN

Simpang Limau Jalan, Depan DA Mulya, Jembatan Besi, Simpang Tarok, Depan Heller, Jalan Sumua.

Guguk Panjang masalah utama adalah Drainase: Simpang Sutan Sahrir SMP2, Simpang Pasar Banto (BTC), Pakan Kurai Gunung Tanjung Bandar Malang, 7 Terdapatnya permukiman di

daerah rawan bencana gempa bumi

Kel. Puhun Pintu Kabun, Bukit Api Puhun, Kayu Kubu dll

Membatasi perkembangan

permukiman di wilayah rawan gempa bumi

8. Kota Bukittinggi mempunyai peran skala lokal maupun regional sekaligus nasional.

Kota Bukittinggi Menetapkan fungsi utama/primer perkotaan Bukittinggi ditetapkan sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa dan pusat kegiatan

pariwisata. 9 Penyediaan fasilitas dan

prasarana dasar seperti air bersih, persampahan, listrik masih memusat pada penyediaan fasilitas dan prasarana di pusat kota sehingga cenderung tidak terdistribusi sempurna

Kota Bukittinggi Peningkatan pelayanan fasilitas dan prasarana dasar diseluruh wilayah dan pada pengembangan

permukiman baru

(29)

GAMBAR 2.1

(30)

Perkotaan Kota Bukittinggi

NO SEKTOR ISU KEBUTUHAN PENANGANAN

1 Permukiman Peningkatan Kualitas dan kuantitas permukiman (Tengah Sawah, Sapiran, Aur kuning) dan kluster 1,2,3,4,5,6, dan 7

Meningkatkan Kualitas permukiman yang sudah ada dan Kuantitas Permukiman Baru.

2 Air Minum Optimalisasi dan Peningkatan kualitas dan kuantitas Air Minum (seluruh Kota Bukittinggi)

Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Jaringan SPAM

Penambahan sumber air baku

Pemantapan Kelembagaan PDAM Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan PDAM

3 Persampahan Masih rendahnya pemahan dan pelaksanaan konsep 3 R di

masyarakat (seluruh Kawasan Kota Bukittinggi)

Meningkatkan Kesadaran Masyarakat dalam pengelolaan persampahan

Penutupan TPA Panorama Baru (Panorama Baru)

Menutup TPA Panorama Baru dan Merencanaan Fungsi Kawasan pasca TPA

Pembangunan TPA Regional (alternaif 1) (Kab. Agam) Kerjasama Pemanfaatan TPA

Regional (Alternatif 2) (Payakumbuh)

Membangun TPA Regional dengan kerjasama pemanfaatan TPA

Sarana dan Prasarana Persampahan (Kota Bukittinggi)

Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Prasarana dan Sarana Persampahan 4 Air Limbah Peningkatan kualitas lingkungan

permukiman menjadi lingkungan bersih, sehat dan ramah lingkungan dengan penataan sektor air limbah

Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman

5 Drainase Genangan air/banjir (tersebar di seluruh Kota Bukittinggi)

Meningkatkan kualitas dan kuantitas jaringan drainase

6 PBL Penataan Bangunan dan Lingkungan (tersebar di Kota Bukitinggi)

Melakukan Penataan Bangunan dan Lingkungan secara benar dan profesional

7 Jalan Lingkungan Peningkatan Kualitas Jalan Lingkungan dan Pembangunan jaringan jalan baru akan

mengembangkan permukiman baru

Meningkatkan kualitas dan kuantitas jalan lingkungan

(31)

BANGUNAN GEDUNG

Penyelenggaraan Bangunan Gedung di Kota Bukittinggi diatur dalam Perda No. 1 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung, dimana Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, serta untuk mewujudkan bangunan gedung yang andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik dari pemanfaatan ruang yang karenanya setiap penyelenggaraan bangunan gedung harus berlandaskan pada pengaturan penataan ruang. Untuk menjamin kepastian hukum dan ketertiban penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

Gambar 2.2

Subtansi Ketentuan Bangunan Gedung

(32)

Sumber: Perda No. 1 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Kota Bukittinggi

Peraturan daerah ini berisi ketentuan yang mengatur berbagai aspek penyelenggaraan bangunan gedung meliputi aspek fungsi bangunan gedung, aspek persyaratan bangunan gedung, aspek hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung dalam tahapan penyelenggaraan bangunan gedung, aspek peran masyarakat, aspek pembinaan oleh pemerintah, aspek sanksi, aspek ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Peraturan daerah ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung yang berlandaskan pada ketentuan di bidang penataan ruang, tertib secara administratif dan teknis, terwujudnya bangunan gedung yang fungsional, andal, yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bagi pengguna, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.

Pengaturan fungsi bangunan gedung dalam Peraturan Daerah ini dimaksudkan agar bangunan gedung yang didirikan dari awal telah ditetapkan fungsinya sehingga masyarakat yang akan mendirikan bangunan gedung dapat memenuhi persyaratan baik administratif maupun teknis bangunan gedungnya dengan efektif dan efisien, sehingga

Perda tentang RTRW Kabupaten/Kota Perda tentang RDTR Kawasan Perkotaan Perbup/wal tentang RTBLKawasan Perda tentang Bangunan Gedung Perda tentang RTRW Provinsi Perda tentang RTR Kws Strategis Provinsi PP tentang RTRW Nasional Perpres tentang RTR Pulau dan KSN DED

Pelaksanaan Program Fisik ke-PBL-an dan/atau Keciptakaryaan

Tingkat Nasional

Tingkat Provinsi

(33)

persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya. Di samping itu, agar pemenuhan persyaratan teknis setiap fungsi bangunan gedung lebif efektif dan efisien, fungsi bangunan gedung tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat risiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan/atau kepemilikan.

Pengaturan persyaratan administratif bangunan gedung dalam Peraturan Daerah ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui lebih rinci persyaratan administratif yang diperlukan untuk mendirikan bangunan gedung, baik dari segi kejelasan status tanahnya, kejelasan status kepemilikan bangunan gedungnya, maupun kepastian hukum bahwa bangunan gedung yang didirikan telah memperoleh persetujuan dari Pemerintah Kota Bukittinggi dalam bentuk izin mendirikan bangunan gedung.

Kejelasan hak atas tanah adalah persyaratan mutlak dalam mendirikan bangunan gedung, meskipun dalam Peraturan Daerah ini dimungkinkan adanya bangunan gedung yang didirikan di atas tanah milik orang/pihak lain, dengan perjanjian. Dengan demikian kepemilikan bangunan gedung dapat berbeda dengan kepemilikan tanah, sehingga perlu adanya pengaturan yang jelas dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang kepemilikan tanah. Dengan diketahuinya persyaratan administratif bangunan gedung oleh masyarakat luas, khususnya yang akan mendirikan atau memanfaatkan bangunan gedung, akan memberikan kemudahan dan sekaligus tantangan dalam penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik. Pelayanan pemberian izin mendirikan bangunan gedung yang transparan, adil, tertib hukum, partisipatif, tanggap, akuntabilitas, efisien dan efektif, serta profesional, merupakan wujud pelayanan prima yang harus diberikan oleh Pemerintah Kota Bukittinggi.

Peraturan Daerah ini mengatur lebih lanjut persyaratan teknis tata bangunan dan keandalan bangunan gedung, agar masyarakat di dalam mendirikan bangunan gedung mengetahui secara jelas persyaratan-persyaratan teknis yang harus dipenuhi sehingga bangunan gedungnya dapat menjamin keselamatan pengguna dan lingkungannya, dapat ditempati secara aman, sehat, nyaman, dan aksesibel, sehinggga secara keseluruhan dapat memberikan jaminan terwujudnya bangunan gedung yang fungsional, layak huni,

(34)

klasifikasinya, maka diharapkan kegagalan konstruksi maupun kegagalan bangunan gedung dapat dihindari, sehingga pengguna bangunan dapat hidup lebih tenang dan sehat, rohaniah dan jasmaniah di dalam berkeluarga, bekerja, bermasyarakat dan bernegara. Pengaturan bangunan gedung dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dan lingkungannya, berperikemanusiaan dan berkeadilan. Oleh karena itu, masyarakat diupayakan terlibat dan berperan aktif, positif, konstruktif dan bersinergi bukan hanya dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan bangunan gedung dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya.

Pengaturan peran masyarakat dimaksudkan untuk mendorong tercapainya tujuan penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, fungsional, andal, dapat menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan bagi pengguna dan masyarakat di sekitarnya, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya. Peran masyarakat yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh perseorangan atau kelompok masyarakat melalui sarana yang disediakan atau melalui gugatan perwakilan.

Pengaturan penyelenggaraan pembinaan dimaksudkan sebagai arah pelaksanaan bagi Pemerintah Kota Bukittinggi dalam melakukan pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung dengan berlandaskan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Pembinaan dilakukan untuk pemilik bangunan gedung, pengguna bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi, maupun masyarakat yang berkepentingan dengan tujuan untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan dan keandalan bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan teknis, dengan penguatan kapasitas penyelenggara bangunan gedung.

Penyelenggaraan bangunan gedung oleh penyedia jasa konstruksi baik sebagai perencana, pelaksana, pengawas, manajemen konstruksi maupun jasa-jasa pengembangannya, penyedia jasa pengkaji teknis bangunan gedung, dan pelaksanaannya juga dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa konstruksi.

(35)

mengenai penyelenggaraan bangunan gedung, sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota Kota Bukittinggi dengan tetap mempertimbangkan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku dan terkait dengan pelaksanaan peraturan daerah ini.

2.3 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN PERKOTAAN KOTA BUKITTINGGI

Kebijakan secara umum dipahami sebagai suatu arahan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Selain itu, kebijakan juga dipahami sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011). Dalam pemahaman yang hampir sama, kebijakan diartikan juga sebagai pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha untuk mencapai sasaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2011). Beberapa pemahaman ini sejalan dengan pengertian kebijakan dalam konteks perencanaan pembangunan, dimana kebijakan merupakan arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Permendagri No. 54 Tahun 2010). Merujuk pada beberapa pengertian mengenai arti kata kebijakan tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kebijakan tersebut memiliki karakteristik:

• Disusun untuk menjadi arahan untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan; • Memuat mengenai konsep dan asas; dan

• Merupakan penerjemahan dari tujuan, sehingga rumusan kebijakan akan lebih detail dibandingkan rumusan tujuan.

Berdasarkan pada pemahaman tersebut, maka kebijakan dalam konteks pembangunan permukiman perkotaan di Kota Bukittinggi dipahami sebagai arah/tindakan yang merupakan penerjemahan dari tujuan yang menjadi dasar atau acuan besar dalam pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan.Terkait dengan pemahaman ini, maka kebijakan pembangunan permukiman perkotaan di Kota Bukittinggi dapat dilakukan dengan mengacu pada pencapaian target-target dari tiap nila

(36)

infrastruktur perkotaan. Target capaian tiap nilai (value) beserta rumusan kebijakan yang diambil secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3

Target Capaian Rumusan Kebijakan Kota Bukittinggi

VALUE Capaian KEBIJAKAN

BERKUALITAS • Tersedianya permukiman dan infrastruktur perkotaan yang layak sehingga menjamin keamanan, kenyamanan, kualitas pelayanan dan kesejahteraan

1) Peningkatan kualitas lingkungan permukiman dan pelayanan infrastruktur perkotaan yang terintegrasi

2) Fasilitasi penyediaan lahan dan infrastruktur yang berkualitas untuk mendukung pembangunan permukiman vertikal dan pengembangan

permukiman baru KEARIFAN LOKAL • Terwujudnya permukiman dan

infrastruktur perkotaan yang mendukung visi kota dengan mempertahankan identitas dan ciri agama, adat, dan budaya lokal

3) Penataan dan pemeliharaan kawasan permukiman dan infrastruktur

perkotaan yang mendukung pelestarian cagar budaya dan kota pusaka

4) Pembangunan permukiman yang berbasiskan kearifan lokal dan kejelasan status lahan

KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN

• Terkendalinya perkembangan permukiman sehingga sesuai dengan arahan tata ruang

• Terwujudnya pembangunan permukiman yang berwawasan lingkungan danberbasis mitigasi bencana

5) Pengendalian pembangunan

permukiman yang sesuai rencana tata ruang, daya dukung dan daya tampung lingkungan

6) Pembangunan kawasan permukiman dan bangunan gedung yang

berwawasan lingkungan dan berbasis mitigasi bencana

Sumber: SPPIP Kota Bukittinggi dan Hasil Analisa, 2016

2.4 KEBIJAKAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN KOTA BUKITTINGGI

Di Kota Bukittinggi telah ada beberapa kebijakan dan dokumen terkait upaya pembangunan permukiman dan penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan, diantaranya yaitu sebagai berikut.

(37)

NO. DOKUMEN KETERANGAN 1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota

Bukittinggi Tahun 2006-2025

Tahun 2006 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota

Bukittinggi Tahun 2016-2021

Tahun 2016 3 Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka

Menengah Daerah (RP2IJMD) Kota Bukittinggi Tahun 2016-2020

Tahun 2016 4 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bukittinggi Tahun

2010-2030

Tahun 2010 5 Masterplan Drainase Kota Bukittinggi Tahun 2010 Tahun 2010 6 Rencana Pembangunan Pengembangan Perumahan dan

Kawasan Permukiman (RP3KP) Kota Bukittinggi Tahun 2013

Tahun 2013 7 Perencanaan Teknis Manajemen Persampahan Kota Bukittinggi

Tahun 2014

Tahun 2014 8 Pembangunan Dalam Strategi Sanitasi Kota (SSK) Bukittinggi

Tahun 2015

Tahun 2015 9 SK Kawasan Kumuh tentang Penetapan Lokasi Permukiman

Kumuh Kota Bukittinggi

SK No. 188.45-300-2014 10 Peta Lokasi Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan Kota

Bukittinggi

Data Tahun 2016 (JPEG dan SHP)

Sumber: Hasil Kajian, 2015

Secara rinci rekapitulasi kebijakan, strategi, dan program terkait penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan di Kota Bukittinggi, dapat dilihat pada tabel berikut.

(38)

No. DOKUMEN

KEBIJAKAN VISI DAN MISI TUJUAN DAN SASARAN

STRATEGI DAN ARAH

KEBIJAKAN RENCANA PROGRAM KEGIATAN

1 RPJPD Kota Bukittinggi 2006-2025

Visi:

“Terwujudnya masyarakat adil, sejahtera dan terdidik berlandaskan agama dan budaya dalam kota yang maju dan berwawasan lingkungan”.

Misi:

▪ Mewujudkan masyarakat yang terdidik, berbudaya dan beradat berdasarkan Iman dan Taqwa;

▪ Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang profesional dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance);

▪ Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan distribusi pendapatan;

▪ Menyediakan prasarana dan sarana perkotaan yang cukup dalam rangka mewujudkan Bukittinggi sebagai kota peristirahatan yang nyaman dan menyenangkan; serta menjadikan kota yang kondusif untuk mewujudkan kota perdagangan Sumatera;

▪ Mewujudkan lingkungan hidup yang baik, bersih dan menyenangkan.

Strategi 1:

Pengembangan Prasarana dan Sarana Perkotaan Arah Kebijakan:

• Peningkatan dan pemeliharaan prasarana jalan untuk mempercepat aksesibilitas dalam kota dan antar wilayah; • Pembangunan jalan baru di daerah potensial; • Peningkatan pelayanan angkutan jalan raya secara terpadu; • Penataan sistem jaringan angkutan jalan, manajemen lalu-lintas, pemasangan fasilitas dan rambu jalan; • Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap perumahan dan fasilitas lingkungan permukiman yang layak huni, terutama bagi masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah;

• Penyediaan fasilitas dan jaringan air minum yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas; • Penyediaan prasarana

pembuangan air limbah yang layak; • Penyediaan serta perbaikan prasarana drainase perkotaan; • Pengelolaan sistem persampahan yang 1. Rencana Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat terhadap Perumahan dan Fasilitas Lingkungan yang Layak Huni. Terutama bagi masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah.

(39)

terpadu. Strategi 2: Pemeliharaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Kota Arah Kebijakan: • Pengelolaan lingkungan hidup secara seimbang dengan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada untuk menjamin keberlanjutan pembangunan Kota Bukittinggi; • Melarang kegiatan penggalian tanah di 27 bukit sesuai dengan kesepakatan;

• Pembangunan bandar bekali (banjir kanal) untuk mengendalikan arus air pada musim hujan;

• Pengendalian

pencemaran udara, air dan pembuangan limbah padat dan cair; • Pemberian izin

pembangunan proyek, pendirian bangunan dan kegiatan lainnya diberikan setelah melakukan studi AMDAL yang telah disetujui oleh pihak berwenang; • Pemeliharaan kebersihan kota; • Penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang penjagaan lingkungan hidup perlu dilakukan secara berkala; • Pemeliharaan

tanaman pelindung dan penghijauan kota yang diintegrasikan

(40)

kedalam rencana tata ruang kota;

• Penerapan dokumen rencana tata ruang yang telah ada secara konsekuen dan menindak tegas semua pelanggaran yang terjadi. 2 RPJMD Kota Bukittinggi 2016-2021 Visi:

“TERWUJUDNYA BUKITTINGI KOTA TUJUAN PARIWISATA, PENDIDIKAN, KESEHATAN, PERDAGANGAN DAN JASA, BERLANDASKAN NILAI AGAMA DAN BUDAYA”.

Misi:

• Mengembangkan dan memberdayakan partisipasi berbagai potensi pemangku kepentingan(Pemerintah,DuniausahadanMasyarakat). • MeningkatkankinerjaPemerintahansecaraprofessional,transparan,akuntabelda n mempunyaijiwakewirausahaan. • Meningkatkan pembangunan,penataandanpengelolaanSaranadanPrasarana secaraterpadudanberwawasanlingkungan. • Mengembangkansystemekonomiperkotaansecaralebihberdayaguna • Meningkatkankualitaspelayananpariwisata,pendidikan,kesehatan,perdagangan danjasasertakesejahteraansosialmasyarakat Tujuan 1: Meningkatakan pembangunan, penataan dan

pengelolaan sarana dan prasarana kota secara terpadu berwawasan lingkungan Sasaran 1: Terpenuhinya RTH kota (17% RTH public dan 10% RTH privat). Sasaran 2:

Faslitas public yang memenuhi standar lingkungan (90% fasilitas social yang representative dan memnuhi standar lingkungan, 85% fasum yang representative dan memenuhi standar lingkungan) Sasaran 3: Pemenuhan target universal acsess (sanitasi, air bersih dan permukiman kumuh). 100% air minum layak, 0% kawasan kumuh, dan 100% sanitasi layak.

Tujuan 1, Sasaran 1 Strategi:

• Membangun dan mengembangkan taman kota (taman tematik dan hutan kota) yang dapat dijadikan taman rekreasi • Optimalisasi Penataan Ruang Kota • Penegakan regulasi penyediaan RTH Privat. Arah Kebijakan: • Penyediaan dan pembelian lahan untuk penyediaan RTH public. • Pembebasan lahan privat yang sudah ditetapkan dalam rencana tata ruang sebagai ruang terbuka hijau

• Mendorong

penyediaan RTH yang mencukupi dan memadai (jalur hijau pada jaringan jalan, sempadan sungai, gedung perkantoran dan fasilitas publik lainnya).

• Mendorong

masyarakat untuk ikut berperan dalam peningkatan RTH Privat

Tujuan 1, Sasaran 1

• Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

• Program penataan, penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah

• Program Peningkatan kualitas dan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup

• Program Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Tujuan 1, Sasaran 2 Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup

Tujuan 1, Sasaran 3

• Program Pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah

• Program Pengembangan Perumahan

• Program Pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh • Program Lingkungan Sehat

Perumahan

• Program Pengembangan kinerja pengelolaan persampahan • Program Pembangunan saluran

drainase/gorong-gorong • Program Peningkatan

pengendalian polusi • Program pengembangan,

pengelolaan dan konversi sungai dan sumber daya air lainnya • Program pengendalian banjir

(41)

• Penyempurnaan dan Penerapan regulasi untuk penyediaan RTH privat. Tujuan 1, Sasaran 2 Strategi:

Melengkapi sarana dan prasarana fasilitas publik yang lebih representatif memenuhi standar lingkungan. Arah Kebijakan: • Menyiapkan regulasi yang mendukung pemenuhan sarana parasarana fasilitas publik yang berwawasan lingkungan • Pengawasan dan pengendalian pembangunan fasiliitas publik • Penegakan hukum Tujuan 1, Sasaran 3 Strategi: • Pengembangan sistem air minum perpipaan • Penataan kawasan permukiman kumuh • Pengembangan rumah susun sewa • Ketersediaan sarana prasarana sanitasi dasar

• Penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) • Penurunan beban pencemaran Batang Agam Arah Kebijakan: • Meningkatkan kualitas jaringan pipa air bersih • Mendorong

Gambar

Gambar 1.2   Skema Kedudukan RP2KPKP dalam Kerangka Perencanaan Pembangunan
Tabel 3.14  Organisasi BKM
Tabel 3.16  Unit Kelengkapan BKM

Referensi

Dokumen terkait

Selain memberikan dukungan anak untuk besekolah, tokoh masyarakat juga mempunyai peranan penting dalam memberikan bimbingan, dan memberi pengarahan kepada anak

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Efisiensi Modal Kerja, Fluktuasi Kurs Rupiah, dan

Adapun simpulan yang dapat penulis ambil dari uraian-uraian di atas tentang selisih harga pada bandrol produk yang terjadi di Indomaret Suryalaya adalah: pelaksanaan

Penelitian ini terdiri atas 2 kegiatan, yakni kemampuan multiplikasi tunas pegagan periode kultur dua sampai lima tahun dan aklimatisasi tanaman pegagan hasil in vitro di rumah

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Pipit Noviani, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: ANALISIS PENGARUH PENGADOPSIAN IFRS TERHADAP RELEVANSI NILAI DAN

Hal ini menunjukkan dengan pengetahuan yang dimiliki ibu dapat mengetahui informasi manfaat ASI bagi bayi dan akhirnya memiliki kesadaran untuk memberikan ASI

Judul Skripsi : FRAMING OPINI MASYARAKAT TENTANG POLEMIK JABATAN GUBERNUR DIY DALAM KORAN LOKAL DIY Analisis Framing Media atas Opini Narasumber sebagai Representasi

Bab ini terdiri atas penjelasan dan pembahasan secara rinci terkait dengan penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak Badan, kepatuhan wajib pajak, pemeriksaan