BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang permasalahan penelitian, pendekatan kualitatif, subjek penelitian, metode pengumpulan data, dan prosedur penelitian.
3.1.Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dengan menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan observasi. Data yang dihasilkan adalah data yang bersikap deskriptif. Neuman (2013) menjelaskan penelitian deskriptif untuk “memberikan
gambaran” dengan menggunakan kata-kata dan angka serta menyajikan
profil (persoalan), klasifikasi jenis, atau garis besar tahapan guna menjawab pertanyaan seperti apa, kapan, siapa, dimana dan bagaimana.
Lebih lanjut Neuman (2013) menjelaskan studi deskriptif menyajikan gambaran spesifik mengenai situasi, penataan sosial dan hubungan. Penelitian ini diawali dengan persoalan atau pertanyaan yang telah ditetapkan dengan baik dan mencoba menjelaskan dengan akurat.
Menurut Poerwandari (2011), penelitian dilangsungkan mengikuti metode yang sudah disusun secara kaku, sehingga metode itu yang menentukan apa yang dapat diteliti, secara pengalaman (fenomena) yang dipelajari. Dapat disimpulkan bahwa metode dianggap sebagai hal paling
penting dalam proses penelitian, bahkan dianggap lebih penting dari topik bahasan dan manusia yang diteliti.
Marshall dan Rossman (1995) menyebutkan beberapa tujuan penelitian yaitu penyelidikan (explatory), penjelasan (explanatory), penggambaran (descriptive), dan peramalan (predictive). Penelitian kali ini bertujuan untuk memberi gambaran (descriptive) enam dimensi psychological
well-being pada pasangan suami istri yang menikah usia dini terdapat
beberapa ciri penelitian Kualitatif. Biklen (2008, dalam Emzir (2010) menjelaskan lima ciri utama penelitian kualitatif:
Naturalistik. Penelitian kualitatif memiliki latar aktual sebagai sumber langsung data dan peneliti merupakan instrumen kunci. Kata naturalistic berasal dari pendekatan ekologis dalam biologi. Data Deskriptif. Penelitian kualitatif adalah deskriptif. Data yang
dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada angka-angka. Hasil penelitian tertulis berisi kutipan-kutipan dari data untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi. Data tersebut mencakup transkrip wawancara, catatan lapangan, fotografi, videotape, dokumen pribadi, memo, dan rekaman-rekaman resmi lainnya.
Berurusan dengan Proses. Peneliti kualitatif lebih berkonsentrasi pada proses daripada hasil atau produk.
Induktif. Peneliti kualitatif cenderung menganalisis data mereka secara induktif.
Makna. Makna adalah kepedulian yang esensial pada pendekatan kualitatif. Peneliti yang menggunakan pendekatan ini tertarik pada bagaimana orang membuat pengertian tentang kehidupan mereka.
Dalam penelitian kualitatif yang berlandaskan pada filsafat post positivisme atau paradigma interpretive, suatu realitas atau objek tidak dapat dilihat secara parsial dan dipecah dalam beberapa variabel. Penelitian kualitatif memandang obyek sebagai sesuatu yang dinamis, hasil kontruksi pemikiran dan interprestasi terhadap gejala yang diamati, secara utuh (holistic) karena setiap aspek dari obyek itu mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (Sugiyono, 2010).
3.2.Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus (case study) yang bersifat intrinsik, peneliti mengutamakan aspek intrinsik studi kasus ini dibandingkan aspek ekstrinsiknya. Peneliti ingin menggali nilai-nilai, pengalaman individu sebagai suatu yang unik, berbeda satu dengan lainnya.
Penelitian studi kasus menelaah beberapa karakteristik dari sedikit kasus. Kasus-kasus tersebut dapat berupa individu, kelompok, organisasi, pergerakan, peristiwa, atau unit geografis (Neuman, 2013). Vaughan dalam Numan (2011), menjelaskan studi kasus memungkinkan kita bisa menghubungkan tingkat mikro atau tindakan yang diambil perseorangan, dengan tingkat makro, atau strktur dan proses bersekala besar. Neuman
(2013) mengemukakan kekuatan model penelitian studi kasus sebagai berikut:
1. Validitas konseptual. Studi kasus membantu “mmebuang” dan mengidentifikasi konsep/variable yang menjadi minat terbesar dan beralih kepada inti mereka atau makna penting dalam teori abstrak.
2. Dampak heuristik. Studi kasus bersifat heuristic (yakin, memberikan pembelajaran lebih lanjut, penemuan, atau pemecahan masalah). Studi kasus membantu dengan cara meembentuk teori baru, mengembangkan atau memperluas konsep, dan menelaah batasan diantara konsep-konsep yang terkait.
3. Identifikasi mekanisme kausal. Studi kasus memiliki kemampuan untuk memperjelas detail mengenai proses dan mekanisme social dengan satu faktor mempengaruhi faktor lainya.
4. Kemampuan untuk mengurai kerumitan dan menelusuri proses. Studi kasus dapat secara efektif menggambarkan peristiwa/situasi rumit dan multi faktor dan menelusuri proses sepanjang ruang dan waktu.
5. Kalibrasi. Studi kasus menyebabkan penelitian dapat menyesuaikan ukuran konsep abstrak menjadi pengalaman hidup yang dapat diandalkan dan standar-standar yang jelas.
6. Elaborasi holistik. Studi kasus dapat memerinci seluruh situasi atau proses secara holistic dan memungkinkan pengabungan beberapa prespektif atau sudut pandang.
Pendekatan studi kasus membuat peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai dimensi dan fakta kasus khusus tersebut (Poerwandari, 2005). Studi kasus dalam penelitian ini termasuk tipe studi kasus instrumental dimana penelitian dilakukan pada suatu kasus unik tertentu, yang dilakukan untuk memahami isu dengan lebih baik, juga untuk mengembangkan dan memperhalus teori (Poerwandari, 2005) Pendekatan Penelitian.
3.3.Subjek Penelitian
3.3.1. Karakteristik Subyek Penelitian
Subyek penelitian haruslah sampel rerpesentatif atau sesuai dengan target yang diteliti. Dimana harus memiliki kriteria atau karakteristik utama pasangan suami istri yang menikah usia dini yaitu perempuan (antara usia 16-20 tahun) dan lai-laki (antara usia 17-21 tahun).
Dalam remaja akhir, menurut Daradjat masa remja merupakan masa yang rentan dalam perkembangan psikologisnya. Pada masa remaja individu akan mendapat tuntutan untuk merencanakan atau memilih cara hidup yang sesuai dengan harapan dan tuntutan lingkungan sosialnya termasuk didalamnya keluarga dan orangtua. Pada kondisi ini psikis remaja sangat labil. Hal ini dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi psychological well-being pada pasangan suami istri yang menikah usia dini.
3.3.2. Pemilihan Subjek
Dalam penelitian ini peneliti yang menentukan subyek penelitian, dimana sebelumnya telah mencari informasi mengenai subyek penelitian berdasarkan karakteristik yang telah ditentukan. Subjek penelitian ini merupakan pasangan suami istri yang menikah usia sini dan bertempat tinggal di wonosobo tepatnya di Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonososbo, Jawa Tengah dan subjek yang di ambil merupakan remaja yang menikah di bawah umur.
3.3.3. Jumlah Subjek
Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses daripada hasil perhitungan, sehingga jumlah subjek penelitian sedikit, dengan kelebihan yaitu kemampuan mengungkap informasi secara mendalam.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil subyek penelitian sebanyak enam pasangan suami istri yang dilakukan wawancara mendalam dan observasi secara terpisah. Alasan menggunakan subjek sebanyak enam orang saja karena penelitian ini adalah studi kasus dengan N kecil, artinya tidak melihat jumlah remaja yang menikah usia dini di Wonosobo, tetapi kondisi subyek yang unik. Keterbatasan waktu dan biaya juga menjadi alasan mengapa jumlah subjek penelitan hanya enam pasangan saja.
3.4.Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dan informasi menggunakan teknik pengumpulan data wawancara dan observasi. Penggunaan teknik pengumpulan data ini untuk memperoleh data penelitian, yang sifatnya kualitatif.
3.4.1. Wawancara
Menurut Banister, et al. dalam Poerwandari (2011), wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik ang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan oleh pendekatan lain.
Bentuk-bentuk wawancara secara umum dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu wawancara terstruktur, wawancara tidak terstruktur dan wawancara semi terstruktur. Masing-masing bentuk wawancara memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri.
3.4.1.1. Wawancara Terstruktur
Menurut Herdiansyah (2010) wawancara terstruktur lebih sering digunakan dalam penelitian survei ataupun penelitian kuantitatif walaupun dalam beberapa situasi, wawancara
terstruktur juga dilakukan dalam bentuk penelitian kualitatif. Beberapa ciri-ciri wawancara terstruktur menurut Herdiansyah (2013) adalah:
Daftar pertanyaan dan kategori jawaban telah disiapkan.
Kecepatan wawancara terkendali.
Tidak ada fleksibilitas (pertanyaan atau jawaban). Mengikuti pedoman/guideline wawancara (dalam
urutan pertanyaan, penggunaan kata dan kalimat, pilihan jawaban dan tidak ada improviasasi).
Tujuan wawancara biasanya untuk mendapatkan penjelasan tentang suatu fenomena.
3.4.1.2. Wawancara Tidak Terstruktur
Herdiansyah (2010) menjelaskan lima ciri-ciri wawancara tidak terstruktur adalah sebagai berikut:
Pertanyaannya sangat terbuka, jawaban lebih luas dan bervariasi.
Kecepatan wawancara sulit diprediksi.
Sangat fleksibel (dalam hal pertanyaan atau jawaban). Pedoman wawancara sangat longgar urutan
pertanyaan, penggunaan kata, alur pembicaraan. Tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu
3.4.1.3. Wawancara Semi Terstruktur
Herdiansyah (2010) menerangkan wawancara semi-terstruktur lebih tepat jika dilakukan pada penelitian kualitatif daripada penelitian lainnya. Lebih lanjut Herdiansyah (2010) menjelaskan beberapa ciri-ciri wawancara semi terstruktur:
Pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan.
Kecepatan wawancara dapat diprediksi.
Fleksibel, tetapi terkontrol (dalam hal pertanyaan atau jawaban).
Ada pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan, dan penggunaan kata.
Tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena.
3.4.2. Wawancara Mendalam (In-Depth-Interview)
Bungin (2007) mendefinisikan wawancara mendalam secara umum adalah memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendala adalah keterlibatan dalam kehidupan informan.
3.4.3. Pengamatan (Observasi)
Istilah observasi diturunkan dari bahasa latin yang berarti “melihat” dan “memperhatikan.” Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari, 2011).
Menurut Patton (dalam Poerwandari, 2011) observasi merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, apalagi penelitian dengan menggunakan penelitian kualitatif. Agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat, observasi sebagai metode ilmiah harus dilakukan oleh peneliti yang sudah melewati latihan-latihan yang memadai, serta telah mengadakan persiapan yang teliti dan lengkap.
Tujuan observasi menurut Poerwandari (2011) adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.
3.5.Triangulasi
Menurut Neuman (2013) triangulasi adalah ide bahwa melihat suatu hal dari beberapa sudut pandang bisa meningkatkan keakuratan. Moleong (2013) menjelaskan triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluang pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Dalam penelitian ini digunakan triangulasi melalui anamnesa (wawancara dengan subjek), alloanamnesa (wawancara dengan orang terdekat/significant others), dan observasi.
3.6.Alat Bantu Pengumpul Data
Alat bantu yangdigunakan dalam penelitian ini antara lain (dalam Purnawanti, 2007):
a. Alat perekam. Gunanya alat ini adalah merekam perbincangan yang terjadi antara peneliti dengan partisipan, sehingga memudah peneliti dalam membuat verbaltim dan melakukan interpretasi data.
b. Alat tulis. Mencakup buku atau kertas, pulpen, dan pensil. Gunanya adalah untuk mencatat hasil observasi terhadap partisipan dan hal-hal yang dianggap penting dari wawancara. c. Kuesioner mengenai data pribadi partisipan. Mencakup
identitas gunanya adalah sebagai pengetahuan awal peneliti terhadap keadaan partisipan.
d. Pedoman wawancara (terlampir). Gunanya sebagai pemandu bagi peneliti untuk menanyakan hal-hal yang relevan dengan penelitian kepada pertisipan, agar pada saat proses wawancara berlangsung tidak terjadi penyimpangan atau mempertanyakan hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan penelitian. Oleh
karena itu pedoman wawancara yang digunakan berisi sejumlah pertanyaan yang disusun berdasarkan teori yang terkait dengan permasalahn yang diangkat. Peretanyaan-pertanyaan yang disusun mencangkup dimensi-dimensi, faktor- faktor PWB.
3.7.Prosedur Penelitian 3.7.1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan pencarian dan pengidentifikasian maslah psikologi yang ada dan merumuskan topik penelitian.Setelah menetapkan topic penelitian, peneliti kemudian melakukan tinjauan kepustakaan dan berdiskusi kepada dosen pengajar Fakultas Psikologi, mengenai topic penelitian yang diangkat.
Selanjutnya peneliti mulai menentukan metode penelitian yang akan digunakan, mencakup teknik pengambilan data dan jumlah pertisipan penelitian serta karakteristik. Selain itu peneliti juga mempersiapkan kuesioner data partisipan dan pedoman wawancara.
Hal terakhir yang dilakukan peneliti terhadap partisipan ini adalah melakukan pencarian calon partispan kebebrapa desa di Kabupaten Wonosobo. Setelah mendapatkan cukup banyak data, peneliti kemudian melakukan seleksi untuk memilih partisipan yang sesuai denga kriteria.
Selanjutnya peneliti mennghubungi para calon partisipan yang sudah diseleksi untuk meminta kesediaan mereka untuk diwawancara. Peneliti mulai membuat janji untuk bertemu da menjalin rapport lebih akrab lagi setelah calon partisipan menunjukan perasaannya untuk membantu peneliti.
3.8. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaa merupakan tahapan peneliti untuk melakukan proses pengambilan data ke 6 partisipan. Sebelumnya, peneliti terlebih dahulu mempersiapkan semua alat bantu yang digunakan saat proses wawancara dan observasi, meliputi alat perekam, kaset untuk merekam, pedoman wawancara, alat tulis, dan souvenir sebagai tanda terimakasih kepada pertisipan. Kemudian peneliti kemudian menuju lokasi wawancara.
Setelah melakukn proses pengambilan data, peneliti terlebih dahulu melakukan orientasi kepada masing-masing partisipan, yaitu memperkenalkan dini dan menjelaskan tujuan penelitian yang dilakukan. Peneliti kemuadian peneliti meminta kesediaan para partisipan untuk memulai kegiatan wawancara. Dalam hal ini juga termasuk meminta untuk mengisi kuesioner dan menggunakan alat perekam.
3.9.Tahap Analisis Data
Setelah melakukan proses pengambilan data, peneliti kemudian mulai melakukan tahap analisis terhadap hasil penelitian. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan semua data yang didapat dari hasil wawancara dan observasi terhadap partisipan penelitian.
Kedua adalah membuat transkip atau verbaltim hasil wawancara, yang dalam hal ini adalah memindahkan bentuk percakapan yang direkam kedalam bentuk tulisan. Selanjutnya peneliti melakukan kategorisasi terhadap kategorisasi terhadap data-data yang didapatkan dari hasil wawancara.