ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA DAN BUDAYA
ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI
LALU LINTAS JALAN RAYA (LLAJR)
PEMERINTAH KOTA MEDAN
TESIS
Oleh
HERMAN
077019074/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA DAN BUDAYA
ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI
LALU LINTAS JALAN RAYA (LLAJR)
PEMERINTAH KOTA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
HERMAN
077019074/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji pada
Tanggal : 28 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Paham Ginting, SE, MS
Anggota : 1. Drs. Syahyunan, M.Si
2. Prof. Dr. Rismayani, SE, MS
3. Drs. H.B Tarmizi, SU
4. Drs. Rahmad Syumanjaya, M.Si
ABSTRAK
Menghadapi masa memasuki era millennium ketiga, instansi dituntut memiliki core competence yang mampu menghasilkan suistanable competitive advantage. Salah satu faktor kunci menghasilkan suistanable competitive advantage adalah tersedianya intellectual human capital yang mempunyai sifat kreatif. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah, sejauhmana pengaruh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan dan sejauhmana pengaruh budaya organisasi terhadap disiplin kerja.
Penelitian ini menggunakan teori Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi, Kinerja, dan Disiplin Kerja. Metode penelitian ini dengan pendekatan studi kasus didukung survey dan jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif dan bersifat menguraikan dan menjelaskan
Hasil penelitian menunjukkan pada hipotesis pertama bahwa Koefisien Determinasi (R2) sebesar 58,7% yang memberi arti bahwa kemampuan variabel bebas Lingkungan Kerja (X1) dan Budaya Organisasi (X2) menjelaskan pengaruhnya
terhadap variabel terikat (Y) yaitu kinerja sebesar 58,7% sedangkan sisanya 41,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi secara simultan berpengaruh sangat-sangat signifikan (highly significant) dan variabel yang dominan mempengaruhi Kinerja pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan adalah Budaya Organisasi. Hipotesis kedua menunjukkan bahwa Koefisien Determinasinya (R2) sebesar 72,4% yang
memberi arti bahwa kemampuan variabel bebas (X) yaitu Budaya Organisasi menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel terikat (Y) yaitu Disiplin Kerja sebesar 72,4% dan sisanya 27,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini, dan Budaya Organisasi berpengaruh sangat signifikan (highly significant) terhadap Disiplin Kerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.
Kesimpulan penelitian untuk hipotesis pertama, Kinerja Pegawai sangat-sangat dipengaruhi sekali oleh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi, dan variabel yang paling dominan mempengaruhinya adalah Budaya Organisasi, untuk hipotesis kedua Budaya Organisasi sangat mempengaruhi Disiplin Kerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya Pemko Medan.
ABSTRACT
In facing the tird millernia aera, instance is required to have core competence able of producing sustainable competitive advantage. One of key factors in producing the suistanable competitive advantage is to make availability of intellectual human capital to have creative attitude. The formulation of problem is this research is, how far is the effect of work environment and culture of organization on performance of Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) of Pemko Medan and the effect of culture of organization on work discipline of staffs in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan, to know and analyze the effect of organization culture in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.
This research is to use the theory of human power management related to work environment, organization culture, performance and work discipline.
The population of research is all staffs in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan, 300 peoples, determination of sample in this research is 15% of 300 peoples, 45 peoples.
The method of data collection is by interview, questionnaire, and study of documentation. Model of data analysis used is multiple linear regression analysis. The hipothesis test is simultaneously or partially conducted with SPSS version 13.
The result of research indicated that work environment and culture organization simultaneously and partially is very significant to worker’s performance Lalu Lintas Jalan Raya Pemko Medan. The dominant Variable have significantly make effect to worker’s performance Lalu lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
berkat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis dalam menuntut ilmu dan
menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini merupakan tugas akhir pada program
Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Selama melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini penulis banyak
mendapat bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis,
DTM&H, Sp.A(K).
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, SE, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
telah meluangkan waktu dan menyumbangkan pemikirannya dalam
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
4. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. HB
Tarmizi, SU dan Bapak Drs. Rahmad Syumanjaya, M.Si selaku Penguji Penulis.
5. Ibu Dra. Hj. Sukmawati Pohan, SH selaku Bagian Umum LLAJR Pemko Medan.
6. Seluruh dosen, staf pengajar dan staf administrasi di Program Studi Ilmu
7. Rekan-rekan mahasiswa/i Angkatan XIII di Program Studi Magister Ilmu
Manajemen Universitas Sumatera Utara.
8. Istri dan anak-anakku serta seluruh keluarga yang telah memotivasi penulis
dalam penulisan tesis ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian tesis ini memiliki kekurangan,
untuk itu penulis memohon masukan dan saran demi kesempurnaan penulisan hasil
penelitian ini.
Medan, Agustus 2009
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Herman dilahirkan di Medan, Sumatera Utara. Pada tanggal 13 Juni 1977,
anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Sugimin, SH (Alm)
dan Ibunda Tina. Menikah dengan Nur Ismah tahun 2006 dan dikarunia dua anak
kembar laki-laki bernama M. Fahrid Maulana dan M. Fahiz Maulana.
Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar, SD Nurul Huda di Medan tamat dan
lulus tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama, SMP Muhammadiyah di Medan tamat
dan lulus tahun 1993, Sekolah Menengah Atas, SMA Raksana Medan tamat dan lulus
tahun 1996, dan melanjutkan studi ke Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Teladan tamat
dan lulus tahun 2006.
Sejak tahun 2007 tercatat sebagai peserta Program Studi Magister Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana USU.
Medan, Agustus 2009
DAFTAR ISI
II.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja ………. 10
II.2. Teori tentang Budaya Organisasi ……… .. ….. 11
II.2.1. Pengertian Budaya Organisasi ………. 14
II.2.2. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi …………. 20
II.3.2. Penilaian Kinerja ……….………. 33
II.3.3 Tujuan Penilaian Kinerja ………. 34
II.3.4 Metode Penilaian Kinerja……….…….... 35
II.3.5. Manfaat Penilaian Kinerja ……….….. 37
II.3.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja .……… 39
II.4. Disiplin Kerja ……… 41
II.4.1. Macam-macam Disiplin Kerja ………..…... 43
II.4.2. Faktor-faktor Disiplin Kerja ……… 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 48
III.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 48
III.2. Metode Penelitian ………...………….. 48
III.3. Populasi dan Sampel ………. 48
III.4. Teknik Pengumpulan Data ………...…………. 49
III.5. Jenis dan Sumber Data ……….. 49
III.5.1. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama………..……… 50
III.5.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua ………..………. 50
III.8.3. Uji Multikolinearitas………. 57
III.8.4. Uji Goodness of Fit ……….. 57
III.8.5. Uji Validitas Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi, Disiplin Kerja dan Lingkungan Kerja.... 57
III.8.6. Uji Reliabilitas Budaya Organisasi, Disiplin Kerja ………. 59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 61
IV.1. Hasil Penelitian ……….. 61
IV.1.1. Gambaran Umum LLAJR Pemko Medan ……... 61
IV.1.3. Visi dan Misi Dinas LLAJR Pemko Medan ……… 62
IV.1.4. Kegiatan LLAJR Pemko Medan ………... 62
IV.2. Karakteristik Responden ……… 63
IV.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ………. 63
IV.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………...……. 63
IV.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja.. 64
IV.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan... 65
IV.2.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Komposisi Bidang dan Tugas ………... 65
IV.2.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……… 65
IV.3. Uji Asumsi Klasik ……….……….... 67
IV.3.1. Pengujian Normalitas ……….. 67
IV.3.2. Uji Heteroskedastisitas ………. 68
IV.3.3. Uji Multikolinearitas ……… 70
IV.4. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 71
IV.4.1. Pengujian Hipotesis ……….……… 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………...……… 75
V.1. Kesimpulan ………...………. 75
V.2. Saran ………...………… 76
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian Hipotesis
Pertama dan Kedua ………. ……… 50
3.2. Uji Validitas Instrumen Regresi Pertama dan Kedua …………. 58
3.3. Nilai Croanbach’s Alpha Regresi Pertama dan Kedua ...…….... 60
4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ……….……… 63
4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin …………. 63
4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ………. 64
4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan ……….…….. 65
4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan …… 65
4.6. Uji Multikolinearitas ………..………. 70
4.7. Pengujian Goodness of Fit Persamaan Pertama dan Kedua …… 71
4.8. Hasil Regresi Uji F Persamaan Pertama dan Kedua ……… 72
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1. Kerangka Berfikir ……… 7
4.1. Grafik Histogram Persamaan Pertama ……… 67
4.2. Uji Normalitas Persamaan Kedua ……… 68
4.3. Grafik Scatterplot Uji Heteroskedastisitas Persamaan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Tabulasi Data Penelitian ………….………. 80
2. Tabel Frekwensi ……… 81
3. Uji Validitas dan Reliabilitas ……… 87
4. Hasil Uji Regresi Berganda ……….. 91
5. Tabel t ………... 94
6. Tabel F ……….. 95
7. Struktur Organisasi Dinas Perhubungan LLAJR Pemko Medan ……… 96
ABSTRAK
Menghadapi masa memasuki era millennium ketiga, instansi dituntut memiliki core competence yang mampu menghasilkan suistanable competitive advantage. Salah satu faktor kunci menghasilkan suistanable competitive advantage adalah tersedianya intellectual human capital yang mempunyai sifat kreatif. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah, sejauhmana pengaruh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan dan sejauhmana pengaruh budaya organisasi terhadap disiplin kerja.
Penelitian ini menggunakan teori Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi, Kinerja, dan Disiplin Kerja. Metode penelitian ini dengan pendekatan studi kasus didukung survey dan jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif dan bersifat menguraikan dan menjelaskan
Hasil penelitian menunjukkan pada hipotesis pertama bahwa Koefisien Determinasi (R2) sebesar 58,7% yang memberi arti bahwa kemampuan variabel bebas Lingkungan Kerja (X1) dan Budaya Organisasi (X2) menjelaskan pengaruhnya
terhadap variabel terikat (Y) yaitu kinerja sebesar 58,7% sedangkan sisanya 41,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi secara simultan berpengaruh sangat-sangat signifikan (highly significant) dan variabel yang dominan mempengaruhi Kinerja pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan adalah Budaya Organisasi. Hipotesis kedua menunjukkan bahwa Koefisien Determinasinya (R2) sebesar 72,4% yang
memberi arti bahwa kemampuan variabel bebas (X) yaitu Budaya Organisasi menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel terikat (Y) yaitu Disiplin Kerja sebesar 72,4% dan sisanya 27,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini, dan Budaya Organisasi berpengaruh sangat signifikan (highly significant) terhadap Disiplin Kerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.
Kesimpulan penelitian untuk hipotesis pertama, Kinerja Pegawai sangat-sangat dipengaruhi sekali oleh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi, dan variabel yang paling dominan mempengaruhinya adalah Budaya Organisasi, untuk hipotesis kedua Budaya Organisasi sangat mempengaruhi Disiplin Kerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya Pemko Medan.
ABSTRACT
In facing the tird millernia aera, instance is required to have core competence able of producing sustainable competitive advantage. One of key factors in producing the suistanable competitive advantage is to make availability of intellectual human capital to have creative attitude. The formulation of problem is this research is, how far is the effect of work environment and culture of organization on performance of Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) of Pemko Medan and the effect of culture of organization on work discipline of staffs in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan, to know and analyze the effect of organization culture in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.
This research is to use the theory of human power management related to work environment, organization culture, performance and work discipline.
The population of research is all staffs in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan, 300 peoples, determination of sample in this research is 15% of 300 peoples, 45 peoples.
The method of data collection is by interview, questionnaire, and study of documentation. Model of data analysis used is multiple linear regression analysis. The hipothesis test is simultaneously or partially conducted with SPSS version 13.
The result of research indicated that work environment and culture organization simultaneously and partially is very significant to worker’s performance Lalu Lintas Jalan Raya Pemko Medan. The dominant Variable have significantly make effect to worker’s performance Lalu lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Dalam menghadapi masa memasuki era millennium ketiga, organisasi/
perusahaan dituntut memiliki core competence yang mampu menghasilkan
suistenable competitive advantage. Salah satu faktor kunci menghasilkan suistenable competitive advantage adalah tersedianya intellectual human capital yang memiliki sifat kreatif, inovatif dan fleksibel.
Kompetensi utama yang menghasilkan suistenable competitive advantage,
yakni, sumber daya fisik (physical capital), sumber daya manusia (human resource)
dan sumber daya organisasi (organizational capital). Dari ketiga jenis sumber daya
ini, sumber daya yang sangat memiliki competitive advantage tinggi adalah sumber
daya manusia (seperti, pengalaman, dan hubungan antaranggota organisasi serta
keterampilan organisasional (seperti, struktur pelaporan formal, kontrol, dan
hubungan informasi). Keunggulan ini melekat secara organisasional dan dari segi
sosial bersifat kompleks dan unik.
Menghadapi kondisi di atas organisasi harus melakukan perubahan yang
mendasar yang mencakup nilai-nilai budaya organisasi, sistem, dan struktur.
Nilai-nilai yang menjadi penopang budaya ini terbentuk melalui perjalanan historis
organisasi, karena nilai-nilai inilah yang diyakini sebagai kunci suksesnya organisasi.
kompetensi menjadi nilai penentu kesuksesan organisasi, maka budaya organisasi pun
berubah, dengan melakukan perhatian pada kinerja individual.
Organisasi yang memiliki budaya akan mampu bertahan melewati sejumlah
tantangan yang muncul dalam berbagai masa.
Untuk menanamkan dan memperkuat budaya organisasi adalah menyusun
desain dan struktur organisasi, menyusun prosedur dan sistem organisasi, mendesain
ruang fisik dan bangunan kantor, menanamkan sejarah, legenda, mitos, dan
kejadian-kejadian tertentu, orang-orang penting serta pernyataan formal menyangkut filosofi
organisasi. Budaya organisasi yang ada akan mengacu pada rumusan keyakinan
(belief), nilai-nilai (value), dan cara belajar dari pengalaman yang dibangun
sepanjang sejarah organisasi dan dimanifestasikan dalam tiap pengaturan materi dan
perilaku tiap anggota organisasi tersebut atau “nilai-nilai yang menjadi pegangan
Sumber Daya Manusia dalam menjalankan kewajibannya dan juga perilakunya dalam
organisasi”.
Nilai-nilai yang ada akan membentuk lingkungan kerja merupakan sikap yang
tertanam dalam diri untuk senantiasa menghayati dan menghargai suatu pekerjaan
dengan terus meningkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu. Lingkungan kerja
merupakan bagian penting yang menentukan suatu keberhasilan seseorang. Suatu
keberhasilan bukan hanya ditentukan karena adanya pengetahuan dan kemampuan
menggunakan akal pikiran tapi juga kemampuan untuk mengarahkannya pada
ini adalah masyarakat Jepang yang dipandang sukses di kancah ekonomi dunia
dengan menerapkan lingkungan kerja Bushido.
Arti penting dari lingkungan kerja terletak pada perannya dalam menentukan
keberhasilan seseorang. Keberhasilan yang bersumber dari sikap atau perilaku yang
merupakan cerminan dari keyakinan, kecerdasan, semangat, dan keberanian,
kehormatan, pengabdian, dan loyalitas yang khas pada seseorang. Sikap mental
manusia dan lingkungan kerjanya memiliki keterkaitan dengan iklim dan kondisi
lingkungan di mana dia berada. Lingkungan kerja yang dibentuk sejak dini terutama
pada lingkungan sekolah menentukan kelak bagaimana lingkungan kerja seseorang.
Perguruan tinggi merupakan institusi pertama kali di mana seseorang dibentuk dan
dipersiapkan untuk memiliki lingkungan kerja yang baik. Meningkatkan lingkungan
kerja memang tidak bisa dilakukan dengan instan, tetapi perlu etiket dan niat baik,
entah secara individual maupun kolektif.
Kekuatan etiket dan niat akan menggeser budaya loyo dan watak lemah.
Selain itu, komponen yang tak kalah pentingnya dan bahkan utama adalah disiplin.
Sikap disiplin menunjukkan kualitas kepribadian seseorang atau suatu bangsa dalam
memiliki reputasi, sebagaimana bangsa Jepang. Disiplin dalam kerja terlihat dengan
menghargainya pada jam kerja, tidak keluyuran meninggalkan pekerjaan tanpa ijin
apalagi bolos. Dengan disiplin produktivitas akan meningkat. Langsung atau tidak,
sikap ini akan membentuk loyalitas pada pekerjaan, menumbuhkan konsistensi, serta
dengan menegakkan aturan, memberikan penghargaan (prizing) pada yang berprestasi
dan sanksi (punishment) pada siapapun yang tidak mematuhinya.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Sejauhmana pengaruh Lingkungan Kerja, dan Budaya Organisasi terhadap
Kinerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) di Pemerintah Kota Medan?
2. Sejauhmana pengaruh Budaya Organisasi terhadap Disiplin Kerja pegawai Lalu
Lintas Jalan Raya (LLAJR) di Pemerintah Kota Medan?
I.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. a. Mengetahui dan menganalisis secara serentak pengaruh Lingkungan Kerja, dan
Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR)
di Pemerintah Kota Medan.
b. Mengetahui dan menganalisis secara parsial pengaruh yang dominan dari
Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi terhadap kinerja Pegawai Lalu Lintas
Jalan Raya (LLAJR) di Pemerintah Kota Medan.
2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh Budaya Organisasi terhadap Disiplin
I.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) di Pemerintah Kota Medan dalam rangka
menciptakan lingkungan kerja dan budaya organisasi yang bermanfaat untuk
meningkatkan kinerja dan disiplin kerja pegawai Lalu Lintas Jalan Raya
(LLAJR) di Pemerintah Kota Medan.
2. Menambah khasanah dan memperkaya penelitian di Program Studi Ilmu
Manajemen Sekolah Pascasarjana USU.
3. Menambah dan memperluas pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam
bidang manajemen Sumberdaya Manusia khususnya mengenai lingkungan
kerja, budaya organisasi dan kinerja, serta disiplin kerja.
4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.
I.5. Kerangka Berpikir
Pegawai yang memiliki tingkat kemampuan yang baik dan didorong oleh
kuatnya lingkungan kerja akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga
dapat menghasilkan kerja yang baik yang berkualitas dan profesional sesuai dengan
harapan. Proses kerja sangat tergantung pada lingkungan kerja pegawai. Untuk itu
lingkungan kerja pegawai harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk
meningkatkan lingkungan kerja itu harus dipikirkan. Pegawai yang memiliki tingkat
melaksanakan tugasnya dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan yang
diharapkan.
Pemikiran di atas sejalan dengan pernyataan Siagian (2002) bahwa:
“lingkungan kerja sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja pada
karyawan sedemikian rupa, sehingga karyawan mau bekerja dengan ikhlas demi
tercapainya tujuan”. Selanjutnya menjadi bagian dari organisasi berarti menjadi
bagian dari budaya. Pada kaitan organisasi, maka budaya organisasi adalah nilai yang
mendasar dalam cara mengelola serta mengorganisasikannya. Nilai-nilai dan
semangat ini merupakan suatu kunci yang sangat strategis, bahkan menjadi alat
motivasi masing-masing individu dan atau organisasi dalam usaha menjawab
tantangan serta usaha memanfaatkan peluang guna meningkatkan kinerja organisasi.
Budaya organisasi menurut Robbins (2001), budaya organisasi mempengaruhi
kinerja dan kepuasan karyawan. Persepsi subyektif karyawan secara keseluruhan
terhadap organisasi didasarkan pada beberapa faktor seperti derajat toleransi resiko,
tekanan atau perhatian tim serta dukungan masyarakat. Persepsi keseluruhan ini
(persepsi baik atau tidak baik) membentuk suatu budaya organisasi atau kepribadian,
yang kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan yang mengakibatkan
makin hebat dan kuatnya suatu budaya.
Seorang pegawai yang memiliki kemampuan dalam penguasaan di bidang
pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan tersebut, serta mengerti
perannya dengan jelas, maka pegawai tersebut akan memiliki lingkungan kerja yang
Menurut Hasibuan (2001) bahwa: “kinerja adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Kinerja
merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu, kemampuan dan minat seorang
pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan
tingkat lingkungan seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin
besarlah kinerja karyawan tersebut.
Uraian di atas disimpulkan sebagai berikut:
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir
LINGKUNGAN KERJA
Budaya Organisasi
Kinerja
I.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dihipotesiskan sebagai berikut:
1. Lingkungan kerja, dan Budaya organisasi berpengaruh terhadap Kinerja
pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) di Pemerintah Kota Medan.
2. Budaya organisasi berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai Lalu Lintas
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1. Teori tentang Lingkungan Kerja
II.1.1. Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah tempat di mana pegawai melakukan aktivitas setiap
harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan
pegawai untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi
emosional pegawai. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerja di mana dia bekerja,
maka pegawai tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitasnya
sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Produktivitas akan tinggi dan
otomatis prestasi kerja pegawai juga tinggi. Lingkungan kerja itu mencakup
hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat pegawai
bekerja.
Sihombing (2004) menyatakan bahwa:
“Lingkungan Kerja adalah faktor-faktor di luar manusia baik fisik maupun non fisik dalam suatu organisasi. Faktor fisik ini mencakup peralatan kerja, suhu I tempat kerja, kesesakan dan kepadatan, kebisingan, luas ruang kerja sedangkan non fisik mencakup hubungan kerja yang terbentuk di instansi antara atasan dan bawahan serta antara sesama karyawan”.
Lingkungan kerja yang mendukung produktivitas kerja akan menimbulkan
adalah (1) fasilitas kerja, (2) gaji dan tunjangan, (3) hubungan kerja” (Sihombing,
2004).
Motivasi kerja pegawai akan terdorong dari lingkungan kerja. Jika lingkungan
kerja mendukung maka akan timbul keinginan pegawai untuk melakukan tugas dan
tanggung jawabnya. Keinginan ini kemudian akan menimbulkan persepsi pegawai
dan kreativitas pegawai yang diwujudkan dalam bentuk tindakan. Persepsi pegawai
juga dipengaruhi oleh faktor insentif yang diberikan oleh instansi.
II.1.2. Manfaat Lingkungan Kerja
Manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala
waktu yang ditentukan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan
dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya
akan tinggi (Arep, 2003).
II.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Setiap orang memerlukan 5 (lima) kebutuhan yang telah dikemukakan oleh
Maslow sebagaimana diuraikan di atas sebagai sumber lingkungan kerja dalam
rangka meningkatkan semangat kerjanya. Namun yang paling penting bagi seseorang
adalah lingkungan kerjanya, dimulai dari dalam dirinya sendiri sesuai dengan
pendapat Terry dalam Hasibuan (2001) bahwa Lingkungan kerja yang paling berhasil
Lingkungan kerja adalah kekuatan yang mendorong semangat yang ada
di dalam maupun di luar dirinya baik itu yang berupa reward maupun punishment
sehingga Herberg dalam Luthans (2003) menyatakan bahwa pada manusia terdapat
enam faktor pemuas. 1). prestasi kerja yang diraih (achievement). 2). pengakuan
orang lain (recognition). 3). tanggung jawab (responsibility). 4). peluang untuk maju
(advancement). 5). kepuasan kerja itu sendiri (the work itself). 6). dan pengembangan
karir (the possibility of growth). Sedangkan faktor pemeliharaan (maintenance
factor). Yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic lingkungan kerja yang meliputi: 1). Kondisi Kerja; 2). Keamanan dan keselamatan kerja; 3). Kondisi kerja;
4). Status; 5). Prosedur perusahaan; 6). Mutu dari supervise tekhnis dari hubungan
antara teman sejawat, atasan, dan bawahan.
II.2. Teori tentang Budaya Organisasi
Budaya merupakan nilai-nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan
bersama yang diikuti dan dihormati di dalam suatu organisasi. Kebiasaan ini menjadi
budaya kerja sumber daya manusia di dalam organisasi dan sering dinamakan sebagai
budaya organisasi.
Budaya organisasi (organizational culture) akhir-akhir ini sering muncul
kepermukaan dan menjadi bahan pembicaraan dan kajian, baik di kalangan praktisi
maupun ilmuwan. Banyak diskusi dan seminar diadakan untuk membicarakan hal-hal
bahwa budaya organisasi itu dirasakan penting dan memiliki manfaat langsung
maupun tidak langsung bagi perkembangan organisasi.
Budaya organisasi telah banyak didefinisikan oleh para ahli organisasi dan
manajemen antara lain sebagai berikut: Organisasi adalah kumpulan orang yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah kerja sama dua
orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas-aktivitas atau kekuatan-kekuatan
perorangan yang dikoordinasikan secara sadar. Organisasi adalah pengaturan personil
guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui alokasi
fungsi dan tanggung jawab.
Budaya organisasi dinyatakan beberapa ahli, antara lain sebagai berikut:
Budaya Organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan
internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang
kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk
memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti
di atas.
Robbin (2002) memberikan rumusan tentang pengertian budaya organisasi
adalah: nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi, yang dapat
menggambarkan tentang cara-cara melakukan suatu pekerjaan di tempat tertentu serta
asumsi kepercayaan dasar yang terdapat diantara anggota organisasi. Budaya
organisasi adalah suatu sistem pengertian yang diterima bersama, yang
mengaplikasikan adanya dimensi dan karakteristik tertentu yang berhubungan secara
Berdasarkan definisi di atas terkandung unsur-unsur dalam budaya organisasi
sebagai berikut:
1. Asumsi dasar
Dalam budaya organisasi terdapat asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai
pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi yang berperilaku.
2. Keyakinan yang dianut
Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh
para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat
berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan utama organisasi/perusahaan,
filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha.
3. Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi.
Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin
organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau perusahaan
tersebut.
4. Pedoman mengatasi masalah
Dalam organisasi/perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering muncul,
yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Kedua masalah
tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama
anggota organisasi.
5. Berbagi nilai (sharing value)
Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling
6. Pewarisan (learing process)
Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu
diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman
untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan tersebut.
7. Penyesuaian (adaptasi)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang
berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi organisasi/
perusahaan terhadap perubahan lingkungan.
II.2.1. Pengertian Budaya Organisasi
Schein dari MIT, dalam Amstrong (1998) menyatakan bahwa:
“Budaya perusahaan sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan oleh kelompok tertentu, ditemukan atau dikembangkan untuk mempelajari cara mengatasi masalah-masalah adaptasi dari luar dan cara berintegrasi, yang telah berfungsi dengan baik atau dianggap berlaku, dan karena itu harus diajarkan kepada para anggota baru sebagai yang benar untuk mengundang, memikirkan, dan merumuskan masalah-masalah ini”.
Selanjutnya Robbins (2002) menyatakan bahwa: “Budaya organisasi
(organization culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain”. Lebih lanjut,
Robbins (1998) menyatakan bahwa:
other organization. This system of shared meaning is, oncloser examination, a set of key characteristics that the orgnization values”).
Memahami budaya organisasi: Budaya organisasi adalah norma-norma dan
kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi.
Budaya organisasi menjadi acuan bersama diantara manusia dalam melakukan
interaksi dan organisasi. Pendapat lain dikemukakan Susanto (2007) yang
menyatakan bahwa:
“Budaya organisasi adalah sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak dan berperilaku”.
Kotter dan Hesket dalam Soetjipto (2007) berpendapat bahwa budaya
organisasi pada dasarnya merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku
di dalam organisasi, contohnya: kesigapan dalam memberikan pelayanan kepada para
pelanggan, sedangkan nilai mencerminkan keyakinan atau kepercayaan mereka akan
hal-hal tertentu yang mampu mendatangkan kesuksesan, contohnya: perhatian yang
besar kepada kepuasan pelanggan. Jika keduanya dibandingkan, norma relatif lebih
kasat mata dan lebih mudah untuk dirubah.
Sedangkan Hofstede et al. (1993) menyatakan bahwa Budaya organisasi
sebagai konstruksi dari dua tingkat karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang
kelihatan (observable) dan yang tidak kelihatan (unobservable). Pada level
seragam, pola perilaku, peraturan, bahasa, dan seremoni yang dilakukan perusahaan.
Sementara pada level (unabsorvable), budaya organisasi mencakup shared value,
norma-norma, kepercayaan, asumsi-asumsi para anggota organisasi untuk mengelola
masalah dan keadaan-keadaan sekitarnya.
Perusahaan yang berorientasi pada kepentingan pasar memerlukan budaya
dukungan (support culture) dan budaya prestasi (achievement culture) sebagai cara
meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan. Budaya organisasi yang efektif
adalah budaya organisasi yang mengakar kuat dan dalam. Di perusahaan yang
berbudaya demikian, hampir semua individunya menganut nilai-nilai yang seragam
dan konsisten.
Setiap organisasi atau bahkan setiap bagian dalam suatu organisasi
menunjukkan symbol dan ritual yang berbeda karena di dalamnya terdiri dari
berbagai individu dengan latar belakang dan pengalaman yang beragam. Namun
demikian budaya organisasi memiliki sejumlah disemsi yang berguna untuk
memudahkan setiap upaya pengidentifikasian karakteristik budaya tertentu dalam
organisasi. Hofstede (1993) menyatakan bahwa ada 6 (enam) dimensi budaya
organisasi yang dapat ditemukan pada berbagai organisasi, yaitu:
a. Process-oriented versus resuls-oriented
Organisasi dengan budaya berorientasi pada proses ditandai dengan karyawan
yang bekerja di dalamnya cenderung memperhatikan pada proses kegiatan dan
bukan pada pencapaian hasil, menghindari resiko, tidak berusaha dengan keras,
dengan hari-hari sebelumnya tanpa perubahan tantangan. Sebaliknya pada budaya
organisasi yang berorintasi pada hasil, karyawan cenderung memusatkan
perhatiannya pada pencapaian hasil terlepas dari proses atau kegiatan yang
dilakukannya, merasa nyaman dengan situasi yang berbeda atau menantang,
selalu berusaha secara maksimal, dan menganggap bahwa datangnya hari esok
akan membawa tantangan tersendiri yang berbeda dengan hari-hari atau waktu
sebelumnya. Dengan konteks yang demikian ini, budaya organisasi dengan
orientasi orientasi pada hasil merupakan strong culture atau budaya yang positif.
b. Employee-oriented versus job-oriented
Dalam organisasi yang berorientasi pada employee, karyawan merasa bahwa
masalah-masalah personel mereka pada dasarnya adalah masalah organisasi juga,
pimpinan harus bertanggung jawab dalam mengatasi masalah kesejahteraan
individu dan keluarganya, sementara dalam pengambilan keputusan organisasi
cenderung melibatkan banyak pihak atau komunal. Sebaliknya dalam organisasi
yang berorientasi pada job, karyawan merasakan adanya tekanan yang kuat untuk
menyelesaikan semua pekerjaan, sementara proses pengambilan keputusan
dilakukan secara invidual.
c. Parochial versus professional
Pengenalan terhadap organisasi yang berbudaya parochial dapat ditentukan
identitas organisasi. Perbedaan utama dari karyawan yang parochial dan
karyawan yang profesional dapat diketahui dari jawaban yang diberikan atas
pertanyaan tentang “apa yang anda kerjakan?”. Seorang karyawan parochial akan
menjawab: “saya bekerja untuk perusahaan X”, sementara karyawan profesional
akan menjawab: “saya adalah seorang insinyur”.
d. Open system versus closed system
Karyawan dalam organisasi dengan sistem terbuka merasa bahwa organisasi dan
semua karyawannya bersikap terbuka dan mau menerima terhadap hadirnya
pendatang/pegawai baru dan pihak-pihak eksternal lainnya, semua pihak merasa
ada kesesuaian dengan nilai-nilai organisasi, serta karyawan baru tidak
memerlukan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan organisasi. Dalam
organisasi dengan budaya sistem tertutup, interaksi antara karyawan cenderung
tertutup dan rahasia, hanya orang-orang atau pihak tertentu yang merasa cocok
atau sesuai dengan nilai-nilai organisasi, sementara bagi karyawan baru
membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan keadaan
organisasi.
e. Tight control versus loose control
Pengendalian yang ketat ditunjukkan dengan adanya kesadaran setiap individu
terhadap pentingnya makna efisiensi (cost-conscious), cenderung tepat waktu
dalam pekerjaan dan penyelesaiannya dan karyawan bersikap serius tentang
organisasi dan pekerjaannya. Adapun dalam organisasi yang berbudaya
pentingnya tentang biaya (cost), bekerja tidak sesuai dengan jadwal penyelesaian,
dan banyak menggelar jokes tentang organisasi dan pekerjaannya.
f. Pragmatic versus normative emphasis towards clients
Organisasi dengan budaya pragmatis memiliki ciri khusus yaitu terdapat
penekanan utama pada pemenuhan kebutuhan pelanggan di mana hasil yang
dicapai merupakan pertimbangan yang lebih penting daripada sekedar suatu
pelaksanaan prosedur yang benar. Organisasi seperti ini juga bersifat fleksibel
dalam menyikapi etika dalam bisnis. Sebaliknya organisasi dengan budaya
normatif di dalamnya terdapat upaya keras untuk mematuhi prosedur dengan
benar dan menganggapnya lebih penting daripada pencapaian hasil, sementara
terhadap etika organisasi memiliki standar tinggi yang dipakai sebagai acuan.
Dimensi keenam dalam budaya organisasi ini utamanya berkaitan dengan
topik terkini dalam bisnis yaitu tentang orientasi perusahaan pada pelanggan.
Perusahaan yang berbeda pada tekanan kompetensi yang ketat cenderung berbudaya
pragmatis, sebaliknya organisasi yang bersifat monopolistis di mana tidak terdapat
persaingan dalam bisnis cenderung bersifat normatif.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, budaya organisasi dapat dikatakan
sebagai aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan dari
sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk
berperilaku dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap
mereka sehari-hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu
organisasi mencerminkan ‘cara karyawan melakukan seseuatu (membuat keputusan,
melayani orang, dsb). Misalnya saja cara petugas penerima tamu, kondisi ruangan,
pakaian seragam, cara menerima telepon, dan sebagainya.
II.2.2. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi
Budaya bisa dilihat sebagai “fenomena” yang megelilingi kehidupan orang
banyak dari hari ke hari, bisa direkayasa dan dibentuk. Jika budaya dikecilkan ruang
lingkupnya ke tingkat organisasi atau bahkan ke kelompok yang lebih kecil, akan
dapat terlihat bagaimana budaya terbentuk, ditanamkan, berkembang, dan akhirnya
direkayasa, diatur dan diubah.
Budaya diturunkan dari filsafat pendirinya. Selanjutnya budaya itu akan
mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pegawai. Tindakan
dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima
baik dan yang tidak baik. Bagaimana bisa disosialisasikan akan tergantung pada
tingkat sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilai-nilai pegawai baru dengan
nilai-nilai organisasi.
II.2.3. Karakteristik Budaya Organisasi
Robbins (2002) menyatakan ada 10 karakteristik yang apabila dicampur dan
dicocokkan, dengan budaya organisasi. Kesepuluh karakteristik budaya organisasi
tersebut sebagai berikut:
1. Inisiatif Individual
Yang dimaksud inisiatif individual adalah tanggung jawab, kebebasan atau
individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi
sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi/
perusahaan.
2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko
Dalam budaya organisasi perlu ditekankan, sejauhmana para pegawai
dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif, dan mengambil resiko. Suatu
budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada
anggota para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan
organisasi/perusahaan serta berani mengambil resiko terhadap apa yang
dilakukannya.
3. Pengarahan
Pengarahan dimaksudkan sejauhmana suatu organisasi/perusahaan dapat
menciptakan dengan jelas perusahaan dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan
harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi
dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi/perusahaan.
4. Integrasi
Interaksi dimaksudkan sejauhmana suatu organisasi/perusahaan dapat
mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan
5. Dukungan Manajemen
Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat
memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap
bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran kinerja suatu organisasi/
perusahaan.
6. Kontrol
Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma
yang berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan. Untuk itu diperlukan sejumlah
peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai/karyawan dalam suatu organisasi.
7. Identitas
Identitas dimaksudkan sejauhmana para anggota/karyawan suatu organisasi/
perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam
perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional
tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat membantu
manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi/perusahaan.
8. Sistem Imbalan
Sistem Imbalan dimaksudkan sejauhmana alokasi imbalan (seperti kenaikan
gaji, promosi, dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan
sebaliknya didasarkan senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. Sistem imbalan
yang didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawai/karyawan
prestasi kerja yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.
Sebaliknya sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih kasih, akan
berakibat tenaga kerja yang punya kemampuan dan keahlian dapat berlaku pasif dan
frustasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja organisasi/perusahaan menjadi
terhambat.
9. Toleransi terhadap Konflik
Sejauhmana para pegawai/karyawan didorong untuk mengemukakan konflik
di mana kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering
terjadi dalam suatu organisasi/perusahaan. Namun, perbedaan pendapat atau kritik
yang terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan
strategi untuk mencapai tujuan suatu organisasi/perusahaan.
10. Pola Komunikasi
Sejauhmana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.
Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi
antara atasan dan bawahan atau antarkaryawan itu sendiri.
Kinerja Organisasi tercantum dalam lima pola sebagai berikut:
a. Kinerja komunikasi yang terampil dalam bentuk ritual yang meliputi personal
ritual, social ritual dan organizational ritual. Ritual adalah suatu tindakan yang akan diikuti oleh kelompok secara familiar dan rutin. Personal ritual adalah
tindakan rutin yang dilakukan secara bersama-sama, namun tidak berkaitan
dengan pekerjaan. Organizational Ritual adalah kebiasaan yang diikuti oleh
b. Kinerja komunikasi yang disebut passion.
Yang dimaksud passion adalah seseorang atau karyawan suatu organisasi/
perusahaan akan selalu mengulang-ulang cerita dramatis atau segala seseuatu
yang selalu dikerjakannya atau dilakukan oleh orang lain diidolakan atau kondisi
dan kesuksesan dari organisasinya.
c. Kinerja komunikasi yang dilakukan secara sosial.
Kinerja ini dimaksudkan untuk menebalkan sopan santun dan ditaatinya
aturan-aturan organisasi. Kinerja adalah bagian dari proses identitas kelompok; contoh:
cerita, jargon-jargon, senda gurau atau canda, gerutu, komplain, argumentasi,
ungkapan-ungkapan, konsultasi-konsultasi, serta kritik-kritik.
d. Kinerja komunikasi yang disebut organizational politics.
Kinerja komunikasi ini dimaksudkan sebagai perilaku yang diciptakan untuk
menguatkan permohonan terhadap kekuasaan, wewenang atau pengaruh seperti
penampilan kepemimpinan, pengelompokan-pengelompokan, dan tawar menawar
(bargaining) kekuasaan.
e. Kinerja komunikasi yang disebut enkulturasi.
Kinerja komunikasi ini merupakan proses belajar budaya dari para anggota
diantaranya melalui perjalanan karir, orientasi karyawan baru, dan lain-lain.
II.2.4. Tingkatan Budaya Organisasi
Menurut Daft (2002), terdapat tiga tingkatan budaya organisasi, yaitu:
1. Artifak (artifact), adalah budaya organisasi tingkat pertama, yaitu hal-hal yang
kelompok baru. Artifak bersifat kasat mata (visible), misalnya lingkungan fisik
organisasi, cara berprilaku, cara berpakaian, dan lain-lain. Karena antara
organisasi yang satu dengan organisasi lainnya artifaknya berbeda-beda, maka
anggota baru dalam suatu organisasi perlu belajar dan memberikan perhatian
terhadap budaya organisasi tersebut.
2. Nilai (espoused values), merupakan alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi
untuk mendukung caranya melakukan seseuatu. Ini adalah budaya organisasi
tingkat kedua yang mempunyai tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada
artifak. Pada tingkat ini, baik organisasi maupun anggota organisasi memerlukan
tuntunan strategi, tujuan dan filosofi dari pemimpin organisasi untuk bersikap dan
bertindak. Oleh karena itu, untuk memahami espoused values ini, seringkali
dilakukan wawancara dengan anggota kunci organisasi misalnya, atau
menganalisa kandungan artifak seperti dokumen.
3. Asumsi dasar (basic assumption), merupakan bagian penting dari budaya
organisasi. Asumsi ini merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula dari
nilai-nilai yang didukung karena merupakan keyakinan yang dianggap sudah ada oleh
anggota suatu organisasi seperti kepercayaan, persepsi ataupun perasaan yang
menjadi sumber nilai dan tindakan. Budaya organisasi tingkat ketiga ini
menetapkan cara yang tepat untuk melakukan seseuatu dalam sebuah organisasi,
II.2.5. Fungsi dan Manfaat Budaya Organisasi
Budaya organisasi memiliki beberapa fungsi dan organisasi, yaitu:
(1) memberi batasan untuk mendefinisikan peran, sehingga memperhatikan
perbedaan yang jelas antarorganisasi; (2) memberikan pengertian identitas terhadap
anggota organisasi; (3) memudahkan munculnya komitmen terhadap sesuatu yang
lebih besar dibanding minat anggota organisasi secara perorangan; (4) menunjukkan
stabilitas sistem sosial; (5) memberikan pengertian dan mekanisme pengendalian
yang dapat dijadikan pedoman untuk membentuk sikap serta perilaku para anggota
organisasi; dan (6) membantu para anggota organisasi mengatasi ketidakpastian,
karena pada akhirnya budaya organisasi berperan untuk membentuk pola pikir dan
perilaku anggota organisasi (Robbins, 2002).
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh kedua belah pihak, baik
organisasi maupun para anggotanya, manakala suatu organisasi menerapkan budaya
organisasi, dalam pengertian memberi perhatian pada sistem nilai yang dianut
organisasi. Manfaat tersebut adalah: (1) memberikan pedoman bagi tindakan
pengambil keputusan; (2) mempertinggi komitmen organisasi; (3) menambah
konsistensi perilaku para anggota organisasi; dan (4) mengurangi keraguan para
anggota organisasi, karena budaya memberitahukan kepada mereka bagaimana
sesuatu dilakukan dan apa yang dianggap penting.
Memperhatikan fungsi dan manfaat budaya tersebut di atas, maka budaya
dalam suatu organisasi sangat penting. Oleh karena itu budaya senantiasa dipelihara
melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasi serta menjadi stimulasi untuk
meningkatkan kinerja organisasi.
II.2.6. Sumber-sumber Budaya Organisasi
Isi dari suatu budaya organisasi terutama berasal dari tiga sumber (Robbins,
2002), yaitu:
a. Pendiri organisasi. Pendiri sering disebut memiliki kepribadian dinamis, nilai
yang kuat, dan visi yang jelas tentang bagaimana organisasi seharusnya. Pendiri
mempunyai peranan kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka siap
diteruskan kepada karyawan baru. Akibatnya, pandangan mereka diterima oleh
karyawan dalam organisasi, dan tetap dipertahankan sepanjang pendiri berada
dalam organisasi tersebut, atau bahkan setelah pendirinya meninggalkan
organisasi.
b. Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal. Penghargaan organisasi
terhadap tindakan tertentu dan kebijakannya mengarah pada pengembangan
berbagai sikap dan nilai.
c. Karyawan, hubungan kerja. Karyawan membawa harapan, nilai, sikap mereka ke
dalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan aktivitas utama organisasi yang
membentuk sikap dan nilai.
Jadi budaya organisasi sering dibentuk oleh pengaruh orang-orang yang
mendirikan organisasi tersebut, oleh lingkungan eksternal di mana organisasi
Variabel dimensi budaya organisasi yang dijadikan dasar pengukuran
diturunkan dari 6 (enam) dimensi budaya organisasi yang dinyatakan Hofstede dalam
Ariandi (2006) yang meliputi:
1. Profesionalisme, merupakan ukuran kecakapan atau keahlian yang dimiliki oleh
pekerja dalam organisasi. Suatu jabatan yang ditempati oleh seorang pekerja yang
profesional atau suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja yang profesional
akan membuahkan hasil yang optimal. Dalam organisasi yang menjunjung tinggi
nilai-nilai profesionalisme semua pekerja akan mencurahkan perhatiannya pada
pekerjaan sebagai bentuk dari tanggung jawab yang harus ditunaikan.
2. Kepemimpinan, yaitu tingkat keterlibatan atasan terhadap masalah-masalah
di luar pekerjaan yang dialami oleh bawahan. Hubungan antarpribadi yang terbina
baik akan memungkinkan terciptanya iklim kerja yang cerah. Adanya hubungan
antarpribadi juga dapat mempengaruhi penilaian terhadap pekerja. Dalam hal
melakukan promosi, atau mempertahankan orang-orang yang dinilai baik bagi
suatu divisi juga melibatkan hubungan antarpribadi.
3. Kepercayaan kepada rekan sekerja, yaitu interaksi yang terbina antarsesama
pekerja dalam organisasi. Sikap yang terbuka, ramah dalam pergaulan dan
perilaku yang menunjukkan rasa persaudaraan yang tinggi diantara sesama
pekerja, karena merasa senasib dan seperjuangan akan menumbuhkan
kepercayaan dan perilaku yang positif. Dengan adanya rasa percaya kepada rekan
pribadi akan diatasi dengan perhatian dari rekan-rekan sekerja yang rela
membantu memberikan saran.
4. Keteraturan, yaitu kondisi lingkungan kerja yang menunjukkan adanya
aturan-aturan atau ketentuan yang harus dipatuhi oleh anggota organisasi. Tujuannya
adalah untuk menjamin adanya keseragaman dalam pelaksanaan, memudahkan
koordinasi dan pengawasan. Adanya aturan yang ditetapkan oleh organisasi harus
berlaku sama untuk semua orang atau departemen dalam organisasi, sehingga
mencerminkan adanya rasa keadilan.
5. Konflik, yaitu adanya pertentangan dan ketidakharmonisan dalam suatu
organisasi yang menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja. Ini berpotensi
pada penurunan motivasi kerja dan berdampak negatif terhadap perilaku pekerja.
Kompetisi yang tidak sehat antar departemen dalam suatu organisasi, di mana
orang-orang dalam organisasi mungkin saling merasa curiga yang menyebabkan
terhambatnya komunikasi dan koordinasi serta sulitnya bergaul antarindividu.
6. Integrasi, yaitu iklim yang terbentuk dalam organisasi di mana pekerja merasa
memiliki ikatan yang kuat dalam organisasi. Dalam kondisi seperti ini, pekerja
akan menunjukkan loyalitas kepada organisasi. Pekerja akan merasa bangga
karena menjadi bagian dari organisasi dan merasa aman dengan pekerjaannya
karena merasa dihargai dan dipenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan kerja yang
menyenangkan ini juga didukung oleh kerjasama yang terjalin baik diantara
II.3. Teori tentang Kinerja
Penilaian kinerja karyawan adalah masalah penting bagi seluruh perusahaan.
Untuk mengetahui peningkatkan tentang diri karyawan dalam pelaksanaan
pekerjaannya adalah melalui penilaian kinerja. Namun demikian, kinerja yang
memuaskan tidak terjadi secara otomatis. Pelaksanaan penilaian kinerja harus mampu
memotivasi karyawan sehingga menciptakan rasa puas dan ketenangan bekerja serta
mampu menciptakan budaya kerja yang tinggi. Penilaian kinerja harus dilaksanakan
secara terus menerus dan sistematis untuk memperoleh hasil penilaian kinerja yang
objektif. Selain itu, diperlukan pelaksanaan penilaian kerja yang baik, sehingga
program yang disusun dapat berpengaruh terhadap pegawai yang dinilai. Dengan
perkataan lain, program tersebut harus dapat memotivasi peningkatan, pengembangan
tanggung jawab dan meningkatkan keterikatan karyawan dalam organisasi.
II.3.1. Pengertian Kinerja
Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance atau
job performance tetapi dalam bahasa Inggris sering disingkat menjadi performance saja. Dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja pada dasarnya
adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan (Hasibuan, 2001). Kinerja
organisasi atau kinerja perusahaan merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat
dicapai dan mencerminkan keberhasilan manajer/pengusaha.
Kinerja karyawan yang dinyatakan Mangkunegara (2002) adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
Oleh karena itu output baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya
manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat
berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Kinerja karyawan adalah
yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi
yang antara lain termasuk: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output,
kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif. Tampaknya dimensi lain dari kinerja
mungkin tepat untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu, tetapi yang didata ini adalah yang
paling umum, yang mengidentifikasikan elemen-elemen yang paling penting suatu
pekerjaan.
Pekerjaan hampir selalu memiliki lebih dari satu kriteria atau dimensi untuk
dinilai, dan ini berarti bahwa si karyawan mungkin berkinerja lebih baik dalam satu
kriteria dibandingkan kriteria lainnya. Beberapa kriteria mungkin memiliki nilai lebih
penting daripada kriteria lainnya. Pembobotan adalah suatu cara untuk menunjukkan
hal ini. Beberapa perkantoran atau Dinas lainnya merupakan bagian pekerjaan yang
memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan dengan penelitian atau pengabdian.
Pada saat mengukur kinerja, adalah penting menentukan kriteria yang relevan.
Umumnya, kriteria itu relevan ketika difokuskan pada aspek yang paling penting dari
pekerjaan si karyawan. Sebagai contoh, menilai seorang petugas pelayanan kepuasan
konsumen dalam suatu perusahaan dari “penampilan”, tentu saja kurang relevan
bahwa kriteria pekerjaan yang terpenting harus diidentifikasikan dan dikaitkan
dengan deskripsi pekerjaan.
Pekerjaan umumnya melibatkan beberapa tugas dan tanggung jawab. Jika
penilaian kinerja mengabaikan beberapa tanggung jawab yang penting, maka
penilaian menjadi tidak efisien. Sebagai contoh, jika kinerja seseorang pewawancara
hanya dinilai dari jumlah pelamar yang dipekerjakan, dan bukannya kualitas pelamar,
maka hal ini bisa jadi tidak efisien. Jika beberapa kriteria yang tidak relevan
dimasukkan, maka kriteria ini bisa dikatakan terkontaminasi.
Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap
tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak
mampu, juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah seseuatu yang
dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan bekerja, dengan kata lain
bahwa kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja.
Kinerja merupakan kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh
individu, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai
hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator
dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang
tinggi dalam suatu organisasi. Hasibuan (2001) menyatakan bahwa: “produktivitas
adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input)”. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja menurut Sedarmayanti (2001) antara lain: “1). Sikap
mental (motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja); 2). Pendidikan; 3). Keterampilan;
7) Jaminan sosial; 8). Iklim kerja; 9). Sarana prasarana; 10). Teknologi;
11). Kesempatan berprestasi”.
II.3.2. Penilaian Kinerja
Pihak-pihak yang dapat menilai kinerja adalah:
1. Atasan langsung.
2. Penilaian kinerja mayoritas dilaksakan oleh atasan langsung karena memang
merekalah yang bertanggung jawab terhadap kinerja bawahannya. Sekalipun
begitu, sejumlah organisasi mengakui mengalami kemunduran dalam hal ini,
karena banyak juga pimpinan yang tidak memenuhi persyaratan untuk
mengevaluasi. Sementara pimpinan yang lain merasa enggan saat diminta
untuk menilai kinerja para pekerja mereka.
3. Rekan Kerja.
4. Evaluasi dari rekan kerja (peers) adalah salah satu yang dapat dijadikan
sebagai sumber data penelitian yang paling dapat dipercaya, karena: pertama,
evaluasi dari rekan kerja sangat erat hubungannya dengan kegiatan. Interaksi
sehari-hari memberi mereka sebuah sudut pandang pemahaman yang
menyeluruh terhadap kinerja pekerjaan seorang pekerja. Kedua, evaluasi dari
rekan kerja sebagai penghitung hasil akan menghasilkan beberapa penilaian
yang mandiri.
5. Pengevaluasian diri sendiri.
6. Karyawan yang mengevaluasi kinerjanya sendiri (self evaluation), konsisten
dilakukan sendiri memberi nilai yang tinggi bagi pekerja. Cara ini cenderung
mengurangi sifat membela diri yang dilakukan karyawan saat proses
penilaian. Dan mereka membuat wahana yang baik untuk merangsang diskusi
kinerja pekerjaan antara pekerja dengan atasan mereka.
7. Bawahan langsung.
8. Penilaian kinerja dilakukan oleh bawahan langsung seorang pekerja.
II.3.3. Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan dalam organisasi (Robbins, 2002),
yaitu:
1. Manajemen menggunakan penilaian untuk mengambil keputusan personalia
secara umum, misalnya dalam hal promosi, transfer, ataupun pemberhentian.
2. Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan yang
dibutuhkan. Dalam hal ini, penilaian menjelaskan keterampilan dan daya
saing para pekerja belum cukup tetapi dapat diperbaiki jika suatu program
yang memadai dikembangkan.
3. Penilaian kinerja dapat dijadikan sebagai kriteria untuk program seleksi dan
pengembangan yang disahkan.
4. Memenuhi tujuan umpan balik yang ada terhadap para pekerja tentang
bagaimana organisasi memandang kinerja mereka.
II.3.4. Metode Penilaian Kinerja
Menurut Robbins, (2002) ada enam metode penilaian kinerja karyawan:
1. Esai Tertulis, metode ini menilai kinerja dengan menulis sebuah narasi yang
menggambarkan kelebihan, kekurangan, prestasi waktu lampau, potensi dan
saran-saran mengenai seorang karyawan untuk perbaikan. Metode ini tidak
membutuhkan bentuk format yang rutin, tetapi hasilnya sering
menggambarkan kemampuan penulisnya.
2. Keadaan Kritis, metode ini memfokuskan perhatian si penilai pada
perilaku-perilaku yang merupakan kunci untuk membedakan antara sebuah pekerjaan
efektif atau yang tidak efektif. Si penilai menulis anekdot yang
menggambarkan apa-apa saja yang dilakukan para pekerja yang efektif atau
tidak efektif. Yang menjadi kunci adalah perilaku yang sifatnya khusus.
Sebuah daftar keadaan kritis memuat serangkaian contoh-contoh, di mana
dengan daftar ini para pekerja dapat melihat perilaku-perilaku yang
diharapkan dan perilaku-perilaku yang membutuhkan pengembangan.
3. Grafik Skala Penilaian, merupakan metode tertua dan terpopuler dalam
penilaian kinerja. Dalam metode ini faktor-faktor kinerja seperti kualitas dan
kuantitas kerja, tingkat pengetahuan, kerjasama, loyalitas, kehadiran,
kejujuran dan inisiatif dicatat, dan selanjutnya penilai memeriksa daftar
tersebut menilai setiap faktor sesuai dengan skala peningkatan berdasarkan
lima poin. Metode ini sangat populer karena cara ini tidak menyediakan