• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemerintah Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemerintah Kota Medan"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA DAN BUDAYA

ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI

LALU LINTAS JALAN RAYA (LLAJR)

PEMERINTAH KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

HERMAN

077019074/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA DAN BUDAYA

ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI

LALU LINTAS JALAN RAYA (LLAJR)

PEMERINTAH KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HERMAN

077019074/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Telah diuji pada

Tanggal : 28 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Paham Ginting, SE, MS

Anggota : 1. Drs. Syahyunan, M.Si

2. Prof. Dr. Rismayani, SE, MS

3. Drs. H.B Tarmizi, SU

4. Drs. Rahmad Syumanjaya, M.Si

(4)

ABSTRAK

Menghadapi masa memasuki era millennium ketiga, instansi dituntut memiliki core competence yang mampu menghasilkan suistanable competitive advantage. Salah satu faktor kunci menghasilkan suistanable competitive advantage adalah tersedianya intellectual human capital yang mempunyai sifat kreatif. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah, sejauhmana pengaruh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan dan sejauhmana pengaruh budaya organisasi terhadap disiplin kerja.

Penelitian ini menggunakan teori Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi, Kinerja, dan Disiplin Kerja. Metode penelitian ini dengan pendekatan studi kasus didukung survey dan jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif dan bersifat menguraikan dan menjelaskan

Hasil penelitian menunjukkan pada hipotesis pertama bahwa Koefisien Determinasi (R2) sebesar 58,7% yang memberi arti bahwa kemampuan variabel bebas Lingkungan Kerja (X1) dan Budaya Organisasi (X2) menjelaskan pengaruhnya

terhadap variabel terikat (Y) yaitu kinerja sebesar 58,7% sedangkan sisanya 41,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi secara simultan berpengaruh sangat-sangat signifikan (highly significant) dan variabel yang dominan mempengaruhi Kinerja pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan adalah Budaya Organisasi. Hipotesis kedua menunjukkan bahwa Koefisien Determinasinya (R2) sebesar 72,4% yang

memberi arti bahwa kemampuan variabel bebas (X) yaitu Budaya Organisasi menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel terikat (Y) yaitu Disiplin Kerja sebesar 72,4% dan sisanya 27,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini, dan Budaya Organisasi berpengaruh sangat signifikan (highly significant) terhadap Disiplin Kerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.

Kesimpulan penelitian untuk hipotesis pertama, Kinerja Pegawai sangat-sangat dipengaruhi sekali oleh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi, dan variabel yang paling dominan mempengaruhinya adalah Budaya Organisasi, untuk hipotesis kedua Budaya Organisasi sangat mempengaruhi Disiplin Kerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya Pemko Medan.

(5)

ABSTRACT

In facing the tird millernia aera, instance is required to have core competence able of producing sustainable competitive advantage. One of key factors in producing the suistanable competitive advantage is to make availability of intellectual human capital to have creative attitude. The formulation of problem is this research is, how far is the effect of work environment and culture of organization on performance of Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) of Pemko Medan and the effect of culture of organization on work discipline of staffs in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan, to know and analyze the effect of organization culture in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.

This research is to use the theory of human power management related to work environment, organization culture, performance and work discipline.

The population of research is all staffs in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan, 300 peoples, determination of sample in this research is 15% of 300 peoples, 45 peoples.

The method of data collection is by interview, questionnaire, and study of documentation. Model of data analysis used is multiple linear regression analysis. The hipothesis test is simultaneously or partially conducted with SPSS version 13.

The result of research indicated that work environment and culture organization simultaneously and partially is very significant to workers performance Lalu Lintas Jalan Raya Pemko Medan. The dominant Variable have significantly make effect to worker’s performance Lalu lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

berkat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada penulis dalam menuntut ilmu dan

menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini merupakan tugas akhir pada program

Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Selama melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini penulis banyak

mendapat bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis,

DTM&H, Sp.A(K).

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, SE, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang

telah meluangkan waktu dan menyumbangkan pemikirannya dalam

membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Prof. Dr. Rismayani, SE, MS selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. HB

Tarmizi, SU dan Bapak Drs. Rahmad Syumanjaya, M.Si selaku Penguji Penulis.

5. Ibu Dra. Hj. Sukmawati Pohan, SH selaku Bagian Umum LLAJR Pemko Medan.

6. Seluruh dosen, staf pengajar dan staf administrasi di Program Studi Ilmu

(7)

7. Rekan-rekan mahasiswa/i Angkatan XIII di Program Studi Magister Ilmu

Manajemen Universitas Sumatera Utara.

8. Istri dan anak-anakku serta seluruh keluarga yang telah memotivasi penulis

dalam penulisan tesis ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian tesis ini memiliki kekurangan,

untuk itu penulis memohon masukan dan saran demi kesempurnaan penulisan hasil

penelitian ini.

Medan, Agustus 2009

Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Herman dilahirkan di Medan, Sumatera Utara. Pada tanggal 13 Juni 1977,

anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Sugimin, SH (Alm)

dan Ibunda Tina. Menikah dengan Nur Ismah tahun 2006 dan dikarunia dua anak

kembar laki-laki bernama M. Fahrid Maulana dan M. Fahiz Maulana.

Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar, SD Nurul Huda di Medan tamat dan

lulus tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama, SMP Muhammadiyah di Medan tamat

dan lulus tahun 1993, Sekolah Menengah Atas, SMA Raksana Medan tamat dan lulus

tahun 1996, dan melanjutkan studi ke Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Teladan tamat

dan lulus tahun 2006.

Sejak tahun 2007 tercatat sebagai peserta Program Studi Magister Ilmu

Manajemen Sekolah Pascasarjana USU.

Medan, Agustus 2009

(9)

DAFTAR ISI

II.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja ………. 10

II.2. Teori tentang Budaya Organisasi ……… .. ….. 11

II.2.1. Pengertian Budaya Organisasi ………. 14

II.2.2. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi …………. 20

(10)

II.3.2. Penilaian Kinerja ……….………. 33

II.3.3 Tujuan Penilaian Kinerja ………. 34

II.3.4 Metode Penilaian Kinerja……….…….... 35

II.3.5. Manfaat Penilaian Kinerja ……….….. 37

II.3.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja .……… 39

II.4. Disiplin Kerja ……… 41

II.4.1. Macam-macam Disiplin Kerja ………..…... 43

II.4.2. Faktor-faktor Disiplin Kerja ……… 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 48

III.1. Tempat dan Waktu Penelitian ……… 48

III.2. Metode Penelitian ………...………….. 48

III.3. Populasi dan Sampel ………. 48

III.4. Teknik Pengumpulan Data ………...…………. 49

III.5. Jenis dan Sumber Data ……….. 49

III.5.1. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Hipotesis Pertama………..……… 50

III.5.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel Hipotesis Kedua ………..………. 50

III.8.3. Uji Multikolinearitas………. 57

III.8.4. Uji Goodness of Fit ……….. 57

III.8.5. Uji Validitas Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi, Disiplin Kerja dan Lingkungan Kerja.... 57

III.8.6. Uji Reliabilitas Budaya Organisasi, Disiplin Kerja ………. 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 61

IV.1. Hasil Penelitian ……….. 61

IV.1.1. Gambaran Umum LLAJR Pemko Medan ……... 61

(11)

IV.1.3. Visi dan Misi Dinas LLAJR Pemko Medan ……… 62

IV.1.4. Kegiatan LLAJR Pemko Medan ………... 62

IV.2. Karakteristik Responden ……… 63

IV.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ………. 63

IV.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………...……. 63

IV.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja.. 64

IV.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan... 65

IV.2.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Komposisi Bidang dan Tugas ………... 65

IV.2.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……… 65

IV.3. Uji Asumsi Klasik ……….……….... 67

IV.3.1. Pengujian Normalitas ……….. 67

IV.3.2. Uji Heteroskedastisitas ………. 68

IV.3.3. Uji Multikolinearitas ……… 70

IV.4. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 71

IV.4.1. Pengujian Hipotesis ……….……… 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………...……… 75

V.1. Kesimpulan ………...………. 75

V.2. Saran ………...………… 76

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian Hipotesis

Pertama dan Kedua ………. ……… 50

3.2. Uji Validitas Instrumen Regresi Pertama dan Kedua …………. 58

3.3. Nilai Croanbach’s Alpha Regresi Pertama dan Kedua ...…….... 60

4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ……….……… 63

4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin …………. 63

4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ………. 64

4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan ……….…….. 65

4.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan …… 65

4.6. Uji Multikolinearitas ………..………. 70

4.7. Pengujian Goodness of Fit Persamaan Pertama dan Kedua …… 71

4.8. Hasil Regresi Uji F Persamaan Pertama dan Kedua ……… 72

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Kerangka Berfikir ……… 7

4.1. Grafik Histogram Persamaan Pertama ……… 67

4.2. Uji Normalitas Persamaan Kedua ……… 68

4.3. Grafik Scatterplot Uji Heteroskedastisitas Persamaan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Tabulasi Data Penelitian ………….………. 80

2. Tabel Frekwensi ……… 81

3. Uji Validitas dan Reliabilitas ……… 87

4. Hasil Uji Regresi Berganda ……….. 91

5. Tabel t ………... 94

6. Tabel F ……….. 95

7. Struktur Organisasi Dinas Perhubungan LLAJR Pemko Medan ……… 96

(15)

ABSTRAK

Menghadapi masa memasuki era millennium ketiga, instansi dituntut memiliki core competence yang mampu menghasilkan suistanable competitive advantage. Salah satu faktor kunci menghasilkan suistanable competitive advantage adalah tersedianya intellectual human capital yang mempunyai sifat kreatif. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah, sejauhmana pengaruh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan dan sejauhmana pengaruh budaya organisasi terhadap disiplin kerja.

Penelitian ini menggunakan teori Manajemen Sumber Daya Manusia yang berkaitan dengan Lingkungan Kerja, Budaya Organisasi, Kinerja, dan Disiplin Kerja. Metode penelitian ini dengan pendekatan studi kasus didukung survey dan jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif dan bersifat menguraikan dan menjelaskan

Hasil penelitian menunjukkan pada hipotesis pertama bahwa Koefisien Determinasi (R2) sebesar 58,7% yang memberi arti bahwa kemampuan variabel bebas Lingkungan Kerja (X1) dan Budaya Organisasi (X2) menjelaskan pengaruhnya

terhadap variabel terikat (Y) yaitu kinerja sebesar 58,7% sedangkan sisanya 41,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi secara simultan berpengaruh sangat-sangat signifikan (highly significant) dan variabel yang dominan mempengaruhi Kinerja pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan adalah Budaya Organisasi. Hipotesis kedua menunjukkan bahwa Koefisien Determinasinya (R2) sebesar 72,4% yang

memberi arti bahwa kemampuan variabel bebas (X) yaitu Budaya Organisasi menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel terikat (Y) yaitu Disiplin Kerja sebesar 72,4% dan sisanya 27,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini, dan Budaya Organisasi berpengaruh sangat signifikan (highly significant) terhadap Disiplin Kerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.

Kesimpulan penelitian untuk hipotesis pertama, Kinerja Pegawai sangat-sangat dipengaruhi sekali oleh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi, dan variabel yang paling dominan mempengaruhinya adalah Budaya Organisasi, untuk hipotesis kedua Budaya Organisasi sangat mempengaruhi Disiplin Kerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya Pemko Medan.

(16)

ABSTRACT

In facing the tird millernia aera, instance is required to have core competence able of producing sustainable competitive advantage. One of key factors in producing the suistanable competitive advantage is to make availability of intellectual human capital to have creative attitude. The formulation of problem is this research is, how far is the effect of work environment and culture of organization on performance of Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) of Pemko Medan and the effect of culture of organization on work discipline of staffs in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan, to know and analyze the effect of organization culture in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.

This research is to use the theory of human power management related to work environment, organization culture, performance and work discipline.

The population of research is all staffs in Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan, 300 peoples, determination of sample in this research is 15% of 300 peoples, 45 peoples.

The method of data collection is by interview, questionnaire, and study of documentation. Model of data analysis used is multiple linear regression analysis. The hipothesis test is simultaneously or partially conducted with SPSS version 13.

The result of research indicated that work environment and culture organization simultaneously and partially is very significant to workers performance Lalu Lintas Jalan Raya Pemko Medan. The dominant Variable have significantly make effect to worker’s performance Lalu lintas Jalan Raya (LLAJR) Pemko Medan.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dalam menghadapi masa memasuki era millennium ketiga, organisasi/

perusahaan dituntut memiliki core competence yang mampu menghasilkan

suistenable competitive advantage. Salah satu faktor kunci menghasilkan suistenable competitive advantage adalah tersedianya intellectual human capital yang memiliki sifat kreatif, inovatif dan fleksibel.

Kompetensi utama yang menghasilkan suistenable competitive advantage,

yakni, sumber daya fisik (physical capital), sumber daya manusia (human resource)

dan sumber daya organisasi (organizational capital). Dari ketiga jenis sumber daya

ini, sumber daya yang sangat memiliki competitive advantage tinggi adalah sumber

daya manusia (seperti, pengalaman, dan hubungan antaranggota organisasi serta

keterampilan organisasional (seperti, struktur pelaporan formal, kontrol, dan

hubungan informasi). Keunggulan ini melekat secara organisasional dan dari segi

sosial bersifat kompleks dan unik.

Menghadapi kondisi di atas organisasi harus melakukan perubahan yang

mendasar yang mencakup nilai-nilai budaya organisasi, sistem, dan struktur.

Nilai-nilai yang menjadi penopang budaya ini terbentuk melalui perjalanan historis

organisasi, karena nilai-nilai inilah yang diyakini sebagai kunci suksesnya organisasi.

(18)

kompetensi menjadi nilai penentu kesuksesan organisasi, maka budaya organisasi pun

berubah, dengan melakukan perhatian pada kinerja individual.

Organisasi yang memiliki budaya akan mampu bertahan melewati sejumlah

tantangan yang muncul dalam berbagai masa.

Untuk menanamkan dan memperkuat budaya organisasi adalah menyusun

desain dan struktur organisasi, menyusun prosedur dan sistem organisasi, mendesain

ruang fisik dan bangunan kantor, menanamkan sejarah, legenda, mitos, dan

kejadian-kejadian tertentu, orang-orang penting serta pernyataan formal menyangkut filosofi

organisasi. Budaya organisasi yang ada akan mengacu pada rumusan keyakinan

(belief), nilai-nilai (value), dan cara belajar dari pengalaman yang dibangun

sepanjang sejarah organisasi dan dimanifestasikan dalam tiap pengaturan materi dan

perilaku tiap anggota organisasi tersebut atau “nilai-nilai yang menjadi pegangan

Sumber Daya Manusia dalam menjalankan kewajibannya dan juga perilakunya dalam

organisasi”.

Nilai-nilai yang ada akan membentuk lingkungan kerja merupakan sikap yang

tertanam dalam diri untuk senantiasa menghayati dan menghargai suatu pekerjaan

dengan terus meningkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu. Lingkungan kerja

merupakan bagian penting yang menentukan suatu keberhasilan seseorang. Suatu

keberhasilan bukan hanya ditentukan karena adanya pengetahuan dan kemampuan

menggunakan akal pikiran tapi juga kemampuan untuk mengarahkannya pada

(19)

ini adalah masyarakat Jepang yang dipandang sukses di kancah ekonomi dunia

dengan menerapkan lingkungan kerja Bushido.

Arti penting dari lingkungan kerja terletak pada perannya dalam menentukan

keberhasilan seseorang. Keberhasilan yang bersumber dari sikap atau perilaku yang

merupakan cerminan dari keyakinan, kecerdasan, semangat, dan keberanian,

kehormatan, pengabdian, dan loyalitas yang khas pada seseorang. Sikap mental

manusia dan lingkungan kerjanya memiliki keterkaitan dengan iklim dan kondisi

lingkungan di mana dia berada. Lingkungan kerja yang dibentuk sejak dini terutama

pada lingkungan sekolah menentukan kelak bagaimana lingkungan kerja seseorang.

Perguruan tinggi merupakan institusi pertama kali di mana seseorang dibentuk dan

dipersiapkan untuk memiliki lingkungan kerja yang baik. Meningkatkan lingkungan

kerja memang tidak bisa dilakukan dengan instan, tetapi perlu etiket dan niat baik,

entah secara individual maupun kolektif.

Kekuatan etiket dan niat akan menggeser budaya loyo dan watak lemah.

Selain itu, komponen yang tak kalah pentingnya dan bahkan utama adalah disiplin.

Sikap disiplin menunjukkan kualitas kepribadian seseorang atau suatu bangsa dalam

memiliki reputasi, sebagaimana bangsa Jepang. Disiplin dalam kerja terlihat dengan

menghargainya pada jam kerja, tidak keluyuran meninggalkan pekerjaan tanpa ijin

apalagi bolos. Dengan disiplin produktivitas akan meningkat. Langsung atau tidak,

sikap ini akan membentuk loyalitas pada pekerjaan, menumbuhkan konsistensi, serta

(20)

dengan menegakkan aturan, memberikan penghargaan (prizing) pada yang berprestasi

dan sanksi (punishment) pada siapapun yang tidak mematuhinya.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Sejauhmana pengaruh Lingkungan Kerja, dan Budaya Organisasi terhadap

Kinerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) di Pemerintah Kota Medan?

2. Sejauhmana pengaruh Budaya Organisasi terhadap Disiplin Kerja pegawai Lalu

Lintas Jalan Raya (LLAJR) di Pemerintah Kota Medan?

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. a. Mengetahui dan menganalisis secara serentak pengaruh Lingkungan Kerja, dan

Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR)

di Pemerintah Kota Medan.

b. Mengetahui dan menganalisis secara parsial pengaruh yang dominan dari

Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi terhadap kinerja Pegawai Lalu Lintas

Jalan Raya (LLAJR) di Pemerintah Kota Medan.

2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh Budaya Organisasi terhadap Disiplin

(21)

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) di Pemerintah Kota Medan dalam rangka

menciptakan lingkungan kerja dan budaya organisasi yang bermanfaat untuk

meningkatkan kinerja dan disiplin kerja pegawai Lalu Lintas Jalan Raya

(LLAJR) di Pemerintah Kota Medan.

2. Menambah khasanah dan memperkaya penelitian di Program Studi Ilmu

Manajemen Sekolah Pascasarjana USU.

3. Menambah dan memperluas pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam

bidang manajemen Sumberdaya Manusia khususnya mengenai lingkungan

kerja, budaya organisasi dan kinerja, serta disiplin kerja.

4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.

I.5. Kerangka Berpikir

Pegawai yang memiliki tingkat kemampuan yang baik dan didorong oleh

kuatnya lingkungan kerja akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga

dapat menghasilkan kerja yang baik yang berkualitas dan profesional sesuai dengan

harapan. Proses kerja sangat tergantung pada lingkungan kerja pegawai. Untuk itu

lingkungan kerja pegawai harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk

meningkatkan lingkungan kerja itu harus dipikirkan. Pegawai yang memiliki tingkat

(22)

melaksanakan tugasnya dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan yang

diharapkan.

Pemikiran di atas sejalan dengan pernyataan Siagian (2002) bahwa:

“lingkungan kerja sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja pada

karyawan sedemikian rupa, sehingga karyawan mau bekerja dengan ikhlas demi

tercapainya tujuan”. Selanjutnya menjadi bagian dari organisasi berarti menjadi

bagian dari budaya. Pada kaitan organisasi, maka budaya organisasi adalah nilai yang

mendasar dalam cara mengelola serta mengorganisasikannya. Nilai-nilai dan

semangat ini merupakan suatu kunci yang sangat strategis, bahkan menjadi alat

motivasi masing-masing individu dan atau organisasi dalam usaha menjawab

tantangan serta usaha memanfaatkan peluang guna meningkatkan kinerja organisasi.

Budaya organisasi menurut Robbins (2001), budaya organisasi mempengaruhi

kinerja dan kepuasan karyawan. Persepsi subyektif karyawan secara keseluruhan

terhadap organisasi didasarkan pada beberapa faktor seperti derajat toleransi resiko,

tekanan atau perhatian tim serta dukungan masyarakat. Persepsi keseluruhan ini

(persepsi baik atau tidak baik) membentuk suatu budaya organisasi atau kepribadian,

yang kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan yang mengakibatkan

makin hebat dan kuatnya suatu budaya.

Seorang pegawai yang memiliki kemampuan dalam penguasaan di bidang

pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan tersebut, serta mengerti

perannya dengan jelas, maka pegawai tersebut akan memiliki lingkungan kerja yang

(23)

Menurut Hasibuan (2001) bahwa: “kinerja adalah suatu hasil kerja yang

dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang

didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Kinerja

merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu, kemampuan dan minat seorang

pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan

tingkat lingkungan seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin

besarlah kinerja karyawan tersebut.

Uraian di atas disimpulkan sebagai berikut:

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir

LINGKUNGAN KERJA

Budaya Organisasi

Kinerja

(24)

I.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dihipotesiskan sebagai berikut:

1. Lingkungan kerja, dan Budaya organisasi berpengaruh terhadap Kinerja

pegawai Lalu Lintas Jalan Raya (LLAJR) di Pemerintah Kota Medan.

2. Budaya organisasi berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai Lalu Lintas

(25)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1. Teori tentang Lingkungan Kerja

II.1.1. Pengertian Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah tempat di mana pegawai melakukan aktivitas setiap

harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan

pegawai untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi

emosional pegawai. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerja di mana dia bekerja,

maka pegawai tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktivitasnya

sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Produktivitas akan tinggi dan

otomatis prestasi kerja pegawai juga tinggi. Lingkungan kerja itu mencakup

hubungan kerja antara bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat pegawai

bekerja.

Sihombing (2004) menyatakan bahwa:

“Lingkungan Kerja adalah faktor-faktor di luar manusia baik fisik maupun non fisik dalam suatu organisasi. Faktor fisik ini mencakup peralatan kerja, suhu I tempat kerja, kesesakan dan kepadatan, kebisingan, luas ruang kerja sedangkan non fisik mencakup hubungan kerja yang terbentuk di instansi antara atasan dan bawahan serta antara sesama karyawan”.

Lingkungan kerja yang mendukung produktivitas kerja akan menimbulkan

(26)

adalah (1) fasilitas kerja, (2) gaji dan tunjangan, (3) hubungan kerja” (Sihombing,

2004).

Motivasi kerja pegawai akan terdorong dari lingkungan kerja. Jika lingkungan

kerja mendukung maka akan timbul keinginan pegawai untuk melakukan tugas dan

tanggung jawabnya. Keinginan ini kemudian akan menimbulkan persepsi pegawai

dan kreativitas pegawai yang diwujudkan dalam bentuk tindakan. Persepsi pegawai

juga dipengaruhi oleh faktor insentif yang diberikan oleh instansi.

II.1.2. Manfaat Lingkungan Kerja

Manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga

produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja

dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan

tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala

waktu yang ditentukan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan

dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya

akan tinggi (Arep, 2003).

II.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Setiap orang memerlukan 5 (lima) kebutuhan yang telah dikemukakan oleh

Maslow sebagaimana diuraikan di atas sebagai sumber lingkungan kerja dalam

rangka meningkatkan semangat kerjanya. Namun yang paling penting bagi seseorang

adalah lingkungan kerjanya, dimulai dari dalam dirinya sendiri sesuai dengan

pendapat Terry dalam Hasibuan (2001) bahwa Lingkungan kerja yang paling berhasil

(27)

Lingkungan kerja adalah kekuatan yang mendorong semangat yang ada

di dalam maupun di luar dirinya baik itu yang berupa reward maupun punishment

sehingga Herberg dalam Luthans (2003) menyatakan bahwa pada manusia terdapat

enam faktor pemuas. 1). prestasi kerja yang diraih (achievement). 2). pengakuan

orang lain (recognition). 3). tanggung jawab (responsibility). 4). peluang untuk maju

(advancement). 5). kepuasan kerja itu sendiri (the work itself). 6). dan pengembangan

karir (the possibility of growth). Sedangkan faktor pemeliharaan (maintenance

factor). Yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic lingkungan kerja yang meliputi: 1). Kondisi Kerja; 2). Keamanan dan keselamatan kerja; 3). Kondisi kerja;

4). Status; 5). Prosedur perusahaan; 6). Mutu dari supervise tekhnis dari hubungan

antara teman sejawat, atasan, dan bawahan.

II.2. Teori tentang Budaya Organisasi

Budaya merupakan nilai-nilai dan kebiasaan yang diterima sebagai acuan

bersama yang diikuti dan dihormati di dalam suatu organisasi. Kebiasaan ini menjadi

budaya kerja sumber daya manusia di dalam organisasi dan sering dinamakan sebagai

budaya organisasi.

Budaya organisasi (organizational culture) akhir-akhir ini sering muncul

kepermukaan dan menjadi bahan pembicaraan dan kajian, baik di kalangan praktisi

maupun ilmuwan. Banyak diskusi dan seminar diadakan untuk membicarakan hal-hal

(28)

bahwa budaya organisasi itu dirasakan penting dan memiliki manfaat langsung

maupun tidak langsung bagi perkembangan organisasi.

Budaya organisasi telah banyak didefinisikan oleh para ahli organisasi dan

manajemen antara lain sebagai berikut: Organisasi adalah kumpulan orang yang

bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah kerja sama dua

orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas-aktivitas atau kekuatan-kekuatan

perorangan yang dikoordinasikan secara sadar. Organisasi adalah pengaturan personil

guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui alokasi

fungsi dan tanggung jawab.

Budaya organisasi dinyatakan beberapa ahli, antara lain sebagai berikut:

Budaya Organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan

internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang

kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk

memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti

di atas.

Robbin (2002) memberikan rumusan tentang pengertian budaya organisasi

adalah: nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi, yang dapat

menggambarkan tentang cara-cara melakukan suatu pekerjaan di tempat tertentu serta

asumsi kepercayaan dasar yang terdapat diantara anggota organisasi. Budaya

organisasi adalah suatu sistem pengertian yang diterima bersama, yang

mengaplikasikan adanya dimensi dan karakteristik tertentu yang berhubungan secara

(29)

Berdasarkan definisi di atas terkandung unsur-unsur dalam budaya organisasi

sebagai berikut:

1. Asumsi dasar

Dalam budaya organisasi terdapat asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai

pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi yang berperilaku.

2. Keyakinan yang dianut

Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan oleh

para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat

berbentuk slogan atau moto, asumsi dasar, tujuan utama organisasi/perusahaan,

filosofi usaha, atau prinsip-prinsip menjelaskan usaha.

3. Pemimpin atau kelompok pencipta dan pengembangan budaya organisasi.

Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpin

organisasi/perusahaan atau kelompok tertentu dalam organisasi atau perusahaan

tersebut.

4. Pedoman mengatasi masalah

Dalam organisasi/perusahaan, terdapat dua masalah pokok yang sering muncul,

yakni masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Kedua masalah

tersebut dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama

anggota organisasi.

5. Berbagi nilai (sharing value)

Dalam budaya organisasi perlu berbagi nilai terhadap apa yang paling

(30)

6. Pewarisan (learing process)

Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu

diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman

untuk bertindak dan berperilaku dalam organisasi/perusahaan tersebut.

7. Penyesuaian (adaptasi)

Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan atau norma yang

berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi organisasi/

perusahaan terhadap perubahan lingkungan.

II.2.1. Pengertian Budaya Organisasi

Schein dari MIT, dalam Amstrong (1998) menyatakan bahwa:

“Budaya perusahaan sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan oleh kelompok tertentu, ditemukan atau dikembangkan untuk mempelajari cara mengatasi masalah-masalah adaptasi dari luar dan cara berintegrasi, yang telah berfungsi dengan baik atau dianggap berlaku, dan karena itu harus diajarkan kepada para anggota baru sebagai yang benar untuk mengundang, memikirkan, dan merumuskan masalah-masalah ini”.

Selanjutnya Robbins (2002) menyatakan bahwa: “Budaya organisasi

(organization culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh

anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain”. Lebih lanjut,

Robbins (1998) menyatakan bahwa:

(31)

other organization. This system of shared meaning is, oncloser examination, a set of key characteristics that the orgnization values”).

Memahami budaya organisasi: Budaya organisasi adalah norma-norma dan

kebiasaan yang diterima sebagai suatu kebenaran oleh semua orang dalam organisasi.

Budaya organisasi menjadi acuan bersama diantara manusia dalam melakukan

interaksi dan organisasi. Pendapat lain dikemukakan Susanto (2007) yang

menyatakan bahwa:

“Budaya organisasi adalah sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak dan berperilaku”.

Kotter dan Hesket dalam Soetjipto (2007) berpendapat bahwa budaya

organisasi pada dasarnya merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku

di dalam organisasi, contohnya: kesigapan dalam memberikan pelayanan kepada para

pelanggan, sedangkan nilai mencerminkan keyakinan atau kepercayaan mereka akan

hal-hal tertentu yang mampu mendatangkan kesuksesan, contohnya: perhatian yang

besar kepada kepuasan pelanggan. Jika keduanya dibandingkan, norma relatif lebih

kasat mata dan lebih mudah untuk dirubah.

Sedangkan Hofstede et al. (1993) menyatakan bahwa Budaya organisasi

sebagai konstruksi dari dua tingkat karakteristik, yaitu karakteristik organisasi yang

kelihatan (observable) dan yang tidak kelihatan (unobservable). Pada level

(32)

seragam, pola perilaku, peraturan, bahasa, dan seremoni yang dilakukan perusahaan.

Sementara pada level (unabsorvable), budaya organisasi mencakup shared value,

norma-norma, kepercayaan, asumsi-asumsi para anggota organisasi untuk mengelola

masalah dan keadaan-keadaan sekitarnya.

Perusahaan yang berorientasi pada kepentingan pasar memerlukan budaya

dukungan (support culture) dan budaya prestasi (achievement culture) sebagai cara

meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan. Budaya organisasi yang efektif

adalah budaya organisasi yang mengakar kuat dan dalam. Di perusahaan yang

berbudaya demikian, hampir semua individunya menganut nilai-nilai yang seragam

dan konsisten.

Setiap organisasi atau bahkan setiap bagian dalam suatu organisasi

menunjukkan symbol dan ritual yang berbeda karena di dalamnya terdiri dari

berbagai individu dengan latar belakang dan pengalaman yang beragam. Namun

demikian budaya organisasi memiliki sejumlah disemsi yang berguna untuk

memudahkan setiap upaya pengidentifikasian karakteristik budaya tertentu dalam

organisasi. Hofstede (1993) menyatakan bahwa ada 6 (enam) dimensi budaya

organisasi yang dapat ditemukan pada berbagai organisasi, yaitu:

a. Process-oriented versus resuls-oriented

Organisasi dengan budaya berorientasi pada proses ditandai dengan karyawan

yang bekerja di dalamnya cenderung memperhatikan pada proses kegiatan dan

bukan pada pencapaian hasil, menghindari resiko, tidak berusaha dengan keras,

(33)

dengan hari-hari sebelumnya tanpa perubahan tantangan. Sebaliknya pada budaya

organisasi yang berorintasi pada hasil, karyawan cenderung memusatkan

perhatiannya pada pencapaian hasil terlepas dari proses atau kegiatan yang

dilakukannya, merasa nyaman dengan situasi yang berbeda atau menantang,

selalu berusaha secara maksimal, dan menganggap bahwa datangnya hari esok

akan membawa tantangan tersendiri yang berbeda dengan hari-hari atau waktu

sebelumnya. Dengan konteks yang demikian ini, budaya organisasi dengan

orientasi orientasi pada hasil merupakan strong culture atau budaya yang positif.

b. Employee-oriented versus job-oriented

Dalam organisasi yang berorientasi pada employee, karyawan merasa bahwa

masalah-masalah personel mereka pada dasarnya adalah masalah organisasi juga,

pimpinan harus bertanggung jawab dalam mengatasi masalah kesejahteraan

individu dan keluarganya, sementara dalam pengambilan keputusan organisasi

cenderung melibatkan banyak pihak atau komunal. Sebaliknya dalam organisasi

yang berorientasi pada job, karyawan merasakan adanya tekanan yang kuat untuk

menyelesaikan semua pekerjaan, sementara proses pengambilan keputusan

dilakukan secara invidual.

c. Parochial versus professional

Pengenalan terhadap organisasi yang berbudaya parochial dapat ditentukan

(34)

identitas organisasi. Perbedaan utama dari karyawan yang parochial dan

karyawan yang profesional dapat diketahui dari jawaban yang diberikan atas

pertanyaan tentang “apa yang anda kerjakan?”. Seorang karyawan parochial akan

menjawab: “saya bekerja untuk perusahaan X”, sementara karyawan profesional

akan menjawab: “saya adalah seorang insinyur”.

d. Open system versus closed system

Karyawan dalam organisasi dengan sistem terbuka merasa bahwa organisasi dan

semua karyawannya bersikap terbuka dan mau menerima terhadap hadirnya

pendatang/pegawai baru dan pihak-pihak eksternal lainnya, semua pihak merasa

ada kesesuaian dengan nilai-nilai organisasi, serta karyawan baru tidak

memerlukan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan organisasi. Dalam

organisasi dengan budaya sistem tertutup, interaksi antara karyawan cenderung

tertutup dan rahasia, hanya orang-orang atau pihak tertentu yang merasa cocok

atau sesuai dengan nilai-nilai organisasi, sementara bagi karyawan baru

membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan diri dengan keadaan

organisasi.

e. Tight control versus loose control

Pengendalian yang ketat ditunjukkan dengan adanya kesadaran setiap individu

terhadap pentingnya makna efisiensi (cost-conscious), cenderung tepat waktu

dalam pekerjaan dan penyelesaiannya dan karyawan bersikap serius tentang

organisasi dan pekerjaannya. Adapun dalam organisasi yang berbudaya

(35)

pentingnya tentang biaya (cost), bekerja tidak sesuai dengan jadwal penyelesaian,

dan banyak menggelar jokes tentang organisasi dan pekerjaannya.

f. Pragmatic versus normative emphasis towards clients

Organisasi dengan budaya pragmatis memiliki ciri khusus yaitu terdapat

penekanan utama pada pemenuhan kebutuhan pelanggan di mana hasil yang

dicapai merupakan pertimbangan yang lebih penting daripada sekedar suatu

pelaksanaan prosedur yang benar. Organisasi seperti ini juga bersifat fleksibel

dalam menyikapi etika dalam bisnis. Sebaliknya organisasi dengan budaya

normatif di dalamnya terdapat upaya keras untuk mematuhi prosedur dengan

benar dan menganggapnya lebih penting daripada pencapaian hasil, sementara

terhadap etika organisasi memiliki standar tinggi yang dipakai sebagai acuan.

Dimensi keenam dalam budaya organisasi ini utamanya berkaitan dengan

topik terkini dalam bisnis yaitu tentang orientasi perusahaan pada pelanggan.

Perusahaan yang berbeda pada tekanan kompetensi yang ketat cenderung berbudaya

pragmatis, sebaliknya organisasi yang bersifat monopolistis di mana tidak terdapat

persaingan dalam bisnis cenderung bersifat normatif.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, budaya organisasi dapat dikatakan

sebagai aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan dari

sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk

berperilaku dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap

mereka sehari-hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu

(36)

organisasi mencerminkan ‘cara karyawan melakukan seseuatu (membuat keputusan,

melayani orang, dsb). Misalnya saja cara petugas penerima tamu, kondisi ruangan,

pakaian seragam, cara menerima telepon, dan sebagainya.

II.2.2. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi

Budaya bisa dilihat sebagai “fenomena” yang megelilingi kehidupan orang

banyak dari hari ke hari, bisa direkayasa dan dibentuk. Jika budaya dikecilkan ruang

lingkupnya ke tingkat organisasi atau bahkan ke kelompok yang lebih kecil, akan

dapat terlihat bagaimana budaya terbentuk, ditanamkan, berkembang, dan akhirnya

direkayasa, diatur dan diubah.

Budaya diturunkan dari filsafat pendirinya. Selanjutnya budaya itu akan

mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pegawai. Tindakan

dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima

baik dan yang tidak baik. Bagaimana bisa disosialisasikan akan tergantung pada

tingkat sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilai-nilai pegawai baru dengan

nilai-nilai organisasi.

II.2.3. Karakteristik Budaya Organisasi

Robbins (2002) menyatakan ada 10 karakteristik yang apabila dicampur dan

dicocokkan, dengan budaya organisasi. Kesepuluh karakteristik budaya organisasi

tersebut sebagai berikut:

1. Inisiatif Individual

Yang dimaksud inisiatif individual adalah tanggung jawab, kebebasan atau

(37)

individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi

sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi/

perusahaan.

2. Toleransi terhadap Tindakan Berisiko

Dalam budaya organisasi perlu ditekankan, sejauhmana para pegawai

dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif, dan mengambil resiko. Suatu

budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat memberikan toleransi kepada

anggota para pegawai untuk dapat bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan

organisasi/perusahaan serta berani mengambil resiko terhadap apa yang

dilakukannya.

3. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauhmana suatu organisasi/perusahaan dapat

menciptakan dengan jelas perusahaan dan harapan yang diinginkan. Sasaran dan

harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi. Kondisi

dapat berpengaruh terhadap kinerja organisasi/perusahaan.

4. Integrasi

Interaksi dimaksudkan sejauhmana suatu organisasi/perusahaan dapat

mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan

(38)

5. Dukungan Manajemen

Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat

memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap

bawahan (karyawan) sangat membantu kelancaran kinerja suatu organisasi/

perusahaan.

6. Kontrol

Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma

yang berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan. Untuk itu diperlukan sejumlah

peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang dapat digunakan untuk

mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai/karyawan dalam suatu organisasi.

7. Identitas

Identitas dimaksudkan sejauhmana para anggota/karyawan suatu organisasi/

perusahaan dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam

perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional

tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam perusahaan sangat membantu

manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi/perusahaan.

8. Sistem Imbalan

Sistem Imbalan dimaksudkan sejauhmana alokasi imbalan (seperti kenaikan

gaji, promosi, dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan

sebaliknya didasarkan senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. Sistem imbalan

yang didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawai/karyawan

(39)

prestasi kerja yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.

Sebaliknya sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih kasih, akan

berakibat tenaga kerja yang punya kemampuan dan keahlian dapat berlaku pasif dan

frustasi. Kondisi semacam ini dapat berakibat kinerja organisasi/perusahaan menjadi

terhambat.

9. Toleransi terhadap Konflik

Sejauhmana para pegawai/karyawan didorong untuk mengemukakan konflik

di mana kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang sering

terjadi dalam suatu organisasi/perusahaan. Namun, perbedaan pendapat atau kritik

yang terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan perbaikan atau perubahan

strategi untuk mencapai tujuan suatu organisasi/perusahaan.

10. Pola Komunikasi

Sejauhmana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal.

Kadang-kadang hierarki kewenangan dapat menghambat terjadinya pola komunikasi

antara atasan dan bawahan atau antarkaryawan itu sendiri.

Kinerja Organisasi tercantum dalam lima pola sebagai berikut:

a. Kinerja komunikasi yang terampil dalam bentuk ritual yang meliputi personal

ritual, social ritual dan organizational ritual. Ritual adalah suatu tindakan yang akan diikuti oleh kelompok secara familiar dan rutin. Personal ritual adalah

tindakan rutin yang dilakukan secara bersama-sama, namun tidak berkaitan

dengan pekerjaan. Organizational Ritual adalah kebiasaan yang diikuti oleh

(40)

b. Kinerja komunikasi yang disebut passion.

Yang dimaksud passion adalah seseorang atau karyawan suatu organisasi/

perusahaan akan selalu mengulang-ulang cerita dramatis atau segala seseuatu

yang selalu dikerjakannya atau dilakukan oleh orang lain diidolakan atau kondisi

dan kesuksesan dari organisasinya.

c. Kinerja komunikasi yang dilakukan secara sosial.

Kinerja ini dimaksudkan untuk menebalkan sopan santun dan ditaatinya

aturan-aturan organisasi. Kinerja adalah bagian dari proses identitas kelompok; contoh:

cerita, jargon-jargon, senda gurau atau canda, gerutu, komplain, argumentasi,

ungkapan-ungkapan, konsultasi-konsultasi, serta kritik-kritik.

d. Kinerja komunikasi yang disebut organizational politics.

Kinerja komunikasi ini dimaksudkan sebagai perilaku yang diciptakan untuk

menguatkan permohonan terhadap kekuasaan, wewenang atau pengaruh seperti

penampilan kepemimpinan, pengelompokan-pengelompokan, dan tawar menawar

(bargaining) kekuasaan.

e. Kinerja komunikasi yang disebut enkulturasi.

Kinerja komunikasi ini merupakan proses belajar budaya dari para anggota

diantaranya melalui perjalanan karir, orientasi karyawan baru, dan lain-lain.

II.2.4. Tingkatan Budaya Organisasi

Menurut Daft (2002), terdapat tiga tingkatan budaya organisasi, yaitu:

1. Artifak (artifact), adalah budaya organisasi tingkat pertama, yaitu hal-hal yang

(41)

kelompok baru. Artifak bersifat kasat mata (visible), misalnya lingkungan fisik

organisasi, cara berprilaku, cara berpakaian, dan lain-lain. Karena antara

organisasi yang satu dengan organisasi lainnya artifaknya berbeda-beda, maka

anggota baru dalam suatu organisasi perlu belajar dan memberikan perhatian

terhadap budaya organisasi tersebut.

2. Nilai (espoused values), merupakan alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi

untuk mendukung caranya melakukan seseuatu. Ini adalah budaya organisasi

tingkat kedua yang mempunyai tingkat kesadaran yang lebih tinggi daripada

artifak. Pada tingkat ini, baik organisasi maupun anggota organisasi memerlukan

tuntunan strategi, tujuan dan filosofi dari pemimpin organisasi untuk bersikap dan

bertindak. Oleh karena itu, untuk memahami espoused values ini, seringkali

dilakukan wawancara dengan anggota kunci organisasi misalnya, atau

menganalisa kandungan artifak seperti dokumen.

3. Asumsi dasar (basic assumption), merupakan bagian penting dari budaya

organisasi. Asumsi ini merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula dari

nilai-nilai yang didukung karena merupakan keyakinan yang dianggap sudah ada oleh

anggota suatu organisasi seperti kepercayaan, persepsi ataupun perasaan yang

menjadi sumber nilai dan tindakan. Budaya organisasi tingkat ketiga ini

menetapkan cara yang tepat untuk melakukan seseuatu dalam sebuah organisasi,

(42)

II.2.5. Fungsi dan Manfaat Budaya Organisasi

Budaya organisasi memiliki beberapa fungsi dan organisasi, yaitu:

(1) memberi batasan untuk mendefinisikan peran, sehingga memperhatikan

perbedaan yang jelas antarorganisasi; (2) memberikan pengertian identitas terhadap

anggota organisasi; (3) memudahkan munculnya komitmen terhadap sesuatu yang

lebih besar dibanding minat anggota organisasi secara perorangan; (4) menunjukkan

stabilitas sistem sosial; (5) memberikan pengertian dan mekanisme pengendalian

yang dapat dijadikan pedoman untuk membentuk sikap serta perilaku para anggota

organisasi; dan (6) membantu para anggota organisasi mengatasi ketidakpastian,

karena pada akhirnya budaya organisasi berperan untuk membentuk pola pikir dan

perilaku anggota organisasi (Robbins, 2002).

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh kedua belah pihak, baik

organisasi maupun para anggotanya, manakala suatu organisasi menerapkan budaya

organisasi, dalam pengertian memberi perhatian pada sistem nilai yang dianut

organisasi. Manfaat tersebut adalah: (1) memberikan pedoman bagi tindakan

pengambil keputusan; (2) mempertinggi komitmen organisasi; (3) menambah

konsistensi perilaku para anggota organisasi; dan (4) mengurangi keraguan para

anggota organisasi, karena budaya memberitahukan kepada mereka bagaimana

sesuatu dilakukan dan apa yang dianggap penting.

Memperhatikan fungsi dan manfaat budaya tersebut di atas, maka budaya

dalam suatu organisasi sangat penting. Oleh karena itu budaya senantiasa dipelihara

(43)

melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasi serta menjadi stimulasi untuk

meningkatkan kinerja organisasi.

II.2.6. Sumber-sumber Budaya Organisasi

Isi dari suatu budaya organisasi terutama berasal dari tiga sumber (Robbins,

2002), yaitu:

a. Pendiri organisasi. Pendiri sering disebut memiliki kepribadian dinamis, nilai

yang kuat, dan visi yang jelas tentang bagaimana organisasi seharusnya. Pendiri

mempunyai peranan kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka siap

diteruskan kepada karyawan baru. Akibatnya, pandangan mereka diterima oleh

karyawan dalam organisasi, dan tetap dipertahankan sepanjang pendiri berada

dalam organisasi tersebut, atau bahkan setelah pendirinya meninggalkan

organisasi.

b. Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal. Penghargaan organisasi

terhadap tindakan tertentu dan kebijakannya mengarah pada pengembangan

berbagai sikap dan nilai.

c. Karyawan, hubungan kerja. Karyawan membawa harapan, nilai, sikap mereka ke

dalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan aktivitas utama organisasi yang

membentuk sikap dan nilai.

Jadi budaya organisasi sering dibentuk oleh pengaruh orang-orang yang

mendirikan organisasi tersebut, oleh lingkungan eksternal di mana organisasi

(44)

Variabel dimensi budaya organisasi yang dijadikan dasar pengukuran

diturunkan dari 6 (enam) dimensi budaya organisasi yang dinyatakan Hofstede dalam

Ariandi (2006) yang meliputi:

1. Profesionalisme, merupakan ukuran kecakapan atau keahlian yang dimiliki oleh

pekerja dalam organisasi. Suatu jabatan yang ditempati oleh seorang pekerja yang

profesional atau suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja yang profesional

akan membuahkan hasil yang optimal. Dalam organisasi yang menjunjung tinggi

nilai-nilai profesionalisme semua pekerja akan mencurahkan perhatiannya pada

pekerjaan sebagai bentuk dari tanggung jawab yang harus ditunaikan.

2. Kepemimpinan, yaitu tingkat keterlibatan atasan terhadap masalah-masalah

di luar pekerjaan yang dialami oleh bawahan. Hubungan antarpribadi yang terbina

baik akan memungkinkan terciptanya iklim kerja yang cerah. Adanya hubungan

antarpribadi juga dapat mempengaruhi penilaian terhadap pekerja. Dalam hal

melakukan promosi, atau mempertahankan orang-orang yang dinilai baik bagi

suatu divisi juga melibatkan hubungan antarpribadi.

3. Kepercayaan kepada rekan sekerja, yaitu interaksi yang terbina antarsesama

pekerja dalam organisasi. Sikap yang terbuka, ramah dalam pergaulan dan

perilaku yang menunjukkan rasa persaudaraan yang tinggi diantara sesama

pekerja, karena merasa senasib dan seperjuangan akan menumbuhkan

kepercayaan dan perilaku yang positif. Dengan adanya rasa percaya kepada rekan

(45)

pribadi akan diatasi dengan perhatian dari rekan-rekan sekerja yang rela

membantu memberikan saran.

4. Keteraturan, yaitu kondisi lingkungan kerja yang menunjukkan adanya

aturan-aturan atau ketentuan yang harus dipatuhi oleh anggota organisasi. Tujuannya

adalah untuk menjamin adanya keseragaman dalam pelaksanaan, memudahkan

koordinasi dan pengawasan. Adanya aturan yang ditetapkan oleh organisasi harus

berlaku sama untuk semua orang atau departemen dalam organisasi, sehingga

mencerminkan adanya rasa keadilan.

5. Konflik, yaitu adanya pertentangan dan ketidakharmonisan dalam suatu

organisasi yang menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja. Ini berpotensi

pada penurunan motivasi kerja dan berdampak negatif terhadap perilaku pekerja.

Kompetisi yang tidak sehat antar departemen dalam suatu organisasi, di mana

orang-orang dalam organisasi mungkin saling merasa curiga yang menyebabkan

terhambatnya komunikasi dan koordinasi serta sulitnya bergaul antarindividu.

6. Integrasi, yaitu iklim yang terbentuk dalam organisasi di mana pekerja merasa

memiliki ikatan yang kuat dalam organisasi. Dalam kondisi seperti ini, pekerja

akan menunjukkan loyalitas kepada organisasi. Pekerja akan merasa bangga

karena menjadi bagian dari organisasi dan merasa aman dengan pekerjaannya

karena merasa dihargai dan dipenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan kerja yang

menyenangkan ini juga didukung oleh kerjasama yang terjalin baik diantara

(46)

II.3. Teori tentang Kinerja

Penilaian kinerja karyawan adalah masalah penting bagi seluruh perusahaan.

Untuk mengetahui peningkatkan tentang diri karyawan dalam pelaksanaan

pekerjaannya adalah melalui penilaian kinerja. Namun demikian, kinerja yang

memuaskan tidak terjadi secara otomatis. Pelaksanaan penilaian kinerja harus mampu

memotivasi karyawan sehingga menciptakan rasa puas dan ketenangan bekerja serta

mampu menciptakan budaya kerja yang tinggi. Penilaian kinerja harus dilaksanakan

secara terus menerus dan sistematis untuk memperoleh hasil penilaian kinerja yang

objektif. Selain itu, diperlukan pelaksanaan penilaian kerja yang baik, sehingga

program yang disusun dapat berpengaruh terhadap pegawai yang dinilai. Dengan

perkataan lain, program tersebut harus dapat memotivasi peningkatan, pengembangan

tanggung jawab dan meningkatkan keterikatan karyawan dalam organisasi.

II.3.1. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance atau

job performance tetapi dalam bahasa Inggris sering disingkat menjadi performance saja. Dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja pada dasarnya

adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan (Hasibuan, 2001). Kinerja

organisasi atau kinerja perusahaan merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat

dicapai dan mencerminkan keberhasilan manajer/pengusaha.

Kinerja karyawan yang dinyatakan Mangkunegara (2002) adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam

(47)

Oleh karena itu output baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya

manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat

berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Kinerja karyawan adalah

yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi

yang antara lain termasuk: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output,

kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif. Tampaknya dimensi lain dari kinerja

mungkin tepat untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu, tetapi yang didata ini adalah yang

paling umum, yang mengidentifikasikan elemen-elemen yang paling penting suatu

pekerjaan.

Pekerjaan hampir selalu memiliki lebih dari satu kriteria atau dimensi untuk

dinilai, dan ini berarti bahwa si karyawan mungkin berkinerja lebih baik dalam satu

kriteria dibandingkan kriteria lainnya. Beberapa kriteria mungkin memiliki nilai lebih

penting daripada kriteria lainnya. Pembobotan adalah suatu cara untuk menunjukkan

hal ini. Beberapa perkantoran atau Dinas lainnya merupakan bagian pekerjaan yang

memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan dengan penelitian atau pengabdian.

Pada saat mengukur kinerja, adalah penting menentukan kriteria yang relevan.

Umumnya, kriteria itu relevan ketika difokuskan pada aspek yang paling penting dari

pekerjaan si karyawan. Sebagai contoh, menilai seorang petugas pelayanan kepuasan

konsumen dalam suatu perusahaan dari “penampilan”, tentu saja kurang relevan

(48)

bahwa kriteria pekerjaan yang terpenting harus diidentifikasikan dan dikaitkan

dengan deskripsi pekerjaan.

Pekerjaan umumnya melibatkan beberapa tugas dan tanggung jawab. Jika

penilaian kinerja mengabaikan beberapa tanggung jawab yang penting, maka

penilaian menjadi tidak efisien. Sebagai contoh, jika kinerja seseorang pewawancara

hanya dinilai dari jumlah pelamar yang dipekerjakan, dan bukannya kualitas pelamar,

maka hal ini bisa jadi tidak efisien. Jika beberapa kriteria yang tidak relevan

dimasukkan, maka kriteria ini bisa dikatakan terkontaminasi.

Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap

tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak

mampu, juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah seseuatu yang

dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan bekerja, dengan kata lain

bahwa kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja.

Kinerja merupakan kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh

individu, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai

hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator

dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang

tinggi dalam suatu organisasi. Hasibuan (2001) menyatakan bahwa: “produktivitas

adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input)”. Faktor-faktor

yang mempengaruhi kinerja menurut Sedarmayanti (2001) antara lain: “1). Sikap

mental (motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja); 2). Pendidikan; 3). Keterampilan;

(49)

7) Jaminan sosial; 8). Iklim kerja; 9). Sarana prasarana; 10). Teknologi;

11). Kesempatan berprestasi”.

II.3.2. Penilaian Kinerja

Pihak-pihak yang dapat menilai kinerja adalah:

1. Atasan langsung.

2. Penilaian kinerja mayoritas dilaksakan oleh atasan langsung karena memang

merekalah yang bertanggung jawab terhadap kinerja bawahannya. Sekalipun

begitu, sejumlah organisasi mengakui mengalami kemunduran dalam hal ini,

karena banyak juga pimpinan yang tidak memenuhi persyaratan untuk

mengevaluasi. Sementara pimpinan yang lain merasa enggan saat diminta

untuk menilai kinerja para pekerja mereka.

3. Rekan Kerja.

4. Evaluasi dari rekan kerja (peers) adalah salah satu yang dapat dijadikan

sebagai sumber data penelitian yang paling dapat dipercaya, karena: pertama,

evaluasi dari rekan kerja sangat erat hubungannya dengan kegiatan. Interaksi

sehari-hari memberi mereka sebuah sudut pandang pemahaman yang

menyeluruh terhadap kinerja pekerjaan seorang pekerja. Kedua, evaluasi dari

rekan kerja sebagai penghitung hasil akan menghasilkan beberapa penilaian

yang mandiri.

5. Pengevaluasian diri sendiri.

6. Karyawan yang mengevaluasi kinerjanya sendiri (self evaluation), konsisten

(50)

dilakukan sendiri memberi nilai yang tinggi bagi pekerja. Cara ini cenderung

mengurangi sifat membela diri yang dilakukan karyawan saat proses

penilaian. Dan mereka membuat wahana yang baik untuk merangsang diskusi

kinerja pekerjaan antara pekerja dengan atasan mereka.

7. Bawahan langsung.

8. Penilaian kinerja dilakukan oleh bawahan langsung seorang pekerja.

II.3.3. Tujuan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan dalam organisasi (Robbins, 2002),

yaitu:

1. Manajemen menggunakan penilaian untuk mengambil keputusan personalia

secara umum, misalnya dalam hal promosi, transfer, ataupun pemberhentian.

2. Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan yang

dibutuhkan. Dalam hal ini, penilaian menjelaskan keterampilan dan daya

saing para pekerja belum cukup tetapi dapat diperbaiki jika suatu program

yang memadai dikembangkan.

3. Penilaian kinerja dapat dijadikan sebagai kriteria untuk program seleksi dan

pengembangan yang disahkan.

4. Memenuhi tujuan umpan balik yang ada terhadap para pekerja tentang

bagaimana organisasi memandang kinerja mereka.

(51)

II.3.4. Metode Penilaian Kinerja

Menurut Robbins, (2002) ada enam metode penilaian kinerja karyawan:

1. Esai Tertulis, metode ini menilai kinerja dengan menulis sebuah narasi yang

menggambarkan kelebihan, kekurangan, prestasi waktu lampau, potensi dan

saran-saran mengenai seorang karyawan untuk perbaikan. Metode ini tidak

membutuhkan bentuk format yang rutin, tetapi hasilnya sering

menggambarkan kemampuan penulisnya.

2. Keadaan Kritis, metode ini memfokuskan perhatian si penilai pada

perilaku-perilaku yang merupakan kunci untuk membedakan antara sebuah pekerjaan

efektif atau yang tidak efektif. Si penilai menulis anekdot yang

menggambarkan apa-apa saja yang dilakukan para pekerja yang efektif atau

tidak efektif. Yang menjadi kunci adalah perilaku yang sifatnya khusus.

Sebuah daftar keadaan kritis memuat serangkaian contoh-contoh, di mana

dengan daftar ini para pekerja dapat melihat perilaku-perilaku yang

diharapkan dan perilaku-perilaku yang membutuhkan pengembangan.

3. Grafik Skala Penilaian, merupakan metode tertua dan terpopuler dalam

penilaian kinerja. Dalam metode ini faktor-faktor kinerja seperti kualitas dan

kuantitas kerja, tingkat pengetahuan, kerjasama, loyalitas, kehadiran,

kejujuran dan inisiatif dicatat, dan selanjutnya penilai memeriksa daftar

tersebut menilai setiap faktor sesuai dengan skala peningkatan berdasarkan

lima poin. Metode ini sangat populer karena cara ini tidak menyediakan

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian Hipotesis Pertama dan Kedua
Tabel 3.2. Uji Validitas Instrumen Regresi Pertama dan Kedua
Tabel 3.3. Nilai Croanbach’s Alpha Regresi Pertama dan Kedua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : apakah Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan dan Ketidakpastian Lingkungan memiliki pengaruh terhadap

Ini menunjukkan bahwa tingginya iklim organisasi tidak mempengaruhi budaya organisasi yang berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai Rektorat Universitas Riau. Budaya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh lingkungan kerja, budaya organisasi, dan perilaku cyberloafing terhadap kinerja pegawai Dinas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lingkungan kerja, budaya organisasi, dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai pada Puskesmas Kecamatan Bakam

Berkat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi Dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Di Dinas Perhubungan Dan Lalu

Berdasarkan hasil analisis data mengenai pengaruh budaya organisasi, kepuasan kerja dan motivasi terhadap kinerja pegawai , maka dapat diambil kesimpulan sebagai

Hasil penelitian menunjukan bahwa lingkungan kerja, budaya organisasi dan beban kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai SMP IT permata

Sehubung dengan rumusan masalah dan kajian teoritis, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Bahwa Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Dinas