• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Bacillus thuringiensis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Bacillus thuringiensis"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Bacillus thuringiensis

Bacillus thuringiensis pertama kali diisolasi oleh Ishiwata pada tahun 1901 dari larva ulat sutera, yang kemudian diberi nama sebagai isolat Bacillus sotto. Tahun 1991, Berliner berhasil mengisolasi Bacillus dari larva ngengat Mediterania, dan menamai isolat tersebut sebagai B. thuringiensis. Bakteri B. thuringiensis digunakan sebagai insektisida pada tahun 1950 di Amerika Serikat. Produk komersial pertama diberi nama Thurincide yang dipreparasi dari

isolat B. thuringiensis subsp. kurstaki. Dulmage menemukan isolat B. thuringiensis subsp. kurstaki (HD-1) yang lebih aktif, yang dikomersialkan

dengan nama Dipel. Tahun 1970, penggunaan B. thuringiensis di bidang pertanian mengalami penurunan sebagai akibat komersialisasi pestisida kimia. Kemajuan bioteknologi mulai mempengaruhi perkembangan penelitian B. thuringiensis, pada tahun 1980 telah dihasilkan produk kloning yang memiliki aktivitas insektisidal yang lebih tinggi dibanding dengan isolat B. thuringiensis tipe liar (Cetinkaya 2002).

Bakteri B. thuringiensis sebagai Gram positif dapat membentuk endospora, serta menghasilkan kristal protein pada fase stasioner selama masa pertumbuhan. Beberapa jenis toksin yang dihasilkan antara lain ialah kristal

protein insektisida, vegetatif insektisida protein, serta beta eksotoksin (β-eksotoksin). Kristal protein atau yang dikenal juga sebagai protoksin bersifat

toksik pada berbagai invertebrata khususnya serangga (Bobrowski et al. 2002). Gen protein ini terdiri atas gen Cry untuk kristal dan Cyt untuk sitolitik (Hofte & Whiteley 1989). Vegetatif insektisida protein merupakan eksotoksin yang secara struktur, fungsi dan biokimia berbeda, serta tidak memperlihatkan homologi sekuens dengan delta endotoksin. Vegetatif insektisida protein mempunya berat molekul 88,5 kDa. Protein β–eksotoksin merupakan toksin yang disekresikan dari adenin nukleotida yang berberat molekul rendah (701 Da), dan bersifat toksik terhadap sebagian besar serangga. Sekitar 50% galur B. thuringiensis mensekresikan toksin ini selama fase pertumbuhan stasioner. Selain bersifat toksik terhadap serangga, protein β–eksotoksin dilaporkan bersifat toksik terhadap mamalia, oleh karena itu WHO melarang penggunaan protein tersebut sebagai

(2)

insektisidal sintetik. Galur B. thuringiensis yang akan dikomersialisasi harus bebas dari kandungan β–eksotoksin (Schnepe et al. 1998, Perchat et al. 2005, Innes & Bouwer 2009).

Protein Protoksin

Protein protoksin atau disebut juga protein Cry terdiri dari atas domain. Domain I terdiri atas 7 α-heliks, α-heliks ke-5 berada di tengah bersifat hidrofobik dan dikelilingi 6 α-heliks ampifatik lainnya. Domain I berfungsi dalam proses insersi dan pembentukan pori pada membran pencernaan serangga. Domain II terdiri atas 3 lipatan-β yang antiparalel, domain ini terlibat dalam pengikatan toksin pada reseptor. Domain III merupakan lipatan β-sandwich yang terpilin, domain ini berperan dalam sejumlah kunci penting dalam proses biokimia, integritas struktur protein, pengikatan reseptor, penetrasi membran, dan fungsi pori (Gambar 1) (Schnepf et al. 1998).

Gambar 1 Struktur protoksin (protein Cry). Domain I ditunjukkan dengan warna biru. Domain II ditunjukkan dengan warna jingga. Domain III ditunjukkan dengan warna hijau (http://bioquest.org).

Penelitian Frankenhuyzen (2009) menunjukkan terdapat holotipe protoksin B. thuringiensis yang mampu membunuh 71 spesies ordo Lepidoptera, 23 spesies ordo Diptera, 39 ordo Coleoptera, 31 spesies dari beberapa ordo, serta 9 spesies dari kelompok Arthropoda. Klasifikasi protoksin dapat dibagi menjadi empat kelas utama berdasarkan sifat insektisida serta hubungan molekulernya yaitu Cry I, II, III dan IV. Cry I toksik terhadap Lepidoptera, Cry II toksik terhadap Lepidoptera dan Diptera, Cry III toksik terhadap Coleoptera, dan Cry IV toksik terhadap Diptera (Tabel 1). Toksin yang bekerja terhadap Lepidoptera berperan sebagai protoksin (130 – 140 kDa), memiliki daya larut tinggi, dapat terdegradasi

(3)

menjadi peptida toksin berukuran kecil (60 – 70 kDa) dan akan bereaksi di dalam usus serangga. Mekanisme sama terjadi pada Diptera dan Coleoptera, perbedaan terletak pada toksin yang tidak disintesis menjadi peptida lebih kecil namun toksin akan tetap disimpan sebagai protoksin (Bradley et al. 1994).

Tabel 1 Tipe dan spesifikasi protein delta endotoksin Tipe Protein Protoksin Subsp. B. thuringiensis Kisaran Pustaka Inang

CryI kurstaki HD-1 Lepidoptera Hofte & Whiteley (1989)

aizawai Bobrowski et al. (2002)

sotto

entomocidus berliner

CryII kurstaki HD-263 Lepidoptera Hofte & Whiteley (1989) kurstaki HD-1 Diptera Bobrowsky et al. (2002) CryIII san diego Coleoptera Hofte & Whiteley (1989) CryIV israelensis Diptera Hofte & Whiteley (1989)

morissoni

Toksin Cry akan aktif jika masuk ke dalam pencernaan serangga, kemudian mengikat pada reseptor dan terinsersi ke dalam membran pencernaan untuk membentuk pori yang menyebabkan lisis pada membran (Sa & Ja 2007). Aktivasi toksin melibatkan pelepasan proteolitik terminal N dari protein oleh protease pencernaan serangga. Lebih lanjut Soberon dan Bravo (2008) menjelaskan bahwa toksin yang aktif kemudian mengikat pada dua reseptor yang berada di mikrofili membran sel yang membentuk epitel usus serangga. Kontak pertama toksin yaitu dengan reseptor cadherin. Kontak ini akan mengubah konformasi toksin dengan membelah fragmen kecil dari daerah terminal α-heliks. Pembelahan ini memicu pembentukan oligomer struktur tetramer. Oligomer ini kemudian meningkatkan afinitas toksin pada reseptor kedua yaitu aminopeptidase N (APN). APN memfasilitasi insersi oligomer pada membran membentuk pori lisis yang mengakibatkan gangguan pada sel dan akhirnya menyebabkan kematian pada serangga (Gambar 2).

(4)

Gambar 2 Mekanisme kerja protein protoksin (Soberon & Bravo 2007).

Kitin

Kitin merupakan struktur polisakarida berantai panjang, tersusun dari N-asetilglukosamin (NAG) yang terikat satu sama lain melalui ikatan β-1,4 glikosidik (Gambar 3). Setelah selulosa, kitin merupakan polisakarida yang cukup banyak ditemukan di alam serta dapat membentuk struktur kompleks dengan beberapa macam biomolekul, seperti karbohidrat, protein dan kalsium. Asosiasi kitin dengan beberapa biomolekul dapat ditemukan pada kelompok Artropoda yang berperan sebagai penyusun rangka luar tubuh dan sistem pencernaan. Silika pada spons, penyusun cangkang telur dan serabut mikrofilaria pada nematoda, serta penyusun dinding sel cendawan. Kitin dan turunannya cukup popular digunakan dalam bidang kesehatan karena dapat diaplikasikan dalam skala yang lebih luas. Kito-oligosakarida banyak dimanfaatkan dalam bidang bioteknologi dalam proses penanggulangan limbah makanan laut. Produk yang dihasilkan dari eksoskeleton kepiting dan udang berpotensi mempercepat penyembuhan luka, stimulasi sistem imun, dapat meningkatkan aktivitas antitumor, dan remidiasi lingkungan perairan yang tercemar (Brzezinska et al. 2007).

(5)

Gambar 3 Struktur kimia dari kitin (http://www.scottsminthonline.com).

Kitin yang terdapat pada ekosistem perairan laut diperkirakan dihasilkan sebanyak 1011 ton per tahun. Kondisi tersebut menyebabkan terbentuknya senyawa tidak larut berupa karbon dan nitrogen. Produksi kitin banyak diperoleh pada daerah perairan, umumnya dihasilkan dari proses dekomposisi sisa-sisa cangkang invertebrata. Pengolahan limbah cangkang secara konvensional dilakukan melalui proses pembakaran dan penimbunan dalam tanah. Pembakaran limbah cangkang memiliki resiko mencemari lingkungan karena dapat membentuk karbondioksida dan karbonmonoksida, sedangkan penimbunan di tanah dapat meningkatkan potensi terbentuknya amonia selama proses degradasi (Bhattacharya et al. 2007, Gohel 2006).

Kitinase

Degradasi limbah kitin secara enzimatik melibatkan kitinase merupakan salah satu metode pengolahan limbah. Enzim tersebut memiliki aktivitas hidrolitik yang spesifik melalui degradasi substrat berupa kitin. Aplikasi kitinase mencakup penggunaan dalam preparasi protoplas cendawan sebagai agens pegendali cendawan patogen tanaman, serta produksi oligosakarida sebagai senyawa aktif. Kito-oligomer yang diproduksi melalui hidrolisis kitin banyak dimanfaatkan dalam aplikasi di bidang kesehatan, pertanian, dan industri, diantaranya ialah antibakteri, antifungi, aktivitas anti-hipertensi serta meningkatkan kualitas bahan makanan (Bhattacharya et al. 2007).

(6)

Enzim kitinase dapat dihasilkan dari tumbuhan, serangga, serta mikroorganisme. Tumbuhan menghasilkan kitinase sebagai protein pertahanan terhadap serangan patogen ataupun serangan hama. Mikroorganisme yang telah banyak diidentifikasi sebagai penghasil enzim kitinase berasal dari kelompok Streptomyces, Serratia, Vibrio, Actinomycetes dan Bacillus. Kitinase telah banyak diisolasi dari berbagai macam bakteri (Tabel 2). Kelompok serangga menggunakan kitinase untuk membantu proses pergantian lapisan kutikula, sedangkan mikroorganisme menggunakan kitinase untuk mendegradasi makromolekul yang mengandung N-asetilglukosamin, yang kemudian akan digunakan sebagai sumber nutrisi (Tabel 3) ( Mathur et al. 2011).

Tabel 2 Bakteri dan karakteristik kitinase yang dihasilkan

Bakteri Karakteristik Referensi penghasil kitinase pH optimum Suhu optimum Berat Molekul ( C ) (kDa)

Sanguibacter sp. 4,6 37 57-58,8 Yong et al. (2005) Bacillus sp. termofil 6,5 60 80,8 Dai et al. (2011)

Vibrio sp. 6,0 45 98 Park et al. (2000)

Streptomyces sp. 5,0 30 20 Kim et al. (2002)

Enterobacter sp. 5,5 45 60 Dahiya et al. (2005)

Micrococcus sp. 8,0 35 33 Annamalai et al.

(7)

Tabel 3 Peranan kitinase pada beberapa organisme (Gohel 2006)

Organisme Peranan Kitinase

Bakteri Mineralisasi kitin. Berperan juga dalam nutrisi dan parasitisme.

Cendawan Berperan dalam fisiologi pembelahan sel, diferensiasi dan peran nutrisi yang berhubungan dengan aktivitas

mikoparasitik.

Protozoa Parasit malaria menghasilkan kitinase dalam jumlah yang banyak untuk penetrasi matriks peritrofik yang

mengandung kitin dari pencernaan nyamuk.

Manusia Aktivitas kitotriosidase membantu dalam pertahanan terhadap infeksi nematoda. Selain itu, aktivitas enzimatiknya sangat tinggi pada serum pasien yang menderita gangguan lipid lisosomal, sarkoidosis, dan thalassemia.

Hewan Tingkat kitinase yang tinggi pada kambing dan serum darah berfungsi dalam sekresi renal yang rendah, sehingga taraf enzim tetap rendah pada kasus ketidaknormalan produksi lisosim.

Khamir Subunit α dari toksin yang disekresikan oleh

Kluyveromyces lactis mempunyai aktivitas kitinase yang diperlukan untuk subunit gamma untuk bisa masuk ke dalam sel yang sensitif. Kitinase mempunyai peranan yang penting dalam pemisahan sel sepanjang perkecambahan khamir kitinous Saccharomyces cerevisiae. Kitinase Saccharomyces cerevisiae juga digunakan sebagai anticendawan.

Gambar

Gambar 1  Struktur protoksin  (protein Cry). Domain  I ditunjukkan dengan warna  biru
Tabel 1 Tipe dan spesifikasi protein delta endotoksin  Tipe Protein  Protoksin Subsp.   B
Gambar 2 Mekanisme kerja protein protoksin (Soberon & Bravo 2007).
Gambar 3  Struktur kimia dari kitin (http://www.scottsminthonline.com).
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari permasalahan di atas, maka muncul sebuah ide untuk mengembangkan media pembelajaran anak berkebutuhan khusus berbasis multiplayer yang memanfaatkan gadget dan hal-hal

….Pada saat itu, beberapa orang pengurus Anjuman merasa bangga dengan intelektual mereka dan cenderung kepada corak warna duniawi. Umumnya pendapat Hadhrat Maulana Nuruddin ra

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) wujud pelecehan seksual yang terekspresi dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang Saya Monyet, dan Jangan Main- Main (dengan

28 Dalam metode ini penulis akan melakukan wawancara secara langsung kepada responden, diantaranya yaitu: kreditur atau yang berpiutang, debitur atau yang berutang, dan

Metode yang digunakan dalam pemilihan calon Wirausaha Muda Pemula dan Penggerak Wirausaha Berprestasi tahun 2013 adalah metode kualitatif dengan pendekatan induktif,

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran mengenai hubungan self- kindness, common humanity dan mindfulness baik dalam hubungan terhadap diri maupun

Penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan menggunakan model SAVI berpendekatan kontekstual tuntas baik individual maupun klasikal, kemampuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai wajar dari harga saham dengan menggunakan analisis fundamental dengan metode Discounted Cash Flow dan Price Earning